BAB KONDISI UMUM INDUSTRI KECIL DI KOTA TEGAL

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. di muka bumi. Tanpa air kehidupan tidak dapat berlangsung. Manusia sebagai

BAB I PENDAHULUAN. persebaran penduduk yang tidak merata, dan sebagainya. Pada Maret 2016,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PERLINDUNGAN NELAYAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK INDUSTRI KECIL KERUPUK

I. PENDAHULUAN. Amartya Sen, peraih Nobel Ekonomi tahun 1998, menyatakan bahwa. bersama akan maksimal, dengan demikian kemakmuran sebuah bangsa dapat

I. PENDAHULUAN. khatulistiwa. Curah hujan di Indonesia cukup tinggi dan memiliki cadangan air

I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Air adalah materi esensial di dalam kehidupan. Tidak satupun makluk hidup

BAB I PENDAHULUAN. setiap kebutuhannya, tidak hanya untuk makan minum melainkan menjadi

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.13, 2008 DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN. IZIN USAHA. Industri. Ketentuan. Pencabutan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah

BAB I PENDAHULUAN. situ, sungai, maupun cekungan air tanah. Indonesia memiliki lebih dari

PRAKTEK PENCAPAIAN EKO-EFISIENSI DI KLASTER INDUSTRI TAPIOKA DESA SIDOMUKTI KABUPATEN PATI TUGAS AKHIR. Oleh: SAIFILLAILI NUR ROCHMAH L2D

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1

BAB I DASAR PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI KECIL

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1990 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai jenis tanaman yang dapat tumbuh subur di

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR TAHUN 2014 TENTANG

4.2.7 URUSAN PILIHAN PERINDUSTRIAN KONDISI UMUM

Sentra Pengolahan Hasil Perikanan Terpadu

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1990 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR. Presiden Republik Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Bali dengan luas kurang lebih 5.636,66 km 2. penduduk yang mencapai jiwa sangat rentan terhadap berbagai dampak

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang terletak LS dan BT, dengan. sebelah selatan : Kabupaten Semarang

PENGUATAN USAHA PRODUKSI KEMBANG GOYANG DI NGAMPIN AMBARAWA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air

IVI- IV TUJUAN, SASARAN & TAHAPAN PENCAPAIAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG PENGENDALIAN DAN PERLINDUNGAN SEMPADAN SUNGAI

SURAT PERNYATAAN KESANGGUPAN PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP (SPPL)

BAB I PENDAHULUAN. disebut molekul. Setiap tetes air yang terkandung di dalamnya bermilyar-milyar

BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA. A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

BAB I PENDAHULUAN. Industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang meliputi kegiatan

VII. TATA LETAK DAN LOKASI PABRIK

`BAB I PENDAHULUAN. tertentu. Pada dasarnya pembangunan dalam sektor permukiman adalah

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DASAR HUKUM PENGELOLAAN LIMBAH B3

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. pelabuhan terbesar di provinsi Gorontalo yang terbuka untuk perdagangan luar

Form. Surat Keputusan Pembaharuan IUI

UJI KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BRIKET BIOMASSA ONGGOK-BATUBARA DENGAN VARIASI KOMPOSISI

BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS

Data Capaian pada Tahun Awal Perencanaan (2010) Rp (juta) target. target

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 253/Kpts/OT.140/4/2004 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV ANALISIS PERANCANGAN

PUSAT TEKNOLOGI LINGKUNGAN

DAYA DUKUNG PERTANIAN LAHAN KERING TERHADAP KETERSEDIAAN PANGAN DI PROVINSI NTT

PRINSIP DAN KRITERIA ISPO

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 73 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PROVINSI BALI

BAB I PENDAHULUAN. sudah selayaknya kawasan-kawasan yang berbatasan dengan laut lebih menekankan

I. PENDAHULUAN. dengan tidak mengorbankan kelestarian sumberdaya alam itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber

EE. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PERINDUSTRIAN SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.41, 2008 DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN. Penanaman Modal. Izin Usaha. Izin Perluasan. Pelimpahan. Kewenangan.

