BAB VI PEMBAHASAN. pemeriksaan dan cara lahir. Berat lahir pada kelompok kasus (3080,6+ 509,94

dokumen-dokumen yang mirip
Berdasarkan Data Survei Kesehatan Indera

BAB IV METODE PENELITIAN. khususnya subbagian Perinatologi. Penelitian ini dilakukan di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNDIP/ RS

BAB IV METODE PENELITIAN. Bedah Kepala dan Leher subbagian Neuro-otologi. Perawatan Bayi Resiko Tinggi (PBRT) dan Neonatal Intensive Care Unit (NICU)

BAB V HASIL PENELITIAN. 2010, didapatkan jumlah keseluruhan neonatus yang memenuhi kriteria inklusi

BAB I PENDAHULUAN. US Preventive Service Task Force melaporkan bahwa prevalensi gangguan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang juta diantaranya terdapat di Asia Tenggara. Dari hasil WHO Multi Center

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Subyek penelitian adalah 48 neonatus dengan hiperbilirubinemia. Jenis kelamin

BAB 4 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Bagian Ilmu Kesehatan Anak, khususnya

BAB I PENDAHULUAN. Hearing loss atau kurang pendengaran didefinisikan sebagai kurangnya

BAB I PENDAHULUAN. akibat ketidak matangan sistem organ tubuhnya seperti paru-paru, jantung, badan kurang 2500 gram (Surasmi dkk, 2003).

BAB 5 PEMBAHASAN. Penelitian telah dilakukan pada 40 pasien epilepsi yang menjalani monoterapi

HUBUNGAN ANTARA INSIDEN IKTERUS NEONATORUM DENGAN PERSALINAN SECARA INDUKSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. bayi dengan faktor risiko yang mengalami ketulian mencapai 6:1000 kelahiran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Amerika Serikat, dari 4 juta neonatus yang lahir setiap

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan dari penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Telinga

BAB IV HASIL PENELITIAN. Penelitian ini melibatkan 61 orang subyek penelitian yang secara klinis diduga

BAB I PENDAHULUAN. Bayi menurut WHO ( World Health Organization) (2015) pada negara

BAB I PENDAHULUAN. Hiperbilirubinemia merupakan peningkatan kadar plasma bilirubin 2 standar

BAB 6 PEMBAHASAN. Dari 48 subyek pada penelitian ini, didapatkan subyek laki-laki lebih besar

BAB VI PEMBAHASAN. Selama penelitian bulan Januari 2010 Desember 2010 terdapat 77 neonatus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Pendengaran adalah salah satu indera yang memegang peran sangat

BAB I PENDAHULUAN. yang sering dihadapi tenaga kesehatan terjadi pada sekitar 25-50% bayi

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan umur bayi atau lebih dari 90 persen.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. bulan, 80% anak meninggal terjadi saat umur 1-11 bulan. 1 Menurut profil

BAB I PENDAHULUAN. Bilirubin merupakan produk samping pemecahan protein hemoglobin di

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di SMF Ilmu Kesehatan Anak Sub Bagian Perinatologi dan. Nefrologi RSUP dr.kariadi/fk Undip Semarang.

BAB I PENDAHULUAN. timbul yang disertai rasa gatal pada kulit. Kelainan ini terutama terjadi pada masa

BAB I PENDAHULUAN. kandungan. Kelainan penyerta yang timbul pada bayi baru lahir akan menghambat

BAB V HASIL PENELITIAN. Pengambilan sampel dilakukan pada bulan Januari 2010 sampai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

TATALAKSANA FOTOTERAPI PADA BAYI KURANG BULAN. Roro Kurnia Kusuma W

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup tempat : RSIA. Hermina Pandanaran Semarang. Indonesia.

BAB 5 PEMBAHASAN. dan genotip APOE yang merupakan variabel utama penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Studi yang dilakukan pada bayi baru lahir didapatkan 2-3/1000 bayi lahir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Angka kematian bayi di negara-negara ASEAN seperti Singapura

BAB 4 HASIL PENELITIAN. 2010, didapatkan jumlah keseluruhan penderita dengan bangkitan kejang demam

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Metabolisme bilirubin meliputi sintesis, transportasi, intake dan konjugasi serta

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kejang demam merupakan salah satu kejadian bangkitan kejang yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

12/3/2010 YUSA HERWANTO DEPARTEMEN THT-KL FK USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN FISIOLOGI PENDENGARAN

BAB I PENDAHULUAN. secara efektif. Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi DM tipe 1 yang terjadi

