BAB 1 PENDAHULUAN. penyediaan dan penggunaan gizi untuk pertumbuhan, perkembangan, pemeliharaan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. penurunan tingkat kecerdasan. Pada bayi dan anak, kekurangan gizi akan menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. 24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat,

BAB 1 PENDAHULUAN. yang masih belum bergizi-seimbang. Hasil Riskesdas (2007) anak balita yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian balita dalam kurun waktu 1990 hingga 2015 (WHO, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. masalah gizi utama yang perlu mendapat perhatian. Masalah gizi secara

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan zat gizi yang jumlahnya lebih banyak dengan kualitas tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. secara eksklusif selama 6 bulan kehidupan pertama bayi. Hal ini dikarenakan ASI

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU TENTANG MP-ASI DENGAN SIKAP DAN PERILAKU PEMBERIAN MP-ASI DI KELURAHAN JEMAWAN, KECAMATAN JATINOM, KABUPATEN KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi kurang masih tersebar luas di negara-negara. berkembang termasuk di Indonesia, masalah yang timbul akibat asupan gizi

BAB 1 PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stunting merupakan salah satu indikator masalah gizi yang menjadi fokus

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pembangunan kesehatan dan gizi masyarakat adalah terwujudnya

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk menurunkan prevalensi kurang gizi sesuai Deklarasi World Food Summit 1996

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Status gizi menjadi indikator dalam menentukan derajat kesehatan anak.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. sempurna bagi bayi selama bulan-bulan pertama kehidupannya (Margaret

BAB I PENDAHULUAN. Hasil penelitian multi-center yang dilakukan UNICEF menunjukkan bahwa MP-

HUBUNGAN ANTARA UMUR PERTAMA PEMBERIAN MP ASI DENGAN STATUS GIZI BAYI USIA 6 12 BULAN DI DESA JATIMULYO KECAMATAN PEDAN KABUPATEN KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu faktor yang menentukan tingkat kesehatan dan kesejahteraan

Sikap ibu rumah tangga terhadap penyuluhan gizi dalam pemenuhan gizi balita di wilayah binaan puskesmas I Gatak kecamatan Gatak kabupaten Sukoharjo

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lebih dramatis dikatakan bahwa anak merupakan penanaman modal sosial

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. KEP disebabkan karena defisiensi zat gizi makro. Meskipun

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan nutrisinya baik dalam segi mutu ataupun jumlahnya. Untuk bayi 0-

Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Status gizi merupakan indikator dalam menentukan derajat kesehatan bayi dan

BAB I PENDAHULUAN. lainnya gizi kurang, dan yang status gizinya baik hanya sekitar orang anak

BAB 1 PENDAHULUAN. (usia tahun) berjumlah sekitar 43 juta jiwa atau 19,61 persen dari jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. (1) anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya serta dapat menyebabkan

BAB PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan

HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN PENGHASILAN IBU MENYUSUI DENGAN KETEPATAN WAKTU PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI (MP ASI)

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. balita yang cerdas. Anak balita salah satu golongan umur yang rawan. masa yang kritis, karena pada saat itu merupakan masa emas

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

BAB I PENDAHULUAN. yakni gizi lebih dan gizi kurang. Masalah gizi lebih merupakan akibat dari

BAB I PENDAHULUAN. pengukuran Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ), kesehatan adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. melalui perbaikan perilaku masyarakat dalam pemberian makanan

BAB I PENDAHULUAN. Upaya pemeliharaan kesehatan anak dilakukan sejak masih dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang berusia antara satu sampai lima tahun. Masa periode di usia ini, balita

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul

BAB 1 PENDAHULUAN. bawah lima tahun (balita). Angka kematian balita di negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate (IMR) dan Angka Kematian Ibu (AKI).

