HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DAN KECENDERUNGAN BODY DISSATISFACTION

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini memiliki tubuh langsing menjadi tren di kalangan wanita, baik

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN KETIDAKPUASAN SOSOK TUBUH (BODY DISSATISFACTION) PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mencapai tujuan. Komunikasi sebagai proses interaksi di antara orang untuk

HUBUNGAN ANTARA CITRA RAGA DAN INTERAKSI TEMAN SEBAYA DENGAN MOTIVASI MENGIKUTI SENAM PADA REMAJA PUTRI DI SANGGAR SENAM 97 SUKOHARJO.

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan pribadi individu untuk menjadi dewasa. Menurut Santrock (2007),

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aisha Nadya, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja banyak permasalahan yang harus dihadapi, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia membutuhkan kehadiran manusia lain di sekelilingnya untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri, manusia selalu

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja penampilan fisik merupakan hal yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN. paling sering disorot oleh masyarakat. Peran masyarakat dan media membawa

BAB I PENDAHULUAN. Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya

Manusia merupakan makhluk hidup yang selalu berkembang mengikuti tahaptahap. perkembangan tertentu. Manusia hams melewati satu tahap ke tahap

BABI PENDAHULUAN. Berbicara mengenai penampilan yang menarik tentu tidak akan ada habisnya.

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. Latar Belakang Masalah. sosial dan moral berada dalam kondisi kritis karena peran masa remaja berada

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Body Dissatisfaction

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. 20 tahun sampai 30 tahun, dan mulai mengalami penurunan pada usia lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak dan semakin menguat pada masa remaja.hurlock (1980:235) kesatuan membentuk apa yang disebut sebagai konsep diri.

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi yang terus berkembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk

cxü~xåutçztç exåt}t Setiawati PPB FIP UPI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang muncul pada saat atau sekitar suatu periode tertentu dari kehidupan individu

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

HUBUNGAN ANTARA SELF BODY IMAGE DENGAN PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI REMAJA. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa

HUBUNGAN ANTARA CITRA TUBUH IDEAL DENGAN USAHA MEMBANGUN DAYA TARIK FISIK PADA PEREMPUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu akan selalu dihadapkan dengan berbagai masalah dengan bentuk

BAB I PENAHULUAN. lingkungan sosial, khususnya supaya remaja diterima dilingkungan temanteman

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP OVER PROTECTIVE ORANGTUA DENGAN KECENDERUNGAN TERHADAP PERGAULAN BEBAS. S k r i p s i

BAB I PENDAHULUAN. perilaku membeli pada masyarakat termasuk remaja putri. Saat ini,

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. beradaptasi di tengah kehidupan masyarakat yang lebih luas.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diri dan lingkungan sekitarnya. Cara pandang individu dalam memandang dirinya

KEMAMPUAN BEREMPATI DITINJAU DARI INTERAKSI TEMAN SEBAYA PADA ANAK USIA SEKOLAH

BAB I PENDAHULUAN. tersebut tentu saja membawa dampak dalam kehidupan manusia, baik dampak

HUBUNGAN ANTARA CITRA TUBUH DENGAN SELF ESTEEM PADA WANITA YANG MELAKUKAN PERAWATAN DI SKIN CARE HALAMAN SAMPUL DEPAN NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. informasi mendalam suatu produk. Barang menurut Fandy (dalam Latif,

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimasyarakat pada saat ini melalui media-media seperti televisi, koran, radio dan

I. PENDAHULUAN. adil atau tidak adil, mengungkap perasaan dan sentimen-sentimen kolektif

BAB I PENDAHULUAN. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence)

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah yang merupakan periode peralihan antara masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memiliki ukuran dan proporsi tubuh yang berbeda-beda satu

BAB I PENDAHULUAN. tergantung bagaimana cara mereka mengembangkan kepercayaan. dirinya (Havighurst dalam Monks, dkk., 2002, h.22).

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman sekarang memiliki bentuk tubuh yang ideal memang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. teristimewa dan terbaik dibanding dengan ciptaan Tuhan yang lainnya. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. karena pengaruh hormonal. Perubahan fisik yang terjadi ini tentu saja

Bab 1. Pendahuluan. Wirawan dalam Panudju dan Ida (1999:83) mengungkapkan bahwa masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Makanan merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dipisahkan dengan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB II LANDASAN TEORI. berhubungan dengan orang lain. Stuart dan Sundeen (dalam Keliat,1992).

