KEEMPUKAN DAYA MENGIKAT AIR DAN COOKING LOSS DAGING SAPI PESISIR HASIL PENGGEMUKAN

dokumen-dokumen yang mirip
PERBANDINGAN KUALITAS KIMIA (KADAR AIR, KADAR PROTEIN DAN KADAR LEMAK) OTOT BICEPS FEMORIS PADA BEBERAPA BANGSA SAPI

KUALITAS DAGING SAPI BALI PADA LAHAN PENGGEMUKAN YANG BERBEDA

Pertumbuhan dan Komponen Fisik Karkas Domba Ekor Tipis Jantan yang Mendapat Dedak Padi dengan Aras Berbeda

KOMPOSISI KIMIA DAGING SAPI PERANAKAN ONGOLE YANG DIBERI PAKAN JERAMI PADI URINASI DAN LEVEL KONSENTRAT YANG BERBEDA

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi protein hewani, khususnya daging sapi meningkat juga.

SIFAT-SIFAT FISIK DAN PARAMETER SPESIFIK KUALITAS DAGING

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi bali dikenal sebagai sapi lokal yang banyak dipelihara di Pulau Bali karena sangat

PERKEMBANGAN KUALITAS DAGING PADA DOMBA LOKAL YANG DIPELIHARA SECARA INTENSIF

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH KUALITAS PAKAN TERHADAP KEEMPUKAN DAGING PADA KAMBING KACANG JANTAN. (The Effect of Diet Quality on Meat Tenderness in Kacang Goats)

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008

Endah Subekti Pengaruh Jenis Kelamin.., PENGARUH JENIS KELAMIN DAN BOBOT POTONG TERHADAP KINERJA PRODUKSI DAGING DOMBA LOKAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai

KUALITAS FISIK DAGING LOIN SAPI BALI YANG DIPOTONG DI RUMAH POTONG HEWAN (RPH) MODEREN DAN TRADISIONAL

Pengaruh Imbangan Konsentrat-Jerami Padi Amoniasi dan Lama Penggemukan terhadap Bobot Badan dan Kualitas Fisik Daging Sapi Pesisir

KARAKTERISTIK KARKAS DAN KUALITAS DAGING SAPI PO YANG MENDAPAT PAKAN MENGANDUNG PROBIOTIK

PENAMPILAN PRODUKSI DAN KUALITAS DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN PROBIOTIK, KUNYIT DAN TEMULAWAK PADA PAKAN PENGGEMUKAN SKRIPSI NOVARA RAHMAT

KARAKTERISTIK FISIK DAGING SAPI PERANAKAN ONGOLE PADA BERBAGAI TINGKATAN BOBOT BADAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan

PENGARUH PEMBERIAN ANGKAK SEBAGAI PEWARNA ALAMI TERHADAP PRODUKSI KORNET DAGING AYAM

Pengaruh Jenis Otot dan Lama Penyimpanan terhadap Kualitas Daging Sapi

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat kebutuhan gizi

PRODUKTIVITAS KARKAS DAN KUALITAS DAGING SAPI SUMBA ONGOLE DENGAN PAKAN YANG MENGANDUNG PROBIOTIK, KUNYIT DAN TEMULAWAK

Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VII VII. SISTEM PRODUKSI TERNAK KERBAU

PENGGUNAAN ENZIM PAPAIN SEBAGAI BAHAN TENDERIZER DAGING. Oleh : Tedi Akhdiat RINGKASAN

Pengaruh penambahan tepung kemangi (Ocimum basilicum) terhadap komposisi kimia dan kualitas fisik daging broiler

PENGARUH BUNGKIL BIJI KARET FERMENTASI DALAM RANSUM TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK DAGING DOMBA PRIANGAN JANTAN

DAYA IKAT AIR (DIA) Istilah lain: Pengertian: Kemampuan daging didalam mengikat air (air daging maupun air yang ditambahkan)