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009

EXECUTIVE SUMMARY INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PERLINDUNGAN NELAYAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Definisi perikanan tangkap Permasalahan perikanan tangkap di Indonesia

PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR BERSIH BAGI MASYARAKAT DI PERUMNAS PUCANGGADING TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS

DAMPAK PENGOPERASIAN INDUSTRI TEKSTIL DI DAS GARANG HILIR TERHADAP KUALITAS AIR SUMUR DAN AIR PASOKAN PDAM KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Darda (2009) dijelaskan secara rinci bahwa, Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri pada umumnya dan agro-industri pada khususnya

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGEMBANGKAN KLASTER INDUSTRI KULIT DI KABUPATEN GARUT TUGAS AKHIR. Oleh : INDRA CAHYANA L2D

BAB III ISU STRATEGIS DAN TANTANGAN LAYANAN SANITASI KOTA

BAB I PENDAHULUAN. pengangguran, juga akan membantu tercapainya pertumbuhan ekonomi yang. Usaha Kecil Menengah (UKM) mempunyai keunggulan-keunggulan

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2007 NOMOR : 7 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG

PROFIL SANITASI SAAT INI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam

ITGBM PELATIHAN PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN UMKM PENGRAJIN BORDIR DI KECAMATAN KAWALU KOTA TASIKMALA

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 1 SERI D PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

BUPATI NGAWI PERATURAN BUPATI NGAWI NOMOR 32 TAHUN 2006 TENTANG

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kelangkaan sumber bahan bakar merupakan masalah yang sering melanda

BAB I PENDAHULUAN. sekitarnya. Menurut isi dari Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun tentang Perindustrian, Industri adalah :

REPUBLIK INDONESIA BADAN PUSAT STATISTIK SURVEI KHUSUS PENGELUARAN PERLINDUNGAN LINGKUNGAN DAN PRODUKSI BARANG/JASA LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. menggali dan mengolah sumber daya alam dengan sebaik-baiknya yang meliputi

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

Form. Surat Permohonan Nomor :..,. Lampiran : Perihal : Pendaftaran ulang IUI-PHHK Kepada Yth.

DANA ALOKASI KHUSUS BIDANG SARANA DAN PRASARANA PERDAGANGAN, INDUSTRI KECIL & MENENGAH DAN PARIWISATA SUB BIDANG INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH

Transkripsi:

BAB KONDISI UMUM INDUSTRI KECIL DI KOTA TEGAL 1.1. Letak Geografis dan Batas Wilayah Tegal merupakan salah satu kota di wilayah utara pulau Jawa dan merupakan salah satu kota di Propinsi Jawa Tengah. Secara geografis posisi kota Tegal adalah sebagai berikut: - Letak Geografis : 109 o 08 BT 109 o 10 BT 06 o 50 LS 06 o 53 LS. - Batas wilayah : sebelah utara : Laut Jawa, sebelah selatan : Kabupaten Tegal, sebelah timur : Kabupaten Tegal, sebelah barat : Kabupaten Brebes. 1.2. Luas Daerah dan Pembagian Wilayah Berdasarkan PP No. 7 tahun 1986, wilayah administrasi Kota Tegal terbagi atas empat kecamatan, yang terdiri dari 27 kelurahan. Luas wilayah kota Tegal 38,5 km 2, dengan pembagian luas wilayah per kecamatan sebagai berikut: - Kecamatan Tegal Selatan : 6,43 km 2 - Kecamatan Tegal Barat : 13,95 km 2 - Kecamatan Tegal Timur : 6,36 km 2 - Kecamatan Margadana : 11,76 km 2 1.3. Gambaran Umum Industri di Kota Tegal Meskipun Tegal dikenal sebagai kota bahari, tetapi di kota Tegal juga berkembang berbagai industri. Perkembangan industri di Kota Tegal memang tidak sebesar kota-kota besar lainnya, seperti Semarang, Solo, Cikampek dan kota industri lainnya, karena Kota Tegal tidak dikembangkan sebagai kota industri. Namun demikian di Kota Tegal juga tumbuh beberapa 1

