BAB I PENDAHULUAN. Fisika bukan hanya penguasaan sekumpulan pengetahuan yang berupa faktafakta,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Elly Hafsah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh seorang guru. Dewasa ini, telah banyak model pembelajaran

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu mata pelajaran sains yang diberikan pada jenjang pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pelajaran Fisika merupakan salah satu bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewi Elyani Nurjannah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

2014 PEMBELAJARAN BERMOD EL SIKLUS BELAJAR 7E UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS D AN PENGUASAAN KONSEP SISWA PAD A MATERI HID ROKARBON

I. PENDAHULUAN. Mata pelajaran Biologi merupakan bagian dari IPA. Pendidikan Ilmu. hipotesis, menggunakan alat dan bahan secara benar dengan selalu

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan aspek penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sains diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga

I. PENDAHULUAN. dan prinsip-prinsip sains yang hanya terdapat dalam buku pelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap,

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan kurikulum sains dari kurikulum berbasis kompetensi (KBK) menjadi

I. PENDAHULUAN. Belajar merupakan suatu kegiatan yang memberikan kesempatan kepada siswa

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pelajaran fisika merupakan salah satu wahana untuk menumbuhkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. tentang gejala-gejala alam yang didasarkan pada hasil percobaan dan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, oleh karena itu pembelajaran harus

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan berpikir kritis dan kreatif untuk memecahkan masalah dalam

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Niki Dian Permana P, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (IPA) yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran biologi di SMA menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari, seperti perhitungan dalam jual-beli, menghitung kecepatan

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Saat ini keunggulan suatu bangsa tidak lagi bertumpu pada kekayaan alam,

I. PENDAHULUAN. menguasai informasi dan pengetahuan. Dengan demikian diperlukan suatu

I. PENDAHULUAN. pada kenyataan bahwa pendidikan merupakan pilar tegaknya bangsa, melalui

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada hari Jum at, tanggal 25 November

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB I PENDAHULUAN. tidak lagi terbatas oleh jarak dan waktu. Perkembangan ini menyebabkan

2 Penerapan pembelajaran IPA pada kenyataannya di lapangan masih banyak menggunakan pembelajaran konvensional yaitu pembelajaran yang berpusat pada gu

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks melibatkan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. bahasan fisika kelas VII B semester ganjil di salah satu SMPN di Kabupaten

dapat dialami langsung oleh siswa, hal ini dapat mengatasi kebosanan siswa dan perhatiannya akan lebih baik sehingga prestasi siswa dapat meningkat.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stevida Sendi, 2013

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN LEARNING IN SCIENCE (CLIS) BERBANTUAN MULTIMEDIA UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP FISIKA SISWA SMA

I. PENDAHULUAN. Siswa sulit untuk mengaplikasikan hasil pembelajaran fisika dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman pada kegiatan proses pembelajaran IPA. khususnya pada pelajaran Fisika di kelas VIII disalah satu

BAB I PENDAHULUAN. lebih kearah penanaman pengetahuan tentang konsep-konsep dasar, sebagaimana para saintis merumuskan hukum-hukum dan prinsip-prinsip

BAB I PENDAHULUAN. fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

BAB I PENDAHULUAN. lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agus Latif, 2013

I. PENDAHULUAN. tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman (Rusman, 2011). Berdasarkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mutu lulusan pendidikan sangat erat kaitannya dengan proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Usaha-usaha perbaikan dan peningkatan mutu pendidikan terus dilakukan

PENGGUNAAN MULTIMEDIA INTERAKTIF PADA PEMBELAJARAN MEDAN MAGNET UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN GENERIK SAINS MAHASISWA

BAB II LANDASAN TEORI. Metode pembelajaran adalah suatu teknik penyajian yang dipilih dan

BAB I PENDAHULUAN. tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dwi Ratnaningdyah, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peny Husna Handayani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Matematika bertujuan untuk membekali siswa agar memiliki

BAB I PENDAHULUAN. (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan salah satu cabang dari IPA yang mempelajari struktur,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

2014 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SIKLUS BELAJAR (LEARNING CYCLE) 5E UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN GENERALISASI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

1 PENDAHULUAN. memfasilitasi, dan meningkatkan proses serta hasil belajar siswa. Hasil

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran Fisika sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran Fisika merupakan salah satu mata pelajaran dalam

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

I. PENDAHULUAN. diperoleh pengetahuan, keterampilan serta terwujudnya sikap dan tingkah laku

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan kajian kuikulum pada pelajaran IPA, materi kelistrikan

BAB I PENDAHULUAN. siswa (membaca, menulis, ceramah dan mengerjakan soal). Menurut Komala

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Belajar dan pembelajaran merupakan konsep yang saling berkaitan.

