BAB 1 PENDAHULUAN. langkah-langkah observasi, perumusan masalah, pengujian hipotesis melalui

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap,

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu mata pelajaran sains yang diberikan pada jenjang pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. tentang gejala-gejala alam yang didasarkan pada hasil percobaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman pada kegiatan proses pembelajaran IPA. khususnya pada pelajaran Fisika di kelas VIII disalah satu

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) pembelajaran fisika

PENINGKATAN KECAKAPAN AKADEMIK SISWA SMA DALAM PEMBELAJARAN FISIKA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan salah satu cabang sains yang mempelajari gejala-gejala

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan alam yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yuliani Susilawati,2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Afifudin, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pada tingkat SMA/MA, mata pelajaran IPA khususnya Fisika dipandang

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan pikiran dalam mempelajari rahasia gejala alam (Holil, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mencakup tiga segmen

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Muhammad Gilang Ramadhan,2013

BAB I PENDAHULUAN. melalui serangkaian proses ilmiah (Depdiknas, 2006). Pembelajaran IPA tidak

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sains diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stevida Sendi, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pelajaran yang sulit dan tidak disukai, diketahui dari rata-rata nilai

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gresi Gardini, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengamatan penulis selama melakukan studi lapangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan salah satu cabang sains yang merupakan pengetahuan yang

BAB I PENDAHULUAN. bahasan fisika kelas VII B semester ganjil di salah satu SMPN di Kabupaten

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

dapat dialami langsung oleh siswa, hal ini dapat mengatasi kebosanan siswa dan perhatiannya akan lebih baik sehingga prestasi siswa dapat meningkat.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan berpikir kritis dan kreatif untuk memecahkan masalah dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mei Indah Sari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan mata pelajaran fisika pada jenjang Sekolah Menengah Atas. (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA) berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan

BAB I PENDAHULUAN. Fisika dan sains secara umum terbentuk dari proses penyelidikan secara sistematis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. siswa (membaca, menulis, ceramah dan mengerjakan soal). Menurut Komala

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum,

BAB I PENDAHULUAN. Banyak ahli mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan implementasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. saling berkaitan. Dalam kegiatan pembelajaran terjadi proses interaksi (hubungan timbal

JIPFRI: Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika dan Riset Ilmiah

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran fisika di tingkat SMA diajarkan sebagai mata pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (selanjutnya disebut IPA) diartikan

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang berkaitan dengan cara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan untuk mencapai

MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA DENGAN MENERAPKAN MODEL INQUIRY-DISCOVERY LEARNING (IDL) TERBIMBING

BAB I PENDAHULUAN. terhadap keberhasilan belajar siswa. Belajar yang efektif dapat membantu siswa

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penguasaan konsep siswa terhadap materi fluida statis diukur dengan tes

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pelajaran fisika merupakan salah satu wahana untuk menumbuhkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang sangat penting bagi siswa. Seperti

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman mengajar, permasalahan seperti siswa jarang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Elly Hafsah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan karakteristik ilmu kimia sebagai proses dan produk. SMA (Sekolah Menengah Atas) dan MA (Madrasah Aliyah) diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Nuri Annisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN. melahirkan lulusan yang cakap dalam fisika dan dapat menumbuhkan kemampuan logis,

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang berkaitan dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. proses penemuan (Depdiknas, 2003(a)). Oleh karena itu, tuntutan untuk terus. melakukan aktivitas ilmiah (Hidayat, 2013).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Slavin (Nur, 2002) bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Laharja Ridwan Mustofa, 2013

Skripsi. Oleh: Alanindra Saputra K

TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA. menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muhamad Ihsanudin, 2013

BAB I PENDAHULUAN. (Depdiknas, 2003). Dalam memajukan sains guru di tuntut lebih kretatif. dalam penyelenggaraan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada tingkat sekolah dasar adalah merupakan pondasi bagi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan transformasi

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan aspek penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kholifatul Maghfiroh, Asim, Sumarjono Jurusan Pendidikan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam membentuk kualitas sumber daya manusia memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak menyenangkan, duduk berjam-jam dengan mencurahkan perhatian

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada hari Jum at, tanggal 25 November

Magister Pendidikan Sains, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, 57126, Indonesia

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN LEARNING IN SCIENCE (CLIS) BERBANTUAN MULTIMEDIA UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP FISIKA SISWA SMA

BAB I PENDAHULUAN. siswa sebagai pengalaman yang bermakna. Keterampilan ilmiah dan sikap ilmiah

