BAB I PENDAHULUAN. melalui serangkaian proses ilmiah (Depdiknas, 2006). Pembelajaran IPA tidak

dokumen-dokumen yang mirip
1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja

ANALISIS KEMAMPUAN INKUIRI SISWA SMP, SMA DAN SMK DALAM PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY PADA PEMBELAJARAN FISIKA

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA SMK

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II LEVELS OF INQUIRY MODEL DAN KEMAMPUAN INKUIRI. guru dengan siswa dalam berinteraksi. Misalnya dalam model pembelajaran yang

BAB III METODE PENELITIAN. metode yang ditujukan untuk menggambarkan dan menginterpretasikan objek

BAB III METODE PENELITIAN

2015 PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS PESERTA DIDIK SMP PADA TEMA LIMBAH DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sains diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu mata pelajaran sains yang diberikan pada jenjang pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang sangat penting bagi siswa. Seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap,

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gresi Gardini, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada tingkat SMA/MA, mata pelajaran IPA khususnya Fisika dipandang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ilmu Pengetahuan Alam merupakan salah satu bidang studi yang ada

2015 PENGARUH PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA POKOK BAHASAN ENZIM

BAB I PENDAHULUAN. siswa sebagai pengalaman yang bermakna. Keterampilan ilmiah dan sikap ilmiah

PENERAPAN PENDEKATAN DEMONSTRASI INTERAKTIF UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN DASAR PROSES SAINS SISWA

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman pada kegiatan proses pembelajaran IPA. khususnya pada pelajaran Fisika di kelas VIII disalah satu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Fisika dan sains secara umum terbentuk dari proses penyelidikan secara sistematis

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman mengajar, permasalahan seperti siswa jarang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. langkah-langkah observasi, perumusan masalah, pengujian hipotesis melalui

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan pikiran dalam mempelajari rahasia gejala alam (Holil, 2009).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stevida Sendi, 2013

I. PENDAHULUAN. salah satu tujuan pembangunan di bidang pendidikan. antara lain: guru, siswa, sarana prasarana, strategi pembelajaran dan

BAB I PENDAHULUAN. tentang gejala-gejala alam yang didasarkan pada hasil percobaan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rahmat Rizal, 2013

2015 PEMBELAJARAN LEVELS OF INQUIRY (LOI)

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... ii. UCAPAN TERIMA KASIH... iii. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... vii. DAFTAR GAMBAR...

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nokadela Basyari, 2015

BAB I PENDAHULUAN. bahasan fisika kelas VII B semester ganjil di salah satu SMPN di Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman peneliti mengajar mata pelajaran fisika di. kelas VIII salah satu SMP negeri di Bandung Utara pada semester

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sains pada hakekatnya dapat dipandang sebagai produk dan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tests of Normality

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menurut UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 merupakan

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran sains di sekolah dimaksudkan untuk menanamkan. keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa, mengembangkan keterampilan sikap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. IPA itu suatu cara atau metode mengamati Alam (Nash, 1963) maksudnya, membentuk suatu perspektif baru tentang objek yang diamati.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (IPA) yang terdiri

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian mengenai penerapan model pembelajaran Discovery-

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dirancang dan dilaksanakan menggunakan metode penelitian. berbagai aspek (Wardhani dan Wihardit 2008:4).

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Suryosubroto, 2009:2).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Biologi merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (natural science) yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pelajaran yang sulit dan tidak disukai, diketahui dari rata-rata nilai

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Metode Penelitian dan Desain Penelitian. mengumpulkan data penelitiannnya (Arikunto, 2006: 160).

I. PENDAHULUAN. yang telah di persiapkan sebelumnya untuk mencapai tujuan. Dalam

Jurnal Titian Ilmu Vol. IX, No. 1, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Banyak ahli mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan implementasi

PENINGKATAN KECAKAPAN AKADEMIK SISWA SMA DALAM PEMBELAJARAN FISIKA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB I PENDAHULUAN. Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk

BAB I PENDAHULUAN. siswa, oleh karena itu pembelajaran fisika harus dibuat lebih menarik dan mudah

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari IPA yang mempelajari struktur, susunan,

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

BAB V ANALISA. Pembelajaran yang diterapkan pada kelompok sampel (kelas X IA-4)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan IPA diharapkan menjadi wahana bagi peserta didik untuk