THE EFFECT OF DIFFERENT FROZEN STORAGE TIME ON THE CHEMICAL QUALITY OF BEEF

EFEK LAMA STIMULASI LISTRIK DENGAN TEGANGAN BERBEDA TERHADAP KUALITAS FISIK DAGING AYAM PETELUR AFKIR. Oleh: Adnan Syam 1) dan La Ode Arsad Sani 1)

tumbuh lebih cepat daripada jaringan otot dan tulang selama fase penggemukan. Oleh karena itu, peningkatan lemak karkas mempengaruhi komposisi

PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai daging ayam karena. Sebagai sumber pangan, daging ayam mempunyai beberapa kelebihan lainnya

PENGARUH ENZIM PAPAIN TERHADAP MUTU DAGING KAMBING SELAMA PENYIMPANAN

PENGGUNAAN STIMULASI LISTRIK PADA KAMBING LOKAL TERHADAP MUTU DAGING SELAMA PENYIMPANAN SUHU KAMAR

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN

Kualitas Daging Sapi Wagyu dan Daging Sapi Bali yang Disimpan pada Suhu 4 o C

TINJAUAN PUSTAKA Konversi Otot Menjadi Daging

KUALITAS FISIK (DAYA IKAT AIR, SUSUT MASAK, DAN KEEMPUKAN) DAGING PAHA AYAM SENTUL AKIBAT LAMA PEREBUSAN

I. PENDAHULUAN. Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga

Pengaruh Imbangan Hijauan-Konsentrat dan Waktu Pemberian Ransum terhadap Produktivitas Kelinci Lokal Jantan

Jurnal Riset dan Inovasi Peternakan Vol 1(3):16-20, Desember 2017 e-issn:

Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada Jl. Fauna 3, Kampus UGM, Bulaksumur Yogyakarta 2)

SIFAT FISIK DAGING DOMBA EKOR TIPIS JANTAN YANG DIBERI RANSUM DENGAN BERBAGAI LEVEL PENAMBAHAN KULIT SINGKONG SKRIPSI ADE IRMA SURYANI HARAHAP

HASIL DAN PEMBAHASAN

BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA LOKAL YANG DIGEMUKKAN DENGAN PEMBERIAN RANSUM KOMPLIT DAN HIJAUAN SKRIPSI AZIZ MEIARO H

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat menuntut produksi lebih dan menjangkau banyak konsumen di. sehat, utuh dan halal saat dikonsumsi (Cicilia, 2008).

Kualitas Fisik Daging Sapi Peranakan Ongole dengan Pemberian Asam Askorbat dan Penyimpanan pada Suhu 5 0 C

KARAKTERISTIK FISIK DAGING DOMBA YANG DIGEMUKKAN SECARA FEEDLOT DENGAN PAKAN KOMPLIT BERKADAR PROTEIN DAN ENERGI YANG BERBEDA

Muhamad Fatah Wiyatna Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Brahman Cross Pertumbuhan Ternak

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

Karakteristik Kualitas Daging Sapi Peranakan Ongole yang Berasal dari Otot Longissimus Dorsi dan Gastrocnemius

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karkas domba Lokal Sumatera (Tabel 9) mempunyai koefisien

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

PENDAHULUAN. dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Menurut

Kualitas Fisik Daging Sapi Peranakan Simmental dengan Perlakuan Stimulasi Listrik dan Lama Pelayuan yang Berbeda

Pengaruh Lama Penyimpanan dalam Lemari Es terhadap PH, Daya Ikat Air, dan Susut Masak Karkas Broiler yang Dikemas Plastik Polyethylen

KUALITAS KIMIA DAGING AYAM KAMPUNG DENGAN RANSUM BERBASIS KONSENTRAT BROILER

Proporsi Potongan Utama Komersial Karkas (Primal Cut) Pada Sapi Brahman Cross

EFEK PENGGUNAAN KONSENTRAT PABRIKAN DAN BUATAN SENDIRI DALAM RANSUM BABI STARTER TERHADAP EFISIENSI PENGGUNAAN RANSUM. S.N.

