KRITIK POPULER FILM DOKUMENTER WARISAN SANG EMPU

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

JURNAL PENYUTRADARAAN FILM DOKUMENTER ERAU ADAT KUTAI DENGAN GAYA EXPOSITORY

ABSTRAK. Kata Kunci : Budaya, Feature, Nusantaraku, Produser, Rasulan. xii + 82 halaman; 17 gambar; 10 tabel Daftar acuan: 14 ( )

KUESIONER SURVEI PERILAKU MENONTON DAN PERSEPSI KHALAYAK TERHADAP PROGRAM JELAJAH DI TRANS TV. : (diisi oleh peneliti)

BAB IV PENUTUP. sebuah karya film. Tanpa manajemen yang diterapkan pada sebuah produksi

BAB I PENDAHULUAN. ataupun muda, bahkan anak-anak pun hampir menghabiskan masa. tetapi dengan kehadiran televisi yang merupakan alat ini, maka impian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menyampaikan sebuah informasi, banyak media yang dapat dipakai

BAB I PENDAHULUAN. baru, maka keberadaan seni dan budaya dari masa ke masa juga mengalami

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya. Sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat hidup sendiri dan selalu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KRITERIA PENILAIAN Faslitasi Pembuatan Film Pendek dan Dokumenter 2012

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Film Dokumenter tidak seperti halnya film fiksi (cerita) merupakan sebuah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ABSTRAK. kawasan/tempat, kuliner, dan tradisi yang ada di kota Semarang dan sekitarnya.

Festival Film Pendek Dokumenter BPNB DIY 2017 Nasionalisme dalam Bingkai Sejarah dan Budaya di DIY

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Karya Bidang Program Tayangan Gitaran Sore-Sore Pro TV sebagai Penulis Naskah (Script Writer)

BAB III KONSEP PERANCANGAN FILM DOKUMENTER PULAU ONRUST

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PEMILIHAN STUDI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV PENUTUP. sesuai dengan tujuannya program tersebut dibuat. Program news feature adalah

Pengaruh Tayangan Sinetron Ftv Bagi Perkembangan Psikis Remaja Indonesia Saat Ini

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. siaran yang dapat dijadikan sebagai acuan bagi masyarakat dalam memberi

Dokumenter Episode ke 3. Menemukan Ide dan Merumuskan Konsep

BAB I PENDAHULUAN. tentang kehidupan rakyat sehari-hari, cerita perjuangan dan lain sebagainya yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN FAJRI BERRINOVIAN 12032

2014 SAJARAH CIJULANG

BAHASA IKLAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN: SEBUAH KAJIAN KOMUNIKASI DAN BAHASA TERHADAP IKLAN TV PRODUK CITRA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era globalisai ini, media merupakan suatu alat yang tidak pernah lepas dari

2015 PENGEMBANGAN RUMAH BERSEJARAH INGGIT GARNASIH SEBAGAI ATRAKSI WISATA BUDAYA DI KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Media massa memberikan kesempatan kepada manusia untuk mempublikasikan ide-ide kreatif,

BAB I PENDAHULUAN 1. Pengertian Judul 2. Latar Belakang 2.1. Latar Belakang Umum Museum di Indonesia

BAB 4 METODE PERANCANGAN Masalah yang akan dikomunikasikan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TUGAS MID TERM Kritik Populer pada Film Dokumenter Wabah Gadget

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dikomunikasikan yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak.

BAB I PENDAHULUAN. jenis kelamin, pendidikan, maupun status sosial seseorang. Untuk mendukung

BAB IV TEKNIS PRODUKSI MEDIA. IV 1. Media film dokumenter

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Judul Perancangan 2. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Teknologi dan media komunikasi saat ini berkembang sangat pesat. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian tradisional pada Masyarakat Banten memiliki berbagai

BAB III KONSEP PERANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN. majalah, radio, televise dan film. Komunikasi massa merupakan produksi dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1

BAB I. Seni Pertunjukan Daerah Dulmuluk

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, yang sampai sekarang masih banyak anak-anak yang belum tahu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MUSEUM WAYANG NUSANTARA DI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. kepada peraturan dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Dalam kehidupan

BAB IV GAMBARAN UMUM. secara tetap dimulai tanggal 12 November 1962.

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sarana komunikasi, baik dia bertindak sebagai komunikator (pembicara atau

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian merupakan segala hasil kreasi manusia yang mempunyai sifat

MENGIDENTIFIKASI CUTTING TRANSITION PADA FILM DAN KESAN YANG DITIMBULKAN

BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi visual sebagai suatu sistem pemenuhan kebutuhan manusia di

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Penelitian yang berjudul Perancangan Buku Fotografi Empon-Empon

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

MUSEUM TOSAN AJI DI SURAKARTA

MENGIDENTIFIKASI TRANSISI SHOT

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. sepatutnyalah potensi Sumberdaya Budaya (Culture Resources) tersebut. perlu kita lestarikan, kembangkan dan manfaatkan.

