TINJAUAN PUSTAKA. Pangasianodon, Spesies Pangasianodon hypopthalmus (Saanin 1984).

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

RESPONS FISIOLOGIS IKAN PATIN SIAM

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ikan Balashark

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Biologi Udang Vaname

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2

V HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan tersebut diberikan nilai skor berdasarkan kelompok hari moulting. Nilai

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN PAKAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam merupakan salah satu komoditas ikan yang dikenal sebagai

Tingkat Kelangsungan Hidup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) merupakan salah satu ikan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi ikan koi (Cyprinus carpio) Ikan koi mulai dikembangkan di Jepang sejak tahun1820, tepatnya di kota

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Udang Galah

PENENTUAN KUALITAS AIR

PEMBERIAN KALSIUM KARBONAT (CaCO 3 ) PADA MEDIA BERSALINITAS UNTUK PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN (Pangasius sp.) KURNIA FATURROHMAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 1. Ikan lele dumbo (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan Uji Nilai Kisaran Uji Toksisitas Akut

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN)

TINJAUAN PUSTAKA. tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ADAPTASI FISIOLOGI. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Pantai Sei Nypah adalah salah satu pantai yang berada di wilayah Desa

PENDAHULUAN Latar belakang

PENGARUH TEKANAN OSMOTIK MEDIA TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN (Pangasius sp.) PADA SALINITAS 5 PPT

: Komposisi impurities air permukaan cenderung tidak konstan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Patin Siam ( Pangasius hypopthalmus 2.2. Transportasi Ikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang

PENGARUH TEKNIK ADAPTASI SALINITAS TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN, Pangasius sp.

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

Jurnal Perikanan dan Kelautan p ISSN Volume 6 Nomor 2. Desember 2016 e ISSN Halaman :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Patin Siam

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL PENELITIAN. Kondisi Kualitas Air

II. TINJAUAN PUSTAKA

MANAJEMEN KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA IKAN NILA (Orechromis niloticus) DI KOLAM AIR DERAS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH

IV. HASIL DA PEMBAHASA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

KATA PENGANTAR. Surabaya, 24 Februari Penulis. Asiditas dan Alkalinitas Page 1

BAB II TINJUAN PUSTAKA

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Diaphanosoma sp. adalah sebagai berikut:

Pengaruh Metode Aklimatisasi Salinitas Terhadap Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nila (Oreochromis sp.)

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Padat Tebar (ekor/liter)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.09/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SRIKANDI

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

MANAJEMEN KUALITAS AIR

Transkripsi:

3 TINJAUAN PUSTAKA Ikan Patin Siam Pangasianodon hypopthalmus Ikan patin siam adalah ikan yang termasuk kedalam Kelas Pisces, Sub Kelas Teleostei, Ordo Ostariophsy, Sub Ordo Siluroidea, Famili Pangasidae, Genus Pangasianodon, Spesies Pangasianodon hypopthalmus (Saanin 1984). Ikan patin siam memiliki tubuh memanjang, pipih, dan mulut subterminal. Tubuh ikan patin dapat mencapai panjang hingga 120 cm, bentuk kepala yang relatif kecil dengan mulut terletak di sebelah bawah, pada kedua sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis pendek yang berfungsi sebagai alat peraba dan merupakan ciri khas ikan golongan catfish, serta memiliki sirip ekor berbentuk cagak, sirip punggung memiliki duri yang bergerigi, bersirip tambahan (adifose fin). Ikan patin siam memiliki garis lengkung mulai dari kepala sampai pangkal sirip ekor. Sirip ekor bercagak dengan tepian berwarna putih. Ikan patin siam merupakan ikan hewan nocturnal yang melakukan aktivitas di malam hari dan termasuk jenis ikan omnivora (Sumantadinata 1983). Salinitas dan Osmoregulasi Menurut Boyd (1990), salinitas adalah konsentrasi total semua ion yang terlarut dalam air. Salinitas merupakan gambaran padatan total terlarut dalam air setelah semua karbonat dikonversi menjadi klorida, semua bromida dan iodida telah digantikan dengan klorida dan semua bahan organik dioksidasi, yang dinyatakan dalam satuan gram/kg atau promil. Salinitas yang digunakan 3 ppt didasarkan pada hasil penelitian bahwa benih ikan patin dan jambal siam dapat hidup optimal pada salinitas 3 ppt (Mahmudi, 1991). Salinitas berhubungan dengan tekanan osmotik air dan tekanan ionik air, baik air sebagai media internal maupun eksternal. Perubahan salinitas akan menyebabkan perubahan tekanan osmotik maupun tekanan ionik air. Salinitas (tekanan osmotik) media selain menentukan keseimbangan pengaturan tekanan osmose cairan tubuh, juga mempunyai pengaruh pada metabolisme, tingkah laku, kelangsungan hidup, pertumbuhan dan kemampuan reproduksi (Bone dan Marshall dalam Darwisito 2006).

