BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu peristiwa yang diamati yang kemudian diuji kebenarannya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. siswa, oleh karena itu pembelajaran fisika harus dibuat lebih menarik dan mudah

BAB I PENDAHULUAN. Fisika dan sains secara umum terbentuk dari proses penyelidikan secara sistematis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewi Elyani Nurjannah, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mewujudkan upaya tersebut, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31. Ayat (3) mengamanatkan agar pemerintah mengusahakan dan

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

PENINGKATAN KECAKAPAN AKADEMIK SISWA SMA DALAM PEMBELAJARAN FISIKA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan pikiran dalam mempelajari rahasia gejala alam (Holil, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dimana seseorang memperoleh

PENGARUH METODE INKUIRI TERBIMBING PADA PENGUASAAN KONSEP SISWA SMA DALAM PRAKTIKUM ANIMALIA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang sangat penting bagi siswa. Seperti

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan IPA diharapkan menjadi wahana bagi peserta didik untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stevida Sendi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembelajaran fisika di SMA secara umum adalah memberikan bekal. ilmu kepada siswa, pemahaman dan sejumlah kemampuan yang

BAB I PENDAHULUAN. melalui serangkaian proses ilmiah (Depdiknas, 2006). Pembelajaran IPA tidak

BAB I PENDAHULUAN. masalah dalam memahami fakta-fakta alam dan lingkungan serta

BAB I PENDAHULUAN. Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (selanjutnya disebut IPA) diartikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu proses yang dinamis yang senantiasa. dari kemajuan ilmu dan teknologi yang menuntut lembaga-lembaga untuk

OMEGA Jurnal Fisika dan Pendidikan Fisika Vol 1, No 2 (2015) ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Hermansyah, 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gresi Gardini, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman pada kegiatan proses pembelajaran IPA. khususnya pada pelajaran Fisika di kelas VIII disalah satu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Maimunah, 2014

BAB II KAJIAN TEORI. A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL)

BAB I PENDAHULUAN. keluaran ( Output ) dengan kompetensi tertentu. Proses belajar dan pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi dan teknologi informasi. Pendidikan merupakan sarana penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan kajian kuikulum pada pelajaran IPA, materi kelistrikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu mata pelajaran sains yang diberikan pada jenjang pendidikan

2015 ANALISIS NILAI-NILAI KARAKTER, KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA TOPIK KOLOID MELALUI PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENERAPAN PENDEKATAN CTL PADA PEMBELAJARAN IPA TENTANG STRUKTUR DAN FUNGSI BAGIAN PADA TUMBUHAN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN. mengajar merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam

2015 PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran yang sangat penting dalam rangka meningkatkan serta

BAB I PENDAHULUAN. bidang sains berada pada posisi ke-35 dari 49 negera peserta. dalam bidang sains berada pada urutan ke-53 dari 57 negara peserta.

BAB I PENDAHULUAN. Sains merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang diperoleh tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Suryosubroto, 2009:2).

BAB I PENDAHULUAN. sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan-kumpulan

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut kita untuk memiliki

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2015 PENGEMBANGAN ASSESMEN KINERJA UNTUK MENILAI KETERAMPILAN PROSES SAINS TERINTEGRASI SISWA PADA KONSEP EKOSISTEM

BAB I PENDAHULUAN. Upaya peningkatan mutu pendidikan dalam ruang lingkup pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari.