POTONGAN KOMERSIAL KARKAS KAMBING KACANG JANTAN DAN DOMBA LOKAL JANTAN TERHADAP KOMPOSISI FISIK KARKAS, SIFAT FISIK DAN NILAI GIZI DAGING

Kualitas Daging Sapi Wagyu dan Daging Sapi Bali yang Disimpan pada Suhu - 19 o c

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging,

Pengaruh Penggunaan Zeolit dalam Ransum terhadap Konsumsi Ransum, Pertumbuhan, dan Persentase Karkas Kelinci Lokal Jantan

PENGARUH LAMA PELAYUAN, TEMPERATUR PEMBEKUAN DAN BAHAN PENGEMAS TERHADAP KUALITAS KIMIA DAGING SAPI BEKU

LAPORAN AKHIR PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT TAHUN 2009

KAJIAN KUALITAS FISIKO KIMIA DAGING SAPI DI PASAR KOTA MALANG

2ooG KUALITAS FISIK DAN ORGANOLEPTIK DAGING AYAM BROILER YANG RANSUMNYA DIBERI PENAMBAHAN MINYAK IKAN YANG MENGANDUNG OMEGA3 SKRIPSI MAD TOBRI

STUDI KARAKTERISTIK KARKAS BABI BALI ASLI DAN BABI LANDRACE YANG DIGUNAKAN SEBAGAI BAHAN BAKU BABI GULING

TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci

Karakteristik mutu daging

Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Peternakan di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, April 2017, Hal Vol. 12 No. 1 ISSN :

PEMANFAATAN LIMBAH PRODUKSI MIE SEBAGAI ALTERNATIF PAKAN TERNAK

DAFTAR ISI RIWAYAT HIDUP... ABSTRACT... UCAPAN TERIMAKASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DENDENG PENGASAPAN Dendeng adalah irisan daging yang dikeringkan dan ditambah bumbu. Pembuatan dendeng untuk memperoleh cita rasa khas adalah mengguna

PENAMPILAN DOMBA EKOR TIPIS ( Ovis aries) JANTAN YANG DIGEMUKKAN DENGAN BEBERAPA IMBANGAN KONSENTRAT DAN RUMPUT GAJAH ( Pennisetum purpureum)

PENDAHULUAN. Populasi ayam ras petelur di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke

ABSTRAK KUALITAS DAN PROFIL MIKROBA DAGING SAPI LOKAL DAN IMPOR DI DILI-TIMOR LESTE

Iskandar Sembiring, T. Marzuki Jacob, dan Rukia Sitinjak. Departemen Perternakan, Fakultas Pertanian USU

II. TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat

RESPON PENGGANTIAN PAKAN STARTER KE FINISHER TERHADAP KINERJA PRODUKSI DAN PERSENTASE KARKAS PADA TIKTOK. Muharlien

EFEK LAMA STIMULASI DAN TEGANGAN LISTRIK TERHADAP KOMPOSISI KIMIA, KUALITAS FISIK, DAN SENSORI DAGING AYAM PETELUR AFKIR

TINGKAT PENGGUNAAN ONGGOK SEBAGAI BAHAN PAKAN PENGGEMUKAN SAPI BAKALAN

PROPORSI DAGING, TULANG DAN LEMAK KARKAS DOMBA EKOR TIPIS JANTAN AKIBAT PEMBERIAN AMPAS TAHU DENGAN ARAS YANG BERBEDA

LINGKUNGAN BISNIS USAHA TERNAK ITIK. : Wahid Muhammad N. Nim : SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

KUALITAS ORGANOLEPTIK DAGING AYAM KAMPUNG DENGAN PEMBERIAN JUS NENAS MUDA DAN LAMA PERENDAMAN BERBEDA

Kualitas Fisik Daging Asap dari Daging yang Berbeda Pada Pengasapan Tradisional The Phisycal Quality of Some Meat traditionally Smoked

BAB I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

Hubungan Umur, Bobot dan Karkas Sapi Bali Betina yang Dipotong Di Rumah Potong Hewan Temesi

Pemotongan Sapi Betina Produktif di Rumah Potong Hewan di Daerah Istimewa Yogyakarta

TINJAUAN PUSTAKA. : Artiodactyla. Bos indicus Bos sondaicus

Transkripsi:

KEEMPUKAN DAYA MENGIKAT AIR DAN COOKING LOSS DAGING SAPI PESISIR HASIL PENGGEMUKAN (Tenderness Water Holding Capacity and Cooking Loss of Fattened Pesisir Cattle) KHASRAD Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Limau Manis, Padang 25163 ABSTRACT One type of local cows, the germplasm of West Sumatra, is the Pesisir cattle. Pesisir cattle is an original cattle of West Sumatra who have good genetic potential because it has a high adaptability to both the lowquality feed, as well as to changes in ambient temperature, so they rarely get dangerous disease. The aim of this study is to determine tenderness, water holding capacity and cooking loss of Pesisir cattle fed beef rations with different levels and fattened for three and four months. This research is an experiment in Randomized Block Design in 2 x 2 factors with 3 groups. The first factor (factor A) are two kinds of the diet are: A1 = 50% concentrate + 50% ammoniated straw and A2 = 75% concentrate + 25% ammoniated straw. The second factor (factor B) is duration of fattening, i.e B1 is for 3 months and B2 is for four months. From research conducted found that there was no interaction between the level of the diet with duration of fattening on the tenderness, water holding capacity and cooking loss of Pesisir cattle meat (P > 0.05). The higher the percentage of concentrate in diet will cause the meat more tender (P < 0.05). While the water holding capacity and cooking loss of Pesisir cattle meat was not influenced by the level of the diet and duration of fattening. Key Words: Pesisir Cattle, Fattening, Ammoniated Straw, Water Holding Capacity, Cooking Loss ABSTRAK Salah satu jenis sapi lokal yang merupakan plasma nutfah Sumatera Barat adalah sapi Pesisir. Sapi Pesisir merupakan sapi asli Sumatera Barat yang mempunyai potensi genetik yang bagus karena mempunyai daya adaptasi yang tinggi, baik terhadap pakan yang berkualitas rendah, maupun terhadap perubahan suhu lingkungan, sehingga sapi Pesisir jarang sekali dapat serangan penyakit yang berbahaya. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui keempukan, daya mengikat air dan cooking loss daging sapi Pesisir yang diberi ransum dengan level yang berbeda dan digemukkan selama 3 bulan dan 4 bulan. Penelitian ini merupakan percobaan berfaktor dalam RAK 2 2 dengan 3 kelompok. Faktor pertama (faktor A) adalah 2 macam pemberian ransum yaitu: A1 = 50% konsentrat + 50% jerami amoniasi dan A2 = 75% konsentrat + 25% jerami amoniasi. Faktor kedua (faktor B) adalah lama penggemukan yaitu B1 = 3 bulan dan B2 = 4 bulan. Dari penelitian yang dilaksanakan diketahui bahwa tidak ada interaksi antara tingkat pemberian ransum dengan lama penggemukan terhadap keempukan, daya mengikat air dan cooking loss daging sapi Pesisir (P > 0,05). Semakin tinggi persentase konsentrat dalam ransum akan menyebabkan daging semakin empuk (P < 0,05). Sedangkan daya mengikat air dan cooking loss daging sapi Pesisir tidak dipengaruhi oleh level pemberian ransum dan lama penggemukan. Kata Kunci: Sapi Pesisir, Penggemukan, Jerami Amoniasi, Daya Mengikat Air, Susut Masak PENDAHULUAN Pertumbuhan penduduk, peningkatan pendapatan, kesadaran pangan dan gizi masyarakat serta meningkatnya arus wisatawan luar ke Indonesia menyebabkan permintaan daging untuk konsumsi dalam negeri terus meningkat. Peningkatan permintaan tersebut belum dapat diimbangi oleh peningkatan produktivitas ternak penghasil daging. Menurut DITJENNAK (2003) produksi daging nasional mencapai 1.767.339 ton dan kontribusi dari sapi potong adalah sebesar 329.705 ton (18,65%), sedangkan impor sapi ke Indonesia mengalami peningkatan dimana tahun 2001 sebanyak 289.525 ekor dan tahun 2002 sebesar 257