4 Ikan mempunyai tekanan osmotik yang berbeda dengan lingkungannya, oleh karena itu ikan harus mencegah kelebihan air atau kekurangan air, agar proses-proses fisiologis di dalam tubuh dapat berlangsung dengan normal. Pengaturan tekanan osmotik cairan tubuh pada ikan disebut osmoregulasi (Affandi dan Tang 2002). Menurut Fujaya (1999), osmoregulasi merupakan upaya hewan air untuk mengontrol keseimbangan air dan ion antara tubuh dan lingkungannya, atau suatu proses pengaturan tekanan osmose. Ikan air tawar bersifat hiperosmotik terhadap lingkungannya, yaitu memiliki tekanan osmotik cairan internal (dalam tubuh) lebih besar dibandingkan dengan tekanan osmotik eksternalnya (lingkungan), sehingga menyebabkan air cenderung masuk ke dalam tubuh dan ion-ion keluar ke lingkungan (media) hal sebaliknya terjadi pada ikan air laut. Oleh karena itu, untuk mengontrol keseimbangan air dan ion-ion antara tubuh dan lingkungannya perlu dilakukan pengaturan tekanan osmotik. Tingkat salinitas media menentukan tekanan osmotik cairan tubuh ikan atau organisme lainnya sehingga ikan perlu melakukan penyesuaian terhadap salinitas melalui proses osmoregulasi (Fujaya 1999). Menurut Affandi dan Tang (2002), daya tahan hidup organisme dipengaruhi oleh keseimbangan tekanan osmotik antara cairan tubuh dengan air (media) lingkungan hidupnya. Pengaturan osmotik itu dilakukan melalui mekanisme osmoregulasi. Selanjutnya dinyatakan bahwa organisme yang dipelihara pada media buatan mempunyai masalah tekanan osmotik cairan media hidupnya belum tentu seimbang dengan tekanan osmotik cairan tubuhnya. Oleh karena itu organisme dituntut untuk menjaga keseimbangan osmotiknya, dengan cara mempertahankan pengaturan tekanan osmotik cairan tubuhnya melalui mekanisme regulasi osmotik. Tiap spesies memiliki kisaran salinitas optimum, di luar kisaran ini ikan harus mengeluarkan energi lebih banyak untuk osmoregulasi dibandingkan untuk yang lain, misalnya pertumbuhan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mahmudi (1991) menunjukkan bahwa, tingkat pertumbuhan larva ikan patin terbaik pada media bersalinitas 3 ppt. Hasil penelitian Syakirin (1999), memperlihatkan bahwa ikan nila merah merespon tingkat kerja osmotik, pertumbuhan dan efesiensi pemanfaatan pakan

5 terhadap perubahan tekanan osmotik (salinitas) media optimum berkisar antara 355,88-374,66 mosm/l H 2 O atau setara dengan salinitas antara 12,31-12,95 ppt. Peran Salinitas terhadap Sintasan dan Pertumbuhan Sintasan atau tingkat kelangsungan hidup merupakan persentase organisme yang hidup pada akhir pemeliharaan dari jumlah seluruh organisme awal yang dipelihara dalam satu wadah (Effendie 1978). Lebih lanjut dinyatakan bahwa tingkat kelangsungan hidup dipengaruhi oleh faktor dalam dan faktor luar. Faktor luar meliputi kondisi abiotik, kompetisi antar spesies, tingginya kepadatan dan kurangnya persediaan makanan sedangkan faktor dalam dipengaruhi oleh umur dan daya penyesuaian diri terhadap lingkungan. Menurut Fujaya (1999), tekanan osmotik cairan tubuh ikan ditentukan oleh tingkat salinitas media sehingga ikan akan melakukan penyesuaian terhadap salinitas melalui proses osmoregulasi. Daya tahan hidup organisme dipengaruhi oleh keseimbangan osmotik antara cairan tubuh dengan cairan media (lingkungan) hidupnya. Pada salinitas rendah atau tinggi maka keseimbangan osmotik akan terganggu dan menyebabkan ikan stres yang pada akhirnya mengalami kematian. Hasil pengamatan Djokosetiyanto et al. (2008), menunjukkan bahwa benih ikan bawal air tawar ukuran 0,48 gram yang dipelihara pada salinitas 6 ppt (perlakuan, 0, 2, 4, 6, 8, 10) menghasilkan tingkat kelangsungan hidup tertinggi 100% sedangkan terendah 19,17 % pada salinitas media air tawar (0 ppt). Menurut Affandi dan Tang (2002), pertumbuhan merupakan proses perubahan ukuran yaitu berat, panjang dan volume. Laju pertumbuhan ikan sangat bervariasi serta dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Menurut Effendie (2003), faktor internal merupakan faktor yang susah dikontrol dan berhubungan dengan ikan itu sendiri seperti seks, keturunan, ketahanan terhadap parasit dan penyakit sedangkan faktor eksternal merupakan faktor yang berhubungan dengan lingkungan media hidup ikan dan mudah dikontrol yang meliputi kemampuan dalam pemanfaatan pakan serta sifat fisika kimia air yaitu suhu air, oksigen terlarut, amonia, salinitas dan fotoperiod. Salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi laju pertumbuhan yaitu salinitas. Boeuf dan Payan (2001) menyatakan bahwa salinitas dapat mengubah

