2015 PENGARUH PENGGUNAAN METODE PROBLEM SOLVING DENGAN TEKNIK MEANS-END ANALYSIS (MEA) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. sendiri, karena pendidikan yang berkualitas dapat menghasilkan tenaga-tenaga

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan bagian dari proses kebudayaan dalam arti bahwa

BAB I PENDAHULUAN. memberikan konstribusi dalam penyelesaian masalah sehari-hari. Mengingat

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN. dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pengembangan potensi diri diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini

commit 1 to user BAB I PENDAHULUAN

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dicky Fauzi Firdaus, 2015

BAB I PENDAHULUAN. dimana berbagai informasi mudah didapatkan oleh semua orang di. Perkembangan IPTEK yang sangat pesat dapat berimbas pada tantangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi, perdagangan bebas, dan otonomi daerah telah mendesak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah AgusPrasetyo, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membuat manusia terus berpikir di dalam hidupnya. Kemampuan berpikir ini

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Vita Rosmiati, 2013

I. PENDAHULUAN. baik, namun langkah menuju perbaikan itu tidaklah mudah, banyak hal yang harus

I. PENDAHULUAN. Mata pelajaran Biologi pada Sekolah Menengah Atas (SMA) diajarkan untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan suatu bangsa guna

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam mata pelajaran matematika sejauh ini telah mengalami

I. PENDAHULUAN. Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada

BAB I PENDAHULUAN. Masalah merupakan suatu hal yang sangat melekat di. kehidupan manusia, mulai dari masalah yang dengan mudah dipecahkan

I. PENDAHULUAN. Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Prahesti Tirta Safitri, 2013

I. PENDAHULUAN. Karakteristik abad 21 berbeda dengan abad-abad sebelumnya. Pada abad 21 ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nobonnizar, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman, bangsa Indonesia harus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Masa akhir anak-anak berlangsung dari usia enam tahun sampai tiba

2016 PENGEMBANGAN MODEL DIKLAT INKUIRI BERJENJANG UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PEDAGOGI INKUIRI GURU IPA SMP

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. vital dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai bentuk simbol, teorema, dalil,

I. PENDAHULUAN. untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya seoptimal mungkin. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN. sikap mental siswa (Wiyanarti, 2010: 2). Kesadaran sejarah berkaitan dengan upaya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Biologi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan di bidang pendidikan sebagai salah satu bagian dari

BAB I PENDAHULUAN. dan sekaligus pembangunan SDM (Sumber Daya Manusia). Matematika juga

2015 KEEFEKTIFAN TEKNIK EXAMPLE NON EXAMPLE BERMEDIA GAMBAR DALAM PEMBELAJARAN MENULIS TEKS NEGOSIASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Arum Wulandari, 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN. pelik, kompleks, dan multidimensi.permasalahan-permasalahan di bidang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Vika Aprianti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dapat dirasakan oleh setiap warga negara. Dengan adanya pendidikan terjadi

I. PENDAHULUAN. diri setiap individu siswa. Mudah masuknya segala informasi, membuat siswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang Dasar RI Tahun 1945, sedangkan perbedaannya terletak pada penekanan

I. PENDAHULUAN. inovatif. Menyadari bagaimana cara memikirkan pemecahan permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. disampaikan oleh guru matematika, kesulitan siswa dalam menalar dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pepatah mengatakan bahwa pengalaman adalah guru terbaik begitu pula

BAB I PENDAHULUAN. Pembaharuan di bidang pendidikan yang mengacu pada visi dan misi

PENGGUNAAN METODE PROBLEM BASED LEARNING (PBL) PENGARUHNYA TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DI SMP NEGERI 4 KUNINGAN

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Syarifah Ambami, 2013

tuntut menyelesaikan permasalahan secara mandiri dan dapat berperan aktif dalam proses pembelajaran. Di dalam proses pembelajaran, terjadi proses

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan bagian terpenting di dalam kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dapat berguna bagi dirinya sendiri dan masyarakat di sekitarnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. berperan penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Roni Rodiyana, 2013

2015 HUBUNGAN ANTARA PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF PESERTA DIKLAT

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan untuk berargumentasi atau mengemukakan ide-ide.pembelajaran