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. alat-alat reproduksi tersebut sudah berfungsi secara sempurna pula. Perubahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertanyaan tersebut dapat dinyatakan tanpa berbelit-belit dan dapat

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dengan. remaja merupakan pengembangan dan perluasan kemampuan-kemampuan

Sahabat. Assalamu alaikum Wr. Wb Orang bijak berkata;

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN INTENSI PERILAKU ONANI PADA REMAJA LAKI-LAKI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. yang sering digambarkan sebagai masa yang paling indah dan tidak

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Citra tubuh (body image) merupakan persepsi dinamis dari tubuh seseorang

TEORISASI DAN STRATEGI PENDIDIKAN ISLAM Oleh : Fahrudin

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. diawali dengan matangnya organ-organ fisik (seksual) sehingga mampu bereproduksi.

BAB I PENDAHULUAN. merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempunyai hak yang sama dengan orang dewasa.

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Penelitian ini mendapatkan konsep awal tentang anti-materialisme

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah tentang sistem pendidikan nasional, dirumuskan bahwa:

PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Hubungan Antara..., Gita Handayani Ermanza, F.PSI UI, 20081

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tiga tahun yang lalu, WHO sebagai organisasi kesehatan dunia telah

Transkripsi:

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DAN KECENDERUNGAN BODY DISSATISFACTION PADA REMAJA SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan oleh : Firdaus F 100 040 167 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2009

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan masa remaja ditandai dengan perannya sebagai periode peralihan dan perubahan (Hurlock, 1999). Menjalani periode-periode ini, remaja memerlukan panduan sebagai tolak ukur dalam menilai keberhasilan perkembangan, yang oleh Havighust (dalam Hurlock, 1999) disebut sebagai tugas-tugas perkembangan. Ketika tugas-tugas perkembangan dapat dilalui oleh remaja berarti mereka berhasil dalam melakukan penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial, sedangkan apabila remaja tidak mampu melewati tugas-tugas perkembangan dengan baik mereka akan mengalami kesulitan dalam penyesuaian yang mengakibatkan penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial menjadi buruk. Tugas-tugas perkembangan remaja meliputi : mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita, mencapai peran sosial pria dan wanita, menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif, mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab, mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orangorang dewasa lainnya, mempersiapkan karir ekonomi, mempersiapkan perkawinan dan keluarga dan memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku yaitu mengembangkan ideologi (Hurlock, 1999). Salah satu tugas masa remaja yang penting adalah menerima kenyataan bahwa tubuhnya mengalami perubahan. Hal ini membuat remaja sangat memperhatikan 1

2 dengan detail, setiap bagian fisiknya yang sedang berkembang. Mereka tertarik dan berminat dengan segala bentuk hal yang berkaitan dengan penampilan. Menurut Hurlock (1999), sebagian remaja saat ini sulit untuk menerima keadaan fisiknya karena sejak masa kanak-kanak mereka telah mengagungkan konsep tentang penampilan diri pada waktu dewasa nantinya. Selain itu, hampir semua anak membentuk konsep diri fisik yang ideal berdasarkan konsep dari berbagai macam sumber. Sumber yang paling berperan dalam pembentukan pola pikir remaja yang kemudian membentuk konsep diri adalah media massa (Armando, 2008). Peranan media membawa pengaruh yang besar dalam memotivasi remaja untuk begitu peduli pada penampilan dan citra tubuhnya (Rini, 2004). Menurut Rini (2004), media mendorong remaja untuk meletakkan standar ideal yang dikehendaki oleh masyarakat. Selain itu, media juga sangat memiliki andil dalam cara berpikir, bersikap dan berperilaku. Hal ini disebabkan remaja memiliki kecenderungan mudah mengimitasi (meniru) dan belum kritis dalam berpikir (Armando, 2008). Pola pikir remaja yang dipengaruhi media, secara bertahap akan membentuk frame yang dibuat media. Ketika pesan yang masuk bersifat negatif maka akan terbentuk pola pikir negatif, begitu juga sebaliknya. Saat majalah dan televisi menampilkan sosok yang dianggap ideal dengan ciri-ciri fisik tertentu, misalnya kurus, tinggi, dan putih kemudian gambar tersebut ditampilkan secara terus menerus maka akan terbentuk frame bahwa untuk menjadi ideal harus memiliki persyaratan seperti model iklan tersebut. Tidak peduli dengan berat standar berat normal yang minimal dicapai dan cara yang digunakan memiliki