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Kesehatan Anak, khususnya

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 75 ibu hamil dengan usia kehamilan antara 21

BAB I PENDAHULUAN. Schizophrenia adalah penyakit otak yang timbul akibat. normal. Sering kali diikuti dengan delusi (keyakinan yang salah) dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan sekret yang keluar terus-menerus atau hilang timbul yang terjadi lebih dari 3

BAB V PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan pada 60 pasien geriatri di Poliklinik Geriatri dan

BAB IV METODE PENELITIAN. Penyakit Dalam sub bagian Infeksi Tropis. Bagian /SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr. Kariadi Semarang mulai 1

BAB I PENDAHULUAN. usia 28 hari pertama kehidupan per 1000 kelahiran hidup. Angka Kematian

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 65 orang responden pasca stroke iskemik

ABSTRAK. Kata Kunci: Gangguan Pendengaran, Audiometri

BAB IV METODE PENELITIAN. Dalam, Sub Bagian Gastroenterohepatologi.

BAB VI PEMBAHASAN. Banyak faktor dapat mempengaruhi terjadinya diare berulang pasca

PEMBERIAN FOTOTERAPI DENGAN PENURUNAN KADAR BILIRUBIN DALAM DARAH PADA BAYI BBLR DENGAN HIPERBILIRUBINEMIA

BUKU REGISTER PERINATOLOGI DI RUMAH SAKIT

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. : Ilmu penyakit kulit dan kelamin. : Bagian rekam medik Poliklinik kulit dan kelamin RSUP Dr.

BAB 1 PENDAHULUAN. kronik yang sering ditemukan (Kurniati, 2003). Biasanya terjadi di daerah yang

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini diperoleh 70 subyek penelitian yang dirawat di bangsal

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Bagian/SMF Obstetri Ginekologi dan poliklinik/bangsal

BAB I PENDAHULUAN. pelatihan medik maupun paramedik serta sebagai pelayanan peningkatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Desain penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan rancangan kohort prospektif.

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di ruang rekam medik RSUP Dr.Kariadi Semarang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

HEARING DISORDERS ON NEWBORN WITH PREMATURE RISK FACTORS AT GANGGUAN PENDENGARAN PADA BAYI BARU LAHIR DENGAN FAKTOR

BAB 5 HASIL DAN BAHASAN. adenotonsilitis kronik dengan disfungsi tuba datang ke klinik dan bangsal THT

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan masa yang penting bagi perkembangan janin.

BAB IV PEMBAHASAN A. PENGKAJIAN PERTAMA (11 JUNI 2014) obyektif serta data penunjang (Muslihatun, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. serta tidak didapatkan infeksi ataupun kelainan intrakranial. Dikatakan demam

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan ekstrauterin. Secara normal, neonatus aterm akan mengalami

BAB 4 METODE PENELITIAN. Jenis penelitian adalah eksperimental dengan rancangan pre and post

BAB 4 METODE PENELITIAN. Semarang, dimulai pada bulan Mei 2014 sampai dengan Juni 2014.

INOVASI TERKAIT HIPERBILIRUBINEMIA

BAB VI PEMBAHASAN. subyek penelitian di atas 1 tahun dilakukan berdasarkan rekomendasi untuk. pemberian madu sampai usia 12 bulan.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bilirubin merupakan produk dari sejumlah destruksi normal dari sirkulasi eritrosit dimana

Kuning pada Bayi Baru Lahir: Kapan Harus ke Dokter?

PENJELASAN MENGIKUTI PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan selama kurun waktu 6 bulan, yaitu antara bulan

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Bagian Ilmu Kesehatan Anak, khususnya

PENDAHULUAN BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari gram dan merupakan penyumbang tertinggi angka kematian perinatal dan

BAB 6 PEMBAHASAN. disebabkan proses degenerasi akibat bertambahnya usia. Faktor-faktor risiko

Penelitian ini merupakan penelitian observasional belah lintang ( ) dimana antara variabel bebas dan terikat diukur pada waktu yang. bersamaan. 3.2.

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikterus neonatorum merupakan masalah yang sering dijumpai pada perawatan bayi baru lahir normal, khususnya di

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah Bagian Ilmu Kesehatan Anak khususnya bidang nutrisi,

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian di bidang ilmu Kardiovaskuler.