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

I. PENDAHULUAN. sekolah seharusnya tidak melalui pemberian informasi pengetahuan. melainkan melalui proses pemahaman tentang bagaimana pengetahuan itu

BAB I PENDAHULUAN. Banyak ahli mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan implementasi

JIPFRI: Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika dan Riset Ilmiah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. demi peningkatan kualitas maupun kuantitas prestasi belajar peserta didik,

I. PENDAHULUAN. diri setiap individu siswa. Mudah masuknya segala informasi, membuat siswa

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran sains merupakan bagian dari pendidikan yang pada umumnya

PENGGUNAAN METODE PROBLEM BASED LEARNING (PBL) PENGARUHNYA TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DI SMP NEGERI 4 KUNINGAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dipaparkan mengenai latar belakang, rumusan masalah,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada era globalisasi saat ini

BAB I PENDAHULUAN. 1) Menanamkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 2) Mengembangkan keterampilan, sikap dan nilai ilmiah.

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan pikiran dalam mempelajari rahasia gejala alam (Holil, 2009).

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dengan guru kimia kelas X 1 SMA Tri

BAB I PENDAHULUAN. melalui serangkaian proses ilmiah (Depdiknas, 2006). Pembelajaran IPA tidak

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fisika bukan hanya penguasaan sekumpulan pengetahuan yang berupa faktafakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (Depdiknas, 2003). Penyelenggaraan mata pelajaran fisika di SMA dimaksudkan sebagai wahana atau sarana untuk melatih para siswa agar dapat menguasai pengetahuan, konsep dan prinsip fisika, memiliki kecakapan ilmiah, keterampilan proses sains, keterampilan berpikir kritis serta kreatif. Kemampuan siswa dalam bidang fisika ditujukan untuk dua hal penting. Pertama, yaitu memberikan bekal pengetahuan dan pengalaman guna melanjutkan belajar ke jenjang yang lebih tinggi dan kedua yaitu untuk memberikan bekal bagi kehidupan di masyarakat. Dari uraian ini, kompetensi yang harus dicapai salah satunya adalah keterampilan berpikir kritis dan prestasi belajar siswa. Menurut Facione (2010) berpikir kritis adalah suatu kemampuan yang dapat menciptakan para pemikir tangguh dan pemecah masalah yang handal. Hal inilah yang menyebabkan berpikir kritis sangat penting untuk dilatihkan karena kegiatan pembelajaran seharusnya bukan hanya bertujuan mengarahkan siswa dalam rangka memperoleh nilai semata. 1

2 Kemudian Facione (2010) menyatakan bahwa para ahli termasuk Ennis (2010) mengungkapkan berpikir kritis terdiri dari dua aspek, yaitu kecenderungan (disposition) dan keterampilan (ability) yang keduanya sangat berhubungan erat. Aspek keterampilan menunjukan kecakapan seseorang dalam menyelesaikan masalah, sedangkan aspek kecenderungan lebih mengarahkan keinginan untuk menyelesaikannya. Aspek kecenderungan lebih kepada afektif. Kedua aspek, ability dan dispotition, sangat penting dalam menunjang poses keterlaksanaan berpikir kritis, keterampilan analogi dan kemampuan kognitif. Hal lain yang tetap penting untuk dilatihkan dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditetapkan pemerintah adalah prestasi belajar. Sesuai dengan fungsi formatifnya, tes prestasi belajar merupakan umpan balik (Feed back) kemajuan belajar siswa. Dari tes inilah kita dapat melihat sejauhmana kemajuan yang telah dicapai oleh siswa dalam suatu proses pembelajaran (Azwar, 2007). Hal inilah yang menyebabkan mata pelajaran fisika harus dikonstruksi sedemikian rupa, sehingga proses pendidikan dan pelatihan berbagai kompetensi khususnya keterampilan berpikir kritis serta prestasi belajar dapat benar-benar terjadi dalam prosesnya. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di salah satu SMA Negeri di Kota Bandung diperoleh informasi prestasi belajar siswa pada mata pelajaran fisika belum memuaskan. Sebagai contoh, nilai rata-rata ulangan harian pada semester ganjil pada tahun ajaran 2009/2010 untuk materi Gerak Harmonik Sederhana sebelum diremedial (adanya perbaikan) adalah 51 dan untuk materi Kinematika Gerak Lurus adalah 52 sebelum diremedial (adanya perbaikan), kondisinya masih berada di bawah

