BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. praktek sehari-hari. Diperkirakan bahwa hampir 30% kasus pada praktek umum

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. keadaan klinik yang sering dijumpai dalam praktek praktis sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. sendawa, rasa panas di dada (heartburn), kadang disertai gejala regurgitasi

BAB I PENDAHULUAN. mengalami dispepsia (Djojoningrat, 2009). 21% penderita terkena dispepsia dimana hanya 2% dari penderita yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pada setiap individu (Schmidt-Martin dan Quigley, 2011; Mahadeva et al., 2012).

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi analitik dengan desain studi cross-sectional.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. gangguan mual-mual, perut keras bahkan sampai muntah (Simadibrata dkk,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluhan dispepsia merupakan keadaan klinik yang sering dijumpai dalam

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan setiap manusia sejak mulai meninggalkan masa kanak-kanak

BAB I. Pendahuluan UKDW. dys- (buruk) dan peptin (pencernaan) (Abdullah,2012). Dispepsia merupakan istilah

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya gangguan pencernaan. Salah satunya dispepsia. Dispepsia adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pekerjaan serta problem keuangan dapat mengakibatkan kecemasan pada diri

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut

BAB I PENDAHULUAN. perilaku hidup sehatnya, khususnya pada pola makannya sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dispepsia merupakan kumpulan gejala berupa rasa nyeri atau

BAB I PENDAHULUAN. pengertian (Newman, 2006). Pengertian pensiun tidak hanya terbatas pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dispepsia kronis merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang berpusat

SISTEM PAKAR DIAGNOSA DYSPEPSIA DENGAN CERTAINTY FACTOR

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis adalah salah satu penyebab akut abdomen paling banyak pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. angka kejadiannya (Depkes, 2006). Perkembangan teknologi dan industri serta. penyakit tidak menular (Depkes, 2006).

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. kumpulan gejala yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah,

BAB I PENDAHULUAN. Dispepsia merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua

ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN GASTRITIS TERHADAP PENGGUNAAN TERAPI KOMBINASI RANITIDIN DAN ANTASIDA DI PUSKESMAS S. PARMAN BANJARMASIN

ANALYZE RELATIONSHIP THE DIETERY HABIT AND DYSPEPSIA SYNDROME IN ADOLESCENT

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat dari hasil gangguan jantung fungsional atau struktural yang

Artikel Penelitian. Abstrak. Abstract PENDAHULUAN. Yui Muya 1, Arina Widya Murni 2, Rahmatina B.

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Selatan dan 900/ /tahun di Asia (Soedarmo, et al., 2008).

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

Hubungan Ansietas dan Depresi dengan Derajat Dispepsia Fungsional di RSUP Dr M Djamil Padang Periode Agustus 2013 hingga Januari 2014

JOURNAL READING GANGGUAN GEJALA SOMATIK. Diajukan Kepada : dr. Rihadini, Sp.KJ. Disusun oleh : Shinta Dewi Wulandari H2A012001

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

Hubungan Depresi terhadap Tingkat Kepatuhan dan Kualitas Hidup Pasien Sindrom Dispepsia di RSUP Dr. M. Djamil Padang

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kasus-kasus penyakit tidak menular yang banyak disebabkan oleh gaya

HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN SINDROMA DISPEPSIA REMAJA PUTRI DI SMP NEGERI I KARYA PENGGAWA KABUPATEN PESISIR BARAT TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Asma masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di. dunia dan merupakan penyakit kronis pada sistem

Hubungan Derajat Keasaman Cairan Lambung dengan Derajat Dispepsia pada Pasien Dispepsia Fungsional

BAB I PENDAHULUAN. suksesnya sistem kesehatan adalah pelaksanaan pelayanan kefarmasian (Hermawati, kepada pasien yang membutuhkan (Menkes RI, 2014).

BAB 1 PENDAHULUAN. 5 15% wanita usia reproduktif pada populasi umum. rumah sakit pemerintah adalah sebagai berikut : di RSUD dr.