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan bayi. Kebutuhan gizi secara kuantitatif

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di mana salah satu indikator tingkat kesehatan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian negara berkembang di dunia termasuk Indonesia menjadi salah satu

PENDAHULUAN. Setiap manusia mengalami siklus kehidupan mulai dari dalam. kandungan (janin), berkembang menjadi bayi, tumbuh menjadi anak,

BAB I PENDAHULUAN. besar. Masalah perbaikan gizi masuk dalam salah satu tujuan MDGs tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia yang berkualitas dalam pembangunan Bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Anak yang sehat semakin bertambah umur semakin bertambah tinggi

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang kekurangan gizi dengan indeks BB/U kecil dari -2 SD dan kelebihan gizi yang

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan ASI eksklusif atau pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi

STUDI DETERMINAN KEJADIAN STUNTED PADA ANAK BALITA PENGUNJUNG POSYANDU WILAYAH KERJA DINKES KOTAPALEMBANG TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya

BAB I PENDAHULUAN. keemasan, yang memiliki masa tumbuh kembangnya berbagai organ tubuh. Bila

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sosial yang ada di masyarakat umum di luar rumah. Seorang anak TK

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan bayi akan zat gizi sangat tinggi untuk mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. ketahanan pangan pada tingkat nasional, regional, maupun rumah tangga. Menurut

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR BALITA DI KELURAHAN BRONTOKUSUMAN KECAMATAN MERGANGSAN YOGYAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI HASIL PENELITIAN. Kesimpulan penelitian Manfaat Penyuluhan Gizi dalam Upaya Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan bayi akan zat gizi sangat tinggi untuk mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan penggunaan zat-zat gizi yang dibedakan menjadi status gizi

BAB I PENDAHULUAN. (Wong, 2009). Usia pra sekolah disebut juga masa emas (golden age) karena pada

BAB I PENDAHULUAN. KADARZI adalah suatu gerakan yang berhubungan dengan program. Kesehatan Keluarga dan Gizi (KKG), yang merupakan bagian dari Usaha

BAB I PENDAHULUAN. penting yaitu memberikan air susu ibu kepada bayi segera dalam waktu 30

BAB I PENDAHULUAN. adalah masalah gizi, yaitu kurang energi protein (KEP). Adanya gizi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas dan sukses di masa depan, demikian juga setiap bangsa menginginkan

HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DAN KADAR FERRITIN PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG KADARZI DENGAN ASUPAN ENERGI DAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI DESA JAGAN KECAMATAN BENDOSARI KABUPATEN SUKOHARJO

BAB 1 PENDAHULUAN. Nasional (RPJMN, ) di bidang kesehatan yang mencakup programprogram

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan kebutuhan dasar manusia seperti perawatan dan makanan

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita adalah masa yang membutuhkan perhatian lebih dari

BAB 1 PENDAHULUAN. pencapaian tumbuh kembang bayi tidak optimal. utama kematian bayi dan balita adalah diare dan pneumonia dan lebih dari 50%

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia (SDKI) tahun 2012 AKI di Indoensia mencapai 359 per jumlah

1

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan dan kualitas sumber daya manusia. merupakan faktor yang menentukan untuk meningkatan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Tingginya angka kematian bayi dan anak merupakan ciri yang umum

BAB I PENDAHULUAN. pada berbagai bidang, diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang

BAB 1 PENDAHULUAN. ganda yaitu masalah kurang gizi dan gizi lebih. Kurang energi protein (KEP) pada

BAB I PENDAHULUAN. bidang kesehatan yang saat ini terjadi di Indonesia. Derajat kesehatan anak

MP - ASI dini kepada bayi adalah ASI PENDAHULUAN. Secara nasional cakupan ASI. belum keluar dan alasan tradisi dan. untuk bayi sampai umur 6 bulan

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan yang merugikan kesehatan. Hal-hal ini secara langsung menjadi. anak usia dibawah 2 tahun (Depkes RI, 2009)

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masa kehamilan merupakan masa periode awal kehidupan atau biasa disebut

