BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. terhadap pergeseran cermin untuk menentukan faktor konversi, dan grafik

dokumen-dokumen yang mirip
KIMIA DASAR TEKNIK INDUSTRI UPNVYK C H R I S N A O C V A T I K A ( ) R I N I T H E R E S I A ( )

No. BAK/TBB/SBG201 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2008 Hal 1 dari 8 Semester I BAB I Prodi PT Boga BAB I MATERI

BAB III METODE PENELITIAN. karakterisasi tegangan keluaran detektor terhadap pergeseran cermin. Selanjutnya,

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

MENGELOMPOKKAN SIFAT-SIFAT MATERI

Bab 1 Pendahuluan. I. Landasan Teori

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam Bab IV ini akan dipaparkan hasil penelitian aplikasi multimode fiber

Gambar 4.2 Larutan magnesium klorida hasil reaksi antara bubuk hidromagnesit dengan larutan HCl

Dan langit itu kami bangun dengan kekuasaan (kami) dan sesungguhnya kami benar-benar berkuasa. Dan bumi itu kami hamparkan, maka sebaik-baik yang

SIFAT FISIK DAN MINERAL BAJA

MATERI 1.1 Pengertian Materi Sebagai contoh : Hukum Kekekalan Materi 1.2 Sifat Dan Perubahan Materi Sifat Materi

SMP kelas 7 - KIMIA BAB 2. UNSUR, SENYAWA, DAN CAMPURAN Latihan Soal 2.3

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

7. Menerapkan konsep suhu dan kalor. 8. Menerapkan konsep fluida. 9. Menerapkan hukum Termodinamika. 10. Menerapkan getaran, gelombang, dan bunyi

ANALISIS SIFAT MEKANIK MATERIAL TROMOL REM SEPEDA MOTOR DENGAN PENAMBAHAN UNSUR CHROMIUM TRIOXIDE ANHYDROUS (CrO 3 )

BENDA, MATERI DAN ZAT

MATERIAL TEKNIK LOGAM

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

KIMIA. Sesi POLIMER. A. LOGAM ALKALI a. Keberadaan dan Kelimpahan Logam Alkali. b. Sifat-Sifat Umum Logam Alkali. c. Sifat Keperiodikan Logam Alkali

BAB VI L O G A M 6.1. PRODUKSI LOGAM

TIN107 - Material Teknik #10 - Metal Alloys (2) METAL ALLOYS (2) TIN107 Material Teknik

BAB I PENDAHULUAN. Dalam membuat suatu produk, bahan teknik merupakan komponen. yang penting disamping komponen lainnya. Para perancang, para

Kimia unsur. Klasifikasi Materi. Tabel Periodik. Kuantitas materi : Atom dan konsep mol. Atom dan konsep mol

Pembahasan Materi #11

ILMU BAHAN LISTRIK_edysabara. 1 of 6. Pengantar

KARAKTERISASI BAJA SMO 254 & BAJA ST 37 YANG DI-ALUMINIZING

KIMIA UNSUR. (4) energi ionisasi kripton lebih tinggi daripada energi ioniasasi neon

Soal dan jawaban tentang Kimia Unsur

1. Pengertian Perubahan Materi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK 1 KEREAKTIFAN LOGAM ALKALI DAN ALKALI TANAH 7 Oktober 2014 SEPTIA MARISA ABSTRAK

LATIHAN ULANGAN TENGAH SEMESTER 2

30 Soal Pilihan Berganda Olimpiade Kimia Tingkat Kabupaten/Kota 2011 Alternatif jawaban berwarna merah adalah kunci jawabannya.

TUGAS AKHIR PENGARUH ELEKTROPLATING TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS ALUMINIUM PADUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga dapat menghasilkan data yang akurat.

VARIASI PENAMBAHAN FLUK UNTUK MENGURANGI CACAT LUBANG JARUM DAN PENINGKATAN KEKUATAN MEKANIK

BAB II DASAR TEORI Tinjauan Pustaka

BAB III TABEL PERIODIK

Ikatan kimia. 1. Peranan Elektron dalam Pembentukan Ikatan Kimia. Ikatan kimia

Sudaryatno Sudirham ing Utari. Mengenal. Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1)

Mengubah energi kimia menjadi energi listrik Mengubah energi listrik menjadi energi kimia Katoda sebagi kutub positif, anoda sebagai kutub negatif

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

ANALISIS DESKRIPTIF NILAI RESISTIVITAS AIR AKIBAT RADIASI MATAHARI PADA JENIS WADAH LOGAM

- - WUJUD ZAT DAN PEMUAIAN

KIMIA (2-1)

