PENINGKATAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN KETRAMPILAN PETUGAS KESEHATAN DALAM PELAKSANAAN KONSELING EFEKTIF TB PARU DI PUSKESMAS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I. Treatment, Short-course chemotherapy)

BAB 1 PENDAHULUAN. TB Paru merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Kegiatan penanggulangan Tuberkulosis (TB), khususnya TB Paru di

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh dunia. Jumlah kasus TB pada tahun 2014 sebagian besar terjadi di Asia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. pengobatan. Pada era Jaminan Kesehatan Nasional saat ini pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. di negara berkembang. Badan kesehatan dunia, World Health Organitation

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti karena menular. Menurut Robins (Misnadiarly, 2006), tuberkulosis adalah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bentuk yang paling banyak dan paling penting (Widoyono, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang

BAB I PENDAHULUAN. menjangkit jutaan orang tiap tahun dan menjadi salah satu penyebab utama

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberculosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan sinar matahari, tetapi dapat hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan

Kata kunci: model manajemen perawatan, kepatuhan pengobatan, status nutrisi, pasien dengan Tb Paru

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. TB.Paru merupakan penyakit yang mudah menular dan bersifat menahun, disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) paru yaitu salah satu penyakit menular yang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2011, kesehatan adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan terutama di Negara berkembang seperti di Indonesia. Penyebaran

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menimbulkan komplikasi kesakitan (morbiditas) dan kematian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. M.Arie W-FKM Undip

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di seluruh dunia. Sampai tahun 2011 tercatat 9 juta kasus baru

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Prevalensi TB Paru di Indonesia dan negara negara sedang berkembang lainnya

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesehatan penduduk Indonesia. Mycrobacterium Tuberculosis (Mansyur, 1999). Penyakit tuberkulosis (TB) paru masih

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terdapat di negara-negara berkembang dan 75% penderita TB Paru adalah

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Penyakit TB dapat disembuhkan dengan pengobatan

2016 GAMBARAN MOTIVASI KLIEN TB PARU DALAM MINUM OBAT ANTI TUBERCULOSIS DI POLIKLINIK PARU RUMAH SAKIT DUSTIRA KOTA CIMAHI

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit infeksi yang disebabkan oleh

Kata Kunci : Peran PMO, Kepatuhan minum obat, Pasien tuberkulosis paru. Pengaruh Peran Pengawas... 90

GAMBARAN PERAN DAN STRATEGI SUB RECIPIENT (SR) COMMUNITY TB CARE AISYIYAH DALAM PENANGGULANGAN TB DI KOTA PADANG TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. dari golongan penyakit infeksi. Pemutusan rantai penularan dilakukan. masa pengobatan dalam rangka mengurangi bahkan kalau dapat

I. PENDAHULUAN. secara global masih menjadi isu kesehatan global di semua Negara (Dave et al, 2009).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MULTI DRUG RESISANT TUBERCULOSIS (MDR-TB): PENGOBATAN PADA DEWASA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. paru yang disebabkan oleh kuman dari kelompok Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. jiwa dan diantaranya adalah anak-anak. WHO (2014) mengestimasi

Identifikasi Faktor Resiko 1

BAB I PENDAHULUAN. batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar

BAB I. PENDAHULUAN. mengganti aktor pusat menjadi daerah dalam hal pengambilan kebijakan. dengan masyarakat. Dengan begitu, informasi tentang proses

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.bakteri ini berbentuk batang dan bersifat

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama. kesehatan global. TB menyebabkan kesakitan pada jutaan

PROGRAM KERJA PENERAPAN STRATEGI DOTS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang. disebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium Tuberculosis yang pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mencapai kualitas hidup seluruh penduduk yang lebih baik. Oleh banyak

Ari Kurniati 1, dr. H. Kusbaryanto, M. Kes 2 ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. infeksi di seluruh dunia setelah HIV. Pada tahun 2014, WHO melaporkan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Setiap tahunnya, TB Paru menyebabkan hampir dua juta

PENGARUH KOINSIDENSI DIABETES MELITUS TERHADAP LAMA PENGOBATAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. bakterituberkulosis tersebut (Kemenkes RI,2012). Jumlah prevalensi TB di

BAB I PENDAHULUAN. kuman Myiobakterium Tuberculosis. WHO mencanangkan keadaan darurat