BAB I PENDAHULUAN. (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,

POTENSI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL RANGKA PADA PENGEMBANGAN KETERAMPILAN PROSES, SIKAP ILMIAH DAN HASIL BELAJAR BIOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang melek terhadap sains dan teknologi (UNESCO,

BAB I PENDAHULUAN. terhadap keberhasilan belajar siswa. Belajar yang efektif dapat membantu siswa

BAB I PENDAHULUAN Etty Twelve Tenth, 2013

BAB I PENDAHULUAN. mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan; merancang dan merakit

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menunjukkan bahwa ilmu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rahmat Rizal, 2013

2015 PENGARUH PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA POKOK BAHASAN ENZIM

2016 PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ARGUMENT-BASED SCIENCE INQUIRY (ABSI) TERHADAP KEMAMPUAN MEMAHAMI DAN KEMAMPUAN BERARGUMENTASI SISWA SMA

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran biologi di SMA menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang harus dimiliki memasuki era informasi dan teknologi, IPA

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu mengenai cara mencari tahu

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masih

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA PRAKTIKUM INKUIRI TERBIMBING PAD A TOPIK SEL ELEKTROLISIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nur Yetty Wadissa, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Hakikat pembelajaran yang sekarang ini banyak diterapkan adalah

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Akan tetapi, matematika

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. knowledge, dan science and interaction with technology and society. Oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ahmad Mulkani, 2013

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dan sekaligus pembangunan SDM (Sumber Daya Manusia). Matematika juga

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen penting dalam membentuk manusia yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. menjadi bisa bersikap tertentu. Dalam hal ini, belajar merupakan sebuah upaya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu langkah untuk merubah sikap, tingkah

I. PENDAHULUAN. diperoleh pengetahuan, keterampilan serta terwujudnya sikap dan tingkah laku

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fisika merupakan salah satu bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang mempelajari gejala-gejala alam secara sistematis untuk menguasai pengetahuan berupa fakta, konsep, prinsip, dan proses penemuan tentang interaksi gejala-gejala itu satu sama lain, sehingga fisika bukan hanya sebagai produk berupa pengetahuan tetapi juga sebagai proses dalam memperoleh pengetahuan tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat yang disampaikan oleh Sund dan Trowbrige (1973), merumuskan bahwa Sains merupakan kumpulan pengetahuan dan proses, sehingga sains lebih dari sekedar pengetahuan (knowledge) tetapi merupakan upaya manusia meliputi operasi mental, keterampilan dan strategi untuk menyingkap rahasia alam. Fisika merupakan salah satu cabang IPA yang mendasari perkembangan teknologi maju dan konsep hidup harmonis dengan alam. Sebagai ilmu yang mempelajari fenomena alam, fisika juga memberikan pelajaran yang baik kepada manusia untuk hidup selaras berdasarkan hukum alam. Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan serta pengurangan dampak bencana alam tidak akan berjalan secara optimal tanpa pemahaman yang baik tentang fisika (BSNP, 2006). Fisika sebagai proses merupakan langkah-langkah yang ditempuh para ilmuwan untuk melakukan penyelidikan dalam rangka mencari penjelasan tentang gejala-gejala alam, Carin dan Sund (dalam Dahniar, 2006). Proses ini menggunakan metode ilmiah secara bertahap, sistematis dan teratur. Hal ini dapat membangkitkan minat dan hasil belajar dalam mengembangkan hasil temuan berupa pengetahuan. Metode ilmiah adalah langkah-langkah yang tersusun secara sistematik untuk memperoleh suatu kesimpulan ilmiah. Langkah tersebut adalah merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis dan akhinya menyimpulkan.

