1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Perumusan Masalah Keluhan dispepsia merupakan keadaan klinik yang sering dijumpai dalam praktek sehari-hari. Diperkirakan bahwa hampir 30% kasus pada praktek umum dan 60% pada praktek gastroenterologist merupakan kasus dispepsia (Djojoningrat, 2009). Dispepsia merupakan suatu kelompok gejala gastrointestinal bagian atas yang sering terjadi pada orang dewasa. Dispepsia, terutama dispepsia fungsional merupakan suatu kondisi yang terjadi secara global, mempengaruhi sebagian besar populasi, tanpa memandang lokasi (Mahadeva, 2006). Istilah dispepsia mulai gencar dikemukakan sejak akhir tahun 80-an, yang menggambarkan sekumpulan gejala (sindrom) yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa perut penuh, sendawa, regurgitasi, dan rasa panas yang menjalar di dada (Djojoningrat, 2009). Dispepsia dapat disebabkan oleh kelainan organik, namun sebagian besar pasien menderita dispepsia yang disebabkan oleh non ulkus atau dispepsia fungsional (Mahadeva, 2006). Beberapa data penelitian epidemiologis yang berbasis populasi mengenai dispepsia fungsional menunjukkan keterbatasan logistik untuk menyingkirkan adanya penyakit struktural pada orang dengan jumlah yang besar. Prevalensi uninvestigated dispepsia (UD) secara global bervariasi antara 7% - 45%,
2 tergantung dari definisi yang digunakan dan lokasi geografik, sedangkan prevalensi dispepsia fungsional bervariasi antara 11% - 29,2% (Mahadeva, 2006). Dispepsia bukan merupakan kasus yang mengancam jiwa, namun gejalagejala tersebut terjadi dalam waktu lama (Heikkinen, 2003). Dispepsia fungsional tidak meningkatkan mortalitas, namun mempunyai dampak terhadap kualitas hidup pasien dan pelayanan kesehatan (Ghoshal, 2011). Dispepsia merupakan suatu masalah penting apabila dispepsia tersebut mengakibatkan penurunan kualitas hidup individu tersebut. Meskipun demikian, sebagian besar kasus merupakan dispepsia fungsional, dan dispepsia tersebut jarang berakibat fatal. Dispepsia memberikan dampak yang kuat terhadap health-related quality of life karena perjalanan alamiah penyakit dispepsia berjalan secara kronis dan sering kambuh, dan pemberian terapi kurang efektif untuk mengontrol gejala (Mahadeva, 2012). Gejala-gejala dispepsia dapat mengganggu aktivitas sehari-hari dan mengakibatkan suatu dampak yang bermakna terhadap kualitas hidup dan peningkatan biaya pengobatan (Khaldemolhosseini, 2010). Sebagian besar pasien masih merasakan nyeri abdomen dengan tingkat yang bermakna sehingga menghentikan aktivitas sehari-hari dan pemberian terapi masih dirasakan tidak memuaskan untuk kondisi kronis tersebut (Kumar, 2012). Dispepsia fungsional merupakan bagian dari gangguan fungsional gastrointestinal. Gangguan fungsional gastrointestinal (Functional Gastrointestinal Disorders / FGIDs) telah diterima secara luas sebagai kondisi klinis yang menarik perhatian dan meresahkan para klinisi dan peneliti. Kondisi
3 tersebut sangat sering terjadi di seluruh dunia dan masih menjadi tantangan bagi dokter dan ilmuwan. Rome Foundation mempunyai tantangan untuk menegakkan kriteria diagnostik berdasarkan gejala (symptom-based diagnostic criteria) untuk gangguan fungsional gastrointestinal tersebut karena tidak terdapat marker-marker biologis untuk mendiagnosis (diagnostic biologic markers) kelainan/ gangguan tersebut. Modifikasi kriteria yang terbaru adalah Kriteria Roma III (Rome III criteria) yang telah dilengkapi dan dipresentasikan pada simposium Digestive Disease Week (DDW) tahun 2006. Roma III juga mengembangkan kuesioner dan proses validasinya dengan tujuan untuk : (1) membuat suatu kuesioner yang sesuai dengan kriteria Roma III sebagai suatu alat untuk membantu penegakan diagnosis; (2) memastikan bahwa kuesioner tersebut dapat dipahami; (3) validasi kuesioner dan kriteria dibandingkan dengan diagnosis yang dibuat oleh dokter (Chang, 2006). Belum terdapat penelitian mengenai penerapan Kuesioner Dispepsia Fungsional Roma III di Yogyakarta. 2. Pertanyaan Penelitian Apakah Kuesioner Dispepsia Fungsional Roma III dapat diterapkan pada pasien uninvestigated dyspepsia untuk membantu mendiagnosis dispepsia fungsional?. Berapakah sensitivitas dan spesifitas Kuesioner Dispepsia Fungsional Roma III untuk mendiagnosis dispepsia fungsional berdasarkan gejala klinis?