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah

BAB I PENDAHULUAN. ditemukannya kuman penyebab tuberkulosis oleh Robert Koch tahun 1882

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis complex (Depkes RI, 2008). Tingginya angka

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit TB paru di Indonesia masih menjadi salah satu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jumlah kematian per tahun. Kematian tersebut pada umumnya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini sering

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN MOTIVASI PETUGAS TBC DENGAN ANGKA PENEMUAN KASUS TBC DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KABUPATEN BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar bakteri TB menyerang paru, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PERANAN MASYARAKAT DALAM PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS PARU

Artikel Penelitian. Abstrak. Abstract PENDAHULUAN. Nitari Rahmi 1, Irvan Medison 2, Ifdelia Suryadi 3

BAB 1 PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Melalui pembangunan kesehatan diharapkan akan tercapai

Penyakit Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit. infeksi yang memberikan dampak morbiditas dan mortalitas

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari


BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dikategorikan high burden countries. Kasus baru Tuberkulosis di dunia

Transkripsi:

PENINGKATAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN KETRAMPILAN PETUGAS KESEHATAN DALAM PELAKSANAAN KONSELING EFEKTIF TB PARU DI PUSKESMAS Eka Mishbahatul Mar ah Has, Ferry Efendi, Elida Ulfiana, Makhfudli Prodi S1 Keperawatan Fakultas Keperawatan, Universitas Airlangga, Penulis Korespondensi: Mar ah Has, Alamat e-mail: eka.m.has@fkp.unair.ac.id Abstrak Latar Belakang Tb Paru masih menjadi masalah kesehatan dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi di Indonesia. Salah satu strategi penanggulangan Tb Paru adalah DOTS. Dalam DOTS diperlukan konseling mengenai pentingnya kepatuhan berobat. Tujuan Melakukan pelatihan konseling efektif kepada petugas kesehatan. Metode Pelatihan dilakukan pada 27 orang petugas kesehatan di Puskesmas Mojo, Surabaya. Metode pelatihan yang dilakukan, antara lain ceramah, diskusi, demonstrasi, role play, dan observasi. Penilaian dilakukan terhadap pengetahuan, sikap, dan ketrampilan petugas dalam pelaksanaan konseling efektif Tb Paru dengan kuesioner dan lembar observasi. Hasil Hasil penilaian menunjukkan sebelum pelatihan, pengetahuan petugas kesehatan 67

68 terhadap konseling Tb Paru baik sebanyak 17 (63%) orang, sikap positif sebanyak 20 (74%) orang dan ketrampilan baik sebanyak 15 (55.5%) orang. Setelah dilakukan pelatihan, semua petugas kesehatan memiliki pengetahuan yang baik tentang konseling Tb Paru; mayoritas memiliki sikap positif, yaitu sebanyak 25 (92,6%) orang; dan sebagian besar memiliki ketrampilan yang baik, yaitu sebanyak 22 (82,5%) orang. Simpulan Terdapat perubahan pengetahuan, sikap dan ketrampilan dari petugas kesehatan dalam melakukan konseling efektif setelah dilakukan pelatihan. Oleh karena itu, diharapkan perlu diadakan pelatihan berkala mengenai konseling efektif kepada petugas kesehatan di puskesmas sebagai pelayanan kesehatan primer. Konseling efektif akan meningkatkan pemahaman penderita yang mengarah pada penurunan angka drop out. Kata Kunci: Pengetahuan, Sikap, Ketrampilan, Konseling Tb Paru, Petugas Kesehatan, Puskesmas Pendahuluan Tb Paru masih menjadi masalah kesehatan di dunia. Angka morbiditas dan mortalitas penyakit ini masih tinggi, terutama di negara berkembang. Sejak 1993, WHO telah menetapkan Tb Paru sebagai kedaruratan global. Walaupun strategi DOTS telah terbukti sangat efektif untuk pengendalian TB, tetapi beban penyakit TB di masyarakat masih sangat tinggi. Dengan berbagai kemajuan yang dicapai sejak tahun 2003, diperkirakan masih terdapat sekitar 9,5 juta kasus baru TB, dan sekitar 0,5 juta orang meninggal akibat TB di seluruh dunia (WHO, 2009). Selain