6 jumlah energi yang tersedia untuk pertumbuhan dengan mengubah energi untuk tekanan osmotik dan pengaturan ion. Ikan yang dipelihara pada salinitas mendekati konsentrasi ion dalam darah (isoosmotik), menggunakan energi lebih banyak untuk pertumbuhan dan lebih sedikit untuk osmoregulasi (Stickney 1979). Hasil pengamatan Mahmudi (1991), tingkat penggunaan energi untuk proses osmotik pada salinitas 3 ppt yang cukup kecil didukung dengan laju pertumbuhan yang paling besar dan tingkat retensi protein, karbohidrat dan lemak tertinggi. Pada kondisi medium isoosmotik juga memungkinkan larva mampu memaksimalkan konsumsi pakan dan mengefisienkan pemanfaatan pakannya. Hasil penelitian Djokosetiyanto et al. (2008), menunjukkan bahwa larva ikan bawal air tawar berbobot 0,48 gram dapat tumbuh optimal pada media salinitas 6 ppt (perlakuan 0, 2, 4, 6, 8, 10) dengan pertumbuhan panjang mutlak tertinggi 3,60 cm dan laju pertumbuhan spesifik rata-rata berkisar 5,45 % - 9, 31%. Mineral Kalsium Kalsium merupakan salah satu komponen dari eksoskeleton dan kofaktor beberapa jenis enzim serta berperan dalam proses osmoregulasi dan aktifitas saraf. Setiap spesies memiliki kebutuhan mineral yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi lingkungan media hidupnya. Boyd dan Sidik (2001) menyatakan bahwa ikan memerlukan kadar mineral kalsium dan magnesium tertentu dalam air atau ikan akan cenderung melepaskan mineral-mineral ini dari dalam tubuhnya. Kalsium berbentuk kation yang bermuatan dua ion positif dan tidak terdapat dalam bentuk bebas (Pilliang dan Djojosoebagio 2005). Kalsium merupakan makronutrien penting pada ikan yang mempunyai peranan dalam pembentukan tulang atau eksoskeleton. Hal ini disebabkan 99 % kalsium dalam tubuh terdapat dalam tulang atau eksoskeleton. Hasil penelitian Fontagné et al. (2009), menunjukkan bahwa defisiensi kalsium pada ikan rainbow trout menyebabkan penundaan proses pembentukan tulang (ossification) yang berdampak terhadap morphologi kolom vertebral. Menurut Abbink et al. (2004), ikan dapat memanfaatkan sumber-sumber kalsium dari media dalam jumlah yang tak terbatas. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatannya pada ikan seabream Sparatus auratus yang dipelihara pada media

