BAB 3 PRESIPITASI (HUJAN)
PRESIPITASI (HUJAN) Bila udara lembab bergerak keatas kemudian menjadi dingin sampai melalui titik embun, maka uap air didalamnya mengkondensir sampai membentuk butir-butir air. Bila proses pendinginan ini terjadi secara besar-besaran maka butir-butir air akan jatuh sebagai Hujan (Presipitasi). Derasnya hujan tergantung dari banyaknya uap air dalam udara. Pada umumnya semakin deras, hujannya semakin pendek waktunya, oleh karena itu setelah sebagian uap air mengkondensir udara semakin menjadi kering, maka derasnya hujan berubah dengan waktu. 2
TIPE HUJAN Hujan Siklonik/Frontal : yaitu berasal dari naiknya udara yang dipusatkan didaerah dengan tekanan rendah. Hujan Konvektif : yaitu berasal dari naiknya udara ketempat yang lebih dingin. Hujan Orografik : yaitu berasal dari naiknya udara karena adanya rintangan berupa pegunungan. 3
TIPE HUJAN 4
DATA HUJAN Curah Hujan : adalah tinggi hujan dalam satu hari, bulan atau tahun dinyatakan dalam mm, cm atau inchi. misal: 124 mm perhari; 462 mm perbulan; 2158 mm pertahun. Waktu Hujan : adalah lama terjadinya satu kali hujan (duration of one rainstorm) misal: 12 menit; 42 menit; 2 jam pada satu kejadian hujan 5
DATA HUJAN Intensitas Hujan : adalah banyaknya hujan yang jatuh dalam periode tertentu. Misal: 48mm/jam dalam 15 menit; 72 mm/jam dalam 30 menit. Frekuensi Hujan : adalah kemungkinan terjadinya atau dilampauinya suatu tinggi hujan tertentu. Misal: curah hujan 2500 mm pertahun akan terjadi atau dilampaui dalam sepuluh tahun. 6
JARINGAN STASIUN HUJAN LUAS (Km 2 ) Sumber: Wilson (1974:17) JUMLAH STASIUN PENAKAR HUJAN 26 2 260 6 1300 12 2600 15 5200 20 7800 40 7
JARINGAN STASIUN HUJAN DI INDONESIA Daerah Juml stasiun Km2/sta Indonesia Jawa Sumatra Kalimantan Sulawesi +/- 4339 +/- 3000 +/- 600 +/- 120 +/- 250 +/- 440 +/- 44 +/- 790 +/- 4500 +/- 760 Sumber: Murni D., Sri (1976:6) 8
ALAT PENAKAR HUJAN Tipe Manual Penakar hujan ini tidak dapat mencatat sendiri (non recording),bentuknya sederhana terbuat dari seng plat tingginya sekitar 60cm di cat alumunium, ada juga yang terbuat dari pipa paralon tingginya 100 cm. Prinsip kerja Ombrometer menggunakan prinsip pembagian antara volume air hujan yang ditampung dibagi luas mulut penakar. Ombrometer biasa diletakan pada ketinggian 120-150 cm. Kemudian luas mulut penakar dihitung, volume air hujan yang tertampung juga dihitung. 9
ALAT PENAKAR HUJAN Tipe Otomatis Alat penakar hujan otomatis atau Automatic Rain Gauge adalah alat yang dapat mencatat hasil pengukuran hujan secara otomatis dalam setiap kejadian hujan. 1. Weighing Bucket Rain Gauge 10
ALAT PENAKAR HUJAN 2. Tipping Bucket Rain Gauge 11
ALAT PENAKAR HUJAN 3. Syphon Automatic Rainfall Recorder 12
PENYAJIAN DATA HUJAN Bentuk Tabel 13
PENYAJIAN DATA HUJAN Bentuk Diagram (Hyetograph) R (mm) 15 10 5 10 11 12 13 14 15 16 t (jam) 14