LAMPIRAN C CCT pada Materi Ikatan Ion

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Materi 2.2 Sifat-sifat Materi

ANALISIS STRUKTUR MIKRO CORAN PENGENCANG MEMBRAN PADA ALAT MUSIK DRUM PADUAN ALUMINIUM DENGAN CETAKAN LOGAM

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Data

PERCOBAAN VI. A. JUDUL PERCOBAAN : Reaksi-Reaksi Logam

ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH

TUGAS AKHIR. Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

II. TINJAUAN PUSTAKA

SMP kelas 7 - KIMIA BAB 2. UNSUR, SENYAWA, DAN CAMPURAN Latihan Soal 2.2

BAB V HASIL PENELITIAN. peralatan sebagai berikut : XRF (X-Ray Fluorecense), SEM (Scanning Electron

BAB I PENDAHULUAN. Aluminium (Al) adalah salah satu logam non ferro yang memiliki. ketahanan terhadap korosi, dan mampu bentuk yang baik.

BAB IV HASIL DAN ANALISA. pengujian komposisi material piston bekas disajikan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Hasil Uji Komposisi Material Piston Bekas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KIMIA. Sesi KIMIA UNSUR (BAGIAN IV) A. UNSUR-UNSUR PERIODE KETIGA. a. Sifat Umum

DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 3 LAWANG SOAL ULANGAN SEMESTER GANJIL TAHUN PELAJARAN 2008/2009

Ir. Hari Subiyanto, MSc

BESI COR. 4.1 Struktur besi cor

LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON ELEKTROLIT. Perbandingan sifat-sifat larutan elektrolit dan larutan non elektrolit.

NAMA : KELOMPOK : Mata Pelajaran : Kimia Kelas/Semester : X 5 /2 Alokasi Waktu : 2 x 45 menit.

LOGO ANALISIS KUALITATIF KATION DAN ANION

KALOR. Peta Konsep. secara. Kalor. Perubahan suhu. Perubahan wujud Konduksi Konveksi Radiasi. - Mendidih. - Mengembun. - Melebur.

14. Magnesium dan Paduannya (Mg and its alloys)

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK

Penghantar Fungsi penghantar pada teknik tenaga listrik adalah untuk menyalurkan energi listrik dari satu titik ketitik lain. Penghantar yang lazim

Review II. 1. Pada elektrolisis larutan NaCl dengan elektroda karbon, reaksi yang terjadi pada katoda adalah... A. 2H 2

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahan logam pada jenis besi adalah material yang sering digunakan dalam

KOEFISIEN MUAI PANJANG

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

02 03 : CACAT KRISTAL LOGAM

Keramik. Ikatan atom pada keramik. Sifat-sifat bahan keramik 04/10/2016. Lukhi mulia s

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 2, 50/50 (sampel 3), 70/30 (sampel 4), dan 0/100 (sampel 5) dilarutkan dalam

I. PENDAHULUAN. kinerjanya adalah pemrosesan, modifikasi struktur dan sifat-sifat material.

BAB I PENDAHULUAN. logam menjadi satu akibat adanya energi panas. Teknologi pengelasan. selain digunakan untuk memproduksi suatu alat, pengelasan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR-

PEMBUATAN BRACKET PADA DUDUKAN CALIPER. NAMA : BUDI RIYONO NPM : KELAS : 4ic03

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dirumuskan menjadi beberapa permasalahan. Batasan masalah

SMP VIIa. Unsur, Senyawa, dan Campuran. Devi Diyas Sari SMP VIIa

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH ANALISA PENGARUH SOLUTION TREATMENT PADA MATERIAL ALUMUNIUM TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

Resistor. Gambar Resistor

KERAMIK Mimin Sukarmin, S.Si., M.Pd.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

MODUL 10 DI KLAT PRODUKTI F MULOK I I BAHAN KERJA

PENGARUH PENAMBAHAN TEMBAGA (Cu) TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN ALUMINIUM-SILIKON (Al-Si) MELALUI PROSES PENGECORAN

Sel Volta KIM 2 A. PENDAHULUAN B. SEL VOLTA ELEKTROKIMIA. materi78.co.nr

GLOSSARIUM. Ilmu Pengetahuan Alam - Kelas VII SMP/MTs

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya perubahan metalurgi yaitu pada struktur mikro, sehingga. ketahanan terhadap laju korosi dari hasil pengelasan tersebut.