7 bersalinitas 2,5 ppt (konsentrasi kalsium 0,7 mmol/liter) dan diberikan pakan yang sufficien dan defisient kalsium menunjukkan adanya peningkatan hormon PTHrP (parathyroid hormon related protein) yang berperan sebagai hormon pertumbuhan. Ikan memanfaatkan kalsium yang ada di media dan pakan melalui insang dan usus. Kalsium di dalam usus dapat ditranspor ke dalam pembuluh darah dalam bentuk ionik. Transpor kalsium merupakan transpor yang aktif, mineral ini ditranspor dari cairan mukosa ke dalam cairan serosa (Pilliang 2005). Mineral kalsium merupakan kofaktor proses enzimatik (Davis dan Gatlin dalam Kadarini, 2009). Kelarutan kalsium yang optimal dalam media akan meningkatkan aktivitas enzim Na + /K + -ATPase. Selain itu adanya keseimbangan mineral media juga mempengaruhi keseimbangan isoosmotik antara cairan tubuh dan lingkungan. Pada saat kondisi media optimal maka kebutuhan energi (beban osmotik) untuk aktivitas enzim Na + /K + -ATPase akan berkurang sehingga tersedia banyak energi (katabolisme) yang dapat digunakan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan pertumbuhan (Affandi dan Tang 2002). Tiap jenis ikan membutuhkan jumlah kalsium yang berbeda. Mineral kalsium di lingkungan dapat berasal dari CaCO 3, (Ca(OH) 2 ) dan CaO (Kadarini, 2009). Mineral-mineral kalsium tersebut mempunyai reaksi yang berbeda dalam air. Mineral kalsium yang berbeda akan memberikan tingkat pertumbuhan yang berbeda pula. Hal ini bisa dilihat berdasarkan hasil penelitian yang sebelumnya. Hasil penelitian Nugrahaningsih (2008), tingkat pertumbuhan ikan patin terbaik didapatkan pada penambahan kalsium hidroksida (Ca(OH) 2 ) konsentrasi 20 mg/l, sedangkan hasil penelitian Handayani (2009), tingkat pertumbuhan ikan terbaik didapatkan pada penambahan kalsium karbonat (CaCO 3 ) konsentrasi 100 mg/l dan Kadarini (2009), penambahan kalsium hidroksida (Ca(OH) 2 ) konsentrasi 20 mg/l dengan kandungan Ca 64 mg/l dapat memberikan pertumbuhan yang optimal terhadap benih ikan balashark. Glukosa Darah sebagai Indikator Stres Stres pada ikan bisa disebabkan oleh perubahan lingkungan (environmental changes) antara lain disebabkan perubahan salinitas perairan. Bila ikan mengalami stres, ikan menanggapinya dengan mengembangkan suatu kondisi

8 yang homeostatis yang baru dengan mengubah metabolismenya. Stres didefinisikan sebagai sejumlah respons fisiologis yang terjadi pada saat hewan berusaha mempertahankan homeostatis. Respon terhadap stres ini dikontrol oleh sistem endokrin melalui pelepasan hormon kortisol dan katekolamin (Barton diacu dalam Taqwa 2008). Stres merupakan penyebab peningkatan sekresi kortisol (glukokortikoid). Dengan demikian, stres dapat meningkatkan glukosa darah. Beberapa mekanisme yang berperan dalam mempertahankan kestabilan glukosa darah adalah glukoneogenesis, liposis, dan glikogenesis dan lipogenesis. Homeostatis kadar glukosa dalam darah dipertahankan oleh beberapa mekanisme, yaitu mekanisme yang mengatur kecepatan konversi glukosa menjadi glikogen atau lemak yang disimpan, dan mekanisme yang mengatur pelepasan kembali dari bentuk simpanan untuk dikonversi menjadi glukosa yang masuk ke dalam darah. Oleh karena itu dengan banyaknya mekanisme yang berperan dalam mempertahankan homeostatis glukosa darah, kestabilan glukosa darah menjadi sangat penting bagi kesehatan bahkan kehidupan (Pilliang dan Djojosoebagio 2000). Fisika Kimia Air Air merupakan tempat media hidup ikan yang sangat mempengaruhi kelangsungan hidup dan pertumbuhannya. Kuantitas dan kualitas air yang digunakan sebagai media hidup ikan harus memenuhi standar kebutuhan hidup ikan. Kualitas air dapat dinyatakan dalam beberapa parameter antara lain parameter fisika seperti suhu dan parameter kimia seperti oksigen, amonia, kesadahan, ph. Suhu merupakan salah satu parameter fisika yang sangat berperan mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Perubahan suhu akan berpengaruh terhadap proses kimia, fisika, dan biologi badan air. Organisme akuatik memiliki kisaran suhu tertentu (batas atas dan bawah) yang disukai untuk pertumbuhannya. Peningkatan suhu perairan menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air, seperti gas O 2, CO 2, N 2, CH 4. Selanjutnya peningkatan suhu juga menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme, respirasi organisme air dan meningkatkan kecepatan konsumsi oksigen (Boyd 1990). Daya toleransi ikan terhadap suhu