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup waktu penelitian ini adalah tahun 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diabetes, penyakit lupus, atau mengalami infeksi. Prematuritas dan berat lahir

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom klinik ini terjadi karena adanya respon tubuh terhadap infeksi, dimana

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah ilmu kesehatan anak khususnya sub bagian

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit autoimun kronis yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. lansia, menyebabkan gangguan pendengaran. Jenis ketulian yang terjadi pada

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 6 PEMBAHASAN. tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan

BAB 4 HASIL PENELITIAN. Pada periode penelitian dijumpai 41 orang penderita stroke iskemik akut

BAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan kesehatan suatu negara. Menurunkan angka kematian bayi dari 34

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut,

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dan cairan tubuh lain. Disamping itu pemeriksaan laboratorium juga berperan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Transkripsi:

BAB VI PEMBAHASAN Pembahasan Hasil Karakteristik neonatus pada penelitian ini: berat lahir, usia saat pemeriksaan dan cara lahir. Berat lahir pada kelompok kasus (3080,6+ 509,94 gram) lebih berat daripada kelompok kontrol (3036,1+ 514,44 gram) tetapi tidak ada perbedaan bermakna. Usia pemeriksaan pertama dan kedua juga menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna antara kelompok kasus dan kontrol. Cara lahir pada kelompok kasus lebih banyak Sectio caesaria ( 9 neonatus) dan pada kelompok kontrol Sectio caesaria sebanyak 12 neonatus namun secara statistik tidak berbeda bermakna. Variabel jenis kelamin bayi pada penelitian ini menunjukkan pada kelompok kasus lebih banyak bayi berjenis kelamin laki- laki yaitu 14 neonatus (77,7%), sebaliknya pada kelompok kontrol lebih banyak berjenis kelamin perempuan. Hal ini sesuai dengan pendapat Tioseco dkk bahwa mekanisme pengaruh jenis kelamin terhadap peningkatan bilirubin belum jelas, faktor yang diduga mempengaruhi metabolisme bilirubin pada neonatus laki- laki adalah kromosom Y yang menyebabkan peningkatan metabolisme dan terjadinya defisiensi maturasi sistem enzim pada pembentukan, metabolisme, dan eliminasi serum bilirubin, terutama pada neonatus berat lahir rendah akan tetapi hal ini masih menjadi perdebatan para ahli. 49 67

Rerata kadar bilirubin indirek pada kelompok kasus adalah 14,97+ 3,810 mg/dl (12,15-27,87 mg/dl) lebih tinggi daripada kelompok kontrol 9,06+ 1,625 mg/dl (4,89-11,41 mg/dl). Rerata kadar bilirubin indirek pada kelompok gangguan pendengaran awal adalah 14,18+ 6,289 mg/dl lebih tinggi daripada kelompok tanpa gangguan pendengaran 11,29+ 2,995 mg/dl, namun tidak berbeda bermakna. Hal ini sesuai dengan penelitian Boo dkk yang menemukan bahwa gangguan pendengaran pada neonatus aterm berbeda bermakna apabila dihubungkan dengan usia saat terjadinya hiperbilirubinemia dan hiperbilirubinemia berat yang memerlukan tranfusi tukar. 51 Hasil pemeriksaan pertama BERA pada kelompok kasus sebanyak 6 neonatus dan kelompok kontrol 3 neonatus mengalami gangguan pendengaran akan tetapi tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna secara statistik. Hal ini sesuai dengan penelitian Boo dkk yang menemukan bahwa gangguan pendengaran pada neonatus aterm dengan kadar bilirubin total > 20 mg/dl tidak berbeda bermakna secara statistik. Boo dkk menemukan bahwa semakin dini usia timbulnya hiperbilirubinemia meningkatkan risiko terjadinya gangguan pendengaran yang diduga karena kerentanan saraf auditori terhadap toksin bilirubin yang rendah pada neonatus aterm usia dini. 50 Hasil yang berbeda dari penelitian Ahlfors dan Parker menunjukkan bahwa probabilitas hasil abnormal pada BERA meningkat sesuai dengan peningkatan kadar bilirubin indirek dan bermakna secara statistik. Hal ini disebabkan penelitian tersebut menggunakan parameter pemeriksaan kadar bilirubin indirek bebas dan pemeriksaan BERA dilakukan dalam rentang waktu 68