3 nilai Standar Ketuntasan Belajar Mengajar (SKBM) fisika yang telah ditetapkan sebesar 62. Rendahnya prestasi belajar fisika ini menggambarkan bahwa proses pembelajaran di kelas tersebut belum dilakukan secara optimal. Hal ini diperkuat berdasarkan hasil observasi kelas dalam empat pertemuan yang menunjukkan bahwa proses pembelajaran di kelas didominasi dengan metode ceramah dan kurang memperhatikan proses pembentukan pengetahuan pada siswa. Selain itu, peneliti juga memberikan tes untuk melihat keterampilan berpikir siswa pada materi osilasi pegas, berikut adalah hasilnya: Tabel 1.1 Hasil Tes Studi Pendahuluan Berpikir Kritis Siswa Indikator Keterampilan Berpikir Kritis Persentase Keterangan Mengidentifikasi kriteria untuk mempertimbangkan jawaban yang 39.2% Kurang mungkin Menggunakan prosedur yang ada 22.22% Kurang Kemampuan memberikan alasan 23.9% Kurang Merumuskan alternatif alternatif untuk solusi 29.06% Kurang Menggeneralisasi 41.06% Kurang Mengaplikasikan konsep 44.4% Kurang Melihat prestasi belajar dan keterampilan berpikir kritis siswa yang masih rendah, peneliti menduga bahwa masalah tersebut timbul karena sebagian besar proses pembelajaran di kelas masih berpusat pada guru dan bersifat transfer pengetahuan dari guru ke siswa saja. Hal ini membuat kemampuan siswa hanya untuk menghafal informasi. Siswa dipaksa untuk mengingat berbagai informasi tanpa memaknai

4 informasi yang didapatnya, sehingga kemampuan keterampilan berpikir kritis siswa untuk memahami konsep fisika dan prestasi belajarnya masih rendah. Kondisi prestasi belajar dan keterampilan berpikir kritis siswa yang masih rendah memerlukan upaya perbaikan untuk meminimalisir kondisi tersebut. Salah satu upaya tersebut adalah dengan menggunakan model pembelajaran yang bervariasi, seperti Inquiry, Problem Based Learning, Multimedia Interaktif, Simulasi Virtual, dan lainlain. Salah satu model pembelajaran yang dapat melatihkan keterampilan berpikir kritis dan memunculkan proses pembentukan pengetahuan pada siswa adalah model pembelajaran Learning Cycle 7E. Model Learning cycle 7E merupakan model pembelajaran yang dikembangkan oleh Eisenkraft (2003). Model Learning cycle 7E sangat cocok digunakan untuk mengajarkan materi yang melibatkan konsep, prinsip, aturan serta perhitungan matematis. Berbeda dengan model pembelajaran lainnya, Aktivitas dalam Learning Cycle 7E lebih banyak ditentukan oleh siswa, sehingga siswa lebih aktif. Dalam proses pembelajaran Learning Cycle 7E setiap fase dapat dilalui jika konsep pada fase sebelumnya sudah dipahami. Satu fase sebelum dan sesudahnya saling berkaitan sehingga membuat siswa lebih mudah mengerti dan memahami materi. Model pembelajaran Learning cycle 7E merupakan pengembangan dari model pembelajaran Learning cycle 3E dan 5E. Fase yang dikembangkan yaitu pada fase Engage menjadi 2 tahapan yaitu Elicit dan Engage, sedangkan pada tahapan Elaborate dan Evaluate menjadi 3 tahapan yaitu menjadi Elaborate, Evaluate, dan Extend. Model Learning cycle 7E juga memiliki beberapa