2 Untuk melakukan metode ilmiah diperlukan sejumlah keterampilan sains yang sering disebut science process skills (Keterampilan Proses Sains). Selanjutnya keterampilan ini mencakup mengamati, mengklasifikasi, menginterpretasi, memprediksi, komunikasi, merumuskan hipotesis, melakukan eksperimen, merancang percobaan, dan menyimpulkan. Fisika sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah memiliki tujuan pertama, sebagai wahana untuk menumbuhkan kemampuan berpikir yang berguna untuk memecahkan masalah didalam kehidupan sehari-hari. Kedua, mata pelajaran fisika perlu diajarkan untuk tujuan yang lebih khusus yaitu membekali peserta didik pengetahuan, pemahaman dan sejumlah kemampuan yang dipersyaratkan untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu dan teknologi (BSNP, 2006). Untuk memenuhi tujuan pembelajaran fisika yang telah dipaparkan di atas, maka pembelajaran fisika harus dikonstruksi sedemikian rupa, sehingga proses pembelajaran yang menghasilkan kompetensi tersebut dapat benar-benar terjadi dalam prosesnya, maka sebaiknya fisika dilaksanakan secara inkuiri (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup (Wenning, 2011). Berdasarkan hasil studi pendahuluan di salah satu Sekolah Menengah Atas di Pekanbaru, pembelajaran di sekolah masih belum dapat mengoptimalkan siswa secara aktif dalam pembelajaran, hal ini tampak dari proses pembelajaran yang berlangsung di kelas belum memaksimalkan sejumlah keterampilan proses sains yang dilatihkan. Ditambah lagi berdasarkan pengamatan dari keadaan laboratorium dengan sarana dan alat cukup memadai namun kegiatan praktikum jarang dilakukan. Keadaan ini memberikan dampak terhadap keterampilan proses sains yang dialami siswa belum terlatih secara optimal seperti observasi, klasifikasi, interpretasi, hipotesis bahkan sampai pada merancang eksperimen. Berdasarkan analisis hasil belajar siswa kelas X di sekolah tersebut diperoleh bahwa hasil belajar kognitif pada aspek penerapan (C 3 ) dan analisis (C 4 ) masih jauh dari yang diharapkan sehingga sangat perlu untuk ditingkatkan. Hasil

3 belajar siswa untuk mampu dalam penerapan dan analisis sangat berhubungan dengan hasil belajar sebelumnya yaitu pengetahuan dan pemahaman. Dengan kata lain agar hasil belajar kognitif aspek penerapan dan analisis dapat meningkat, maka kemampuan pengetahuan (C 1 ) dan pemahaman (C 2 ) siswa juga harus meningkat. Selain itu, pembelajaran fisika yang hanya menampilkan rumus-rumus fisika yang rumit akan membuat siswa cenderung takut dan tidak menyukai fisika. Tentunya ini tidak sesuai dalam tuntutan fisika, tidak hanya untuk meningkatkan pengetahuan dan konsep saja, tetapi juga dapat meningkatkan keterampilan berpikir siswa. Mata pelajaran akan tambah berarti jika siswa mempelajari materi yang disajikan melalui konteks kehidupan mereka (Contextual Learning) dan menemukan arti dalam proses pembelajaran sehingga belajar akan lebih bermakna dan menyenangkan (Trianto, 2009). Contextual Teaching Learning ini memiliki tujuh komponen pembelajaran yaitu konstruktivisme, inkuiri, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi dan penilaian sebenarnya. Dalam pengembangan pembelajaran kontekstual menggunakan strategi REACT, merupakan akronim dari (Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, dan Transferring). Sehubungan dengan permasalahan tersebut, maka perlu adanya perbaikan dalam proses pembelajaran agar siswa terlibat aktif dalam menggunakan metode ilmiah secara langsung untuk meningkatkan keterampilan proses sains dan hasil belajarnya. Menurut Silberman (2005), Pada saat belajar aktif, siswa dapat melakukan sebagaian besar pekerjaan yang mereka lakukan, memecahkan berbagai masalah dan menerapkan dari apa yang telah dipelajari. Salah satu komponen dari pembelajaran kontekstual yang mampu mengoptimalkan proses pembelajaran dengan menggunakan metode ilmiah adalah inkuiri. Pembelajaran inkuiri merupakan bentuk pembelajaran yang mengaktifkan dan melatih keterampilan dan memberi kesempatan kepada siswa untuk memiliki pengalaman belajar yang nyata dan aktif, dimana siswa dilatih bagaimana memecahkan masalah sekaligus membuat keputusan.