BAB I PENDAHULUAN. hidup tanpa adanya informasi dan komunikasi yang ia jalani di lingkungan


PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1995 TENTANG PEMELIHARAAN DAN PEMANFAATAN BENDA CAGAR BUDAYA DI MUSEUM

MENGIDENTIFIKASI TRANSISI SHOT & CUTTING. Untuk memenuhi tugas Penyuntingan Digital II Dosen Pengampu : Ranang Agung S., S.Pd., M.Sn.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara kaya akan karya seni budaya. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dalam penyampaian pesan. Salah satu media audio visual yaitu film.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Globalisasi sebagai sebuah fenomena saat ini semakin banyak

BAB IV DESKRIPTIF PROSES DAN HASIL PRODUKSI. Profil Tayangan Feature Dibalik Wanita adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. video dan audio video (film). Selama ini kebanyakan orang tidak menyadari hal itu

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Komunikasi merupakan hal paling mendasar dalam setiap tindakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAMPIRAN. Naskah Wawancara Vera Hermawan (Dosen Filmologi) 1. Apakah Bapak sudah menonton film Jerusalem 2013?

BAB I PENDAHULUAN. adat istiadat, agama dan kesenian. Namun di era globalisasi ini banyak budayabudaya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan persaingan kualitas dalam dunia pendidikan. Salah satu faktor yang

BAB III TAHAPAN PRA PRODUKSI

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan teknologi komunikasi yang kian canggih,

BAB I PENDAHULUAN. game berjalan beriringan, dan para desainer saling bersaing secara kreatif. Fakta

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa adalah sistem lambang atau simbol bunyi yang arbitrer berupa

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

Modul ke: Produksi Berita TV. Vox Pop Dalam Berita TV. Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Broadcasting.

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

4. Pelaksanaan kebijakan nasional/provinsi dan penetapan kebijakan daerah mengenai kerja sama luar negeri di bidang kebudayaan skala daerah.

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

KRITIK POPULER FILM DOKUMENTER WARISAN SANG EMPU Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Kritik Televisi dan Film Dosen Pembimbing : Citra Dewi Utami, S. Sn., M.A Oleh : Leny Indriati 13148112 Windy junita 13148132 Andjar Zarkhasyih 13148161 Soofiya Puji R. 13148150 Program Studi Televisi dan Film Jurusan Seni Media Rekam Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta 2014

KRITIK POPULER FILM DOKUMENTER WARISAN SANG EMPU Museum adalah sebuah lembaga yang diperuntukkan bagi masyarakat umum. Museum berfungsi untuk mengumpulkan, merawat dan menyajikan serta melestarikan warisan budaya masyarakat untuk tujuan studi, penelitian, dan kesenangan atau hiburan. Berdasarkan peraturan Pemerintah RI No.19 Tahun 1995, museum adalah tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan dan pemanfaatan benda benda bukti material hasil budaya manusia serta alam dan lingkungannya guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa. Sebenarnya museum di Indonesia ini dapat dibedakan melalui beberapa jenis klasifikasi. Museum keris Brojobuwono ini termasuk dalam klasifikasi museum khusus, dimana museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan bukti material manusia atau lingkungan yang berhubungan dengan satu cabang seni, satu cabang ilmu atau cabang teknologi. Dalam film yang berjudul Warisan Sang Empu dengan durasi waktu 12 menit 17 detik ini menceritakan sebuah museum yang bernama Museum Keris Brojobuwono. Museum keris Brojobuwono ini merupakan suatu pengembangan dari padepokan Brojobuwono. Banyak aktivitas yang dilakukan di dalam museum ini, salah satunya yaitu menciptakan karya karya keris dengan memanfaatkan teknologi modern namun tetap lebih mengedapankan makna keris yang sebenarnya. Dalam film ini juga membahas tentang hubungan museum dengan dunia luar seperti misalnya Museum keris Brojobuwono ini tak luput dari kerja sama dengan Pemerintah, sebenarnya museum ini adalah lembaga swasta di bawah naungan yayasan. Museum keris Brojobuwono ini banyak terlibat dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, terbukti museum keris Brojobuwono ini beberapa kali ikut serta dalam pameran yang diadakan di luar Indonesia. Selain itu, masyarakat sekitar dapat berinteraksi langsung dengan baik bahkan museum keris Brojobuwono ini sering melibatkan warga sekitar dalam kegiatanya seperti,