industri terutama industri yang banyak berhubungan dengan hasil laut seperti industri pengolahan tepung ikan. Sebagian besar industri yang berkembang di Kota Tegal merupakan industri kecil dan industri rumah tangga, hampir tidak ada industri yang berskala besar. Keberadaannya/ lokasinya juga menyebar tidak tertata seperti di kawasan industri. Industri ini mempunyai ciri-ciri yang hampir sama, yaitu berkembang dengan modal usaha kecil, teknik produksi sederhana, belum mengutamakan faktor kelestarian lingkungan, belum mampu mengolah limbah yang dihasilkan sampai baku mutu yang berlaku, keselamatan dan kesehaan kerja kurang mendapatkan perhatian, kegiatan rised dan pengembangan usaha masih minim. Dengan kondisi industri seperti tersebut di atas, maka sebagian besar industri masih sangat memerlukan adanya uluran tangan dari pemerintah untuk pengembangan usaha, peningkatan teknik produksi untuk meningkatkan kualitas produk, penggunaan teknik produksi yang ramah lingkungan dan usaha pengolahan limbah/lingkungan guna pelestarian lingkungan. Melihat kondisi yang demikian, maka tugas Kantor Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup (Kapedal) Kota Tegal sebagai instansi yang bertanggung jawab terhadap pengawasan kelestarian lingkungan di wilayah Kota Tegal dan sebagai instansi yang bertanggung jawab untuk memberikan pembinaan pengelolaan lingkungan terhadap semua pelaku usaha akan semakin berat. Faktor SDM di tingkat pelaku usaha, modal/ biaya pemeliharaan lingkungan dan teknologi merupakan hambatan yang masih sulit terpecahkan. Sebagai bukti masih banyaknya hambatan yang di hadapi Kapedal Kota Tegal dalam memberikan pembinaan lingkungan pada bab ini diberikan gambaran industri yang berkembang di Kota Tegal. 1.4. Batasan Industri Kecil Berdasarkan regulasi yang ada, terdapat 3 lembaga di dalam Kabinet Pemerintahan Indonesia yang berwenang dalam penggolongan industri, yaitu Kementrian Perindustrian, 2

Kementrian Ketenagakerjaan dan BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal). Namun sayangnya ketiga lembaga tersebut sering kali kurang konsisten dalam memadukan peraturanperaturan yang ada, berikut juga dengan monitoring dalam di implementasinya di lapangan. Penggolongan industri dengan berdasar pada jumlah tenaga kerja yang dimiliki oleh suatu jenis industri sudah dirasa kurang memadai lagi untuk digunakan. Yang tampak lebih dilihat dan digunakan sebagai acuan adalah besaran modal atau nilai aset yang dimiliki oleh suatu industri. Dengan menggunakan dasar ini, yang disebut industri kecil yaitu industri yang memiliki modal secara keseluruhan (modal tetap dan modal bergerak) maksimal sebesar Rp. 10 Milyar,-. Sebagai contoh, untuk suatu usaha di bidang Teknologi Informasi cukup mempunyai tenaga kerja di bawah 10 orang saja, tetapi aset yang dimiliki oleh perusahaan tersebut sering kali jauh lebih besar dari Rp. 10 Milyar,-. Dengan demikian perusahaan tersebut harus masuk golongan industri menengah, yaitu memiliki nilai modal dan aset antara Rp. 10 Milyar,- sampai dengan Rp. 100 Milyar,-. Berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 254/MPP/Kep/7/1997, tentang Kriteria Industri Kecil di Lingkungan Departemen Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia, yang dimaksud dengan Industri Kecil dan Perdagangan Kecil di lingkungan Departemen Perindustrian dan Perdagangan sebagai berikut : i. Kriteria Industri Kecil: a. nilai investasi perusahaan seluruhnya sampai dengan Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; b. pemilik Warga Negara Indonesia; ii. Kriteria Usaha Dagang Kecil: a. nilai investasi perusahaan seluruhnya sampai dengan Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; b. pemilik Warga Negara Indonesia; 3