Lembar Kegiatan Siswa

TINGKAT PERGURUAN TINGGI 2017 (ONMIPA-PT) SUB KIMIA FISIK. 16 Mei Waktu : 120menit

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI. Gas HHO merupakan hasil dari pemecahan air murni ( H 2 O (l) ) dengan proses

SKRIPSI / TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab yang keempat ini mengulas tentang hasil penelitian yang telah dilakukan beserta analisa pembahasannya. Hasil penelitian ini nantinya akan dipaparkan olahan data berupa grafik karakterisasi tegangan keluaran detektor terhadap pergeseran cermin untuk menentukan faktor konversi, dan grafik tegangan keluaran detektor (V) terhadap temperatur (T) logam yang akan dikonversi menjadi grafik panjang logam (L) terhadap temperatur logam (T) untuk tiap logam yang memiliki panjang bervariasi dari 80 mm, 100 mm dan 120 mm. Selain itu juga nantinya akan didapatkan grafik hubungan L (perubahan panjang logam besi) terhadap T (selisih perubahan temperatur pada rongga logam besi) untuk tiap logam yang memiliki variasi panjang dari 80 mm, 100 mm dan 120 mm. Dari grafik inilah nilai ekspansi linear untuk masing-masing logam dapat ditentukan. Penjelasan mengenai hasil uji X-Ray Flourescent (XRF) logam juga akan diulas pada akhir bab keempat ini. 4.1 Hasil Penelitian Hasil penelitian dari pengukuran koefisien ekspansi linear logam besi dan besi tuang dengan menggunakan fiber coupl er, yaitu berupa data karakterisasi tegangan keluaran detektor terhadap pergeseran cermin dan

data tegangan keluaran detektor terhadap perubahan temperatur logam besi dan besi tuang. Data karakterisasi tegangan keluaran detektor (V) terhadap pergeseran cermin (L) dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Gambar 4.1 berikut merupakan plot grafik karakterisasi tegangan keluaran detektor (V) terhadap pergeseran cermin (L). 14 Tegangan keluaran detektor (10-4 V) 12 10 8 6 4 2 0 0 1 2 3 4 5 6 Pergeseran cermin (mm) Gambar 4.1. Grafik karakterisasi tegangan keluaran detektor terhadap pergeseran cermin. Data tegangan keluaran detektor (V) terhadap temperatur (T) logam besi tuang 80 mm dapat dilihat pada Lampiran 2 dan plot grafik tegangan keluaran detektor (V) terhadap temperatur (T) logam besi tuang 80 mm dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Tegangan keluaran detektor (10-4 V) 7 6 5 4 3 2 1 0 0 20 40 60 80 100 120 Temperatur logam (ºC) Gambar 4.2. Grafik tegangan keluaran detektor (V) terhadap temperatur (T) logam besi tuang 80 mm. Data tegangan keluaran detektor (V) terhadap temperatur (T) logam besi tuang 100 mm dapat dilihat pada Lampiran 3 dan plot grafik tegangan keluaran detektor (V) terhadap temperatur (T) logam besi tuang 100 mm dapat dilihat pada Gambar 4.3. Tegangan keluaran detektor (10-4 V) 7 6 5 4 3 2 1 0 0 20 40 60 80 100 120 Temperatur logam (ºC) Gambar 4.3. Grafik tegangan keluaran detektor (V) terhadap temperatur (T) logam besi tuang 100 mm.

Data tegangan keluaran detektor (V) terhadap temperatur (T) logam besi tuang 120 mm dapat dilihat pada Lampiran 4 dan plot grafik tegangan keluaran detektor (V) terhadap temperatur (T) logam besi tuang 120 mm dapat dilihat pada Gambar 4.4. Tegangan keluaran detektor (10-4 V) 7,6 7,4 7,2 7 6,8 6,6 6,4 6,2 0 20 40 60 80 100 120 140 Temperatur logam (ºC) Gambar 4.4. Grafik tegangan keluaran detektor (V) terhadap temperatur (T) logam besi tuang 120 mm. Data tegangan keluaran detektor (V) terhadap temperatur (T) logam besi 80 mm dapat dilihat pada Lampiran 5 dan plot grafik tegangan keluaran detektor (V) terhadap temperatur (T) logam besi 80 mm dapat dilihat pada Gambar 4.5.

Tegangan keluaran detektor (10-4 V) 7,8 7,7 7,6 7,5 7,4 7,3 7,2 7,1 0 20 40 60 80 100 120 Temperatur Logam (ºC) Gambar 4.5. Grafik tegangan keluaran detektor (V) terhadap temperatur (T) logam besi 80 mm. Data tegangan keluaran detektor (V) terhadap temperatur (T) logam besi 100 mm dapat dilihat pada Lampiran 6 dan plot grafik tegangan keluaran detektor (V) terhadap temperatur (T) logam besi 100 mm dapat dilihat pada Gambar 4.6. 9,6 Tegangan keluaran detektor (10-4 V) 9,4 9,2 9 8,8 8,6 8,4 8,2 8 0 20 40 60 80 100 120 Temperatur logam (ºC) Gambar 4.6. Grafik tegangan keluaran detektor (V) terhadap temperatur (T) logam besi 100 mm.