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesehatan termasuk dalam hal gizi. Hal ini terbukti dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu masalah gizi di Indonesi adalah gizi kurang yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usia anak 6-24 bulan merupakan usia yang sangat penting dalam proses penyediaan dan penggunaan gizi untuk pertumbuhan, perkembangan, pemeliharaan dan aktivitas. Masa bayi dan anak merupakan masa kritis dalam upaya menciptakan sumber daya yang berkualitas, masa tersebut dinamakan masa emas (golden ages) dimana sel-sel otak sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang baik. Periode emas dapat diwujudkan apabila pada masa bayi dan anak memperoleh asupan gizi yang sesuai untuk tumbuh kembang optimal. Sebaliknya apabila bayi dan anak pada masa ini tidak memperoleh gizi seimbang sesuai kebutuhan, maka periode emas akan berubah menjadi periode kritis yang akan mengganggu tumbuh kembang bayi dan anak (Depkes, 2007). Pencapaian tumbuh kembang anak yang optimal, dalam Global Strategy for Infant and Young Child Feeding, WHO/UNICEF merekomendasikan empat hal penting yang harus dilakukan yaitu: pertama memberikan air susu ibu kepada bayi segera dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir, kedua memberikan hanya air susu ibu (ASI) saja atau ASI secara eksklusif sejak lahir sampai bayi berumur 6 bulan, ketiga memberikan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) sejak bayi berumur 6 bulan sampai 24 bulan, dan keempat meneruskan pemberian ASI sampai anak berumur 24 bulan atau lebih. Rekomendasi tersebut menekankan secara sosial budaya agar

MP-ASI hendaknya dibuat dari bahan pangan yang murah dan mudah diperoleh di daerah setempat (Depkes, 2007). Pembuatan MP-ASI yang seimbang merupakan upaya peningkatan status kesehatan dan gizi, yang dimulai dari perbaikan perilaku ibu. Ketidaktahuan ibu tentang cara pemberian makanan, dan adanya kebiasaan yang merugikan kesehatan bayi dan anak, merupakan masalah terjadinya kurang gizi pada anak, terutama pada anak umur dibawah 2 tahun. Pada bayi umur 6 bulan ke atas membutuhkan beberapa elemen nutrisi untuk pertumbuhan seperti karbohidrat, protein, vitamin dan mineral, yang kebutuhannya tidak lagi dapat dicukupi dari ASI untuk kebutuhan gizi anak. Maka sejak umur 6 bulan bayi mulai diberikan MP-ASI agar kebutuhan gizi anak terpenuhi (Depkes, 2004). Pemberian gizi seimbang melalui MP-ASI untuk anak 6-24 bulan memegang peranan penting dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak. Kekurangan gizi pada anak dibawah 2 tahun akan menimbulkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan, apabila tidak diatasi secara dini gangguan dapat berlanjut hingga dewasa. Kualitas tumbuh kembang anak sangat ditentukan oleh pemenuhan zat gizi seimbang sesuai umur anak, dengan demikian ibu perlu mencermati konsumsi makanan anak yang dibutuhkan berdasarkan pola makan dengan gizi seimbang (Swinburn BA, et. al, 2004). Hasil penelitian terdahulu telah dilakukan pada anak usia dibawah 2 tahun, di Langkat tahun 2008, hasilnya menyatakan bahwa keadaan kurang gizi disebabkan karena kebiasaan pemberian makanan bergizi yang tidak tepat dan tidak seimbang.

Keadaan ini memerlukan penanganan dan perhatian khusus, tidak hanya pada penyediaan pangan, akan tetapi perlu juga dilakukan melalui pendekatan yang lebih komunikatif sesuai dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu tentang makanan bergizi (Sarah. M., 2008). Pentingnya memahami dan mempraktikkan pola hidup sehat dengan prinsip gizi seimbang merupakan salah satu upaya menjaga keadaan gizi setiap kelompok individu dalam keluarga (Barker DJP., 2001). Masalah gizi dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling mempengaruhi secara kompleks. Pada tingkat rumah tangga, keadaan gizi dipengaruhi oleh kemampuan rumah tangga menyediakan pangan dalam jumlah dan jenis yang cukup serta cara menyusun pola gizi seimbang. Kemampuan rumah tangga memilih dan menyediakan pangan dipengaruhi oleh faktor pendidikan, perilaku dan keadaan kesehatan rumah tangga. Salah satu penyebab timbulnya kurang gizi pada anak balita adalah pola asuh yang kurang baik, seperti dalam memenuhi gizi seimbang dalam keluarga. Ketidakseimbangan gizi akan berdampak buruk bagi anak terutama pada umur 6-24 bulan, bukan hanya gizi kurang dan buruk bahkan anak menjadi pendek, dan lebih luas menurunkan kualitas sumber daya manusia (Soekirman, 2006). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas tahun 2013), masih banyak terjadinya masalah gizi dimasyarakat, seperti persentase berat bayi lahir rendah (BBLR) di Indonesia sebesar 10,2 persen. Anak balita pendek 40,5 persen, anak balita kurus 12,1 persen, anak balita gizi kurang 13,6 persen, anak balita gizi buruk 5,7 persen dan anak balita gizi lebih 11,9 persen. Dari data ini terlihat bahwa