HUBUNGAN ANTARA DISPEPSIA FUNGSIONAL DENGAN ANSIETAS DAN DEPRESI PADA REMAJA AWAL DI SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA STRES DENGAN KEJADIAN DISPEPSIA DI PUSKESMAS PURWODININGRATAN JEBRES SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dengan kerusakan jaringan ( Davis dan Walsh, 2004). Nyeri merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. bentuk nodul-nodul yang abnormal. (Sulaiman, 2007) Penyakit hati kronik dan sirosis menyebabkan kematian 4% sampai 5% dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

: FELICIA GAYLE ASIDAZ

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya prevalensi diabetes melitus (DM) akibat peningkatan

Upaya Pengelolaan Dispepsia dengan Pendekatan Pelayanan Dokter Keluarga. Dyspepsia Treatment By Using Family Physician Practice Approach

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Prestasi merupakan pencapaian akan usaha seseorang yang diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. sebelum dan selama menstruasi bahkan disertai sensasi mual. 1 Dalam istilah

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

Acupuncture in the Management of Functional Dyspepsia

BAB 1 PENDAHULUAN. Influenza adalah suatu penyakit infeksi saluran pernafasan. akut yang disebabkan oleh virus influenza. Penyakit ini dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan parasit Plasmodium yang

BAB 1 PENDAHULUAN. perubahan beberapa faktor atau pun kondisi setempat antara lain faktor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit tromboemboli vena (TEV) termasuk didalamnya trombosis vena dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Inflammatory Bowel Disease (IBD) merupakan suatu. penyakit peradangan idiopatik pada traktus

BAB 1 : PENDAHULUAN. disatu pihak masih banyaknya penyakit menular yang harus ditangani, dilain pihak

BAB I PENDAHULUAN. darah dalam tubuh dengan mengekskresikan solute dan air secara. saja tetapi juga di negara berkembang. Di Amerika Serikat,

BAB 1 PENDAHULUAN. apendisitis akut (Lee et al., 2010; Shrestha et al., 2012). Data dari WHO (World Health Organization) menyebutkan bahwa insiden

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X

BAB 1 PENDAHULUAN. Gagal jantung (heart failure) adalah sindrom klinis yang ditandai oleh sesak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kurangnya aktivitas fisik (Wild et al., 2004).Di negara berkembang, diabetes

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Almatsier tahun 2004, dispepsia merupakan istilah yang

BAB 1 PENDAHULUAN. sering terjadi akibat ketidakteraturan makan, misalnya makan terlalu banyak,

BAB I PENDAHULUAN. Tumor kolorektal merupakan neoplasma pada usus besar yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. untuk membantu seorang pakar/ahli dalam mendiagnosa berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Xpidemiologi Klinik adalah Penerapan prinsip prinsip dan metode

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Jumlah penderita diabetes mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

I. PENDAHULUAN. otak (Dipiro et.al, 2005). Epilepsi dapat dialami oleh setiap orang baik laki-laki

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pada tahun 2002 dan peringkat ke 5 di seluruh dunia (Fauci et al., 2008).

HUBUNGAN STRES DENGAN KEJADIAN DISPEPSIA PADA KARYAWAN PERUM PERURI DI KARAWANG BARAT *Armi

PENGANTAR EPIDEMIOLOGI KLINIK

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang adalah serangan sakit perut yang timbul sekurang-kurangnya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. yang mengerikan, hal ini dikarenakan kanker merupakan penyakit yang

LEMBAR KUESIONER HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN SINDROM DISPEPSIA PADA MAHASISWA FKM USU TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran reproduksi, termasuk infeksi menular seksual masih

hiperacidity. Adapun jenis-jenis dispepsia organik yaitu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar. manusia yang termasuk kedalam kebutuhan dasar dan juga

EATING DISORDERS. Silvia Erfan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengalami peningkatan, terutama di negara-negara yang sedang berkembang. Di

KEJADIAN DISPEPSIA PADA IBU RUMAH TANGGA SEBAGAI PEROKOK PASIF DI DUSUN MODINAN

BAB I PENDAHULUAN. mengenai kematian akibat asma mengalami peningkatan dalam beberapa dekade