Data tegangan keluaran detektor (V) terhadap temperatur (T) logam besi 120 mm dapat dilihat pada Lampiran 7 dan plot grafik tegangan keluaran detektor (V) terhadap temperatur (T) logam besi 120 mm dapat dilihat pada Gambar 4.7. Tegangan keluaran detektor (10-4 V) 7,9 7,8 7,7 7,6 7,5 7,4 7,3 0 20 40 60 80 100 120 Temperatur logam (ºC) Gambar 4.7. Grafik tegangan keluaran detektor (V) terhadap temperatur (T) logam besi 120 mm. 4.2 Analisa dan Pembahasan Sebelum melakukan eksperimen pengukuran koefisien ekspansi linear logam besi dan besi tuang, terlebih dahulu melakukan karakterisasi tegangan keluaran detektor terhadap pergeseran cermin. Tujuan dari eksperimen karakterisasi tegangan keluaran detektor terhadap pergeseran cermin adalah untuk mencari daerah linier tegangan keluaran detektor terhadap pergeseran cermin serta menentukan faktor konversi tegangan ke panjang logam. Faktor konversi tersebut berfungsi sebagai faktor pembagi terhadap tegangan keluaran detektor yang didapat dari eksperimen pengukuran nilai koefisien ekspansi linear logam besi dan besi tuang.

Hasil dari pengolahan data karakterisasi tegangan keluaran detektor (V) terhadap pergeseran cermin (L) diperoleh daerah linier tegangan keluaran detektor (V) terhadap pergeseran cermin (L). Data karakterisasi dari daerah linier tersebut dapat dilihat pada Lampiran 8, sedangkan plot grafik daerah linier karakterisasi tegangan keluaran detektor (V) terhadap pergeseran cermin (L) serta hasil dari regresi liniernya dapat dilihat pada Gambar 4.8. Tegangan keluaran detektor (10-4 V) 14 12 10 8 6 4 2 0 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 Pergeseran cermin (mm) V = -8,144L + 0,995 R² = 0,9982 V Linear (V) Gambar 4.8. Grafik daerah linier karakterisasi tegangan keluaran detektor terhadap pergeseran cermin. Pada plot grafik daerah linier karakterisasi tegangan keluaran detektor (V) terhadap pergeseran cermin (L), diperoleh persamaan regresi linier V = -8,144 L + 0,995 dan R 2 = 0,9982. Hasil regresi linier pada Gambar 4.8 menunjukkan nilai koefisien korelasi (R 2 ) mendekati 1, artinya hubungan antara tegangan keluaran detektor terhadap pergeseran cermin linier. Nilai kemiringan (slop) grafik sebesar 8,144 mm/mv adalah faktor konversi tegangan keluaran detektor ke pergeseran.

Karena hasil dari grafik tegangan keluaran detektor (V) terhadap perubahan temperatur logam (T) tidak sesuai dengan yang diinginkan, yaitu nilai b pada persamaan linear V=aL+b, tidak sama dengan 0. Maka pada analisis yang dilakukan adalah dengan mengkonversi tegangan menjadi panjang logam, dengan menggunakan Persamaan 3.1. yaitu L=(V-b)/a, dengan V, a, L berturut-turut adalah tegangan keluaran detektor, faktor konversi tegangan ke pergeseran data karakterisasi, pertambahan panjang logam dan b adalah konstanta data karakterisasi. Berikut akan ditampilkan data dan grafik panjang logam terhadap temperatur logam dengan mengambil daerah linear dari data tegangan keluaran detektor terhadap temperatur logam. Panjang logam yang dimaksud merupakan panjang mula-mula logam yang ditambahkan dengan skala pergeseran pada mikrometer. Data panjang logam (L) terhadap temperatur (T) logam besi tuang 80 mm dapat dilihat pada Lampiran 9 dan plot grafik panjang logam (L) terhadap temperatur (T) logam besi tuang 80 mm dapat dilihat pada Gambar 4.9. 80,62 Panjang logam (mm) 80,6 80,58 80,56 80,54 80,52 80,5 80,48 0 20 40 60 80 100 120 Temperatur logam (ºC) Gambar 4.9. Grafik panjang logam (L) terhadap temperatur (T) logam besi tuang 80 mm.