Indonesia menghadapi masalah gizi ganda, di satu pihak mengalami kekurangan gizi di pihak lain mengalami kelebihan gizi. Untuk mengatasi permasalahan tersebut. Pemerintah membuat gerakan 1000 hari pertama kehidupan atau disebut juga Global SUN Movement dengan tujuan menurunkan masalah gizi, dimulai pada 270 hari selama kehamilan dan 730 hari dari kelahiran sampai usia anak 2 tahun. Indikator Global SUN Movement adalah penurunan bayi berat lahir rendah (BBLR), anak balita pendek (stunting), kurus (wasting), gizi kurang (underweight), dan gizi lebih (overweight). Dalam rangka mendukung gerakan 1000 hari pertama kehidupan perlu dilakukan perbaikan keadaan gizi secara menyeluruh, yaitu memfokus pada perubahan perilaku dalam hal penerapan gizi seimbang dalam keluarga. Hasil penelitian yang dilakukan pada beberapa puskesmas di Jawa Timur dengan melihat faktor yang berperan terhadap status gizi balita, menyatakan pemberian informasi akan menambah pengetahuan tentang kesehatan dan gizi seimbang. Pengetahuan keluarga khususnya ibu rumahtangga sangat berperan dalam menentukan status gizi keluarga khususnya anak balita, sehingga tidak terjadi masalah gizi kurang dan gizi buruk (Sarbini dkk, 2009). Pengetahuan gizi bagi ibu merupakan salah satu unsur untuk meningkatkan status gizi masyarakat dalam jangka panjang. Pengembangan pedoman tentang gizi seimbang, baik untuk petugas maupun masyarakat adalah salah satu strategi dalam mencapai perubahan pola konsumsi makanan yang ada dimasyarakat, dengan tujuan tercapainya status gizi masyarakat yang lebih baik (Khomsan A., 2004). Faktor lain yang memengaruhi status gizi anak diantaranya adalah faktor ekonomi keluarga yang berdampak terhadap pola makan

dan kecukupan gizi anak. Faktor pendidikan yang rendah juga memengaruhi pada pengetahuan ibu yang sangat terbatas mengenai pola hidup sehat dan pentingnya zat gizi bagi kesehatan dan status gizi anak (Arisman, 2004). Penerapan pola hidup sehat dan penerapan gizi seimbang dimasyarakat tak terlepas dari peran petugas kesehatan. Adapun petugas kesehatan yang berperan dalam masyarakat adalah tenaga dari puskesmas, selain itu tenaga yang ada dari masyarakat itu sendiri adalah kader (Kamarullah M., 2005). Peran petugas kesehatan dalam kegiatan pelayanan kesehatan dapat dilakukan dalam bentuk pendidikan, penyuluhan, dan konseling agar perilaku masyarakat berubah ke arah yang lebih sehat (Budioro B., 2007). Pendekatan yang terfokus pada perilaku menunjukkan bahwa program pendidikan gizi terpusat pada perubahan perilaku individu dalam hal pemilihan makanan, dan bukan hanya pada penyebarluasan informasi tentang makanan atau gizi secara umum saja (Achterberg dan Miller, 2004). Robson (1972) dalam Madihah (2002) menyatakan bahwa makanan merupakan hasil proses pengambilan keputusan yang dikendalikan oleh ibu, dengan demikian tingkat pendidikan ibu dan pengetahuan ibu sangat berperan dalam penyusunan pola makan keluarga, mulai dari perencanaan belanja, pemilihan bahan pangan maupun dalam pengolahan dan hidangan makanan bagi anggota keluarga (Sariningrum, 1990 dalam Ningsih, 2008). Hasil penelitian Sutrisno (2001) dan Munadhiroh (2009) menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu dengan perilaku keluarga menerapkan gizi seimbang. Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam proses tumbuh kembang anak. Ibu yang memiliki