PERBEDAAN HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN LATIHAN INKUIRI DENGAN PEMBELAJARAN KONVENSIONAL PADA MATA PELAJARAN FISIKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode Penelitian Tindakan

BAB I PENDAHULUAN. Pusat kajian statistik pendidikan Amerika (National Center for Educational

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada kegiatan pelaksanaan penelitian, sampel diberi perlakuan (treatment)

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan ilmu yang diperoleh dan dikembangkan berdasarkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Metode penelitian terdiri dari dua kata,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PENGARUH MODEL DISCOVERY LEARNING TERHADAP PRESTASI BELAJAR FISIKA SISWA KELAS X SMAN 02 BATU

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan sumber daya manusia. Manusia yang berkualitas memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. saling berkaitan. Dalam kegiatan pembelajaran terjadi proses interaksi (hubungan timbal

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Sidosari Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan pada semester genap Tahun Pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam upaya mengembangkan

BAB II PEMBELAJARAN INQUIRY DAN SCIENTIFIC INQUIRY LITERACY. atau pengetahuan. Secara alami, sebenarnya manusia telah sering melakukan

BAB I PENDAHULUA N A.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adelia Alfama Zamista, 2015

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran IPA harus menekankan pada penguasaan kompetensi melalui serangkaian proses ilmiah (Depdiknas, 2006). Pembelajaran IPA tidak hanya penguasaan kumpulan pengetahuan (science as products) yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (science as process) yang mempelajari bagaimana suatu pengetahuan itu diperoleh dengan meliputi beberapa tahap yaitu mengajukan pertanyaan, merumuskan hipotesis, merancang percobaan, mengumpulkan data, interpretasi data, dan menyimpulkan. Oleh karena itu, pembelajaran IPA secara keseluruhan mempelajari prinsip-prinsip ilmiah baik proses, produk, maupun sikap ilmiah. Salah satu upaya untuk menyajikan IPA khususunya pada pembelajaran fisika sebagai produk dan proses penemuan adalah dengan dilaksanakannya inkuiri ilmiah (BSNP, 2006). Gulo (di dalam Trianto, 2010) menyatakan bahwa pembelajaran inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar dengan melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan percaya diri. Melalui proses pembelajaran inkuiri tersebut diharapkan dapat melatihkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa agar dapat

2 membangkitkan pertanyaan-pertanyaan yang muncul dan rasa keingintahuannya, sehingga berupaya untuk mencari jawabannya. Walaupun demikian, temuan peneliti dilapangan selama melakukan observasi langsung terhadap proses pembelajaran yang dilakukan guru fisika di salah satu SMP Negeri Kota Bandung, menunjukan bahwa proses pembelajaran fisika masih didominasi oleh guru dan lebih menekankan proses transfer pengetahuan dari guru ke siswa sehingga tidak menempatkan siswa sebagai pengkontruksi pengetahuan. Peranan siswa lebih banyak sebagai penerima informasi apa yang disampaikan, kegiatan siswa dalam pembelajaran ini adalah mendengarkan informasi, mencatat penjelasan guru, membaca buku dan latihan soal. Dengan sistem pembelajaran seperti ini, guru tidak melatihkan kemampuan berinkuiri siswa. Sehubungan dengan permasalahan tersebut, maka perlu adanya upaya perbaikan proses pembelajaran yang dapat mengubah suasana belajar agar siswa lebih banyak terlibat dalam proses pembelajaran sehingga dapat melatihkan kemampuan berinkuiri. Dengan adanya keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran akan memudahkan mereka menemukan dan memahami konsepkonsep yang dipelajari. Pada jurnal Levels of Inquiry: Using inquiry spectrum learning sequences to teach science yang dikembangkan Wenning (2005) memperkenalkan sebuah model pembelajaran berbasis inkuiri yang dikenal dengan model pembelajaran level of inquiry. Pada jurnal tersebut Wenning mengelompokan ke dalam lima tingkat kesulitan menerapkan inkuiri berdasarkan kecerdasan intelektual siswa. Kelima level inkuiri tersebut adalah discovery