Data panjang logam (L) terhadap temperatur (T) logam besi tuang 100 mm dapat dilihat pada Lampiran 10 dan plot grafik panjang logam (L) terhadap temperatur (T) logam besi tuang 100 mm dapat dilihat pada Gambar 4.10. Panjang logam (mm) 100,7 100,68 100,66 100,64 100,62 100,6 100,58 100,56 100,54 100,52 0 20 40 60 80 100 120 Temperatur logam (ºC) Gambar 4.10. Grafik panjang logam (L) terhadap temperatur (T) logam besi tuang 100 mm. Data panjang logam (L) terhadap temperatur (T) logam besi tuang 120 mm dapat dilihat pada Lampiran 11 dan plot grafik panjang logam (L) terhadap temperatur (T) logam besi tuang 120 mm dapat dilihat pada Gambar 4.11. Panjang logam (mm) 120,8 120,78 120,76 120,74 120,72 120,7 120,68 120,66 120,64 0 20 40 60 80 100 120 140 Temperatur logam (ºC) Gambar 4.11. Grafik panjang logam (L) terhadap temperatur (T) logam besi tuang 120 mm.

Data panjang logam (L) terhadap temperatur (T) logam besi 80 mm dapat dilihat pada Lampiran 12 dan plot grafik panjang logam (L) terhadap temperatur (T) logam besi 80 mm dapat dilihat pada Gambar 4.12. Panjang logam (mm) 80,81 80,805 80,8 80,795 80,79 80,785 80,78 80,775 80,77 80,765 80,76 0 20 40 60 80 100 120 Temperatur logam (ºC) Gambar 4.12. Grafik panjang logam (L) terhadap temperatur (T) logam besi 80 mm. Data panjang logam (L) terhadap temperatur (T) logam besi 100 mm dapat dilihat pada Lampiran 13 dan plot grafik panjang logam (L) terhadap temperatur (T) logam besi 100 mm dapat dilihat pada Gambar 4.13. Panjang logam (mm) 101,06 101,04 101,02 101 100,98 100,96 100,94 100,92 100,9 100,88 0 20 40 60 80 100 120 Temperatur logam (ºC) Gambar 4.13. Grafik panjang logam (L) terhadap temperatur (T) logam besi 100 mm.

Data panjang logam (L) terhadap temperatur (T) logam besi 120 mm dapat dilihat pada Lampiran 14 dan plot grafik panjang logam (L) terhadap temperatur (T) logam besi 120 mm dapat dilihat pada Gambar 4.14. Panjang logam (mm) 120,845 120,84 120,835 120,83 120,825 120,82 120,815 120,81 120,805 0 20 40 60 80 100 120 Temperatur logam (ºC) Gambar 4.14. Grafik panjang logam (L) terhadap temperatur (T) logam besi 120 mm. Pergeseran cermin diakibatkan oleh perubahan temperatur di dalam rongga logam besi. Pergeseran cermin ini tidak lain adalah pertambahan panjang dari logam besi ( L) yang diakibatkan oleh perubahan temperatur (ΔT) di dalam rongga logam besi. Langkah berikutnya adalah mencari hubungan L (perubahan panjang logam besi) terhadap T (selisih perubahan temperatur pada rongga logam besi). Data dari perubahan panjang logam besi ( L) terhadap selisih perubahan temperatur pemanasan pada rongga besi ( T) untuk logam besi tuang 80 mm dapat dilihat pada Lampiran 15.Dan Gambar 4.15 merupakan plot grafik pertambahan panjang ( L) logam besi terhadap selisih perubahan

temperatur ( T) logam besi tuang 80mm, dapat diketahui bahwa pertambahan panjang ( L) logam besi terhadap selisih perubahan temperatur ( T) logam besi berbanding lurus. Pernyataan ini sesuai dengan perumusan yang terdapat pada teori ekspansi linier logam yaitu L = L 0 α T, pertambahan panjang suatu logam berbanding lurus dengan perubahan temperatur pada logam tersebut. 0,12 ΔL (mm) 0,1 0,08 0,06 0,04 ΔL = 0,0013ΔT + 0,0192 R² = 0,9762 ΔL Linear (ΔL) 0,02 0 0 20 40 60 80 ΔT (ºC) Gambar 4.15 Grafik pertambahan panjang (ΔL) logam besi terhadap selisih perubahan temperatur (ΔT) logam besi tuang 80 mm. Pada grafik pertambahan panjang logam besi tuang terhadap perubahan temperatur logam besi tuang 80 mm diatas, diperoleh persamaan regresi linier ΔL = 0,0013 ΔT + 0,0192, sedangkan di dalam perumusan yang terdapat pada teori ekspansi linier logam yaitu L = L0 α T. Hal ini berarti nilai L/ T =c=0,0013. Dengan L 0 =80mm, maka diperoleh nilai α=1,625x10-5 ( C -1 ). Data dari perubahan panjang logam besi ( L) terhadap selisih perubahan temperatur pemanasan pada rongga besi ( T) untuk logam besi