1.4.1. Peran Industri Kecil Dalam Pembangunan Ekonomi Industri kecil di Indonesia sungguh berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Justru dari golongan industri kecil ini yang lebih tampak nyata mempunyai ketahanan yang jauh lebih baik dari pada sejumlah industri besar. Hal tersebut sudah terbukti sejak terjadinya krisis moneter tahun 1997 yang melanda Indonesia hingga sekarang ini. Dalam masa krisis tersebut, ditambah lagi dengan krisis bahan bakar minyak pada bulan September 2005 ternyata sebagian industri raksasa satu demi satu gulung tikar menutup operasinya. Hanya sedikit saja industri kecil yang mati, itupun karena sedikitnya keuntungan yang diperoleh dan besarnya tuntutan biaya operasional yang semakin besar. Dengan tingkat suku bungan yang oleh Bank ditekan berkisar 11,5% untuk keredit usaha kecil, justru ada banyak usaha kecil yang muncul dan tumbuh dengan prospek yang menggembirakan. 1.4.2. Perkembangan Industri Kecil Sebagian kota-kota besar di Pulau Jawa, seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, dan Bandung telah menyediakan suatu kawasan khusus untuk kumpulan industri kecil. Untuk DKI Jakarta, lokasinya terdapat di Jakarta Timur, yaitu kawasa Industri Cakung dan disebut LIK (Lingkungan Industri Kecil) atau Sentra Industri Kecil. Namun tidak semua industri kecil dapat dilokalisasi. Banyak industri-industri kecil yang berkembang atau berasal dari Industri rumah tangga, seperti usaha laundry/sablon, garment, industri makanan (tahu tempe, baso, mie, dll.), perbengkelan, percetakan rumah makan, AMDK (air minum dalam kemasan) dan sebagainya. Jenis industri seperti ini, yaitu berasal dari skala rumah tangga, umumnya tempatnya terpisahpisah dan kapasitasnya pun berbeda-beda. Perkembangan lokasi untuk industri kecil yang terkesan tidak teratur dan tidak terencana akan menimbulkan berbagai masalah dikemudian hari. Misalnya, karena adanya perluasan dan perkembangan usaha serta pelayanan kepada masyarakat 4

konsumen, maka peningkatan kapasitas produksi pasti dilakukan. Peningkatan ini mengakibatkan bertambahnya pula sarana dan prasarana pendukung, seperti volume kebutuhan air bersih, lahan untuk gudang, ruang unit produksi, lahan untuk parkir dan ruang perkantoran. Dengan demikian masalah yang timbul adalah masalah lingkungan yang semakin meluas. 1.4.3. Kondisi Dan Kebutuhan Air Bersih Umumnya pengembangan dan perkembangan industri kecil tidak terpola dan tertata dengan perencanaan yang matang., maka akan menyebabkan timbulnya sumber permasalahan lingkungan yang kompleks. Untuk operasional industri kecil dan apalagi untuk peningkatan kapasitas produksinya, tentu membutuhkan jumlah air bersih yang semakin besar. Sebagai contoh saja, suatu industri laundry (pencelupan jean) yang mempunyai 6 buah mesin pencelupan dan 5 unit mesin pengering besar, di kawasan industri rumah tangga yang berlokasi di Kelurahan Sukabumi Selatan, Wilayah Jakarta Barat, membutuhkan air bersih sedikitnya 100 M 3 per harinya. Dengan pemakaian air bersih yang cukup besar tersebut, maka pemenuhannya tidak dapat diperoleh dari PDAM. Jadi dibutuhkan sumber air lain, yaitu air tanah dalam yang mempunyai kedalaman bor lebih dari 60 meter. Akibat dari banyaknya industri kecil (laundry di kawasan tersebut dan seluruhnya menggunakan air tanah dalam dengan jumlah yang besar, maka dengan cepat air tanah dangkal yang umum digunakan oleh penduduk atau masyarakat banyak menjadi kering. Penggunaan air tanah yang tidak terkendali tersebut betulbetul membahayakan potensi air tanah yang ada. Permukaan air tanah semakin lama menjadi semakin rendah dan dengan demikian daya dukung alam untuk hidup manusia semakin berkurang, sehingga akan menimbulkan masalah kelangkaan air bersih. Di samping itu, penggunaan air bersih dalam jumlah yang sedemikian besar pasti juga akan menjadi limbah cair yang mencapai 90% dari jumlah air bersih bersih yang dikonsumsi. Produksi limbah yang besar tersebut jelas menjadi beban lingkungan yang sungguh berat. 5

1.5. Kondisi Lingkungan Industri di Kota Tegal Untuk mengetahui kondisi lingkungan industri di Kota Tegal, tim BPPT bersama dengan tim dari Kapedal Kota Tegal telah mengadakan survai pemantauan secara langsung kondisi lingkungan industri yang ada. Dari hasil survai ini diharapkan dapat memberikan sumbangan kepada semua pihak yang berkepentingan dengan perkembangan industri dan pembinaan lingkungan industri di Kota Tegal. Dalam survai ini juga dipelajari tentang pemahaman masyarakat industri tentang upaya pelestarian lingkungan. Secara detail hasil pemantauan lingkungan industri di wilayah kota Tegal dapat dilihat pada gambar foto-foto hasil kunjungan lapangan berikut ini: Gambar 1.1. Kegiatan Produksi Filet Ikan 6