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

II. TINJAUAN PUSTAKA. membujuk, menganalisis asumsi dan melakukan penelitian ilmiah. Berpikir kritis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. jawab. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut, maka

BAB I PENDAHULUAN. Pada abad ke-20 telah terjadi perubahan paradigma dalam dunia sains,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. terencana, terarah, dan berkesinambungan. kurikulum yang lebih baik, dalam arti yang seluas-luasnya, bukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan yang

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang

PERBANDINGAN KEFEKTIFAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem pendidikan yang pernah dibangun di masa lampau sudah tidak lagi relevan dengan peradaban dan perekonomian dunia saat ini. Kehidupan dunia pada saat ini secara eksponensial lebih rumit dan kompleks dibandingkan lima puluh tahun yang lalu. Hal ini berlaku baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun di dunia kerja. Pada abad ke-21, setiap warganegara membutuhkan tingkat informasi dan pengetahuan teknologi yang jauh melampaui pengetahuan dasar yang dinilai telah mencukupi di masa lalu. Dalam bidang perindustrian dan pertanian yang ada pada lima puluh tahun yang lalu, dinilai telah cukup hanya dengan menguasai tiga kemampuan utama ( Three Rs ) saja, yaitu: membaca (reading), menulis (writing), berhitung (arithmetic). Pada dunia yang modern saat ini, menguasai tiga kemampuan utama ( Three Rs ) tersebut tidak lagi memadai. Jika ingin mampu bersaing di tengah masyarakat global saat ini, siswa di zaman sekarang dituntut untuk dapat menjadi seorang komunikator yang handal, pencipta, pemikir kritis, dan kolaborator. Persoalan mendasar yang sering dihadapi dalam kegiatan pembelajaran di sekolah khususnya di sekolah lanjutan tingkat atas adalah rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa dalam proses pembelajaran. Mengajarkan siswa untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting untuk dikembangkan di sekolah agar siswa mampu dan terbiasa menghadapi berbagai permasalahan di sekitarnya. Berdasarkan Pedoman Implementasi Kurikulum 2013 oleh Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia tentang pengembangan kurikulum, dinyatakan bahwa kompetensi yang perlu dijaga dan dikembangkan demi terwujudnya lulusan yang mampu bersaing tidak hanya di tingkat lokal, tetapi juga di tingkat nasional dan internasional antara lain adalah: (1) kompetensi berkomunikasi; (2) kompetensi berpikir jernih dan kritis; (3) kompetensi mempertimbangkan segi moral suatu permasalahan; (4) kompetensi menjadi warga negara yang bertanggungjawab; (5) kompetensi 1

2 berempati dan toleran terhadap pandangan yang berbeda; dan (6) kompetensi hidup bermasyarakat baik pada tataran lokal, nasional, maupun internasional. Dengan sejumlah tantangan yang dihadapi, bersama dengan hubungan yang instan ke masyarakat global, pengetahuan sehari-hari tidak bisa lebih relevan atau diterapkan pada kurikulum di sekolah. Pemanasan global, reformasi imigrasi, wabah penyakit, dan kebocoran keuangan hanyalah sedikit dari permasalahan yang harus diatasi oleh siswa di zaman sekarang. Ken Kay, CEO EdLeader21, mengatakan: "Siswa di zaman sekarang membutuhkan pemikiran kritis dan kemampuan memecahkan masalah yang tidak hanya untuk mengatasi masalah dalam tugas yang diberikan kepada mereka pada saat ini, tetapi juga untuk memenuhi tantangan beradaptasi dengan permintaan tenaga kerja yang terus mengalami perubahan." Presiden Barack Obama dalam komentarnya terhadap dunia pendidikan di Amerika Serikat menegaskan: Saya meminta kepada setiap Gubernur dan Kepala Dinas Pendidikan untuk mengembangkan standar dan penilaian yang tidak hanya mengukur apakah siswa mampu mengisi dan mengerjakan soal-soal ujian, tapi juga mengetahui apakah mereka memiliki kemampuan dan keterampilan yang dibutuhkan di abad ke-21 seperti pemecahan masalah dan berpikir kritis serta kewirausahaan dan kreativitas. Secara sederhana, berpikir adalah memproses informasi secara mental atau secara kognitif. Lebih formalnya lagi, berpikir didefinisikan sebagai proses penyusunan ulang atau manipulasi kognitif baik informasi dari lingkungan maupun simbol-simbol yang disimpan dalam memori jangka panjang. Menurut Drever (1952 dalam Walgito, 1997 dikutip Khodijah, 2006: 117), berpikir adalah melatih ide-ide dengan cara yang tepat dan seksama yang dimulai dengan adanya masalah. Solso (1998 dalam Khodijah, 2006: 117) menyatakan bahwa berpikir adalah sebuah proses dimana representasi mental baru dibentuk melalui transformasi informasi dengan interaksi a tribut-atribut mental yang kompleks seperti penilaian, abstraksi, logika, imajinasi, dan pemecahan masalah. Ennis (1989 dalam Fisher, 2001: 4) memberikan sebuah definisi bahwa berpikir kritis adalah pemikiran yang masuk akal dan reflektif yang difokuskan