69 itu, pengendalian TB mendapat tantangan baru seperti ko-infeksi TB/HIV, TB yang resisten obat dan tantangan lainnya dengan tingkat kompleksitas yang makin tinggi. Sejak tahun 1995, setelah dilakukan evaluasi bersama WHO, Indonesia mulai melaksanakan program DOTS ( Direct Observe Treatment Shortcourse ) dengan membentuk Gerakan Terpadu Nasional (GERDUNAS) sebagai strategi dalam penatalaksanaan TB. Ujung tombak pelaksanaan strategi DOTS sejauh kini adalah seluruh puskesmas. Strategi DOTS mencakup kaidah-kaidah tatalaksana penderita TB mulai dari komitmen para politis dari pengambil keputusan termasuk dukungan dana, diagnosis TB dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis, kesinambungan persediaan obat antituberkulosis (OAT) jangka pendek, pengobatan dengan pengawasan keteraturan minum obat, monitoring pengobatan serta pencatatan pelaporan yang baku dan kohort sehingga dapat mengikuti setiap penderita sampai hasil akhir pengobatan (Kemenkes RI, 2011). Rekomendasi WHO ini memang diperuntukkan bagi negara-negara dengan prevalensi TB tinggi dan pendapatan perkapitanya rendah, dengan asumsi bahwa sarana diagnosis dan monitoring pengobatan seperti pemeriksaan kultur, tes kepekaan dan radiografi tidak tersedia secara luas ( Alsagaff, 2004). Dalam penerapan strategi DOTS diperlukan suatu pendidikan kesehatan terhadap penderita TB mengenai pentingnya keteraturan dan kepatuhan berobat. Penyediaan informasi, pendidikan kesehatan dan komunikasi adalah strategi yang penting dalam mengendalikan Tuberkulosis. Informasi, pendidikan kesehatan dan komunikasi memerlukan media massa dan pendekatan interpersonal. Komunikasi melalui pendekatan interpersonal dapat memberikan respon yang lebih baik terhadap pesan pendidikan kesehatan.

70 Selama ini pendidikan kesehatan yang diberikan terfokus pada obyek penderita sebagai partisipan pasif dan hanya sebatas pemberian informasi dalam waktu yang singkat tanpa memperhatikan faktor-faktor di masyarakat (Aditama, 2002). Hal tersebut mengakibatkan kurangnya pemahaman penderita terhadap penyakitnya yang berdampak pada ketidakteraturan berobat dan berakhir pada pengobatan yang drop out (DO). Oleh karena itu, diperlukan suatu pendekatan interpersonal yang lebih memperhatikan latar belakang pendidikan, sosial, ekonomi dan budaya masing masing penderita yaitu disebut konseling efektif (Tjandra, 2003). Konseling efektif merupakan konseling yang terencana dan berkesinambungan sehingga pendidikan kesehatan yang diberikan diharapkan dapat memberikan hasil yang maksimal. Pelatihan konseling efektif bagi petugas puskesmas diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan, pemahaman penderita dan keteraturan berobat yang mengarah pada penurunan angka drop out. Metode Pelatihan ini dilakukan di Puskesmas Mojo, Surabaya. Sasaran peserta pelatihan adalah petugas kesehatan di puskemas tersebut, sebanyak 27 orang. Metode pelatihan dengan pendekatan self management education, yang meliputi: 1) ceramah tentang Tb Paru dan konseling Tb Paru; 2) diskusi terkait pengalaman petugas kesehatan dalam melakukan konseling terhadap penderita Tb Paru dan keluarganya; 3) demonstrasi dan role play konseling efektif Tb Paru, dan 4) observasi kemampuan petugas kesehatan dalam pelaksanaan koseling efektif Tb Paru. Penilaian dilakukan terhadap pengetahuan, sikap, dan ketrampilan petugas dalam pelaksanaan konseling efektif Tb Paru dengan kuesioner dan lembar

71 observasi. Hasil penilaian kemudian disajikan dalam distribusi frekuensi dan prosentase. Hasil dan Pembahasan Tabel 1 Tabulasi nilai pengetahuan petugas kesehatan Hasil Pengetahuan Baik Cukup Kurang Total n % n % n % n % Sebelum 17 63 10 37 0 0 27 100 Sesudah 27 100 0 0 0 0 27 100 Tabel 2 Tabulasi nilai sikap petugas kesehatan Hasil Positif Sikap Negatif Total n % n % n % Sebelum 20 74 7 26 27 100 Sesudah 25 92,6 2 7,4 27 100 Tabel 3 Tabulasi nilai ketrampilan petugas kesehatan Hasil Ketrampilan Baik Cukup Kurang Total n % n % n % n % Sebelum 15 55,5 12 44,5 0 0 27 100