PENYAJIAN DATA HUJAN Bentuk Grafik (Kurva) R (mm) 150 100 50 0 t (bulan) J P M A M J J A S O N D 15
JUMLAH PENAKAR HUJAN 16
JUMLAH PENAKAR HUJAN 17
CONTOH SOAL Dalam suatu daerah aliran terdapat empat stasiun penakar hujan dengan data hujan normal tahunan adalah 800, 520, 440 dan 400 mm. Hitung jumlah stasiun penakar hujan yang harus ditambahkan dengan batas kesalahan untuk hujan rata-rata daerah aliran adalah 12 %. Penyelesaian : Rtot = 800 + 520 + 440 + 400 = 2160 mm Rm = ¼ x 2160 = 540 mm Rs = (800)2 + (520)2 + (440)2 + (400)2 = 126000 18
CONTOH SOAL 19
20 MELENGKAPI DATA YANG Cara Rata-rata Aritmatik : TIDAK KONTINYU Cara ini dapat digunakan bila selisih hujan rata-rata tahunannya untuk stasiun yang datanya hilang dengan stasiun yang datanya komplit (stasiun index) kurang dari 10 %. Misalnya X adalah stasiun yang datanya hilang, dan A, B, C adalah stasiun index. Maka besarnya data yang harus diisikan untuk melengkapi data pada stasiun X adalah : R x Rx = tinggi hujan yang diisikan untuk melengkapi data stasiun X. RA, RB, RC = tinggi hujan pada stasiun A, B, dan C. 1 3 ( R A R B R C )
MELENGKAPI DATA YANG TIDAK KONTINYU Cara Rasio Normal Bila selisih hujan rata-rata tahunannya untuk stasiun yang datanya hilang dengan stasiun index lebih dari 10 %, maka besarnya data yang harus diisikan untuk melengkapi data pada stasiun X adalah : 1 N x N x N x R x ( R A R B R C ) 3 N N N A dimana : Nx = tinggi hujan rata-rata tahunan stasiun X NA, NB, NC = tinggi hujan rata-rata tahunan stasiun A, B dan C. B C 21
Cara Korelasi: MELENGKAPI DATA YANG Cara ini hanya dipakai untuk analisa hujan tahunan dengan menggambarkan korelasi tinggi hujan yang bersama waktunya (tahun) dari stasiun indeks dengan stasiun yang datanya hilang. TIDAK KONTINYU 22
DATA HUJAN TERHADAP PERUBAHAN-PERUBAHAN Bila sudah tidak ada data hujan yang hilang dari periode pengamatan yang ditentukan, maka harus dicek akan kemungkinan stasiun dipindah tempatnya, penakar hujan diganti typenya atau lain-lain hal yang akan berpengaruh terhadap hasil pencatatannya. Cara yang dipakai untuk mengecek data hujan akan perubahanperubahan adalah Analisa Double Mass Curve. Analisa tersebut dilakukan dengan menggambarkan korelasi antara akumulasi tinggi hujan tahunan dari stasiun yang dicek dengan stasiun index, dan menarik garis melalui titik-titik tersebut yang disebut garis korelasi massa hujan. Perubahan kemiringan dari garis korelasi memberikan indikasi adanya suatu perubahan. 23
DATA HUJAN TERHADAP PERUBAHAN-PERUBAHAN 24
DATA HUJAN TERHADAP PERUBAHAN-PERUBAHAN R A R O A dimana : RA = hujan yang didapat penyesuaiannya. RO = hujan yang harus disesuaikan. IA = kemiringan lengkung massa dari data sesudah 1978. IO = kemiringan lengkung massa dari data sebelum 1978. O I I 25
VARIASI HUJAN 26