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pembangunan di Indonesia antara lain diarahkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. melalui proses pembelajaran. Guru sangat berperan penting dalam peningkatan mutu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I. Pendahuluan. Perkembangan arus globalisasi yang semakin cepat menuntut bangsa

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Heri Sugianto, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu 1

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fisika merupakan ilmu yang lahir dan dikembangkan melalui langkah-langkah observasi, perumusan masalah, pengujian hipotesis melalui eksperimen, pengajuan kesimpulan, dan pengajuan teori atau konsep (Karso dalam sudarwanto, 1993). Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 22 Tahun 2006 salah satu tujuan diadakannya mata pelajaran fisika di tingkat SMA/MA adalah mengembangkan pengalaman untuk dapat merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, merancang dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan data serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tulisan (BSNP, 2008: 2). Kemudian, salah satu fungsi dan tujuan mata pelajaran fisika di tingkat SMA, yaitu menguasai pengetahuan, konsep dan prinsip fisika, serta memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap ilmiah (Depdiknas, 2003 dalam Syahra dkk). Berdasarkan fungsi dan tujuan mata pelajaran fisika tersebut, maka jelas bahwa siswa harus mengembangkan keterampilan ilmiah dan menguasai konsep fisika yang diperoleh melalui aktivitas ilmiah termasuk di dalamnya observasi gejala fisis, sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari serta mampu mengembangkannya dengan menggunakan keterampilan ilmiah yang dimiliki siswa untuk menghasilkan 1

2 suatu produk. Untuk mencapai tujuan tersebut tentunya harus dilaksanakan suatu proses pembelajaran yang berpusat pada siswa, yaitu suatu proses pembelajaran yang mengarahkan siswa untuk aktif dalam melakukan aktivitas ilmiah sehingga mampu menemukan serta menguasai konsep fisika. Sebagaimana proses pembelajaran fisika yang harus dilaksanakan menurut Badan Standar Nasional Pendidikan bahwa pembelajaran fisika harus dilaksanakan secara inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta berkomunikasi sebagai salah satu aspek penting kecakapan hidup. Namun fakta di lapangan, secara umum proses pembelajaran fisika masih bersifat tradisional. Pembelajaran secara tradisional dengan ciri utama yaitu tidak menekankan kepada penanaman konsep terlebih dahulu di awal pembelajaran, kurangnya keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran, proses pembelajaran berpusat pada guru, siswa menerima pelajaran secara pasif, serta interaksi antara siswa dengan guru dan dengan sesamanya dalam proses belajar mengajar sangat jarang sehingga dipandang kurang mendukung terhadap pencapaian kompetensi. Pembelajaran seperti ini tercermin dari hasil observasi penulis di salah satu sekolah SMA Negeri di kota Bandung, bahwa siswa hanya mencatat materi yang guru jelaskan, dan siswa kurang terlibat aktif dalam memperoleh pengetahuan. Selanjutnya, hasil belajar kognitif siswa SMA kelas X di sekolah yang bersangkutan pada materi gerak lurus ternyata masih rendah, yaitu dengan diperolehnya nilai rata-rata sebesar 62, dan nilai ini berada di bawah nilai KKM (Kriteria

3 Ketuntasan Minimum) yang telah ditentukan di sekolah tersebut yaitu sebesar 65. Selain itu, keterampilan proses sains di sekolah tersebut tidak dilatihkan, sedangkan keterampilan ilmiah atau keterampilan proses sains merupakan salah satu kompetensi yang harus dicapai. Hal serupa juga ditemukan dari beberapa hasil observasi, seperti yang dilakukan oleh Budiman (2010) di salah satu SMA negeri di kota Bandung, bahwa proses pembelajaran fisika yang berlangsung didominasi oleh guru dan siswa hanya menyimak penjelasan materi yang disampaikan guru. Selain itu, berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh Berliani (2010) di salah satu SMA Negeri di kabupaten Bandung-Barat, bahwa proses pembelajaran fisika masih berpusat pada guru dan lebih menekankan pada proses transfer pengetahuan dari guru kepada siswa sehingga tidak menempatkan siswa sebagai pengkontruksi pengetahuan. Selanjutnya, hasil belajar siswa kelas X- 1 yang terdiri dari tiga puluh dua orang siswa di sekolah yang bersangkutan pada materi optika geometris ternyata masih rendah. Sebanyak tiga puluh siswa memperoleh nilai kurang dari 60, dan dua orang siswa memperoleh nilai di atas 60. Beberapa hasil observasi di atas menunjukkan bahwa proses dan hasil pembelajaran masih belum sesuai dengan tujuan mata pelajaran fisika dan tuntutan kurikulum fisika di tingkat SMA. Oleh karena itu, agar tujuan mata pelajaran fisika dan tuntutan kurikulum di tingkat SMA tercapai maka diperlukan suatu pembelajaran yang berorientasi pada aktivitas ilmiah, karena dengan pembelajaran seperti ini siswa dilatih untuk menemukan konsep