3 learning, interactive demonstration, inquiry lesson, inquiry lab dan hypothetical inquiry. Kegiatan siswa dengan menggunakan model pembelajaran level of inquiry menuntut siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran, siswa melakukan pengamatan langsung terhadap fenomena yang diberikan guru sehingga menemukan permasalahnnya sendiri, menemukan variabel penelitian melalui diskusi kelompok, merumuskan hipotesis, merancang kegiatan penyelidikan, melakukan penyelidikan, mendapatkan data, menganalisis data, sehingga siswa dapat menyelesaikan permasahannya sendiri. Melalui tahapan-tahapan tersebut diharapkan siswa dapat bersifat aktif pada proses pembelajaran sehingga dapat melatihkan kemampuan berinkuiri siswa. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan selama Program Pengalaman Lapangan (PPL) di salah satu SMPN kota Bandung dengan menerapkan model pembelajaran level of inquiry didapatkan informasi sebagai berikut : 1) Pada level discovery learning, aktivitas siswa bersifat pasif dalam kegiatan pembelajaran sehingga guru harus memberikan pertanyaan pembimbing agar siswa dapat membentuk pengetahuannya. 2) Pada level interactive demonstration, aktifitas siswa mulai aktif, siswa mulai berani untuk mengajukan pertanyaan, melakukan diskusi sesama anggota kelompok untuk menyimpulkan hasil demonstrasi yang ditampilkan oleh guru dan menyelesaikan permasalahan yang diberikan oleh guru. 3) Pada level inquiry lesson, siswa aktif mengajukan pertanyaan untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan guru.

4 4) Pada level inquiry lab, siswa bersifat aktif dalam kegiatan pembelajaran, siswa mampu merancang penyelidikan dan mengumpulkan data, tetapi siswa masih belum bisa menyimpulkan hasil penyelidikan sehingga peran guru pada level ini menuntun siswa dengan pertanyaan pembimbing dalam menyimpulkan hasil penyelidikan. 5) Pada level hypothetical inquiry, siswa cenderung diam dan kesulitan dalam melanjutkan kegiatan belajar sehingga guru harus kembali memberikan pertanyaan pembimbing agar siswa dapat menyelesaikan permasalahan yang diberikan oleh guru. Siswa masih belum bisa menerapkan pengetahuan yang didapat dari level sebelumnya untuk menyelesaikan permasalahan baru yang diberikan guru. Berdasarkah hasil observasi di atas dapat diidentifikasi adanya pergeseran aktifitas guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran menggunakan model pembelajaran level of inquiry. Pada level discovery learning siswa bersifat pasif dan guru banyak memberi pertanyaan membimbing, ketika melanjutkan ke tahap yang lebih tinggi yaitu level interactive demonstration, inquiry lesson dan inquiry lab terjadi pergeseran aktivitas dengan berkurangnya kegiatan guru dalam memberikan pertanyaan membimbing dan siswa mulai berperan aktif selama proses pembelajaran. Setelah memasuki level hypothetical inquiry, siswa cenderung diam dan kesulitan untuk melanjutkan kegiatan pembelajaran tanpa pertanyaan pembimbing yang diberikan guru. Hal tersebut menunjukan kemampuan siswa SMP hanya sampai level ke empat yaitu level inquiry lab. Selama proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran level of

5 inquiry berlangsung diidentifikasi juga adanya kemampuan siswa yang muncul seperti kemampuan mengajukan pertanyaan, kemampuan menyimpulkan, kemampuan merancang penyelidikan, kemampuan mengumpulkan data, dan kemampuan menyimpulkan hasil penyelidikan. Selain melatihkan kemampuan berinkuiri, hasil belajar siswa pada ranah kognitif siswa meningkat, hal ini ditandai dengan meningkatnya hasil ulangan harian siswa setelah menggunakan model pembelajaran level of inquiry, hasil belajar siswa pada ranah kognitif ini ditunjang oleh hasil belajar siswa pada ranah afektif dan psikomotor karena siswa terlibat aktif dalam serangkaian proses penyelidikan selama menggunakan model level of inquiry. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan selain dapat melatihkan kemampuan berinkuiri siswa, dengan menggunakan model pembelajaran level of inquiry juga dapat melatihkan hasil belajar siswa pada ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Oleh karena itu perlu ada penelitian yang berusaha untuk memetakan kemampuan berinkuiri siswa SMP dalam mata pelajaran fisika. Informasi yang diperoleh tentang kemampuan berinkuiri siswa SMP tersebut dinilai sangat penting sebagai bahan masukan dan evaluasi terhadap pembelajaran yang dilakukan guru fisika di kelas. Dari permasalahan yang telah dijabarkan di atas, penulis ingin mengadakan penelitian berjudul Profil Kemampuan Berinkuiri Siswa SMP dan Profil Hasil Belajar Siswa setelah diterapkan Model Pembelajaran Level of Inquiry.