429.615 ekor. Khusus di Sumatera Barat populasi ternak sapi potong sekitar 546.862 ekor dan jumlah pemotongan ternak sapi mencapai 58.134 ekor. Peningkatan populasi ternak, produktivitas ternak dan kualitas karkas atau daging perlu terus diusahakan. Disamping itu ekspor ke beberapa negara di kawasan Asia Pasifik (Singapura, Timur Tengah dan Jepang) merupakan peluang baru dalam usaha peternakan, khususnya peternakan sapi daging berkualitas tinggi. Apalagi telah dimulainya kerjasama di kawasan segi tiga pertumbuhan (STP) Indonesia-Malaysia-Singapura (IMS) dan Indonesia-Malaysia-Thailand (IMT) dalam kerangka ASEAN Free Trade Area (AFTA). Berdasarkan perkembangan di kawasan tersebut, maka daerah Sumatera Barat sudah harus mulai mempersiapkan diri terutama dalam subsektor peternakan khususnya peternakan sapi potong serta berupaya memanfaatkan perkembangan ekonomi di kawasan segi tiga pertumbuhan. Penggemukan merupakan usaha terbaik dalam meningkatkan produktivitas dan kualitas karkas serta daging sapi Pesisir, karena pada usaha penggemukan dapat diberikan pakan yang sesuai dengan kebutuhan, berenergi tinggi dan bermutu baik. Sumatera Barat mempunyai potensi yang besar dalam pengembangan sapi lokal, karena banyak terdapat hasil limbah pertanian dan industri sebagai bahan pakan, namun saat ini potensi tersebut belum termanfaatkan secara optimal. Respon produktivitas ternak dan kualitas karkas serta daging dapat berbeda dalam bangsa yang sama, diantara bangsa, jenis kelamin dan diantara faktor lingkungan termasuk nutrisi (pakan) serta periode waktu penggemukan. Pakan dengan kualitas yang baik, umumnya dapat meningkatkan efisiensi produksi, namun demikian biaya pakan harus diperhitungkan dengan nilai produk yang dihasilkan (BOWKER et al., 1978). Faktor kualitas daging yang dimakan terutama meliputi keempukan, warna, flavour dan sari minyak daging. Di samping itu lemak intramuskuler, susut masak, nilai gizi atau sifat kimia dan ph daging juga ikut menentukan kualitas daging. Yang termasuk sifat kimia daging adalah kandungan protein, lemak, bahan kering dan kadar air. Protein sebagian besar terdapat dalam otot dan jaringan ikat. Berdasarkan permasalahan di atas maka perlu dilakukan suatu upaya peningkatan kualitas daging sapi Pesisir dengan melakukan pemeliharaan secara intensif dengan periode waktu penggemukan yang berbeda. Selama pemeliharaan diberikan ransum konsentrat yang mengandung protein dan energi yang tinggi serta jerami padi amoniasi yang berkualitas baik. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh level pemberian makanan dan lama penggemukan terhadap keempukan, daya mengikat air dan cooking loss daging sapi Pesisir. MATERI DAN METODE Sapi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sapi Pesisir jantan umur 2 2.5 tahun sebanyak 12 ekor, yang berasal dari Kecamatan Ranah Pesisir Kabupaten Pesisir Selatan. Berat awal sapi yang digunakan dalam penelitian ini berkisar antara 126 170 kg. Ransum disusun berdasarkan bahan yang tersedia yaitu dengan perbandingan bahan kering konsentrat (K) dan jerami amoniasi (JA) 50 : 50% untuk perlakuan A1 dan 75 dan 25% untuk perlakuan A2. Kandungan zat makanan ransum perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan zat makanan ransum perlakuan (%) Zat makanan Ransum perlakuan (faktor A) A1 A2 Bahan kering 63,37 71,75 Protein kasar 10,06 11,36 Serat kasar 25,63 18,47 Lemak kasar 3,86 4,90 Abu 13,43 9,75 BETN 45,89 54,00 TDN 60,74 68,12 A1: (50% K + 50% JA); A2: (75% K + 25% JA) Penelitian ini merupakan percobaan berfaktor dalam RAK 2 2 dengan 3 kelompok. Faktor pertama (faktor A) adalah 2 tingkat pemberian ransum yaitu: A1 = 50% konsentrat + 50% jerami amoniasi dan A2 = 75% konsentrat + 25% jerami amoniasi. Faktor kedua (faktor B) adalah lama penggemukan 258