3 untuk memutuskan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan. Tujuan dari berpikir kritis adalah untuk mencapai pemahaman yang mendalam, karena dengan pemahaman akan dapat mengungkapkan makna dari suatu kejadian atau masalah. Dalam mempersiapkan siswa untuk menghadapi persaingan di tengah masyarakat global di abad ke-21, National Education Association (NEA) sebagai organisasi profesional terbesar di Amerika Serikat yang mewakili para guru dan tenaga pendidik telah merancang suatu panduan untuk memperjelas visi bagi guru kelas serta pendidikan yang mendukung profesionalisme guru. Dalam hal ini diyakini bahwa setiap siswa harus memiliki baik penguasaan materi yang kuat maupun empat kemampuan utama ( Four Cs ) antara lain: berpikir kritis (critical thinking), komunikasi (communication), kerjasama (collaboration), dan kreativitas (creativity). John Stocks dalam An Educator s Guide to Four Cs (NEA, 2010) menyatakan bahwa: Mengajarkan empat kemampuan utama ( Four Cs ) kepada para siswa adalah suatu keharusan. Sebagaimana halnya tenaga pendidik mempersiapkan para siswa dalam menghadapi persaingan di tengah masyarakat global yang baru, mengajarkan materi pokok dari setiap mata pelajaran matematika, ilmu-ilmu sosial, seni perlu disempurnakan dengan melibatkan kemampuan berpikir kritis, berkomunikasi, bekerjasama, dan kreativitas. Kita memerlukan sarana baru guna mendukung para guru kelas dan sistem pendidikan yang mendukung profesionalisme dalam pekerjaan mereka, terutama saat mereka menerapkan strategi-strategi yang baru di dalam kelas. Berdasarkan hasil penelitian American Management Association tahun 2010, The AMA 2010 Critical Skills Survey, empat kemampuan utama ( Four Cs ) akan menjadi lebih penting bagi perusahaan di masa depan. Tiga dari empat eksekutif (75%) yang mengikuti survei AMA menyatakan bahwa keterampilan dan kompetensi tersebut akan menjadi lebih penting bagi perusahaan mereka dalam tiga sampai lima tahun ke depan, terutama karena perbaikan ekonomi dan pertumbuhan perusahaan di pasar global. Selain itu, 80% eksekutif meyakini penggabungan kemampuan three Rs dan four Cs akan memastikan bahwa siswa lebih siap untuk memasuki dunia kerja. Menurut para manajer tersebut,