tuang 100mm dapat dilihat pada Lampiran 16.Dan Gambar 4.16 merupakan plot grafik pertambahan panjang ( L) logam besi tuang 100mm terhadap selisih perubahan temperatur ( T) logam besi tuang 100mm. ΔL (mm) 0,16 0,14 0,12 0,1 0,08 0,06 0,04 0,02 0-0,02 0 20 40 60 80 ΔT (ºC) ΔL = 0,0023ΔT - 0,003 R² = 0,9928 ΔL Linear (ΔL) Gambar 4.16 Grafik pertambahan panjang (ΔL) logam besi terhadap selisih perubahan temperatur (ΔT) logam besi tuang 100 mm. Pada grafik pertambahan panjang logam besi tuang terhadap perubahan temperatur logam besi tuang 100 mm diatas, diperoleh persamaan regresi linier ΔL = 0,0023 ΔT + 0,003. Sedangkan di dalam perumusan yang terdapat pada teori ekspansi linier logam yaitu L = L0 α T. Hal ini berarti nilai L/ T =c=0,0023. Dengan L 0 =100 mm, maka diperoleh nilai α=2,3x10-5 ( C -1 ). Data dari perubahan panjang logam besi ( L) terhadap selisih perubahan temperatur pemanasan pada rongga besi ( T) untuk logam besi tuang 120mm dapat dilihat pada Lampiran 17.Dan Gambar 4.17 merupakan

plot grafik pertambahan panjang ( L) logam besi tuang 120mm terhadap selisih perubahan temperatur ( T) logam besi tuang 120mm. 0,14 ΔL (mm) 0,12 0,1 0,08 0,06 0,04 0,02 0 ΔL = 0,0014ΔT + 0,0106 R² = 0,9963 0 20 40 60 80 100 ΔT (ºC) ΔL Linear (ΔL) Gambar 4.17 Grafik pertambahan panjang (ΔL) logam besi terhadap selisih perubahan temperatur (ΔT) logam besi tuang 120 mm. Pada grafik pertambahan panjang logam besi tuang terhadap perubahan temperatur logam besi tuang 120 mm diatas, diperoleh persamaan regresi linier ΔL = 0,0014 ΔT + 0,0106. Sedangkan di dalam perumusan yang terdapat pada teori ekspansi linier logam yaitu L = L0 α T. Hal ini berarti nilai L/ T =c=0,0014. Dengan L 0 =120 mm, maka diperoleh nilai α=1,167x10-5 ( C -1 ). Data dari perubahan panjang logam besi ( L) terhadap selisih perubahan temperatur pemanasan pada rongga besi ( T) untuk logam besi 80mm dapat dilihat pada Lampiran 18.Dan Gambar 4.18 merupakan plot grafik pertambahan panjang ( L) logam besi 80mm terhadap selisih perubahan temperatur ( T) logam besi 80mm.

ΔL (mm) 0,045 0,04 0,035 0,03 0,025 0,02 0,015 0,01 0,005 0 ΔL = 0,0006ΔT + 0,001 R² = 0,9871 0 20 40 60 80 ΔT (ºC) ΔL Linear (ΔL) Gambar 4.18 Grafik pertambahan panjang (ΔL) logam besi terhadap selisih perubahan temperatur (ΔT) logam besi 80 mm. Pada grafik pertambahan panjang logam besi tuang terhadap perubahan temperatur logam besi 80 mm diatas, diperoleh persamaan regresi linier ΔL = 0,0006 ΔT + 0,001. Sedangkan di dalam perumusan yang terdapat pada teori ekspansi linier logam yaitu L = L0 α T. Hal ini berarti nilai L/ T =c=0,0006. Dengan L 0 =80mm, maka diperoleh nilai α=7,5x10-6 ( C -1 ). Data dari perubahan panjang logam besi ( L) terhadap selisih perubahan temperatur pemanasan pada rongga besi ( T) untuk logam besi 100mm dapat dilihat pada Lampiran 19.Dan Gambar 4.19 merupakan plot grafik pertambahan panjang ( L) logam besi 100mm terhadap selisih perubahan temperatur ( T) logam besi 100mm.