tingkat pendidikan tinggi akan lebih mudah menerima pesan dan informasi gizi dan kesehatan anak (Rahmawati, 2006 dalam Gabriel, 2008). Orang tua yang memiliki pendidikan tinggi akan lebih mengerti tentang pemilihan pengolahan pangan serta pemberian makan yang sehat dan bergizi bagi keluarga terutama untuk anaknya (Soetjiningsih, 2004). Menurut Sanjur (1982) dalam Ningsih (2008) tingkat pendidikan formal orang tua terutama ibu sering memiliki hubungan dengan perbaikan pola konsumsi pangan keluarga. Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu maka akan terjadi perbaikan kebiasaan makan, serta perhatian kepada kesehatan dan makanan yang bergizi juga bertambah. Menurut Madanijah (2003), terdapat hubungan positif antara pendidikan ibu dengan pengetahuan gizi, kesehatan dan pengasuhan anak. Ibu yang memiliki pendidikan tinggi cenderung mempunyai pendidikan tinggi. Salah satu pengasuhan anak adalah pemberian makanan pada anak yang diperlukan untuk memperoleh kebutuhan zat gizi yang cukup mendukung pertumbuhan dan perkembangan. Makan untuk seorang anak dapat dijadikan media mendidik anak, supaya dapat menerima, menyukai dan memilih makanan yang baik. Pola makan merupakan praktek-praktek pengasuhan yang diterapkan oleh ibu atau pengasuh kepada anak yang berkaitan dengan pemberian makanan. Di Indonesia pola makan terhadap anak sangat dipengaruhi oleh budaya. Unsur-unsur budaya mampu menciptakan suatu kebiasaan makan dalam masyarakat yang diajarkan secara turun temurun kepada seluruh anggota keluarganya. Aspek budaya dalam kehidupan masyarakat Indonesia berkembang sesuai dengan keadaan lingkungan,agama, adat

dan kebiasaan masyarakat. Sampai saat ini aspek budaya sangat memengaruhi perilaku kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Setiap budaya mempunyai nilai-nilai tertentu terhadap pangan yang ada. Misalnya bahan-bahan makanan tertentu oleh suatu budaya masyarakat dapat dianggap tabu untuk dikonsumsi karena alasan-alasan tertentu, sementara itu ada pangan yang dinilai sangat tinggi baik dari segi sosial karena mempunyai peranan yang penting dalam hidangan makanan pada suatu perayaan yang berkaitan dengan agama atau kepercayaan (Suhardjo, 2003). Kepercayaan terhadap makanan dimasyarakat ditandai dengan adanya fenomena makanan pantangan atau tabu. Tabu yang demikian tidak rasional, namun anggapan demikian diwariskan dari generasi-generasi secara turun temurun (Dewi RK., dkk. 2010). Di Aceh, ASI dianggap kurang mencukupi sebagai makanan bayi sehingga biasanya bayi diberi makan pisang wak yang telah dilumatkan kemudian disuapi ke mulut bayi. Setelah berumur tiga bulan, bayi diberi pisang ditambah dengan nasi yang telah digiling halus diatas piring kemudian disulangkan kepada bayi sambil bayi dibaringkan diatas lonjoran kaki pengasuh. Setelah umur delapan bulan bayi diberi makanan yang sama jenisnya dengan makanan orang dewasa (Alfian, 2000). Masyarakat Aceh banyak mengenal berbagai macam upacara, setiap upacara identik dengan acara makan-makan yang seringkali berlangsung setelah acara seremonialnya atau dinamakan dengan kenduri. Upacara yang tetap berlangsung hingga saat ini masih dilakukan dalam masyarakat Aceh, salah satu upacara yang masih dilakukan adalah upacara kelahiran bayi. Ada pun upacara di