4 fisika serta menguasainya dengan baik sehingga siswa mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari serta mampu mengembangkannya dengan optimal. Pembelajaran tersebut adalah salah satunya dengan pembelajaran fisika berbasis observasi gejala fisis. Model pembelajaran ini mengacu pada teori kontruktivisme, bahwa proses pembelajarannya didasarkan pada anggapan bahwa siswa dapat membangun sendiri pengetahuannya melalui aktivitas ilmiah siswa (psikomotorik atau keterampilan proses) dan proses berpikir (kognitif). Berikut adalah sintak model pembelajaran fisika berbasis observasi gejala fisis yang digunakan, 1). Tahap observasi, 2). Tahap pengajuan hipotesis, 3). Tahap pengujian hipotesis, 4). Tahap penguatan konsep dan tindak lanjut. (Sutarman, 2007). Telah banyak penelitian mengenai penerapan model pembelajaran fisika berbasis observasi gejala fisis. Berdasarkan hasil penelitian Isti anah (2009) bahwa penerapan model pembelajaran fisika berbasis observasi gejala fisis dapat meningkatkan kemampuan bertanya siswa SMK. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian Wanti (2009) bahwa penerapan model pembelajaran fisika berbasis observasi gejala fisis dapat mengembangkan aspek psikomotorik siswa SMA. Kemudian, berdasarkan hasil penelitian Budiman (2010) bahwa penerapan model pembelajaran fisika berbasis observasi gejala fisis dapat meningkatkan hasil belajar siswa SMA.

5 Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul Penerapan Model Pembelajaran Fisika Berbasis Observasi Gejala Fisis dalam Meningkatkan Keterampilan Proses Sains dan Hasil Belajar Kognitif Siswa SMA, sebagai pengayaan mengenai hasil-hasil penelitian sejenis yang telah disebutkan di atas. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah Apakah penerapan model pembelajaran fisika berbasis observasi gejala fisis secara siginifikan dapat lebih meningkatkan keterampilan proses sains dan hasil belajar kognitif siswa SMA dibandingkan dengan penerapan model pembelajaran tradisional? Untuk memfokuskan rumusan masalah penelitian tersebut, maka dalam penelitian ini diuraikan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut. 1. Bagaimana peningkatan keterampilan proses sains siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran fisika berbasis observasi gejala fisis dibandingkan dengan peningkatan keterampilan proses sains siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran tradisional? 2. Bagaimana peningkatan hasil belajar kognitif siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran fisika berbasis observasi gejala fisis dibandingkan dengan peningkatan hasil belajar kognitif siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran tradisional?

6 1.3. Batasan Masalah Dalam penelitian ini, penulis membatasi masalah penelitian, yaitu: 1. Aspek keterampilan proses sains yang ditinjau dalam penelitian ini hanya mencakup keterampilan observasi, berhipotesis, merencanakan percobaan, berkomunikasi, interpretasi, dan menerapkan konsep. 2. Aspek hasil belajar kognitif yang ditinjau dalam penelitian ini hanya mencakup pengetahan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), dan analisis (C4). 3. Peningkatan keterampilan proses sains dan hasil belajar kognitif siswa SMA terjadi apabila terdapat perubahan ke arah yang lebih baik antara sebelum dan sesudah pembelajaran, yang kategori peningkatannya ditentukan oleh nilai rata-rata gain yang dinormalisasi (N-Gain) menurut Hake (1998). 4. Materi yang dijadikan sebagai salah satu bahan untuk mengukur keterampilan proses sains dan hasil belajar kognitif siswa SMA dalam penelitian ini adalah pada materi hukum Ohm dan hambat jenis. 1.4. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut. 1. Untuk mendapatkan gambaran peningkatan keterampilan proses sains siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran fisika berbasis observasi gejala fisis dibandingkan dengan peningkatan keterampilan proses sains siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran tradisional.