4 Penelitian yang dilakukan oleh Pulaila (2007) dengan menerapkan pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kreatif siswa SMA. Hasil ini sesuai dengan pendapat Sanjaya (2010) bahwa pembelajaran inkuiri ini menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari serta menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Sehubungan dengan keterampilan proses sains yang masih perlu ditingkatkan pada beberapa aspek, maka sains dapat diajarkan pada siswa secara tepat melalui pembelajaran inkuiri dengan tahapan pembelajaran menggunakan strategi REACT (Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, dan Transferring). Penggunaan strategi ini telah dilakukan dalam pembelajaran oleh beberapa peneliti diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Pertiwi (2010) tentang pembelajaran melalui strategi REACT dapat meningkatkan keterampilan berpikir dan pemahaman konsep, hal yang sama diperoleh penelitian oleh Agus sukmana a teaching material development for developing students intuitive thinking through REACT contextual teaching approach. Ada indikasi pembelajaran kontekstual dengan strategi REACT dapat mengembangkan hasil belajar berpikir intuitif mahasiswa. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Saka (2011), pendekatan REACT melalui pembelajaran konteks dan metode pembelajaran komputer efektif untuk meningkatkan hasil belajar, minat, dan sikap positif siswa. Dari beberapa penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan strategi REACT mampu meningkatkan prestasi siswa baik dari segi kognitif, afektif, dan psikomotorik serta keterampilan berpikir siswa. Sehingga masalah yang dihadapi peneliti dapat diselesaikan dengan pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT. Berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi dalam mengoptimalkan keterampilan proses sains dan hasil belajar kognitif, maka perlu peran sentral dari metode ilmiah dalam pembelajaran. Metode ilmiah tidak dapat dipisahkan dalam pembelajaran sains, khususnya IPA. Pembelajaran inkuiri dirancang untuk mengajak siswa secara langsung ke dalam proses ilmiah, sehingga dapat

5 menerapkan metode ilmiah dalam pembelajaran dan proses pembelajaran akan lebih bermakna jika siswa diajarkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Oleh karea itu, peneliti memberikan satu alternatif pembelajaran yang digunakan yaitu pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT untuk meningkatkan hasil belajar pada aspek kognitif dan keterampilan proses sains pada materi suhu dan kalor. Pembelajaran inkuiri dengan strategi REACT menekankan pembelajaran berdasarkan aktivitas siswa dalam menemukan suatu konsep yang sudah ada berdasarkan konteks sehari-hari. Materi suhu dan kalor erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari sehingga kontennya dapat dikemas dalam bentuk fenomena yang mudah dipahami siswa, sehingga materi ini dapat digunakan dengan model pembelajaran ini. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah dalam penelitian adalah Bagaimanakah peningkatan keterampilan proses sains dan hasil belajar kognitif siswa setelah diberikan perlakukan inkuiri melalui strategi REACT? Untuk memfokuskan masalah tersebut, maka dijabarkan ke dalam beberapa pertanyaan penelitian, yaitu: 1. Bagaimana perbedaan peningkatan keterampilan proses sains antara siswa yang memperoleh pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?. 2. Bagaimana peningkatan tiap aspek kerampilan proses sains pada siswa yang mendapat pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT?. 3. Bagaimana perbedaan peningkatan hasil belajar kognitif antara siswa yang memperoleh pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?. 4. Bagaimana peningkatan hasil belajar kognitif siswa yang sudah mendapat pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT?. 5. Bagaimana tanggapan siswa terhadap pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT?. 6. Bagaimana keterlaksanaan pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT?.