acara kirab pusaka dan kegiatan kegiatan mengenai perkerisan. Selain itu museum keris Brojobuwono ini menyediakan fasilitas dimana warga sekitar dapat turut belajar seni tari, seni karawitan, rebana dsb. Dalam film ini juga ditampilkan bahwa Museum keris Brojobuwono pada dasarnya lebih mengedepankan koleksi koleksi keris, namun berhubung lokasi museum keris ini berdekatan dengan situs Sangiran maka museum ini juga menampung fosil - fosil yang ditemukan oleh masyarakat untuk menjaga dan merawatnya. Tujuan museum keris Brojobuwono ini didirikan adalah untuk memberi pemahaman kepada masyarakat secara lebih tepat dan menjadi salah satu penyebaran informasi dalam pengetahuan mengenai dunia perkerisan. Film yang berjudul Warisan Sang Empu ini bersifat informatif, sehingga dalam penayangan film dokumenter ini banyak informasi mengenai museum keris Brojobuwono dan perkerisan. Efek kepada penonton sendiri yaitu memberi pemahaman kepada masyarakat luas dan khususnya masyarakat sekitar museum agar dapat menjaga serta melestarikan benda cagar budaya yang kita miliki dengan baik. Serta bagaimana kita memperlakukan benda cagar budaya dengan baik. Film Dokumenter Warisan Sang Empu ini menggunakan gaya bertutur Narasi Informatif yaitu memiliki sasaran penyampaian informasi secara tepat tentang suatu peristiwa dengan tujuan memperluas pengetahuan orang tentang kisah seseorang. Berdasarkan tuturan yang disampaikan oleh narasumber dikutip sebagai dasar film ini masuk dalam kategori Narasi informatif : memberikan informasi kepada masyarakat secara lebih tepat dan kami juga menjadi salah satu yang menyebarkan informasi dan pengetahuan berkaitan dengan undang undang bagaimana memperlakukan benda benda cagar budaya Warisan Sang Empu merupakan film yang menyajikan suatu informasi tanpa adanya konflik yang digali. Mengutip dari salah satu sumber, pengertian dari dokumenter adalah film yang berisi data dan fakta. Ini di dasari oleh hasil riset agar mengetahui suatu permasalahan yang akan diangkat. Dengan tidak adanya konflik yang ditampilkan, film ini termasuk dalam dokumenter Ilmu Pengetahuan ( Edukasi & Instruksional ) karena dalam film lebih banyak memeberikan informasi kepada khalayak.

Dalam film ini banyak diteukan gambar yang tidak fokus serta terlalu banyak Fade in- Fade out. Gaya pengambilan gambar masih ada yang berulang karena kerap sekali sering menunjukkan suatu benda yang sebelumnya sudah di perlihatkan salah satu contoh photo Dedi Mizwar. Gambar yang di tampilkan lebih banyak nanggung serta gaya setting narasumbernya seperti seseorang yang sedang membawa berita. Serta menurut saya banyak makna gambar yang di tampilkan dalam film susah di mengerti karena banyak gambar yang tak berarti dan insert yang tidak sesuai dengan apa yang narasumber bicarakan. Perbandingan film ini dengan film dokumenter yang lainnya adalah kurang adanya aksi sedangkan aksi dalam film itu penting agar terlihatnya fakta dan menarik untuk ditonton. Film dokumenter adanya suatu permasalahan atau konflik yang diangkat agar memiliki alur menarik. Seperti dalam film dokumenter Suster Apung misalnya dalam film ini menceritakan seorang suster yang dari pulau ke pulau untuk mengobati pasien di daerah-daerah pesisir, setibanya sang suster di beberapa pulau-pulau dan daerah-daerah masyarakatpun menganggap sang suster tau segalanya baik dalam pemberian obat sampai perawatan, sedangkan dari segi medis seseorang yang berhak mengeluarkan obat adalah seorang dokter. Nah ini ada suatu permasalah yang jelas di angkat sedangkan dalam film Warisan Empu ini tidak adanya permasalahan yang di angkat menurut saya karena hanya memberikan informasi kepada khalayak. Menjadi salah satu film dokumenter edukasi, Warisan Sang Empu cukup efektif dalam menyampaikan informasi pembelajaran kepada pemirsanya khususnya lewat penjelasan yang dituturkan oleh narasumber. Namun informasi yang dibawakan oleh film ini adalah tentang pusaka tradisional yaitu keris yang merupakan warisan leluhur, sasaran yang ingin dicapai tentu bukan anak anak jika melihat cara penyampaian dan bahasa yang dituturkan narasumber. Lalu siapa? Tentu saja para generasi muda penting mendapat informasi ini mengingat generasi muda sekarang mulai lupa dengan kekayaan negeri sendiri. Dengan sasaran penonton para generasi muda, penyampaian film yang terkesan monoton dan pola penuturan narasumber yang seolah membawakan berita, film ini tidak cocok dengan sasaran

penontonnya yang membutuhkan hal menarik dan freh agar generasi muda dapat menikmatiya dan sekaligus menyerap informasi yang disampaikan oleh film maker. Insert-/insert gambar yang diambil memang menarik dan memiliki harmoni suara yang ditata sedemikian rupa, namun belum dalam porsi ikut membantu menjelaskan penuturan nara sumber. Insert insert gambar seolah hanya berfungsi sebagai transisi antar penjelasan satu ke yang lainnya atau sebagai opening dan closing film. Pengambilan gambar narasumber dalam sekali waktu dengan lokasi dan kostum yang sama juga semakin mendukung suasana film yang membosankan. Film ini merupakan wahana edukasi yang bermanfaat bagi generasi bangsa. Karena memuat informasi dan harapan seputar perkerisan. Sebaiknya film-film seperti ini dikembangkan dan disebarluaskan secara merata, supaya informasi yang terkandung tidak berhenti sampai di satu penonton saja.