72 Sesudah 22 82,5 5 18,5 0 0 27 100 Berdasarkan hasil evaluasi sebelum pelaksanaan pelatihan diketahui bahwa lebih dari 50% petugas kesehatan sudah memiliki pengetahuan yang baik tentang pelaksanaan konseling efektif pada penderita Tb Paru di wilayah kerja Puskesmas Mojo. Setelah pelaksanaan pelatihan, semua petugas kesehatan memiliki pengetahuan yang baik tentang konseling efektif Tb Paru. Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang berdasarkan pengamatan indrawi (Tjandra, 2004). Menurut Latipun (2001), pengetahuan seseorang mempengaruhi cara pandangnya terhadap sesuatu, serta memudahkan dalam menerima/mengadopsi perilaku yang positif. Pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya pendidikan, media dan keterpaparan informasi. Pelatihan merupakan salah satu bagian dari upaya pendidikan yang di dalamya terjadi proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia. Pada pelatihan konseling efektif Tb Paru terjadi proses belajar dalam diri masingmasing petugas kesehatan, sehingga mereka yang memiliki pengetahuan cukup sebelum pelaksanaan pelatihan, menjadi baik pengetahuannya setelah mendapat pelatihan. Pengetahuan petugas kesehatan juga berkaitan dengan keterpaparan informasi baik dari media formal, maupun non formal yang menjelaskan tentang tata cara konseling untuk penderita Tb Paru. Oleh karena itu, sebagian besar petugas kesehatan telah memiliki pengetahuan yang baik sebelum pelaksanaan pelatihan. Petugas kesehatan harus memiliki pengetahuan yang baik mengenai Tb Paru dan tata cara konseling yang efektif karena konseling didesain untuk menolong

73 penderita Tb Paru dalam memahami dan menjelaskan pandangan mereka terhadap suatu masalah yang sedang mereka hadapi melalui pemecahan masalah dan pemahaman karakter dan perilaku. Dengan tingkat pemahaman yang tinggi, diharapkan penderita Tb Paru teratur dan patuh dalam pengobatannya (Tjandra, 2003). Berdasarkan hasil evaluasi diperoleh sebelum pelaksanaan pelatihan sikap petugas kesehatan Puskesmas Mojo dalam pelaksanaan konseling efektif Tb Paru lebih dari 50% positif dan setelah pelaksanaan pelatihan mayoritas petugas kesehatan memiliki sikap yang positif. Sikap (attitude), merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Menurut Newcomb (2000), sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap merupakan faktor penentu dalam tingkah laku seseorang. Sikap muncul dari berbagai bentuk penilaian dan pengalaman. Sikap dikembangkan dalam tiga model, yaitu afeksi, kecenderungan perilaku, dan kognisi. Respon afektif adalah respon fisiologis yang mengekspresikan kesukaan individu pada sesuatu. Kecenderungan perilaku adalah indikasi verbal dari maksud seorang individu. Respon kognitif adalah pengevaluasian secara kognitif terhadap suatu objek sikap. Kebanyakan sikap individu adalah hasil belajar sosial dari lingkungannya (Azwar, 2008). Pada umumnya petugas kesehatan telah memiliki banyak pengalaman dalam melakukan penyampaian informasi kepada klien yang datang berkunjung ke puskesmas, baik secara informal maupun secara formal dalam forum konseling.