5 kelebihan antara lain yaitu merangsang siswa untuk mengingat kembali materi pelajaran yang telah mereka dapatkan sebelumnya; memberikan motivasi kepada siswa untuk menjadi lebih aktif dan menambah rasa keingintahuan, melatih siswa belajar menemukan konsep melalui kegiatan eksperimen; melatih siswa untuk menyampaikan secara lisan konsep yang telah mereka pelajari; memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir, mencari, menemukan dan menjelaskan contoh penerapan konsep yang telah dipelajari; guru dan siswa menjalankan tahapantahapan pembelajaran yang saling mengisi satu sama lainnya; guru dapat menerapkan model ini dengan metode yang berbeda-beda (Huang, 2008). Selain itu, beberapa hasil penelitian tentang implementasi Model Pembelajaran Learning Cycle 7E dalam pembelajaran bidang sains menunjukkan peningkatan dari penggunaan Learning Cycle 7E terhadap peningkatan keterampilan berpikir dan proses sains, serta pencapaian sains sebagai contoh adalah hasil penelitian yang diperoleh dari penelitian Hardiansyah (2010) pada materi Listrik Statis yaitu keterampilan berpikir kritis untuk indikator mencari persamaan dan perbedaan serta menggeneralisasi naik setiap pertemuannya. Selain itu, profil keterampilan berpikir kritis lainnya yang dilatihkan pada latihan soal yaitu mengaplikasikan konsep dan berhipotesis menghasilkan nilai rata-rata yang baik. Sedangkan untuk indikator memberikan alasan dari nilai rata-rata, serta penelitian Putri (2010) pada materi Listrik Statis yaitu Keterampilan Berpikir Kritis siswa yang diukur melalui tes mengalami peningkatan dengan kategori sedang setelah diterapkan model pembelajaran Learning Cycle 7E. Prestasi belajar siswa yang diukur melalui tes

6 mengalami peningkatan dengan kategori sedang setelah diterapkan model pembelajaran Learning Cycle 7E. Kedua penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa model Learning Cycle 7E dapat meningkatkan prestasi belajar dan keterampilan berpikir kritis. Penerapan pembelajaran Learning Cycle 7E pada penelitian kali ini menitikberatkan pada pencapaian setiap proses tahapan (fase) untuk meningkatkan aktivitas siswa. Hasil penelitian sebelumnya mengatakan setiap fase saling berhubungan satu sama lain. Jika ada satu fase yang tidak terlampaui, maka berpengaruh pada hasil akhir pembelajaran. Penelitian ini pun bertujuan agar kita dapat mengetahui keefektifan penerapan pembelajaran Learning Cycle 7E dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan prestasi belajar siswa. Juga agar dapat mengetahui apakah pembelajaran Learning Cycle 7E dapat diterapkan di konsep fisika lain, seperti materi usaha dan energi, selain konsep listrik statis yang digunakan oleh Hardiansyah dan Putri. Mengingat pentingnya permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 7E untuk mengetahui signifikansinya terhadap peningkatan keterampilan berpikir kritis dan prestasi belajar. Dari uraian di atas maka penelitian ini diberi judul Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle 7e Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Dan Prestasi Belajar Siswa SMA Pada Materi Usaha dan Energi.

7 B. Rumusan Masalah Dengan memperhatikan latar belakang, maka dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut Bagaimanakah peningkatan keterampilan berpikir kritis dan prestasi belajar siswa setelah diterapkannya model pembelajaran Learning Cycle 7E? Agar rumusan masalah tersebut lebih terarah maka dijabarkan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimanakah peningkatan prestasi belajar siswa setelah menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 7E dalam pembelajaran Fisika? 2. Bagaimanakah peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa setelah menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 7E dalam pembelajaran Fisika? 3. Aspek manakah dari prestasi belajar yang diteliti yang paling dipengaruhi oleh model pembelajaran Learning Cycle 7E? 4. Aspek manakah dari keterampilan Berpikir Kritis yang diteliti yang paling dipengaruhi oleh model pembelajaran Learning Cycle 7E? 5. Berapakah korelasi antara keterampilan berpikir kritis dengan prestasi belajar? C. Batasan Masalah Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Aspek keterampilan berpikir kritis dibatasi pada aspek mengidentifikasi atau merumuskan kriteria untuk jawaban yang mungkin, kemampuan memberikan alasan, menggeneralisasi (tabel, grafik, dan gambar), merumuskan alternatif-

8 alternatif pemecahan solusi, dan mengaplikasikan konsep (prinsip-prinsip, hukum, dan asas). 2. Prestasi belajar dalam penelitian ini yaitu ranah kognitif Benjamin S.Bloom, yang meliputi jenjang pemahaman (C2), penerapan (C3), dan analisis(c4). D. Variabel Penelitian Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran Learning Cycle 7E, sedangkan variabel terikatnya adalah keterampilan berpikir kritis dan prestasi belajar siswa. E. Tujuan Penelitian Untuk memperoleh informasi peningkatan keterampilan berpikir kritis dan prestasi belajar secara lebih rinci tujuan penelitian adalah untuk mengetahui: 1. Peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran fisika setelah diterapkan Model Pembelajaran Learning Cycle 7E. 2. Peningkatan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran fisika setelah diterapkan Model Pembelajaran Learning Cycle 7E. 3. Aspek manakah dari prestasi belajar yang diteliti yang paling dipengaruhi oleh model pembelajaran Learning Cycle 7E? 4. Aspek manakah dari keterampilan Berpikir Kritis yang diteliti yang paling dipengaruhi oleh model pembelajaran Learning Cycle 7E?