4 kemampuan membaca, menulis, dan berhitung saja tidaklah cukup jika karyawan tidak dapat berpikir kritis, memecahkan masalah, bekerjasama, atau berkomunikasi secara efektif. Secara umum, dampak yang akan dirasakan jika siswa tidak mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis adalah bahwa bangsa Indonesia tidak akan menghasilkan generasi sumber daya manusia yang benar-benar memiliki kemampuan dalam menyelesaikan masalah. Seperti halnya pada saat ini, sumber daya manusia Indonesia perlu dipersiapkan secara baik dan matang untuk dapat menghadapi persaingan dalam pasar bebas ASEAN. Oleh sebab itu diperlukan adanya suatu metode dan teknik pembelajaran yang tepat dan mampu membangun kemampuan siswa untuk berpikir kritis. Metode dan teknik pembelajaran tersebut merupakan suatu strategi untuk membuat siswa menjadi lebih aktif, mampu memahami materi sesuai dengan tujuan pembelajaran dan mengaplikasikan materi tersebut dalam kehidupan sehari-hari, serta tanggap terhadap permasalahanpermasalahan yang ada di lingkungan sekitarnya. Dalam upaya untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa, maka diperlukan usaha untuk memperbaiki proses belajar mengajar di dalam kelas. Proses belajar mengajar di dalam kelas sedapat mungkin diarahkan untuk menghadirkan permasalahan dunia nyata dan tentunya berkaitan dengan materi atau indikator yang akan dicapai, sehingga siswa akan terlibat langsung dalam memecahkan masalah yang ada dengan menggunakan keterampilan serta pengalaman yang dimiliki oleh masing-masing siswa. Barrows dan Myers (1993) menyatakan bahwa permasalahan dalam pendekatan ini menjadi komponen yang sangat penting, karena tema-tema permasalahan yang dirancang harus mencakup semua tuntutan kurikulum. Peran guru dalam proses ini adalah memacu siswa untuk berpikir kritis dalam memberikan solusi terhadap permasalahan yang ada. Seperti halnya yang dijumpai penulis di SMAN 4 Bandung, sebagaimana dikemukakan oleh Ibu Ammah sebagai guru ekonomi di kelas IIS yang menyatakan bahwa siswa di kelas XI IIS belum cukup mampu menggunakan keterampilan yang dimilikinya dalam memecahkan masalah dalam materi ekonomi yang berhubungan dengan permasalahan di dunia nyata. Maka dari

5 pernyataan tersebut, penulis melakukan pra-penelitian untuk melihat seberapa besar kemampuan berpikir kritis siswa SMA Negeri 4 Bandung dalam memecahkan permasalahan ekonomi yang dihubungkan dengan dunia nyata. Dalam hal ini penulis mengajukan beberapa pertanyaan tentang berpikir kritis berdasarkan studi kasus yang diambil dari permasalahan ekonomi pada saat ini dalam materi ketenagakerjaan. Pertanyaan tersebut berbentuk soal essay sebanyak 3 buah yang terdiri dari indikator berpikir kritis berdasarkan kemampuan untuk mengidentifikasi asumsi, mengevaluasi argumen, dan mengambil kesimpulan (Watson & Glaser, 2012: 6). Pertanyaan diberikan kepada 21 orang siswa kelas XI IIS di SMA Negeri 4 Bandung. Hasil pra-penelitian yang diperoleh peneliti dirangkum dalam Tabel 1.1 sebagai berikut: Nomor Soal Tabel 1.1 Hasil Pra-Penelitian Siswa Kelas XI IIS SMAN 4 Bandung Indikator Berpikir Kritis (Watson & Glaser, 2012) Nilai Rata-Rata (Total Nilai / Jumlah Siswa) Nilai Maksimum 1 Mengidentifikasi Asumsi 22,9 35 2 Mengevaluasi Argumen 18,3 35 3 Mengambil Kesimpulan 20,7 30 25 20 15 10 5 0 Hasil Pra-Penelitian Siswa Kelas XI IIS di SMAN 4 Bandung 22.9 18.3 20.7 Mengidentifikasi Asumsi Mengevaluasi Argumen Mengambil Kesimpulan Soal 1 Soal 2 Soal 3 Nilai Rata-Rata Gambar 1.1 Grafik Nilai Rata-Rata Hasil Pra-Penelitian Siswa Kelas XI IIS di SMA Negeri 4 Bandung