9 sangat bervariasi bergantung pada spesies dan stadia ikan. Kisaran suhu yang optimal untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan patin adalah 28-32 o C. Nilai ph menunjukkan kadar asam atau basa dan mengekpresikan konsentrasi molar dari ion hidrogen yang berupa logaritma negatif. Nilai ph juga merupakan indikator utama yang digunakan untuk mengevaluasi kualitas air permukaan. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan nilai ph dan menyukai nilai ph berkisar 7-8,5. Nilai ph sangat mempengaruhi proses biokimia perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika nilai ph rendah (Boyd 1990). Oksigen merupakan salah satu parameter kimia yang sangat penting sebagai penunjang kehidupan organisme akuatik. Sumber oksigen terlarut dapat berasal dari difusi oksigen yang terdapat diatmosfer dan aktifitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton. Oksigen digunakan oleh organisme akuatik untuk proses respirasi. Ketersediaan oksigen sangat berpengaruh terhadap metabolisme tubuh dan untuk kelangsungan hidup suatu organisme. Konsentrasi oksigen yang dapat mendukung kehidupan organisme dalam perairan adalah mendekati atau di atas 3 ppm (Boyd 1990). Alkalinitas merupakan kemampuan perairan untuk menyangga asam atau kapasitas perairan untuk menerima proton pada perairan alami, berhubungan dengan konsentrasi karbonat (CO 2-3 ), bikarbonat (HCO - 3 ) dan hidroksida (OH - ). (Wheaton diacu dalam Budiardi 1998). Kalsium karbonat merupakan senyawa yang memberi kontribusi terhadap nilai alkalinitas, kesadahan dan ph perairan tawar. Kelarutan kalsium karbonat menurun dengan meningkatnya suhu dan karbon dioksida. Selain ph, alkalinitas juga dipengaruhi oleh komposisi mineral, suhu, dan kekuatan ion. Alkalinitas dinyatakan dengan satuan mg/l kalsium karbonat (CaCO 3 ) atau miliequivalen/l. Perairan alami memiliki nilai alkalinitas berkisar antara 5 sampai 500 ppm (Boyd 1990). Menurut Wedemeyer (1996), nilai alkalinitas untuk ikan yang dibudidaya secara intensif berkisar 100-150 ppm. Alkalinitas selain berfungsi sebagai penyangga ph, ternyata melalui kalsiumnya penting dalam mempertahankan kepekaan membran sel dalam jaringan saraf dan otot. Ikan lalawak Barbodes sp. yang dibudidaya pada media dengan alkalinitas

10 media 78 ppt memberikan pangaruh terhadap pertumbuhan, tekanan osmotik dan tingkat konsumsi oksigen (Yulfiferius et al. 2004). Kesadahan menggambarkan kandungan ion Ca 2+ dan Mg 2+ serta logam perivalen lainnnya. Kesadahan air yang paling utama yaitu ion Ca 2+, dan Mg 2+ oleh karena itu hanya diarahkan pada penetapan kadar Ca 2+ dan Mg 2+ dalam air. Kesadahan yang baik untuk budidaya ikan yaitu lebih dari 20 mg/l CaCO3 equivalen (Boyd 1990). Menurut hasil penelitian Nurhidayati (2000), larva ikan jambal dapat tumbuh dengan baik pada kesadahan 75 mg/l CaCO 3. Selanjutnya hasil pengamatan Towsend et al. (2003) menunjukkan bahwa larva ikan silver catfish dapat tumbuh dengan baik pada kesadahan 30-70 mg/l CaCO 3. Amonia merupakan produk utama hasil metabolisme yang berjumlah sekitar 1/10 dari jumlah produksi karbondioksida. Amonia dieksresikan oleh banyak organisme akuatik dan terus diproduksi sebagai hasil dari dekomposisi eksresi dari organisme mati. Persentase amonia bebas meningkat dengan meningkatnya nilai ph dan suhu. Amonia terdapat dalam bentuk gas dan berbentuk komplek dengan beberapa ion logam. Amonia juga dapat terserap dalam beberapa bahan tersuspensi dan koloid sehingga mengendap di dasar perairan. Konsentrasi amonia dipengaruhi oleh ph, suhu air, salinitas, konsentrasi oksigen dan konsentrasi natrium serta kesadahan (Wedemeyer 1996). Boyd (1990) menyatakan bahwa kadar amonia berkisar 0,5-1,0 mg/l tidak dapat ditolerir oleh ikan dan akan bersifat racun dalam waktu singkat.