6 C. Pembatasan Masalah Hasil belajar dalam penelitian ini pada ranah kognitif dimulai dari C 1 sampai C 4 dengan merujuk pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang ingin dicapai. Indikator-indikator keterampilan proses sains yang dicapai ada delapan jenis yaitu mengamati, memprediksi, klasifikasi, merencanakan percobaan, hipotesis, interpretasi, menerapkan konsep dan komunikasi. Pembatasan keterampilan proses dilakukan karena hanya dapat difasilitasi oleh penerapan pembelajaran ini. D. Tujuan Penelitian Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui peningkatan keterampilan proses sains dan hasil belajar kognitif siswa setelah diberikan perlakuan pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT, tanggapan siswa serta seberapa besar keterlaksanaan pembelajaran tersebut. E. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini yaitu: a. Bagi peneliti, memberikan informasi peningkatan hasil belajar kognitif dan keterampilan proses sains melalui penerapan strategi REACT. b. Bagi guru, dapat dijadikan salah satu alternatif dalam penyampaian materi suhu dan kalor pembelajaran. F. Definisi Operasional sebagai motivasi untuk lebih mempelajari dan memahami Supaya tidak terjadi perbedaan persepsi mengenai definisi operasional variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, maka dijelaskan sebagai berikut: a. Penerapan Pembelajaran inkuiri dengan strategi REACT Penerapan Pembelajaran inkuiri dengan strategi REACT didefinisikan sebagai proses belajar yang dimulai dengan memberikan masalah dalam bentuk pertanyaan dan cara bagaimana menjawab pertanyaan tersebut melalui langkah inkuiri dengan tahap penyajian masalah, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan membuat kesimpulan. Masing-masing tahapan

7 inkuiri terintegrasi pada tahapan Relating, Experiencing, Applying, Cooperating dan Transferring. Pada pelaksanaannya tahap merumuskan masalah dan mengajukan hipotesis diintegrasikan pada tahap Relating, mengumpulkan data dan menguji hipotesis pada tahap Experiencing, proses memperoleh kesimpulan dimulai dari tahap cooperating sampai pada transferring. Keterlaksanaan proses pembelajaran REACT diamati dengan lembar observasi. b. Keterampilan proses sains Keterampilan proses sains adalah keterampilan yang diperlukan untuk memperoleh, mengembangkan dan menerapkan konsep-konsep, prinsipprinsip, hukum-hukum dan teori-teori sains baik berupa keterampilan mental, keterampilan fisik maupun keterampilan sosial (Rustaman, 2003). Keterampilan ini mencakup pengamatan (observasi), merencanakan percobaan (Experiment), mengelompokkan (klasifikasi), menafsirkan pengamatan (interpretasi), menerapkan konsep atau prinsip (aplikasi), merumuskan hipotesis dan mengkomunikasikan (Komunikasi). Dalam penelitian ini, keterampilan proses sains siswa diukur sebelum dan sesudah pembelajaran dengan menggunakan tes keterampilan proses sains berupa tes tertulis berbentuk uraian terbatas yang mencakup indikator-indikator keterampilan proses sains yang dilaksanakan pada tes awal dan tes akhir. c. Hasil Belajar Kognitif Hasil belajar kognitif merupakan hasil belajar yang diukur setelah proses pembelajaran. Hasil belajar dapat berupa aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Pada penelitian ini ranah kognitif, yang harus dicapai meliputi kategori: mengingat (C 1 ), memahami (C 2 ), mengaplikasikan (C 3 ), menganalisis (C 4 ). Instrumen yang digunakan untuk ranah kognitif adalah tes tertulis berbentuk pilihan ganda dengan lima pilihan jawaban. Tes tertulis dilaksanakan sebanyak dua kali yaitu sebelum diberikan perlakuan tes awal dan sesudah diberikan perlakuan tes akhir untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol.

8 d. Pembelajaran konvensional Pembelajaran konvensional didefinisikan sebagai pembelajaran yang biasa digunakan oleh guru dengan ceramah dan praktikum. Prosedur percobaannya sudah disusun oleh guru sebelum percobaan dilakukan oleh siswa. Fase praktikum terencana adalah sebagai berikut: (1) Siswa membaca petunjuk yang dibuat oleh guru, (2) Siswa mulai melakukan percobaan, (3) Siswa membuat laporan percobaan.