3 efek samping yang membahayakan kesehatan maupun tidak. Namun, seringkali yang dimaksud dengan berat dan tubuh ideal menurut media bukanlah ideal menurut kesehatan, melainkan bentuk tubuh kurus dengan berat badan yang dibawah normal. Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang menemukan bahwa ukuran rata-rata dari perempuan yang ideal oleh media, menjadi semakin kurus dan bertahan pada kisaran 13-19% dibawah berat badan yang sehat (Sukamto, 2006). Saat ini dengan kecanggihan teknologi, kita bisa membentuk gambar iklan menjadi sangat ideal dan sempurna. Sistem digital kita bisa mengoreksi, menghapus, atau menambah bagian-bagian tubuh yang tidak sempurna, seperti tahi lalat, tonjolan atau garis tubuh yang tidak simetris. Beberapa model iklan bahkan digambarkan tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya. Menurut Chisler (dalam KCM, 2002), media massa telah mengaburkan batas antara fantasi dan kenyataan. Bahkan mereka membentuk opini bahwa kesempurnaan dapat diperoleh dengan diet yang tepat, produk-produk kecantikan, dan operasi plastik. Hal ini mengakibatkan, tidak sedikit perempuan yang terjebak dalam propaganda media massa tersebut (www.kesehatan.kompas.com/read/xml/2002/12/11/1034 /hmm.body.ala.katemoss.bikin.perempuan.depresi!). Sebuah penelitian terhadap anak perempuan dan laki-laki yang berumur 10 tahun, menunjukkan bahwa muncul ketidakpuasan dengan tubuh dan penampilan mereka setelah menonton video musik Britney Spears dan cuplikan serial TV Friends. Pada penelitian lain, remaja yang sering menonton TV, opera sabun, video musik, membaca majalah remaja atau dewasa dilaporkan cenderung

4 lebih tinggi mengalami ketidakpuasan terhadap tubuhnya dibandingkan dengan remaja yang tidak sering mengkonsumsi media tersebut. (www.mediafamily.org/facts/facts/mediaeffect.shtml). Hal ini membuktikan bahwa media secara langsung akan mempengaruhi persepsi remaja dalam memandang dirinya sendiri. Citra perempuan yang diobjekkan di media massa digunakan sebagai patokan untuk membandingkan diri dan membentuk konsep diri ideal, padahal tolak ukur ideal yang bersumber dari media lebih bersifat subjektif dan selalu berubah-ubah, karena nilai ideal disesuaikan dengan trend dan standar budaya yang berbeda-beda di setiap negara. Akhirnya, menimbulkan kesenjangan yang besar antara bentuk tubuh yang sesungguhnya dengan bentuk tubuh yang diidealkan yang disebut body dissatisfaction (Brehm, 1999). Menurut Maria, dkk (2007), body dissatisfaction disebabkan oleh adanya kesenjangan yang besar antara bentuk tubuh sesungguhnya dengan bentuk tubuh ideal. Kesenjangan tersebut diiringi dengan munculnya rasa tidak puas dan kekhawatiran terhadap sosok tubuh. Orang yang memiliki kecenderungan body dissatisfaction biasanya sibuk membesar-besarkan kekurangan penampilan fisik, padahal sebenarnya kekurangan mereka itu hanya merupakan imajinasi atau mungkin memang nyata, tetapi merupakan masalah yang kecil. Selain itu, body dissatisfaction dapat memunculkan dampak-dampak yang negatif pada orang yang mengalaminya. Adanya preokupasi terhadap kecantikan dapat menyebabkan timbulnya permasalahan kesehatan fisik yang serius. Permasalahan yang mungkin timbul meliputi gangguan makan, diet yang ternyata justru menimbulkan kelebihan berat badan dan timbulnya perilaku-perilaku menghukum diri.

5 Penelitian yang dilakukan Maria, dkk (2007) menunjukkan hasil bahwa body dissatisfaction dapat menyebabkan munculnya gangguan makan, yaitu Bulimia Nervosa dan Anorexia Nervosa. Body dissatisfaction juga dapat meningkatkan perilaku merokok. Bahkan menurut American Assosiation of University Women, body dissatisfaction berhubungan dengan risiko bunuh diri pada remaja perempuan (Sukamto, 2006). Meningkatnya kecenderungan body dissatisfaction juga disebabkan oleh self objectification. Self objectification adalah pikiran dan penilaian individual tentang tubuh yang lebih berasal dari perspektif orang ketiga, lebih berfokus pada atribut tubuh yang tampak (seperti: bagaimana penampilan saya), daripada dari perspektif orang pertama yang berfokus pada hak istimewa yang dimilikinya atau atribut tubuh yang tidak tampak, seperti apa yang mampu saya lakukan atau bagaiman perasaan saya. Hal ini diawali dengan budaya masyarakat Barat yang menganggap tubuh perempuan sebagai objek untuk dilihat dan dievaluasi. Perempuan cenderung dinilai berdasarkan bagaimana penampilannya bukan siapa sebenarnya mereka. Hal ini akan membuat perempuan sangat mementingkan penampilannya dan merasa tidak puas terhadap tubuhnya bila tubuhnya tidak sesuai dengan standar kecantikan yang mereka persepsikan. Perempuan belajar secara langsung maupun tidak langsung bahwa penampilan mereka membawa suatu dampak tertentu. Proses belajar tersebut membuat perempuan sadar bahwa penting untuk mengantisipasi pengaruh sosial yang tidak langs ung terhadap penampilannya, sehingga mereka menjadikan dirinya sendiri sebagai penilai