6 Berdasarkan Tabel dan Gambar 1.1 dapat dilihat bahwa siswa yang dapat menjawab soal dengan indikator mampu mengidentifikasi asumsi memperoleh nilai rata-rata 22,9 dari nilai maksimum 35, siswa yang mampu mengevaluasi argumen memperoleh nilai rata-rata 18,3 dari nilai maksimum 35, sedangkan dalam mengambil kesimpulan, siswa memperoleh nilai rata-rata 20,7 dari nilai maksimum 30. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa SMAN 4 Bandung khususnya di kelas XI IIS, sudah punya dasar yang cukup dalam mengidentifikasi asumsi yang dianggap benar dalam suatu pernyataan serta dapat mengambil kesimpulan berdasarkan pada pernyataan. Akan tetapi hasil tersebut belumlah cukup untuk mengatakan bahwa siswa kelas XI IIS di SMAN 4 Bandung sudah memiliki kemampuan berpikir kritis, maka dalam hal ini, kemampuan siswa dalam berpikir kritis perlu diasah dan dikembangkan lagi sehingga mencapai tujuan dari proses pembelajaran seperti yang dikemukakan oleh Ennis (1962, 1985a,b dalam Costa, 1985: 73-74) mengenai tujuan akhir dari berpikir kritis, yaitu siswa dapat memutuskan tindakan dari suatu permasalahan yang dihadapinya. Dalam model pembelajaran berbasis masalah, siswa akan berubah dari pendengar yang pasif untuk menjadi aktif dalam menerima informasi. Disamping itu, siswa lebih bebas untuk belajar secara mandiri dan mampu mengambil solusi atas suatu permasalahan. Model pembelajaran ini juga menggeser penekanan program pendidikan dari mengajar kepada proses pembelajaran. Hal ini akan memungkinkan siswa untuk mempelajari pengetahuan baru dengan menghadapi masalah yang harus diselesaikan. Pembelajaran berbasis masalah secara positif akan mempengaruhi kemampuan yang lain seperti pemecahan masalah, penerimaan informasi serta membagikan informasi tersebut dengan orang lain, kerja kelompok, berkomunikasi, dan lain sebagainya. Sekali lagi, pemecahan masalah adalah tindakan yang serius dan disengaja, melibatkan penggunaan beberapa metode baru, berpikir tingkat tinggi, serta terdiri atas langkah-langkah yang direncanakan secara sistematis untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Tujuan utama dan yang paling mendasar dari model pembelajaran ini adalah

7 untuk memperoleh informasi yang didasarkan atas fakta-fakta (Yuzhi, 2003: 28; Mangal, 2007: 378). Menurut Gallagher dkk. (1995: 136), dalam lingkungan belajar berbasis masalah, siswa bertindak sebagai seorang profesional serta dihadapkan dengan permasalahan yang memerlukan definisi secara jelas dan terstruktur dengan baik, mengembangkan hipotesis, menilai, menganalisis, menggunakan data-data dari sumber yang berbeda, merevisi hipotesis awal sebagaimana perkembangan datadata yang dikumpulkan, serta menjustifikasi berbagai solusi berdasarkan bukti dan penalaran. Praktek pembelajaran berbasis masalah adalah sangat beragam sebagaimana para pendidik di seluruh dunia dan dalam berbagai disiplin ilmu telah menemukannya sebagai jalan untuk inovasi pendidikan. Para pendidik telah menggunakan metode pemecahan masalah sebagai suatu sarana pendidikan untuk menyempurnakan proses pembelajaran sebagai pengalaman yang praktis dan relevan, untuk memberikan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah, serta untuk mendorong kemampuan siswa dalam belajar secara mandiri. Eng (2001) berpendapat bahwa filosofi pembelajaran berbasis masalah bertujuan untuk merancang dan memberikan lingkungan pembelajaran secara total yang holistik kepada proses pembelajaran terpusat pada siswa serta pemberdayaan siswa itu sendiri. Berdasarkan tujuan dari pembelajaran berbasis masalah tersebut, siswa diharapkan mampu untuk berpikir kritis dalam memecahkan permasalahan yang diberikan oleh guru di dalam kelas. Salah satu metode pembelajaran yang dapat diterapkan dalam praktek pembelajaran berbasis masalah adalah metode pemecahan masalah dengan teknik means-ends analysis. Teknik pembelajaran means-ends analysis pertama kali diperkenalkan oleh Newell dan Simon (1972) dalam jurnal berjudul Human Problem Solving, yang menyatakan bahwa means-ends analysis adalah suatu teknik pemecahan masalah dimana kondisi pada saat ini dibandingkan dengan kondisi dari tujuan yang hendak dicapai, dan perbedaan di antaranya dapat dibagi ke dalam sub-sub tujuan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan operator yang sesuai. Melalui teknik pemecahan masalah means-ends analysis, diharapkan siswa mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan mampu