ΔL (mm) 0,16 0,14 0,12 0,1 0,08 0,06 0,04 0,02 0-0,02 0 20 40 60 80 ΔT (ºC) ΔL = 0,002ΔT - 0,0039 R² = 0,994 ΔL Linear (ΔL) Gambar 4.19 Grafik pertambahan panjang (ΔL) logam besi terhadap selisih perubahan temperatur (ΔT) logam besi 100 mm. Pada grafik pertambahan panjang logam besi tuang terhadap perubahan temperatur logam besi 100 mm diatas, diperoleh persamaan regresi linier ΔL = 0,002 ΔT + 0,0039. Sedangkan di dalam perumusan yang terdapat pada teori ekspansi linier logam yaitu L = L0 α T. Hal ini berarti nilai L/ T =c=0,002. Dengan L 0 =100 mm, maka diperoleh nilai α=2x10-5 ( C -1 ). Data dari perubahan panjang logam besi ( L) terhadap selisih perubahan temperatur pemanasan pada rongga besi ( T) untuk logam besi 120mm dapat dilihat pada Lampiran 20.Dan Gambar 4.20 merupakan plot grafik pertambahan panjang ( L) logam besi 120mm terhadap selisih perubahan temperatur ( T) logam besi 120mm.

ΔL (mm) 0,04 0,035 0,03 0,025 0,02 0,015 0,01 0,005 0 0 10 20 30 40 50 ΔT (ºC) ΔL = 0,0008ΔT+ 1E-05 R² = 0,9604 ΔL Linear (ΔL) Gambar 4.20 Grafik pertambahan panjang (ΔL) logam besi terhadap selisih perubahan temperatur (ΔT) logam besi 120 mm. Pada grafik pertambahan panjang logam besi tuang terhadap perubahan temperatur logam besi 120 mm diatas, diperoleh persamaan regresi linier ΔL = 0,0008 ΔT + 1E-05, sedangkan di dalam perumusan yang terdapat pada teori ekspansi linier logam yaitu L = L0 α T. Hal ini berarti nilai L/ T =c=0,0008. Dengan L 0 =120 mm, maka diperoleh nilai α=6,67x10-6 ( C -1 ). Untuk mempermudah membandingkan hasil perhitungan nilai ekspansi linear dari logam besi dan besi tuang dengan panjang masingmasing logamnya, maka dapat dilihat pada Tabel 4.1. berikut :

Jenis Logam Besi Tuang Besi Panjang Nilai α Nilai α Logam (ºC -1 ) Rata-rata(ºC -1 ) (mm) 80-5 1,625.10 100 2,3.10-5 -5 1,697.10 120 1,167.10-5 80-6 7,5.10 100 2.10-5 -5 1,139.10 120 6,67.10-6 Tabel 4.1 Tabel nilai ekspansi linear logam besi dan besi tuang hasil eksperimen Sedangkan nilai α besi dan besi tuang pada literatur masing-masing adalah α besi =11,8.10-6 (ºC -1 ) dan α besi tuang =9.10-6 (ºC -1 ). Bila temperaturnya dinaikkan, maka akan terjadi peningkatan energi yang disebabkan oleh atom-atom pada logam besi dan besi tuang mengalami peristiwa vibrasi atomik sehingga membuat jarak antar atom semakin melebar, hal ini mengakibatkan logam mengalami pemuaian karena jarak rata-rata antar atom membesar. Selain itu, sampel logam besi dan besi tuang tersebut juga diuji X-Ray Flourescent (XRF) untuk diketahui komposisi unsur-unsur apa saja yang terkandung didalamnya. Tabel 4.2 berikut merupakan hasil uji XRF untuk logam besi dan besi tuang :

Unsur Persen Berat (%) Besi Besi Tuang Al (Aluminium) 0,9 - Si (Silicon) 0,48 0,35 P (Phosporus) 0,14 0,35 Ca (Calcium) 0,5 0,27 Cr (Chromium) 0,037 0,11 Mn (Manganese) 0,815 0,25 Fe (Ferrum) 90,09 98,25 Cu (Cuprum) 0,093 0,21 Br (Bromine) 6,9 - K (Kalium) - 0,1 Ni (Nickel) - 0,11 Tabel 4.2 Tabel persen berat komposisi unsur penyusun logam besi dan besi tuang Berdasarkan hasil uji XRF (Lampiran 21), dapat dilihat bahwa unsur Si besi > Si besi tuang selisih 0,13%, unsur P besi < P besi tuang selisih 0,21%, unsur Ca besi > Ca besi tuang selisih 0,23%, unsur Cr besi < Cr besi tuang selisih 0,073%, unsur Mn besi > Mn besi tuang selisih 0,565%, Fe besi < Fe besi tuang selisih 8,16%, unsur Cu besi > Cu besi tuang selisih 0,117%. Dari data di atas diketahui bahwa sampel yang digunakan bukan logam besi murni. Dari tabel diatas juga bisa dilihat adanya perbedaan komposisi unsur penyusun dari logam besi dan besi tuang. Pada logam besi terdapat unsur Al (Aluminium) dan Br (Bromine), sedangkan pada logam besi tuang tidak terdapat kedua unsur itu. Tetapi pada logam besi tuang ini terdapat unsur K (Kalium) dan Ni (Nickel), sedangkan pada logam besi tidak terdapat kedua unsur itu.