6 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah yang akan diteliti adalah: Bagaimana kemampuan berinkuiri siswa dan hasil belajar siswa setelah diterapkan model pembelajaran Level of Inquiry?. Untuk lebih terarahnya penelitian ini, maka rumusan masalah di atas dijabarkan menjadi beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana profil kemampuan berinkuiri siswa SMP pada level discovery learning? 2. Bagaimana profil kemampuan berinkuiri siswa SMP pada level interactive demonstration? 3. Bagaimana profil kemampuan berinkuiri siswa SMP pada level inquiry lesson? 4. Bagaimana profil kemampuan berinkuiri siswa SMP pada level inquiry lab? 5. Bagaimana profil hasil belajar siswa SMP pada ranah kognitif setelah diterapkan dengan model pembelajaran level of Inquiry? 6. Bagaimana profil hasil belajar siswa SMP pada ranah afektif setelah diterapkan dengan model pembelajaran level of Inquiry? 7. Bagaimana profil hasil belajar siswa SMP pada ranah psikomotor setelah diterapkan dengan model pembelajaran level of Inquiry?

7 C. Batasan Masalah Penggunaan model pembelajaran level of inquiry dibatasi dari level discovery learning, interactive demonstration, inquiry lesson sampai inquiry lab dan dikemas dalam tiga kali pertemuan. Pada pertemuan pertama peneliti memfokuskan proses pembelajaran menggunakan level discovery learning dan level interactive demonstration, pada pertemuan ke dua peneliti memfokuskan proses pembelajaran menggunakan level inquiry lesson, sedangkan pada pertemuan ke tiga peneliti memfokuskan proses pembelajaran menggunakan level inquiry lab. Hasil belajar siswa pada ranah kognitif dilihat dari rata-rata skor gain ternormalisasi berdasarkan hasil pretest dan posttest. Hasil belajar siswa pada ranah kognitif hanya dilihat dari aspek C 1 sampai aspek C 4, Dalam penelitian ini hasil belajar pada ranah afektif yang diamati meliputi: A 1 (receiving), A 2 (responding), A 3 (Valuing), A 4 (Organitation), A 5 (Characterization). Sedangkan hasil belajar pada ranah psikomotor yang dilihat dalam penelitian meliputi: P 2 (Manipulation), P 3 (Precission), P 4 (Articulation), dan P 5 (Naturalization). D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memetakan kemampuan berinkuiri siswa SMP dan hasil belajar setelah diterapkan model pembelajaran level of inquiry. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis profil kemampuan berinkuiri yang terlihat selama diterapkan model pembelajaran level of inquiry.

8 2. Menganalisis profil hasil belajar siswa pada ranah kognitif setelah diterapkan dengan model pembelajaran level of inquiry. 3. Menganalisis profil hasil belajar siswa pada ranah afektif setelah diterapkan dengan model pembelajaran level of inquiry. 4. Menganalisis profil hasil belajar siswa pada ranah psikomotor setelah diterapkan dengan model pembelajaran level of inquiry. E. Manfaat Penelitian untuk: Hasil-hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat terutama 1. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang pembelajaran fisika dengan menerapkan model pembelajaran level of inquiry sebagai salah satu model yang dapat melatihkan kemampuan berinkuiri siswa. 2. Bagi guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai model pembelajaran yang dijadikan alternatif dalam upaya mengidentifikasi kesulitan siswa dalam belajar berinkuiri. 3. Bagi sekolah, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang baik dalam rangka perbaikan proses pembelajaran fisika.