6 pertama terhadap penampilan fisiknya, yang menjadikan mereka sangat memperhatikan penampilan fisiknya (Suprapto dan Aditomo, 2007). Self objectification yang menjadi penyebab body dissatisfaction, dibangun dari proses analisis atas tubuh perempuan yang diletakkan dalam konteks sosiokultural. Tubuh dikaji bukan sebagai struktur biologis, melainkan sebagai struktur pengalaman. Struktur pengalaman, makna, fungsi, dan idealisasi seseorang atas tubuhnya menjadi rumusan konsep yang sifatnya tidak tetap, dapat berubah-ubah antar ruang dan waktu. Rumusan konsep tersebut ditentukan bukan saja secara individual, melainkan juga secara sosial. Kriteria-kriteria yang secara sosial dikondisikan sebagai tolak ukur idealisasi atas tubuh misalnya, akan turut mempengaruhi bagaimana individu didalamnya melakukan penilaian dan pemaknaan terhadap tubuhnya. Bila diletakkan dalam konteks sosiokulural saat ini, yang turut membentuk struktur pengalaman perempuan atas tubuhnya adalah tuntutan sosial yang tinggi akan pentingnya aspek tampilan fisik sebagai sumber nilai dan makna tubuh. Tuntutan sosial akan pentingnya tampilan fisik ini diikuti dengan proses penyeragaman terhadap kriteria yang menjadi tolak ukur tampilan fisik ideal yang sesuai dengan kriteria Caucasian seperti diantaranya, langsing, tinggi, putih, mancung, dan berambut lurus (Eviandaru, 2003). Kriteria tersebut pada gilirannya berpotensi mengkondisikan perempuan untuk mendahulukan pengelolaan aspek tampilan fisik dan menomorduakan aspek-aspek yang lebih substansial, seperti kesehatan, psikologis, dan nilai religius.

7 Tuntutan sosial yang tinggi akan pentingnya aspek tampilan fisik, mengkondisikan remaja untuk menilai dan memaknai fisiknya sebagai sumber nilai. Nilai berperan sebagai standar yang mengarahkan tingkah laku, didalam kehidupan manusia. Nilai membimbing individu untuk memasuki suatu situasi dan bagaimana individu bertingkah laku dalam situasi tersebut. Nilai menjadi kriteria yang dipegang oleh individu dalam memilih dan memutuskan sesuatu. Danandjaja, 1985 (dalam Joomla, 2007) mengemukakan bahwa nilai memberi arah pada sikap, keyakinan dan tingkah laku seseorang, serta memberi pedoman untuk memilih tingkah laku yang diinginkan pada setiap individu. Karenanya nilai berpengaruh pada tingkah laku sebagai dampak dari pembentukan sikap dan keyakinan, sehingga dapat dikatakan bahwa nilai merupakan faktor penentu dalam berbagai tingkah laku sosial (www.rumahbelajarpsikologi.com/index.php/aspeknilai.html). Di sisi lain, nilai standar sosial tidak pernah tetap. Hal itu akan mengakibatkan kecenderungan body dissatisfaction semakin meningkat pada remaja. Keadaan nilai-nilai yang berubah-ubah itu menimbulkan kegoncangan dalam diri seseorang karena menyebabkan orang hidup tanpa pegangan yang pasti. Nilai yang tetap dan tidak berubah adalah nilai-nilai agama, karena nilai agama itu absolut dan berlaku sepanjang zaman, tidak dipengaruhi oleh waktu, tempat dan keadaan (Daradjat, 1970). Menurut Rahmawati, dkk (2002), Religiusitas merupakan sesuatu yang mutlak dibutuhkan untuk memberikan kepastian norma, tuntunan untuk hidup