7 2. Untuk mendapatkan gambaran peningkatan hasil belajar kognitif siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran fisika berbasis observasi gejala fisis dibandingkan dengan peningkatan hasil belajar kognitif siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran tradisional. 1.5. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini dapat dijadikan bukti tentang potensi model pembelajaran fisika berbasis observasi gejala fisis dalam meningkatkan keterampilan proses sains dan hasil belajar kognitif siswa SMA, yang dapat memperkaya hasil-hasil penelitian sejenis yang telah dilakukan sebelumnya, dan dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak yang berkepentingan, seperti guru-guru khususnya guru fisika di sekolah menengah atas, para mahasiswa, dosen di LPTK, para peneliti, dan sebagainya. 1.6. Variabel Penelitian Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2009: 61). Variabel penelitian dalam penelitian adalah sebagai berikut. 1. Variabel bebas : Model pembelajaran. 2. Variabel terikat : Keterampilan proses sains dan hasil belajar kognitif.

8 1.7. Definisi Operasional 1.7.1. Model Pembelajaran 1.7.1.1. Model Pembelajaran Fisika Berbasis Observasi Gejala Fisis. Model pembelajaran fisika berbasis observasi gejala fisis dalam pembelajaran fisika didefinisikan sebagai suatu model pembelajaran yang diawali dengan penyajian dan observasi gejala fisis baik yang terjadi di kehidupan sehari-hari siswa maupun yang terjadi pada alat-alat teknologi. Sintak model pembelajaran fisika berbasis observasi gejala fisis yang digunakan adalah: 1). Tahap observasi, 2). Tahap pengajuan hipotesis, 3). Tahap pengujian hipotesis, 4). Tahap penguatan konsep dan tindak lanjut (Sutarman, 2007: 3). Keterlaksanaan model pembelajaran fisika berbasis observasi gejala fisis diobservasi oleh observer dengan menggunakan lembar observasi. 1.7.1.2. Model Pembelajaran Tradisional. Model pembelajaran tradisional didefinisikan sebagai suatu model pembelajaran yang biasa digunakan di sekolah tempat penelitian, yang bercirikan guru sebagai pusat pengetahuan dan siswa sebagai penerima pengetahuan. Tahapan model pembelajaran tradisional yang biasa digunakan adalah: 1). Pembukaan, 2). Penyajian, 3). Penutup. Dengan pola seperti ini, siswa cenderung pasif dalam menerima pengetahuan yang ditransfer guru, sehingga model pembelajaran ini bertentangan dengan model pembelajaran fisika berbasis observasi gejala fisis.

9 1.7.2. Keterampilan proses sains Keterampilan proses sains yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keterampilan proses sains menurut Rustaman (2010), yang terdiri dari sembilan keterampilan proses sains, yaitu keterampilan obsevasi, interpretasi, mengklasifikasikan, meramalkan, berkomunikasi, berhipotesis, merencanakan percobaan atau penyelidikan, menerapkan konsep, dan mengajukan pertanyaan. Dalam penelitian ini, aspek keterampilan proses sains yang diukur hanya enam aspek, diantaranya keterampilan observasi, berhipotesis, merencanakan percobaan, berkomunikasi, interpretasi, dan menerapkan konsep. Keterampilan ini diukur dengan menggunakan tes keterampilan proses sains dalam bentuk pilihan ganda dengan lima option. 1.7.3. Hasil Belajar Kognitif Hasil belajar kognitif yang penulis maksud dalam penelitian ini adalah hasil belajar kognitif menurut taksonomi Bloom (1956), yang terdiri dari pengetahuan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), analisis (C4), sintesis (C5), dan evaluasi (C6). Dalam penelitian ini, aspek kognitif yang diukur hanya empat aspek diantaranya aspek pengetahuan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), dan analisis (C4). Kemampuan ini diukur dengan menggunakan tes hasil belajar kognitif dalam bentuk pilihan ganda dengan lima option.

10 1.8. Asumsi dan Hipotesis Penelitian Dalam penelitian ini penulis menuliskan asumsi sebagai dasar teori untuk merumuskan hipotesis, yaitu: Pembelajaran fisika berbasis observasi gejala fisis menitikberatkan pada proses penemuan dalam bentuk inkuiri. Dalam proses menemukannya, siswa menggunakan keterampilan ilmiahnya yang dinamakan dengan keterampilan proses sains. Dalam menggunakan keterampilan proses sains, siswa melibatkan keterampilan-keterampilan kognitif atau intelektual. Dengan demikian penerapan model pembelajaran ini memungkinkan dapat mendukung untuk penanaman keterampilan proses sains dan hasil belajar kognitif siswa SMA. Berdasarkan asumsi yang telah penulis uraikan, maka penulis berhipotesis: 1. Peningkatan keterampilan proses sains siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran fisika berbasis observasi gejala fisis lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan keterampilan proses sains siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran tradisional. 2. Peningkatan hasil belajar kognitif siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran fisika berbasis observasi gejala fisis lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan hasil belajar kognitif siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran tradisional.