Gambar 1.2. Pengelolaan Limbah Cair Dan Padat di Pabrik Filet Ikan Gambar 1.3. Kegiatan Produksi Pabrik di Obat Nyamuk Bakar 7

Gambar 1.4. Lingkungan Produksi Sabun Colek Gambar 1.5. Pengelolaan Lingkungan Prabrik Sabun Colek 8

Gambar 1. 6. Kegiatan Produksi Pabrik Tepung Beras Gambar 1.7. Pengelolaan Lingkungan Prabrik Tepung Beras 9

Gambar 1.8. Kegiatan Produksi Pabrik Shutle Chock Gambar 1.9. Kegiatan Produksi Dan Pengelolaan Lingkungan Industri Percetakan 10

Gambar 1.10. Kegiatan Dan Pengelolaan Lingkungan Perbengkelan 11

Gambar 1.11. Pengelolaan Lingkungan dan IPAL Rumah Sakit 12

Gambar. 1.12. Proses Produksi Dan Lingkungan di Industri Makanan 13

Gambar 1.13. Kegiatan Produksi Dan Pengelolaan Lingkungan Industri Elektroplating Gambar 1.14. Kegiatan Produksi Dan Pengelolaan Lingkungan di Industri Tahu Dan Tempe 14

Gambar 1.15. Fasilitas IPAL Industri Tepung Ikan Gambar 1.16. Industri Tenun dan Fasilitas Pengolahan Limbah Cairnya 15

Dari hasil survai tersebut dapat diketahui kondisi lingkungan industri di kota Tegal, yaitu: Industri yang berkembang di kota Tegal pada umumnya merupakan industri kecil dan rumah tangga. Hanya ada beberapa usaha saja yang berkembang dengan teknologi maju. Banyak di antara industri yang berkembang tersebut merupakan usaha tradisional. Sebagian besar SDM yang bekerja di lingkungan industri, merupakan tenaga terampil dan mendapatkan keahlian dari pengalaman kerja di perusahaan (tidak mendapatkan pendidikan khusus atau formal). Sebagian besar industri menggunakan teknik produksi atau peralatan tradisional. Sebagian besar para pengusaha pernah melakukan upaya pengelolaan lingkungan dan pengolahan limbah. Banyak fasilitas pengolahan limbah yang telah dibangun tidak dapat beroperasi dengan baik. Sebagian besar para pengusaha di kota Tegal sudah memiliki keinginan untuk melakukan pengelolaan lingkungan dan mengolah limbahnya. Hal ini ditunjukkan dengan telah dibangunnya fasilitas pengolah limbah hampir di setiap usaha yang menghasilkan limbah, tetapi sebagian besar IPAL yang telah ada tidak dapat beroperasi dengan baik. Masih banyak kendala yang menyebabkan tidak beroperasinya sarana IPAL tersebut. Berdasarkan hasil diskusi dan pengamatan tim, kendala-kendala tersebut diantaranya adalah: SDM yang ada kurang memahami sistem manajemen lingkungan yang berkelanjutan. Rendahnya penguasaan teknologi IPAL. Penerapan teknologi IPAL banyak yang kurang tepat. 16

IPAL yang telah dibangun tidak didukung dengan fasilitas pengelolaan air limbah yang baik. Sebagian industri yang ada merupakan industri kecil yang bermodal rendah, sehingga faktor pembiayaan sering menjadi kendala. Banyak kegiatan usaha yang berkembang tanpa perencanaan yang matang, sehingga banyak sekali fasilitas baru yang dibangun tumpang tindih dan tidak teratur layoutnya. Hal ini menyulitkan dalam melakukan pengelolaan lingkungan usaha. Tidak adanya fasilitas kawasan industri yang dapat dimanfaatkan oleh para pengusaha. Dengan adanya berbagai kendala tersebut, kiranya peran Kantor Kapedal Kota Tegal untuk membina para pengusaha lebih diharapkan. Dengan adanya pembinaan-pembinaan tentang pengelolaan lingkungan dan peningkatan kemampuan SDM dalam melakukan upaya pengendalian pencemaran dengan penguasai teknologi pengolahan limbah diharapkan dapat meningkatkan kualitas lingkungan yang ada. 17