4 B. Tujuan Penelitian 1. Mengkaji penerapan Kuesioner Dispepsia Fungsional Roma III pada pasien uninvestigated dyspepsia untuk membantu mendiagnosis dispepsia fungsional. 2. Mengetahui sensitivitas dan spesifitas Kuesioner Dispepsia Fungsional Roma III untuk mendiagnosis dispepsia fungsional berdasarkan gejala klinis. C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat bagi peneliti Dapat menerapkan Kuesioner Dispepsia Fungsional Roma III untuk membantu mendiagnosis dispepsia fungsional sebelum dilakukan endoskopi. 2. Manfaat bagi pasien Pasien uninvestigated dyspepsia yang memenuhi kriteria dispepsia fungsional berdasarkan Kuesioner Dispepsia Fungsional Roma III dapat dikelola secara holistik sebelum dilakukan endoskopi. 3. Manfaat bagi institusi / ilmu pengetahuan Kuesioner Dispepsia Fungsional Roma III dapat digunakan untuk membantu mendiagnosis dispepsia fungsional di pusat pelayanan kesehatan yang tidak memiliki fasilitas endoskopi, sehingga tidak harus segera merujuk pasien uninvestigated dyspepsia ke pusat pelayanan kesehatan yang lebih lengkap untuk dilakukan endoskopi.
5 D. Keaslian Penelitian Tabel 1. Daftar Penelitian Dengan Menggunakan Kuesioner Diagnostik Dispepsia Fungsional Roma III No. Peneliti Judul Penelitian Metode Hasil Penelitian Penelitian 1. Abid, et al., 2012 2. Park et al. (2011) 3. Kim et al. (2008) 4. Noriza (2011) Discriminant Value of Rome III Questionnaire in Dyspeptic Patients Functional Gastrointestinal Disorders Diagnosed by Rome III Qustionnaire in Korea Validation of Rome III Questinnaire in the Diagnosis of Functional Gastrointestinal Disorders in Korean Patients The Prevalence of Functional Dyspepsia Using Rome III Questionnaire Among Adult Patients Attending Klinik Rawatan Keluarga, Hospital University Sains Malaysia Pasien yang memenuhi kriteria Roma III untuk dispepsia fungsional, 30% mempunyai kelainan organik, dan 70% tidak ditemukan kelainan organik FGID ditemukan pada 49,7% partisipan, terbanyak adalah dispepsia fungsional 46%, IBS 40,2%. Persentase dispepsia organik12%, dan dispepsia fungsional 88%. Sensitifitas dan spesifitas kriteria Roma III dalam membedakan penyakit gastrointestinal fungsional dari penyakit organik untuk traktus gastrointestinal bagian atas adalah 60% dan 53%, sedangkan untuk traktus gastrointestinal bagian bawah adalah 80% dan 50%. Prevalensi dispepsia fungsional 10%, 68% dengan EPS, dan 32% dengan PDS. Faktor-faktor yang berhubungan dengan dispepsia fungsional adalah berat badan berlebih, menikah, dan gejala psikososial