9 5. Korelasi atau hubungan peningkatan keterampilan berpikir kritis dengan peningkatan prestasi belajar siswa. F. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah : 1. Bagi sekolah, dapat memberikan alternatif penerapan model pembelajaran yang dapat dijadikan upaya untuk meningkatkan prestasi belajar dan keterampilan berpikir kritis siswa. 2. Bagi siswa, dapat meningkatkan prestasi belajar dan keterampilan berpikir kritis siswa yang dapat dijadikan sebagai sarana untuk menerapkan konsep tersebut dalam kehidupan sehari hari. 3. Bagi peneliti, dapat memberikan gambaran cara meneliti dalam menerapkan model pembelajaran Learning Cycle 7E dalam proses pembelajaran yang jelas terhadap prestasi belajar dan keterampilan berpikir kritis, serta untuk peneliti lainnya dapat dijadikan referensi untuk melakukan penelitian lebih lanjut. G. Definisi Operasional 1. Model pembelajaran Learning Cycle 7E yang digunakan untuk penelitian ini adalah model yang telah dikembangkan Eisenkraft (2003) terhadap model pembelajaran Learning Cycle 7E. Model pembelajaran ini terdiri dari 7 fase yang tertata secara sistematis sebagai berikut: Elicit, Engangement, Exploration, Explaination, Elaboration, Evaluation, dan Extend. Untuk mengetahui bagaimana

10 tercapainya penerapan model ini dengan benar, maka dilihat dari keterlaksanaan langkah-langkah pembelajaran pada saat model pembelajaran ini yaitu dengan menyediakan lembar observasi. 2. Prestasi belajar didefinisikan sebagai tingkat penguasaan materi yang dicapai oleh siswa yang mencakup jenjang kognitif berdasarkan taksonomi Bloom, yaitu meliputi C1 (Hafalan), C2 (pemahaman), C3 (penerapan) dan C4 (analisis), C5 (Synthesis), dan C6 (Evaluation). Peningkatan prestasi belajar siswa diukur melalui penyelenggaraan tes prestasi belajar pada saat sebelum dan setelah penerapan model pembelajaran (gain yang dinormalisasi). Dalam penelitian ini hanya ditinjau jenjang C2 (pemahaman), C3 (penerapan) dan C4 (analisis). 3. Keterampilan berpikir kritis didefinisikan sebagai kemampuan memberikan alasan (reasonable) dan berpikir reflektif yang difokuskan pada apa yang diyakini dan apa yang akan dikerjakan. Reflektif artinya mempertimbangkan secara aktif, tekun dan hati-hati terhadap segala alternatif sebelum mengambil keputusan. Menurut Ennis (2010), berpikir kritis secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua aspek, yaitu disposisi/ kecenderungan (disposition) dan keterampilan (ability). Dalam penelitian ini hanya ditinjau aspek keterampilan (ability) yang terdiri dari 5 komponen, 12 subkomponen dan 62 indikator. Keterampilan berpikir kritis yang diteliti meliputi 4 komponen, 5 subkomponen dan 5 indikator keterampilan berpikir kritis yaitu indikator mengidentifikasi atau memformulasikan kriteria jawaban yang mungkin yang menjadi indikator ketercapaian keterampilan memberikan penjelasan dasar, kemampuan memberi

11 alasan yang menjadi indikator ketercapaian keterampilan membangun keterampilan dasar, indikator menggeneralisasi, dan mengaplikasikan konsep yang menjadi indikator keterampilan menyimpulkan, serta indikator merumuskan alternatif solusi (prinsip, asas dan hukum-hukum) yang menjadi indikator ketercapaian keterampilan strategi dan taktik. Peningkatan keterampilan berpikir kiritis siswa diukur melalui penyelenggaraan tes keterampilan berpikir kritis pada saat sebelum dan setelah penerapan model pembelajaran (gain yang dinormalisasi). Tes yang diberikan berbentuk tes objektif jenis uraian yang mencakup lima indikator keterampilan berpikir kritis yang ditinjau.