yaitu B1 = 3 bulan dan B2 = 4 bulan. Sedangkan sebagai kelompok adalah bobot awal sapi yaitu: I = 126 140 kg, II = 141 155 kg dan III = 156 170 kg Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah: Keempukan, daya mengikat air dan cooking loss daging. Keempukan HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai keempukan daging dapat diukur dengan warner blatzler shear, dimana semakin rendah nilai shear forcenya berarti daging tersebut semakin empuk. Rataan nilai keempukan daging sapi Pesisir yang digemukkan dengan level pemberian ransum yang berbeda selama 3 bulan dan 4 bulan dapat dilihat pada Tabel 2. Hasil analisis ragam menunjukan bahwa tidak ada interaksi antara faktor A (level pemberian ransum) dengan faktor B (lama penggemukan) terhadap keempukan daging sapi Pesisir (P > 0,05), sedangkan level pemberian ransum memberikan pengaruh berbeda nyata (P < 0,05) terhadap keempukan daging sapi Pesisir dan lama penggemukan memberikan pengaruh tidak berbeda nyata. Nilai shear force daging sapi Pesisir dengan perlakuan a1 (50% konsentrat + 50% jerami amoniasi) dengan nilai rataan 6,29 kg/cm 2 berbeda nyata (P < 0,05) dengan a2 (75% konsentrat + 25% jerami amoniasi) dengan rataan 4,42 kg/cm 2. Semakin tinggi konsentrat yang diberikan kepada sapi Pesisir nilai shear forcenya semakin rendah, hal ini berarti daging tersebut semakin empuk. Jadi pemberian konsentrat yang tinggi dapat menjadikan struktur otot menjadi lebih halus, sehingga daging menjadi lebih empuk. LAWRIE (1985) menyatakan keempukan daging yang berbeda dapat disebabkan oleh adanya perbedaan tekstur daging. Tekstur daging yang relatif lebih halus akan menghasilkan daging yang lebih empuk. Menurut NATASASMITA (1987) komponen yang mempengaruhi keempukan yaitu jaringan ikat, serat serat daging dan lemak intramuskuler (marbling). Ditambahkan oleh SOEPARNO (1992), ada tiga komponen yang menentukan keempukan daging, yaitu struktur miofibrilar dan status kontraksinya; kandungan jaringan ikat dan tingkat ikatan silangnya; WHC dan jus daging (juiciness). Rataan nilai shear force yang diperoleh dari penelitian menunjukkan kisaran antara 3,80 sampai dengan 6,44 kg/cm 2 (Gambar 1) yang menggambarkan bahwa daging tesebut tergolong cukup empuk. Kisaran hasil pengukuran shear force terhadap keempukan daging menurut PEASON dan DUTSON (1985) terbagi atas tiga yaitu empuk dengan skala 0 3, cukup dengan skala 3 6 dan alot dengan skala 6 11. Jika hasil pengukuran shear force menunjukan angka lebih dari 11, maka daging tersebut sulit dimakan manusia. Empuknya daging sapi Pesisir ini juga ada kaitannya dengan nilai ph, dimana daging sapi Pesisir ph nya termasuk rendah sehingga struktur daging menjadi lebih terbuka. Menurut BUCKLE et al. (1985) daging dengan ph rendah (ph 5,1 6,1) lebih disukai untuk mempertahankan faktor kualitas daging, diantaranya keempukan. Tabel 2. Nilai shear force (keempukan) daging sapi pesisir (kg/cm 2 ) Faktor A (level ransum) Faktor B (lama penggemukan) b1 (3 bulan) b2 (4 bulan) Rataan a1 (50 % K + 50 % JA) 6.14 6.44 6.29 a a2 (75 % K + 25 % JA) 3.8 5.03 4.42 b Rataan 4.97 5.74 5.35 Superskrip yang berbeda menurut kolom yang sama menunjukan pengaruh berbeda nyata (P < 0,05) 259