masa bayi meliputi cuko ok, peucicap, akikah, dan peutroen aneuk manyak, Upacara peucicap adalah upacara untuk memberi rasa makanan kepada bayi umur 7 hari. Acara peucicap dilakukan oleh orang-orang alim terpandang dan baik budi pekertinya. Ini mempunyai tujuan agar bayi kelak akan alim, terpandang, dan baik budi pekertinya. Peucicap dimulai dengan bismillahirrahmanirrahim diteruskan dengan ucapan beumamèh lidah, panyang umu, mudah raseuki, di thee lam kawôm dan taat keu agama (manislah lidah, panjang umur, mudah rezeki, terpandang dalam keluarga, dan taat dalam agama). Setelah selesai ucapan lalu diolesi madu, air (pati) buah-buahan pada mulut bayi. Kegiatan upacara adat ini dihadiri seluruh keluarga suami istri, dan biasanya pelaksanaannya umur bayi 7 hari dan 14 hari. Pelaksanaan peucicap seluruh anggota keluarga hadir dan mendapat dukungan keluarga dari suami istri untuk pelaksanaan peucicap (Rusdi S., 2005). Dukungan keluarga merupakan suatu bentuk perhatian, dorongan yang didapatkan meliputi perhatian, emosional dan penilaian dalam keluarga. Di Aceh peucicap sebagian besar pelaksanaanya bersamaan dengan acara aqikah yang mengikuti sunah Rasul yang menganjurkan menyembelih 2 ekor kambing untuk bayi laki-laki dan 1 ekor kambing bayi perempuan. Hal tersebut berhubungan dengan adanya dukungan dari keluarga suami dan istri memberikan dampak baik pada acara peucicap. Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga dalam upaya memperbaiki derajat kesehatan dan merubah untuk berprilaku hidup sehat yang dapat diterapkan dalam keluarga. Keluarga berfungsi sebagai sistem pendukung bagi anggotanya. Anggota keluarga juga memandang bahwa orang yang bersifat

mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Dari hasil penelitian Fitriani, (2011) bahwa dukungan keluarga merupakan suatu bentuk perhatian, dorongan yang didapatkan individu dari orang lain melalui hubungan interpersonal yang meliputi perhatian, emosional dan penilaian. Ikatan kekeluargaan yang kuat sangat membantu ketika keluarga menghadapi masalah, karena keluarga adalah orang yang paling dekat hubungannya dengan anggota keluarga. Keluarga besar mendorong anggota keluarga lain untuk mengkomunikasikan kesulitan pribadi secara bebas, sehingga dapat diberi nasehat dan bimbingan pribadi sesuai dengan nilai-nilai dan tradisi keluarga (Friedman, 2010). Kota Lhokseumawe merupakan salah satu kota yang terletak sebelah utara di Provinsi Aceh dan telah dijadikan Kotamadya. Di Kotamadya Lhokseumawe ini mempunyai masalah kesehatan dan gizi, serta masalah budaya yang lazim di Aceh. Masalah kesehatan dan gizi yaitu memiliki angka kurang energi protein (KEP) 35,4%, 25,1% gizi kurang, 10,3% gizi buruk. Prevalensi anemia gizi pada anak menunjukkan 61,3% bayi 6 bulan, 64,8% bayi 6-11 bulan dan 58% anak 12-23 bulan, dan menderita anemia gizi. Selain itu tingkat pengetahuan tentang kesehatan dan gizi ibu rumah tangga rendah sebesar 34,3% (Dinkes Aceh Utara, 2012). 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut diatas terjadinya masalah gizi dalam masyarakat berkaitan dengan masalah penerapan gizi seimbang, mengenai faktor-faktor berhubungan dengan ibu rumah tangga yang memiliki anak umur 6-24 bulan dalam

penerapan gizi seimbang tersebut di Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe tahun 2014. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis faktor-faktor (penerapan gizi seimbang, tingkat pendidikan ibu, pengetahuan ibu, pendapatan keluarga, sosial budaya, dukungan keluarga dan peran petugas kesehatan) yang berhubungan dengan ibu rumah tangga dalam penerapan gizi seimbang pada anak umur 6-24 bulan di Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe. 1.4 Hipotesis Ada hubungan pendidikan ibu, pengetahuan ibu, pendapatan keluarga, sosial budaya, dukungan keluarga dan peran petugas kesehatan dengan penerapan gizi seimbang pada anak umur 6-24 bulan. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Memberikan masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe dalam merumuskan kebijakan terhadap penerapan gizi seimbang pada anak umur 6-24 bulan untuk dapat menurunkan masalah kesehatan dan gizi. 2. Memberikan masukan bagi Kecamatan Banda Sakti dalam meningkatkan status gizi pada anak-anak dengan cara menerapkan gizi seimbang.