Masing-masing komposisi unsur yang terkandung di dalam logam besi dan besi tuang yang digunakan dalam penelitian ini memiliki sifat-sifat mekanik, antara lain : 1. Fe (Ferrum) Unsur Fe (Besi) merupakan silver white metal yang mempunyai sifat mekanik dapat ditempa, ulet, dapat menerima polish yang tinggi, dan memungkinkan berkarat di udara lembab. 2. Si (Silicon) Silicon adalah logam yang berkilau dan berwarna ke abu-abuan. Silicon merupakan semikonduktor yang baik. 3. Mn (Mangan) Mangan mempunyai sifat mekanik keras, rapuh (getas), dan dapat menerima polish yang brilian. Mangan merupakan silver white metal. 4. Cr (Crome) Crome adalah logam yang berwarna agak ke abu-abuan, dengan sifat mekanik keras, sangat tidak ulet, dan dapat dipoles. 5. Ni (Nickel) Unsur Ni (nikel) merupakan silver white metal yang bersifat mekanik lebih keras dibandingkan dengan besi (Fe), dapat ditempa, ulet, penghantar panas dan penghantar listrik yang hampir bagus. 6. Cu (Cuprum) Cuprum adalah logam yang berwarna merah kekuning-kuningan dan bersifat mekanik sangat mudah di tempa, penghantar panas yang baik,

penghantar listrik yang baik, serta tidak dapat bereaksi dengan udara kering. 7. Al (Alluminium) Silver white metal merupakan salah satu sifat yang dimiliki oleh alluminium. Alluminium memiliki sifat mekanik yaitu tidak berkilau, tidak magnit, dan mempunyai ketahanan korosi yang baik. 8. P (Phosphorus / fosfor) Fosfor adalah padatan yang berwarna putih dan larut dalam karbon disulfida. Unsur ini juga sangat beracun. 9. Ca (Calcium) Unsur ini tergolong dalam logam alkali tanah yang berwarna keperakan. Bila Calsium ini dibakar maka logam ini akan mengeluarkan warna oranye-merah (merah bata) dengan intensitas cahaya tinggi. Dalam bentuk bubuk calsium ini dapat bereaksi dengan air sangat cepat. Karena kepadatan dalam logam ini sangat rendah maka calsium ini merupakan konduktor yang lebih baik dari yang baik. 10. Br (Bromine) Unsur dari deret kimia halogen ini berbentuk cairan berwarna merah pada suhu kamar dan memiliki reaktivitas di antara klor dan yodium. Dalam bentuk cairan, zat ini bersifat korosif. Dalam bentuk gas, bromin bersifat toksik.

11. K (Kalium) Kalium berbentuk logam lunak berwarna putih. Secara alami, kalium ditemukan sebagai senyawa dengan unsur lain dalam air laut atau mineral lainnya. Unsur ini sangat reaktif dan yang paling elektropositif di antara logam-logam. Kecuali litium, kalium juga logam yang sangat ringan. Elemen ini cepat sekali teroksida dengan udara dan harus disimpan dalam kerosene (minyak tanah). Seperti halnya dengan logam-logam lain dalam grup alkali, kalium mendekomposisi air dan menghasilkan gas hidrogen. Unsur ini juga mudah terbakar pada air. Kalium dan garam-garamnya memberikan warna ungu pada lidah api. Hubungan komposisi penyusun unsur-unsur kedua logam tersebut dengan hasil nilai α yang diperoleh dari penelitian ini, terkait pada tingkat homogenitas dan kemurnian dari logam yang digunakan. Tingkat kehomogenitasan dan kemurnian kedua logam yang digunakan berpengaruh pada saat logam dipanaskan untuk diukur nilai α-nya. Hal ini terkait konduksi panas yang terjadi pada logam saat logam dipanaskan.