Cara Arithmatic Mean 27 Dipakai pd daerah yg datar HUJAN RATA-RATA Banyak stasiun penakar hujan Curah hujan bersifat uniform R atau R 1 n 1 n ( R n i 1 1 R i DAERAH ALIRAN R 2 R 3... R dimana: R = tinggi hujan rata2 daerah aliran (area rainfall) R1,R2,R3,,Rn = tinggi hujan masing2 stasiun (point rainfall) n = banyaknya stasiun hujan n )
CARA ARITHMATIC MEAN 28
HUJAN RATA-RATA DAERAH ALIRAN Cara Thiessen Poligon Tdp faktor pembobot (weighing factor)/koefisien Thiessen Besar faktor pembobot tgt luas daerah yg diwakili sta yg dibatasi oleh polygon2 yg memotong tegak lurus pd tengah2 grs penghubung R A ( 1 R 2 R 3 R 1 2 3 A A A dimana: A = luas daerah aliran Ai = luas daerah pengaruh stasiun i Ri = tinggi hujan pd stasiun i A A... A n Rn A ) 29
CARA THIESSEN POLIGON 30
HUJAN RATA-RATA DAERAH ALIRAN Cara Isohyet Isohyet: grs yg menunjukkan tinggi hujan yg sama Isohyet diperoleh dgn cara interpolasi harga2 tinggi hujan local (point rain fall) Besar hujan antara 2 isohyet: R1,2 = ½(I1 + I2) Hujan rata2 daerah aliran: A A A A R ( 1,2 R 2,3 R 3,4 R... n, n1 R ) 1,2 2,3 3,4 n, n1 A A A A dimana: A i,i+1 = luas antara isohyet I1 dan I1+1 R i,i+1 = tinggi hujan rata2 antara isohyet I1 dan I1+1 31
CARA ISOHYET 32
INTENSITAS DAN TINGGI HUJAN Data hujan harian, harian maksiimum, biasanya dipublikasikan tidak dalam pola intensitasnya, tetapi hanya dalam bentuk tabel. Pola intensitas suatu hujan dapat dianalisa dari kemiringan lengkung massa hujan atau lengkung yang didapatkan dalam pengukuran hujan otomatis. Kalau hujan dibagi dalam interval waktu, maka intensitas tiap-tiap interval dapat dibaca dari kemiringan masing-masing interval. 33
INTENSITAS DAN TINGGI HUJAN 34
INTENSITAS DAN TINGGI HUJAN 35
INTENSITAS DAN TINGGI HUJAN I R t dimana : I = intensitas hujan dalam (mm/jam) R = hujan selama interval (mm) t = interval watktu (jam) 36
INTENSITAS DAN WAKTU HUJAN Hujan dengan intensitas besar umumnya terjadi dalam waktu yang pendek. Hubungan intensitas dan waktu hujan banyak dirumuskan yang pada umumnya tergantung dari parameter kondisi setempat. Besarnya intensitas curah hujan itu berbeda-beda dan disebabkan oleh waktu curah hujan dan frekwensi kejadiannya. Beberapa rumus intensitas hujan yang berhubungan dengan hal ini disusun sebagai rumusrumus empiris yang dapat dituliskan sebagai berikut : 37
INTENSITAS DAN WAKTU HUJAN a) Untuk hujan dengan waktu kurang dari dua jam Prof. Talbot (1881) menuliskan perumusan : I t a b dimana : I = intensitas hujan (mm/jam), t = waktu hujan (jam), a, b = konstanta yang tergantung keadaan setempat. 38
INTENSITAS DAN WAKTU HUJAN b) Untuk hujan dengan waktu lebih dari dua jam Prof. Sherman (1905) menuliskan perumusan : I t c n dimana : I = intensitas hujan (mm/jam), t = waktu hujan (jam), c, n = konstanta yang tergantung keadaan setempat. 39
INTENSITAS DAN WAKTU HUJAN Perkembangan perumusan ini dikemukakan pula oleh Dr. Ishigoro (1953) yang ditulis sebagai berikut : I a t b dimana : I = intensitas hujan (mm/jam), t = waktu hujan (jam), a, b = konstanta yang tergantung keadaan setempat. 40