BAB I PENDAHULUAN. menjalani aktivitas sehari-hari. Contoh yang sering dikeluhkan dimasyarakat

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Perumusan Masalah Keluhan dispepsia merupakan keadaan klinik yang sering dijumpai dalam praktek sehari-hari. Diperkirakan bahwa hampir 30% kasus pada praktek umum dan 60% pada praktek gastroenterologist merupakan kasus dispepsia (Djojoningrat, 2009). Dispepsia merupakan suatu kelompok gejala gastrointestinal bagian atas yang sering terjadi pada orang dewasa. Dispepsia, terutama dispepsia fungsional merupakan suatu kondisi yang terjadi secara global, mempengaruhi sebagian besar populasi, tanpa memandang lokasi (Mahadeva, 2006). Istilah dispepsia mulai gencar dikemukakan sejak akhir tahun 80-an, yang menggambarkan sekumpulan gejala (sindrom) yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa perut penuh, sendawa, regurgitasi, dan rasa panas yang menjalar di dada (Djojoningrat, 2009). Dispepsia dapat disebabkan oleh kelainan organik, namun sebagian besar pasien menderita dispepsia yang disebabkan oleh non ulkus atau dispepsia fungsional (Mahadeva, 2006). Beberapa data penelitian epidemiologis yang berbasis populasi mengenai dispepsia fungsional menunjukkan keterbatasan logistik untuk menyingkirkan adanya penyakit struktural pada orang dengan jumlah yang besar. Prevalensi uninvestigated dispepsia (UD) secara global bervariasi antara 7% - 45%,

2 tergantung dari definisi yang digunakan dan lokasi geografik, sedangkan prevalensi dispepsia fungsional bervariasi antara 11% - 29,2% (Mahadeva, 2006). Dispepsia bukan merupakan kasus yang mengancam jiwa, namun gejalagejala tersebut terjadi dalam waktu lama (Heikkinen, 2003). Dispepsia fungsional tidak meningkatkan mortalitas, namun mempunyai dampak terhadap kualitas hidup pasien dan pelayanan kesehatan (Ghoshal, 2011). Dispepsia merupakan suatu masalah penting apabila dispepsia tersebut mengakibatkan penurunan kualitas hidup individu tersebut. Meskipun demikian, sebagian besar kasus merupakan dispepsia fungsional, dan dispepsia tersebut jarang berakibat fatal. Dispepsia memberikan dampak yang kuat terhadap health-related quality of life karena perjalanan alamiah penyakit dispepsia berjalan secara kronis dan sering kambuh, dan pemberian terapi kurang efektif untuk mengontrol gejala (Mahadeva, 2012). Gejala-gejala dispepsia dapat mengganggu aktivitas sehari-hari dan mengakibatkan suatu dampak yang bermakna terhadap kualitas hidup dan peningkatan biaya pengobatan (Khaldemolhosseini, 2010). Sebagian besar pasien masih merasakan nyeri abdomen dengan tingkat yang bermakna sehingga menghentikan aktivitas sehari-hari dan pemberian terapi masih dirasakan tidak memuaskan untuk kondisi kronis tersebut (Kumar, 2012). Dispepsia fungsional merupakan bagian dari gangguan fungsional gastrointestinal. Gangguan fungsional gastrointestinal (Functional Gastrointestinal Disorders / FGIDs) telah diterima secara luas sebagai kondisi klinis yang menarik perhatian dan meresahkan para klinisi dan peneliti. Kondisi