9 F. Variabel Penelitian Variabel yang digunakan dalam penelitian, yaitu: 1. Variabel bebas : model pembelajaran level of inquiry. 2. Variabel terikat : kemampuan berinkuiri siswa dan hasil belajar siswa. G. Definisi Operasional 1. Level of inquiry merupakan pendekatan hierarkis untuk mengajar ilmu dengan cara yang mungkin untuk meningkatkan pemahaman konseptual siswa serta mengembangkan pemahaman mereka tentang penyelidikan ilmiah dan sifat ilmu pengetahuan (Wenning, 2005). Wenning mengelompokkan kedalam lima level kesulitan menerapkan inkuiri. Kelima level inkuiri tersebut adalah discovery learning, interactive demonstration, inquiry lesson, inquiry lab dan hypothetical inquiry. Pada pertemuan pertama guru menggunakan level discovery learning, guru memberikan sebuah fenomena kelistrikan dalam kehidupan sehari-hari untuk memunculkan permasalahan yang akan dipelajari. Selanjutnya guru menggunakan level interactive demonstration dalam menampilkan percobaan listrik sederhana, guru membimbing siswa dalam menemukan variabel-variabel penelitian, setelah ditemukan variabel penelitian siswa melakukan percobaan untuk mengetahui hubungan antara beberapa variabel. Pada pertemuan ke dua guru menggunakan level inquiry lesson untuk menjelaskan perumusan kembali hukum Ohm. Pada pertemuan ke tiga guru menggunakan level inquiry lesson,

10 guru merancang pembelajaran ini dengan kegiatan eksperimen rangkaian seri dan pararel. Keterlaksanaan model pembelajaran level of inquiry dapat diukur dengan lembar observasi selama proses pembelajaran berlangsung. 2. Kemampuan berinkuiri merupakan kemampuan-kemampuan yang dilatihkan kepada siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model berbasis inkuiri. Proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran level of inquiry pada level discovery learning dapat melatihkan kemampuan mengamati, merumuskan konsep, memprediksi, menarik kesimpulan, mengkomunikasikan hasil, dan mengelompokkan hasil. Pada level interactive demonstration dapat melatihkan kemampuan memprediksi, menjelaskan, memperoleh dan mengolah data, merumuskan dan merevisi penjelasan ilmiah menggunakan logika dan bukti, mengenali dan menganalisis penjelasan pergantian dan model. Pada level inquiry lesson dapat melatihkan kemampuan mengukur, mengumpulkan dan mencatat data, membangun sebuah tabel data, merancang dan melakukan penyelidikan ilmiah, menggunakan teknologi dan matematika selama investigasi, dan mendeskripsikan hubungan. Sedangkan pada level inquiry lab dapat melatihkan kemampuan mengukur besaran, menetapkan hukum empiris berdasarkan bukti dan logika, merancang dan melakukan penyelidikan ilmiah, dan menggunakan teknologi dan matematika selama penyelidikan. Untuk mengukur kemampuan berinkuiri siswa digunakan lembar observasi kemampuan berinkuiri. Untuk melihat seberapa besar kemampuan berinkuiri

11 siswa yang terlihat selama proses pembelajaran berlangsung dapat dilihat dari nilai Indeks Prestasi Kelompok (Panggabean, 1996) 3. Hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. Blom mengklasifikasikan hasil belajar dalam tiga ranah/domain yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor. Hasil belajar pada ranah kognitif meliputi C 1 (hafalan), C 2 (pemahaman), C 3 (penerapan), C 4 (analisis), C 5 (sintesis), dan C 6 (evaluasi). Pencapaian hasil belajar pada ranah kognitif dapat dilihat dari soal pilihan ganda (objektif). Meningkatnya hasil belajar siswa pada ranah kognitif dapat diketahui dari rata-rata gain yang dinormalisasi yaitu selisih antara hasil skor pretest dan posttest siswa (Hake, 1998). Hasil belajar siswa ranah afektif yang akan diukur meliputi: merapihkan dan membersihkan kembali alat-alat percobaan (receiving), ikut serta dalam kelompok diskusi (responding), mengkomunikasikan hasil penyelidikan (Valuing), bertanggung jawab terhadap tugas (Organitation), kerjasama dalam melakukan percobaan (Characterization). Sedangkan hasil belajar siswa ranah psikomotor yang akan diukur meliputi: mempersiapkan alat-alat percobaan (Manipulation), melakukan pengukuran dengan teliti (Precission), merangkai beberapa alat untuk suatu percobaan (Articulation), dan terampil dalam melakukan percobaan (Naturalization). Pengukuran hasil belajar ranah afektif dan psikomotor diukur dengan menggunakan lembar observasi yang dilaporkan oleh observer. Skor yang diperoleh siswa pada ranah afektif dan ranah psikomotor kemudian dihitung Nilai IPK (Panggabean, 1996)