INTENSITAS DAN WAKTU HUJAN d) Mononobe menuliskan perumusan Intensitas untuk hujan harian sebagai berikut: R 24 I 24 ( ) 24 t dimana : I = intensitas hujan (mm/jam), R 24 = tinggi hujan maksimum dalam 24 jam (mm) t = waktu hujan (jam), m = konstanta (=2/3). m 41
TINGGI HUJAN DAN WAKTU Tinggi Hujan untuk hujan 1-10 hari Haspers telah menyusun suatu rumus yang menggambarkan hubungan antara tinggi dan waktu hujan untuk hujan 1 hari sampai 10 hari sebagai berikut: dimana : t = banyaknya hari hujan R = tinggi hujan (mm) R 24 = tinggi hujan dalam 24 jam (mm) R = dalam prosen 100 R 24 42 100R R 24 362 log t 6 206
TINGGI HUJAN DAN WAKTU Tinggi Hujan untuk hujan 1-24 jam 100R R dimana : t = dalam jam R = tinggi hujan (mm) R 24 = tinggi hujan dalam 24 jam (mm) 100R R 24 = dalam prosen 2 24 11300t t 3,12 43
TINGGI HUJAN DAN WAKTU Tinggi Hujan untuk hujan 1-24 jam Perumusan lain sering juga dipakai di Indonesia, adalah untuk menentukan distribusi hujan tiap jamnya (metode rasional) dari data hujan harian. 2 3 1. Perhitungan rata-rata hujan sampai jam ke t R 24 5 R t 5 t 2. Perhitungan tinggi hujan pada jam ke t dimana : R t = rata-rata hujan sampai jam ke t (mm) R 24 = tinggi hujan dalam 24 jam (mm) R t = tinggi hujan pada jam ke t (mm) t = banyaknya hari hujan R t ' t. R t ( t 1 ) R t 1 44
TINGGI HUJAN DAN WAKTU Tinggi Hujan untuk hujan 0-1 jam a R24 R R b 24 dimana : R; R 24 = dalam (mm) a; b = konstanta yang untuk hujan dengan waktu tertentu besarnya seperti pada tabel. t menit a b t menit 1 5,85 21,6 35 774 1781 5 29,1 116 40 1159 2544 10 73,8 254 45 1811 3816 15 138 424 50 3131 6360 20 228 636 55 7119 13990 25 351 909 59 39083 75048 a b 45
FREKUENSI HUJAN Frekwensi hujan adalah kemungkinan terjadi atau dilampainya suatu tinggi hujan tertentu dalam massa tertentu pula, yang juga disebut sebagai massa ulang (return periode). Hujan dengan tinggi tertentu disamai atau dilampaui 5 kali dalam pengamatan data selama 50 tahun, ini berarti tinggi hujan tersebut rata-rata mempunyai frekwensi atau periode ulang sekali dalam 10 tahun. Bukan berarti setiap 10 tahun sekali (interval 10 tahun) akan terjadi tinggi hujan yang sama atau dilampaui, tetapi rata-rata dalam 50 tahun terjadi 5 kali peristiwa disamai atau dilampaui. Frekwensi hujan ini dapat berupa harga-harga tinggi hujan maksimum atau tinggi hujan minimum. 46
TINGGI HUJAN RENCANA Dalam merencanakan suatu bangunan air atau merancang proyek-proyek Pengembangan Sumber-sumber Air (PSA) dipakai suatu tinggi hujan tertentu sebagai dasar untuk menentukan dimensi suatu bangunan. Hal ini dilakukan karena hujan akan menyebabkan aliran permukaan yang nantinya lewat bangunan yang direncanakan, misalnya gorong-gorong pada jalan raya, weir pada daerah irigasi, spillway pada dam reservoir air dan lain sebagainya. 47