Shear force ( kg/cm 2 ) 7 6 5 4 3 2 1 6,14 6,44 5,03 3,80 A1 (50% K + 50% JA) A2 (75% K + 25 % JA) 0 B1 (3 bulan) B2 (4 bulan) Lama penggemukan Gambar 1. Histogram nilai shear force daging sapi pesisir Daya mengikat air Nilai rataan daya mengikat air daging sapi Pesisir yang dipelihara secara intensif dengan level pemberian ransum yang berbeda dan digemukkan selama 3 bulan dan 4 bulan dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara faktor A (level pemberian ransum) dan faktor B (lama penggemukan) terhadap daya mengikat air daging (P > 0,05), begitu juga masing-masing perlakuan tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata. Level pemberian ransum 50% konsentrat + 50% jerami amoniasi dan 75% konsentrat dan 25% jerami amoniasi 25% pada sapi Pesisir yang digemukkan selama 3 bulan dan 4 bulan ternyata tidak memberikan pengaruh terhadap daya mengikat air daging. Hal ini kemungkinan disebabkan karena perbedaan waktu penggemukan yang tidak begitu lama. Dari Tabel 3 terlihat rataan daya mengikat air daging sapi Pesisir berkisar antara 44,86 51,19%. Daya mengikat air daging sapi Pesisir ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan daya mengikat air sapi Australian Commercial Cross (ACC), dimana hasil penelitian BASUKI (2000) daya mengikat air daging sapi ACC yang digemukkan dengan pakan protein tinggi (16,12%) selama 3 bulan dan 4 bulan adalah 35,34 dan 35,92%. Daging yang mempunyai daya mengikat air yang tinggi sangat cocok untuk produk daging olahan, sebab daging yang mempunyai daya mengikat air yang tinggi akan sedikit mengalami penyusutan selama pengolahan atau pemasakan. Daya mengikat air daging berhubungan erat dengan air terikat dari dalam otot. Air terikat dalam otot dibagi menjadi tiga kompartemen, yaitu air yang terikat secara kimia oleh protein otot sebesar 4 5%, sebagai lapisan kedua dari mono molekuler, air yang terikat agak lemah sebagai lapisan kedua dari molekuler air terhadap group hidrofilik sebesar kira-kira 4% dan lapisan ketiga adalah molekul-molekul air bebas diantara molekul protein berjumlah kirakira 10% (FORREST et al., 1975). Cooking loss Rataan cooking loss daging sapi Pesisir dengan level pemberian ransum yang berbeda Tabel 3. Nilai rataan daya mengikat air daging sapi pesisir (%) Faktor A (level ransum) Faktor B (lama penggemukan) b1 (3 bulan) b2 (4 bulan) Rataan A1 (50% K + 50% JA) 45,18 46,78 45,98 A2 (75% K + 25% JA) 51,19 44,86 48,04 Rataan 48,20 45,82 47,01 260