8 berpikir kritis dan cermat terhadap permasalahan yang dihadapi. Sehingga siswa akan mendapatkan kesimpulan dan tujuan pembelajaran yang lebih dipahami dan dimengerti. Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat diasumsikan bahwa metode pemecahan masalah dengan teknik means-ends analysis adalah suatu teknik dalam proses pembelajaran berbasis masalah guna memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berpikir kritis. Mengacu pada uraian diatas bahwa kemampuan berpikir kritis merupakan salah satu modal dasar atau modal intelektual yang sangat penting bagi setiap orang dalam era persaingan global abad ke-21, maka penulis melakukan penelitian yang diberi judul Pengaruh Penggunaan Metode Problem Solving dengan Teknik Means-Ends Analysis (MEA) terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa (Kuasi Eksperimen pada Kompetensi Dasar Ketenagakerjaan di Kelas XI SMAN 4 Bandung Tahun Ajaran 2015/2016). 1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka rumusan masalah untuk penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah terdapat peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa di kelas yang menggunakan metode problem solving dengan teknik MEA (kelas eksperimen) sebelum dan sesudah perlakuan diberikan (pre-test posttest). 2. Apakah terdapat peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa di kelas yang menggunakan metode ceramah (kelas kontrol) sebelum dan sesudah perlakuan diberikan (pre-test post-test). 3. Apakah terdapat perbedaan peningkatan (gain) kemampuan berpikir kritis siswa di kelas yang menggunakan metode pemecahan masalah dengan teknik means-ends analysis (kelas eksperimen) dengan kelas yang menggunakan metode ceramah (kelas kontrol).

9 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan metode pemecahan masalah dengan teknik means-ends analysis terhadap kemampuan siswa dalam berpikir kritis pada mata pelajaran ekonomi bila dibandingkan dengan metode konvensional (ceramah) yang biasanya dilakukan oleh guru mata pelajaran ekonomi kelas IIS di SMAN 4 Bandung. 1.3.2 Tujuan Khusus Dari tujuan yang bersifat umum tersebut, penulis mencoba menjabarkan beberapa tujuan yang lebih khusus, yaitu sebagai berikut: 1. Mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa di kelas yang menggunakan metode pemecahan masalah dengan teknik means-ends analysis (kelas eksperimen), sebelum dan sesudah perlakuan diberikan (pre-test posttest). 2. Mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa di kelas yang menggunakan metode ceramah (kelas kontrol), sebelum dan sesudah perlakuan diberikan (pre-test post-test). 3. Mengetahui perbedaan peningkatan (gain) kemampuan berpikir kritis siswa di kelas yang menggunakan metode pemecahan masalah dengan teknik meansends analysis (kelas eksperimen) dibandingkan dengan kelas yang menggunakan metode ceramah (kelas kontrol). 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan sebagai sumbangan pemikiran dalam mengembangkan ilmu pendidikan mengenai pengaruh penggunaan metode pemecahan masalah dengan teknik means-ends analysis terhadap kemampuan siswa dalam berpikir kritis pada mata pelajaran ekonomi.

10 1.4.2 Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis untuk meningkatkan pelaksanaan kegiatan pembelajaran ekonomi, khususnya di sekolah lanjutan tingkat atas. Secara praktis manfaat yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah: 1. Memberikan masukan kepada guru mengenai metode pemecahan masalah dengan teknik means-ends analysis untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam kegiatan pembelajaran ekonomi. 2. Memfasilitasi pengalaman belajar siswa yang memotivasi keaktifan dalam kegiatan pembelajaran ekonomi. 3. Memberikan informasi bagi penelitian lain, mengenai kemampuan berpikir kritis siswa dalam kegiatan pembelajaran ekonomi dengan penggunaan metode pemecahan masalah dengan teknik means-ends analysis.