3 tersebut sangat sering terjadi di seluruh dunia dan masih menjadi tantangan bagi dokter dan ilmuwan. Rome Foundation mempunyai tantangan untuk menegakkan kriteria diagnostik berdasarkan gejala (symptom-based diagnostic criteria) untuk gangguan fungsional gastrointestinal tersebut karena tidak terdapat marker-marker biologis untuk mendiagnosis (diagnostic biologic markers) kelainan/ gangguan tersebut. Modifikasi kriteria yang terbaru adalah Kriteria Roma III (Rome III criteria) yang telah dilengkapi dan dipresentasikan pada simposium Digestive Disease Week (DDW) tahun 2006. Roma III juga mengembangkan kuesioner dan proses validasinya dengan tujuan untuk : (1) membuat suatu kuesioner yang sesuai dengan kriteria Roma III sebagai suatu alat untuk membantu penegakan diagnosis; (2) memastikan bahwa kuesioner tersebut dapat dipahami; (3) validasi kuesioner dan kriteria dibandingkan dengan diagnosis yang dibuat oleh dokter (Chang, 2006). Belum terdapat penelitian mengenai penerapan Kuesioner Dispepsia Fungsional Roma III di Yogyakarta. 2. Pertanyaan Penelitian Apakah Kuesioner Dispepsia Fungsional Roma III dapat diterapkan pada pasien uninvestigated dyspepsia untuk membantu mendiagnosis dispepsia fungsional?. Berapakah sensitivitas dan spesifitas Kuesioner Dispepsia Fungsional Roma III untuk mendiagnosis dispepsia fungsional berdasarkan gejala klinis?

4 B. Tujuan Penelitian 1. Mengkaji penerapan Kuesioner Dispepsia Fungsional Roma III pada pasien uninvestigated dyspepsia untuk membantu mendiagnosis dispepsia fungsional. 2. Mengetahui sensitivitas dan spesifitas Kuesioner Dispepsia Fungsional Roma III untuk mendiagnosis dispepsia fungsional berdasarkan gejala klinis. C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat bagi peneliti Dapat menerapkan Kuesioner Dispepsia Fungsional Roma III untuk membantu mendiagnosis dispepsia fungsional sebelum dilakukan endoskopi. 2. Manfaat bagi pasien Pasien uninvestigated dyspepsia yang memenuhi kriteria dispepsia fungsional berdasarkan Kuesioner Dispepsia Fungsional Roma III dapat dikelola secara holistik sebelum dilakukan endoskopi. 3. Manfaat bagi institusi / ilmu pengetahuan Kuesioner Dispepsia Fungsional Roma III dapat digunakan untuk membantu mendiagnosis dispepsia fungsional di pusat pelayanan kesehatan yang tidak memiliki fasilitas endoskopi, sehingga tidak harus segera merujuk pasien uninvestigated dyspepsia ke pusat pelayanan kesehatan yang lebih lengkap untuk dilakukan endoskopi.

5 D. Keaslian Penelitian Tabel 1. Daftar Penelitian Dengan Menggunakan Kuesioner Diagnostik Dispepsia Fungsional Roma III No. Peneliti Judul Penelitian Metode Hasil Penelitian Penelitian 1. Abid, et al., 2012 2. Park et al. (2011) 3. Kim et al. (2008) 4. Noriza (2011) Discriminant Value of Rome III Questionnaire in Dyspeptic Patients Functional Gastrointestinal Disorders Diagnosed by Rome III Qustionnaire in Korea Validation of Rome III Questinnaire in the Diagnosis of Functional Gastrointestinal Disorders in Korean Patients The Prevalence of Functional Dyspepsia Using Rome III Questionnaire Among Adult Patients Attending Klinik Rawatan Keluarga, Hospital University Sains Malaysia Pasien yang memenuhi kriteria Roma III untuk dispepsia fungsional, 30% mempunyai kelainan organik, dan 70% tidak ditemukan kelainan organik FGID ditemukan pada 49,7% partisipan, terbanyak adalah dispepsia fungsional 46%, IBS 40,2%. Persentase dispepsia organik12%, dan dispepsia fungsional 88%. Sensitifitas dan spesifitas kriteria Roma III dalam membedakan penyakit gastrointestinal fungsional dari penyakit organik untuk traktus gastrointestinal bagian atas adalah 60% dan 53%, sedangkan untuk traktus gastrointestinal bagian bawah adalah 80% dan 50%. Prevalensi dispepsia fungsional 10%, 68% dengan EPS, dan 32% dengan PDS. Faktor-faktor yang berhubungan dengan dispepsia fungsional adalah berat badan berlebih, menikah, dan gejala psikososial