Tabel 4. Rataan cooking loss daging sapi pesisir (%) Faktor A (level ransum) Faktor B (lama penggemukan) b1 (3 bulan) b2 (4 bulan) Rataan A1 (50 % K + 50 % JA) 44,16 38,72 41,44 A2 (75 % K + 25 % JA) 37,27 39,95 38,61 Rataan 40,71 39,34 40,02 dan digemukkan selama 3 bulan dan 4 bulan dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil analisis ragam memperlihatkan tidak ada interaksi antara faktor A (level pemberian ransum) dengan faktor B (lama penggemukan) terhadap cooking loss daging sapi Pesisir (P > 0,05), begitu juga pengaruh masing-masing faktor pemberian ransum dan lama penggemukan juga tidak memperlihatkan pengaruh yang nyata (P > 0,05). Jadi perbedaan pemberian ransum 50% konsentrat + 50% jerami amoniasi dan 75% konsentrat + 25% jerami amoniasi yang dipelihara selama 3 bulan dan 4 bulan tidak mempengaruhi cooking loss daging sapi Pesisir. Hal ini juga terkait erat dengan daya mengikat air daging, yang mana perlakuan selama penelitian tidak berpengaruh terhadap daya mengikat air daging. Kalau daya mengikat air tinggi, maka cooking loss semakin rendah, begitu sebaliknya kalau daya mengikat air rendah maka cooking loss akan semakin tinggi. Menurut LAWRIE (1985) daya mengikat air daging sangat mempengaruhi cooking loss daging, dimana daya mengikat air yang tinggi akan mengurangi terjadinya penyusutan selama daging dimasak. Pada Tabel 4 dapat dilihat nilai cooking loss berkisar antara 37,27 44,16% dengan rata-rata 40,02%. Dilihat dari rataan tersebut nilai susut masak daging sapi Pesisir termasuk normal, dimana menurut SOEPARNO (1992) susut masak (cooking loss) daging sapi yang termasuk dalam kisaran normal adalah antara 15 40%. Faktor yang mempengaruhi susut masak menurut BOUTON et al. (1976) yakni status kontraksi myofibril. Serabut otot yang lebih pendek dapat meningkatkan susut masak (cooking loss), sebaliknya pertambahan umur ternak atau penggemukan yang semakin lama dapat menurunkan susut masak. Tidak terjadinya perbedaan cooking loss daging sapi ini juga erat kaitannya dengan kadar air daging yang dikandungnya, dimana kandungan air diantara perlakuan juga tidak berbeda nyata. Menurut JUDGE et al. (1989) daya ikat air oleh protein daging mempunyai pengaruh yang besar terhadap susut masak daging masak, dimana daging yang mempunyai daya ikat air dan ph yang rendah akan banyak kehilangan cairan sehingga terjadi penurunan berat daging. KESIMPULAN 1. Tidak adanya interaksi antara level pemberian ransum dengan lama penggemukan terhadap keempukan, daya mengikat air dan cooking loss daging sapi Pesisir (P > 0,05). 2. Faktor level pemberian ransum berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap keempukan daging. Semakin tinggi persentase konsentrat dalam ransum akan menyebabkan daging semakin empuk. 3. Daya mengikat air dan cooking loss tidak dipengaruhi oleh level pemberian ransum dan lama penggemukan. DAFTAR PUSTAKA BASUKI, P. 2000. Kajian Optimalisasi Usaha Penggemukan Sapi (Feedlot) Melalui Manipulasi Pakan, Pertumbuhan Kompensasi dan Periode Waktu Penggemukan. Disertasi Doktor. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. BOUTON, P.E., A.L. FORT, P.V. HARRIS, W.R. SORTHOSE, D. RATCLIFF and J.H.L. MORGAN. 1976. Influence cooking loss from meat. J. Anim. Sci. 44: 53. 261

BOWKER, W.A.T., R.G. DUMDAY, J.E. FRISCH, R.A. SWAN and N.M. TULLOH. 1978. A Course Manual and Beef Cattle Management and Economic. A.A.U.C.S. Canberra, Australia. BUCKLE, K.A., R.A. EDWAR, G.H. FLEET dan M. WOOTON. 1985. Food Science. Penterjemah: PURNOMO, H. dan ADIONO. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press, Jakarta. DITJENNAK. 2003. Rumusan Verifikasi dan Validasi Data. Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian, Jakarta. FORREST, G.J., ABERLE, H.B. HENDRICK, M.D. JUDGE and R.A. MERKEL. 1975. Principles of Meat Science. W.H. Freeman and Company, San Francisco. GURNADI, E. 1993. Agroindustri Sapi Potong. Makalah Pembahasan. P.P.A. CIDES, U.O. Bangkit, PT Insan Mitra Satyamandiri, Jakarta. JUDGE, M.D., E.D. ABERLE, J.C. FORREST, H.B. HEDRICK and R.A. MERKEL. 1989. Principles of Meat Science. 2 nd Ed. Kendall/Hunt Publishing Co., Dubuque, Iowa. LAWRIE, R.A. 1985. Meat Science. 4 th Ed. Pergamon Press, Oxford, New York. NATASASMITA, S. 1987. Pengantar Evaluasi Daging. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. PEARSON, A.M. and T.R. DUTSON. 1985. Advance in Meat Research. Vol. 1. Electrical Stimulation. Avi Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut. SOEPARNO. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. UDIN, Z. 2005. Pengaruh kawin pertama pascapartum sapi potong terhadap angka kebuntingan di Kodya Padang. Bull. Peternakan 29(4): 156 162. 262