74 Oleh karena itu, lebih dari 50% petugas kesehatan telah memiliki sikap yang positif dalam melakukan konseling efektif pada penderita Tb Paru. Perubahan sikap dapat dipengaruhi oleh faktor sumber pesan, pesan dan persepsi penerima pesan (Hariadi, 2004). Sumber pesan yang dianggap kredibel dan dapat dipersepsikan secara rasional mampu mengubah sikap seseorang yang negatif menjadi positif. Hal ini ditunjukkan dengan sikap perawat yang mayoritas menjadi positif setelah pelaksanaan pelatihan. Proses mempersepsikan pesan terkadang tidak bisa dilakukan hanya dalam jangka waktu yang singkat. Oleh sebab itu, ada sebagian kecil petugas kesehatan yang sikapnya tidak berubah meski dilakukan pelatihan. Sikap petugas kesehatan sangat penting dalam pelaksanaan konseling efektif Tb Paru. Sikap yang positif dapat ditunjukkan dengan memberikan penjelasan tentang Tb Paru dan pengobatannya melalui pendekatan interpersonal, dengan memperhatikan tingkat pendidikan, kondisi sosial-ekonomi dan budaya penderita. Berdasarkan hasil evaluasi diketahui bahwa ketrampilan petugas kesehatan di Puskesmas Mojo sebelum dilakukan pelatihan konseling efektif Tb Paru sebagian besar adalah baik. Sementara setelah dilakukan pelatihan, frekuensi petugas kesehatan dengan kemampuan ketrampilan yang baik dalam melaksanakan konseling efektif Tb Paru meningkat. Ketrampilan adalah kemampuan melakukan sesuatu dengan baik. Ketrampilan adalah kemampuan praktis untuk mengaplikasikan pengetahuan teoritis dalam situasi tertentu. Proses perubahan pada ketrampilan seseorang melibatkan hal berikut, yaitu persepsi, kesiapan, respon terpimpin, mekanisme, respons yang tampak kompleks, penyesuaian dan penciptaan (Gronlund, 1978; Notoatmodjo, 2010).

75 Ketrampilan dapat terus meningkat apabila suatu kegiatan tersebut dilakukan berulang-ulang. Sebagian petugas kesehatan memiliki kemampuan yang baik dalam melakukan konseling karena mereka dituntut untuk bisa menyampaikan informasi kesehatan kepada kliennya sampai klien tersebut mengerti. Pelatihan konseling dapat menjadi sarana evaluasi tata cara konseling yang telah diterapkan oleh petugas kesehatan. Oleh karena itu, setelah dilaksanakan pelatihan konseling efektif pada penderita Tb Paru, ketrampilan petugas kesehatan mayoritas menjadi baik. Simpulan Ada perubahan pengetahuan, sikap dan ketrampilan dari petugas kesehatan dalam melakukan konseling efektif setelah dilakukan pelatihan. Oleh karena itu, diharapkan perlu diadakan pelatihan berkala mengenai konseling efektif kepada petugas kesehatan di puskesmas sebagai pelayanan kesehatan primer. Kemampuan petuugas kesehatan dalam melakukan konseling menentukan pemahaman penderita Tb Paru tentang penyakit dan pengobatannya. Oleh karena itu, sebaiknya petugas kesehatan mempelajari karakteristik penderita Tb Paru sebelum melakukan konseling dengan memperhatikan tingkat pendidikan, sosial, ekonomi dan budaya yang mempengaruhi kondisi kesehatannya, sehingga bisa memilih metode yang tepat dalam menyampaikan informasi. Konseling efektif akan meningkatkan pemahaman penderita yang mengarah pada penurunan angka drop out. Daftar Pustaka Azwar. 2008. Sikap manusia, teori, dan pengukurannya. Jogjakarta: Pustaka Pelajar.

76 Aditama. 2002. Tuberkulosis Masa Datang (Tuberculosis in the Future). Proceedings of the National Symposium TB Update 2002. Surabaya, Indonesia, hal:102-07 Kemenkes RI. 2011. Strategi nasional pengendalian TB di Indonesia 2010-2014. Jakarta: Kemenkes RI. Alsagaff, et al. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Gramik FK Unair : Surabaya Hariadi. 2004. Tuberculosis Treatment in the Public and Private Sector Potential for Collaboration dalam Kumpulan Naskah Lengkap Simposium Nasional TB Update III 2004 Surabaya, 22-23 Mei Notoatmodjo. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta : Jakarta Tjandra YA. 2003. Pendekatan Holistik Bagi TB Paru. Kompas. Senin, 9 April 2003. Hal. 18 Tjandra. 2004. DOTS : Avenues a Head in the Management of Tuberculosis dalam Kumpulan Naskah Lengkap Simposium Nasional TB Update III 2004 Surabaya, 22-23 Mei WHO. 2009. PPM DOTS in Indonesia. WHO/CDS/TB/2003.326 : Geneva. http://www.who.int. Tanggal 11 Desember 2010 jam 10.00