satu hingga empat jam setelah pemeriksaan kadar bilirubin indirek. 17 Penelitian kami tidak melakukan pemeriksaan kadar bilirubin indirek bebas karena keterbatasan fasilitas di RS Dr. Kariadi Semarang serta pemeriksaan BERA yang tidak dapat dilakukan segera setelah dilakukan pemeriksaan kadar bilirubin indirek dan sebelum dilakukan fototerapi ataupun tranfusi tukar sesuai dengan penatalaksanaan di bagian Perinatologi. Kejadian gangguan pendengaran pada pemeriksaan BERA awal sebanyak 9 kasus (25%), 6 neonatus dengan gangguan pendengaran pada kelompok kasus dan 3 neonatus dengan gangguan pendengaran pada kelompok kontrol. Hasil yang sama ditemukan oleh Boo dkk bahwa kejadian gangguan pendengaran pada neonatus hiperbilirubinemia sebesar 25%, sedangkan jumlah kejadian gangguan pendengaran pada neonatus hiperbilirubinemia yang berbeda disebutkan oleh Sharma dkk sebesar 73,3%, dan Ahlfors dkk sebesar 9%. Perbedaan tersebut mungkin disebabkan karena penentuan subyek penelitian dan jumlah subyek penelitian yang berbeda. Boo dkk menggunakan parameter pemeriksaan laboratorium bilirubin total dengan jumlah subyek sebanyak 128 neonatus aterm, Sharma dkk menggunakan parameter pemeriksaan laboratorium bilirubin total dengan jumlah subyek sebanyak 60 neonatus aterm sedangkan Ahlfors dkk menggunakan pemeriksaan bilirubin indirek bebas dengan jumlah subyek sebanyak 44 neonatus dengan usia gestasi > 34 minggu. 15,17,50 Pemeriksaan BERA kedua menunjukkan jumlah pasien dengan gangguan pendengaran berkurang akan tetapi secara statistik tidak bermakna. Hal ini dapat disebabkan karena semua pasien dengan gangguan pendengaran pada pemeriksaan BERA awal ternyata menjadi normal pada pemeriksaan BERA 69

kedua. Hasil yang membaik pada pemeriksaan kedua menunjukkan plastisitas sistem neural auditori pada sistem saraf pusat. 51 Ditemukan pula 3 pasien yang mengalami gangguan pendengaran pada pemeriksaan BERA kedua dengan rincian sebagai berikut: Satu pasien dengan hasil pemeriksaan OAE kedua pass akan tetapi hasil BERA kedua mengalami gangguan pendengaran ringan walaupun pada pemeriksaan OAE dan BERA awal tidak mengalami gangguan pendengaran. Gangguan pendengaran ini diduga sebagai suatu auditory neuropathy yang disebabkan oleh faktor hiperbilirubinemia. Gejala klinis auditory neuropathy adalah: gangguan pendengaran pada tingkat derajat ringan hingga berat, pada umumnya bilateral, hasil pemeriksaan OAE normal, kelainan pada pemeriksaan BERA, persepsi bicara yang buruk, serta tidak adanya refleks akustik. 52 Pasien sudah dirujuk ke klinik tumbuh kembang, tetapi keluarga tidak membawa anaknya untuk kontrol lagi di klinik tumbuh kembang. Dua pasien dengan hasil pemeriksaan OAE dan BERA awal dalam batas normal, tetapi pada pemeriksaan OAE kedua dengan hasil refer pada sisi unilateral dan BERA kedua menunjukkan gangguan pendengaran ringan. Hasil pemeriksaan ulangan menunjukkan perbaikan pada satu pasien dengan hasil OAE pass pada kedua telinga, sedangkan pasien yang lain tidak dapat kami hubungi. Perbaikan yang terjadi dapat berasal dari maturitas dan plastisitas jalur auditori mulai dari koklea berupa perubahan ukuran serta bentuk dari hair cell hingga maturitas fungsi sinap dan proses sentral auditori temporal otak yang ditunjukkan dengan perkembangan fungsi talamus-kortikal manusia. Plastisitas yang terjadi dapat 70

dipengaruhi pula oleh stimulasi yang kronik maupun kompleks sehingga terjadi proses perbaikan pada sistem saraf pendengaran. 51,53 Kelainan pada pemeriksaan OAE dan BERA ulangan menurut Holster dkk dapat disebabkan oleh karena tuli konduktif sebanyak 20,3%, tuli sensorineural 57,9%, infeksi TORCH 1,8%, genetik 13,3%, dan penyebab yang tidak diketahui sebesar 42,9%. 54 Pasien tidak menunjukkan tanda infeksi TORCH klinis dan berdasarkan anamnesa tidak ditemukan anggota keluarga dengan riwayat gangguan pendengaran ataupun kelainan pada wajah. Lokasi yang menggambarkan gangguan pendengaran pada neonatus hiperbilirubinemia masih merupakan suatu hal kontroversial. Pengamatan morfologi menunjukkan gangguan pendengaran dapat terjadi pada jalur saraf, koklea maupun pada keduanya. Pada penelitian histopatologi ditemukan bahwa telinga bagian dalam dapat normal ataupun mengalami kerusakan yang berat. Pemeriksaan OAE dapat menilai kelainan yang terjadi pada outer hair cell koklea sebagai bagian dari telinga dalam. Oysu dkk menemukan keterlibatan kelainan koklea pada gangguan pendengaran karena hiperbilirubinemia memiliki insiden sebesar 13% berupa kelainan pada OAE meskipun pada pemeriksaan BERA tidak ditemukan kelainan. 55 Boo dkk pada penelitian berikutnya mendukung pendapat bahwa hiperbilirubinemia dapat menimbulkan kerusakan pada koklea. 56 Risiko relatif kadar bilirubin indirek > 12 mg/dl terhadap kejadian gangguan pendengaran pada pemeriksaan BERA awal adalah 2 (95% CI, 0,6 s.d 6,8) akan tetapi secara statistik tidak bermakna. Ahlfors dan Parker mengemukakan bahwa peningkatan kadar bilirubin indirek pada gangguan pendengaran bilateral secara statistik berbeda bermakna dibandingkan dengan 71

tanpa gangguan pendengaran. Hasil ini tidak menjelaskan apakah peningkatan kadar bilirubin indirek untuk gangguan pendengaran unilateral secara statistik berbeda bermakna atau tidak bermakna dibandingkan dengan tanpa gangguan pendengaran. 17 Hasil yang sama ditunjukkan oleh Boo dkk yang mengemukakan bahwa gangguan pendengaran pada neonatus dengan kadar bilirubin total > 20 mg/dl secara statistik tidak bermakna dibandingkan dengan neonatus dengan kadar bilirubin total < 20 mg/dl. Boo dkk menemukan bahwa kadar bilirubin indirek yang tinggi hingga memerlukan tranfusi tukar serta usia saat timbulnya hiperbilirubinemia secara statistik bermakna sebagai faktor risiko terjadinya gangguan pendengaran. 50 Faktor penatalaksanaan yang tepat (fototerapi dan tranfusi tukar) serta kerentanan saraf auditori diduga mempengaruhi pengaruh toksin bilirubin terhadap saraf auditori. 15,50 Fototerapi dan tranfusi tukar memiliki risiko relatif < 1, menunjukkan bahwa fototerapi dan tranfusi tukar merupakan faktor protektif terhadap gangguan pendengaran akan tetapi secara statistik tidak bermakna. Hal yang sama dikemukakan oleh Sharma dkk bahwa fototerapi dan tranfusi tukar pada kelompok kontrol (bayi non ikterik) secara statistik tidak berbeda bermakna dibandingkan dengan kelompok kasus (bayi dengan kadar bilirubin total > 12 mg%) terhadap kelainan pada pemeriksaan BERA. Penggunaan obat ototoksik (obat ototoksik yang diberikan pada penderita adalah Gentamisin) pada penelitian ini secara statistik tidak bermakna terhadap kejadian gangguan pendengaran. Hal ini sesuai dengan penelitian Zamani dkk yang mengemukakan bahwa penggunaan antibiotik aminoglikosid tidak berhubungan dengan gangguan pendengaran, akan tetapi pada penelitian tersebut 72

tidak dijelaskan lama waktu pemberian antibiotika golongan aminoglikosid.. 30 Pada penelitian ini hanya 4 pasien yang mendapatkan terapi gentamisin lebih dari 5 hari dan hanya ditemukan 1 pasien yang mengalami gangguan pendengaran pada pemeriksaan awal, tetapi hasil pada pemeriksaan ulangan menjadi normal. Keterbatasan penelitian ini adalah: tidak melakukan pemeriksaan serial bilirubin terutama tidak selalu melakukan pemeriksaan kadar bilirubin setelah dilakukan terapi, tidak melakukan pemeriksaan bilirubin indirek bebas, tidak selalu dapat melakukan pemeriksaan OAE dan BERA sesegera mungkin pada saat pengambilan sampel darah pemeriksaan bilirubin dan tidak memeriksa TORCH karena keterbatasan dana, serta penanganan sesuai dengan protokol bagian perinatologi RSUP Dr Kariadi Semarang yang turut mempengaruhi hasil penelitian. 57 73