8 secara sehat dan benar, dimana norma religiusitas ini merupakan kebutuhan psikologis yang akan memberikan keadaan mental yang seimbang, mental yang sehat dan jiwa yang tentram. Islam bukan hanya agama, tetapi juga suatu landasan hidup, cara hidup dengan seperangkat aturan moral, etika dan nilai-nilai spiritual. Nilai religiusitas sendiri merupakan sistem nilai yang terbentuk dan dianggap bermakna bagi diri manusia. Sistem ini dibentuk melalui belajar dan proses sosialisasi. Perangkat nilai ini dipengaruhi oleh keluarga, teman, institusi pendidikan dan masyarakat luas. Nilai tersebut menginternalisasai dalam dirinya. Sejak itu perangkat nilai itu menjadi sistem yang menyatu dalam membentuk identitas seseorang yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari seperti dala m bersikap, berpenampilan, dan tujuan dalam berpartisipasi pada kegiatan tertentu (Jalalludin, 2001). Religiusitas merupakan nilai yang mempengaruhi seseorang dalam berpikir, berperilaku, dan berpenampilan. Menurut Ancok & Suroso (1995), salah satu dimens i religiusitas yang mengatur individu dalam berperilaku maupun berpenampilan adalah dimensi pengamalan atau akhlak. Akhlak berfungsi untuk mengetahui batas antara yang baik dengan yang buruk dan dapat menempatkan sesuatu pada tempatnya yaitu menempatkan sesuatu pada proporsi yang sebenarnya. Akhlak juga merupakan tolak ukur seseorang terhadap religiusitasnya (Umary, 1967). Salah satu bagian penting dari akhlak yang perlu dimiliki oleh manusia adalah sikap qona ah. Qana ah adalah perasaan cukup dan menerima sesuatu yang ada dan rela dengan pemberian yang telah dianugerahkan Allah

9 kepada dirinya. Individu meyakini betul bahwa Allah Maha Mengetahui tingkat kebutuhan dan kekuatan hamba-nya, sehingga apa yang diberikan Allah itu sesuai dengan kekuatan dan tingka t kebutuhan. Berperilaku dan berpenampilan merupakan buah dari akhlak seseorang. Remaja yang memiliki akhlak yang baik akan lebih qana ah dalam menghadapi hidup. Remaja akan menilai dirinya dan lingkungan bukan hanya dari sudut pandang sosial-budaya. Namun, menilai dengan sudut pandang religiusitas, yaitu sebagai individu yang hidup dengan sistem nilai, keyakinan dan perilaku yang didasarkan pada agama (Ancok dan Suroso, 1995). Menurut para psikolog, kualitas diri kita tidak hanya dilihat dari seberapa dekat diri kita dengan kondisi tubuh yang ideal, tetapi dilihat juga dari isi hati, isi kepala, kepribadian, dan rasa percaya diri. Rasa percaya diri membuat seseorang jauh lebih menarik dibandingkan mereka yang minder, putus asa, dan kurang pergaulan(www.kesehatan.kompas.com/read/xml/2002/12/11/1034/hmm.body.ala.katemoss.bikin.perempuan.depresi!). Pada akhirnya, remaja yang memiliki kecenderungan body dissatisfaction, menilai dirinya atau orang lain bukan dari nilai intelektualitas, attitude, dan religiusitasnya, melainkan penampilan fisiknya. Peran media dan standar sosialbudaya yang membentuk objektivitas diri kemudian membuat remaja mengkondisikan dirinya, bahwa sumber nilai berdasarkan penampilan fisik. Di sisi lain, remaja yang memiliki nilai positif seperti nilai religiusitas akan memandang tubuh yang dianugerahkan pada dirinya merupakan karunia Allah

10 yang patut disyukuri. Manusia dipandang dan dinilai, tidak hanya sebagai makhluk biologis, namun makhluk yang memiliki akal dan hati. Akal dan hati diciptakan untuk berpikir, merasakan serta membedakan segala sesuatu yang salah dan yang benar. Fungsi-fungsi yang dimiliki manusia tersebut diatur oleh sebuah nilai yang konsisten. Nilai yang tetap dan tidak pernah berubah sepanjang zaman yaitu nilai religiusitas. Nilai tersebut akan mengatur manusia dalam menggunakan perangkat-perangkat yang telah dianugerahkan Allah. Lain halnya dengan penilaian yang berdasar sosiokultural yang dibentuk oleh media, bahwa manusia dinilai hanya sebagai fisik. Bagaiamana mungkin seseorang dalam membentuk dirinya baik secara penampilan maupun pemikiran didasarkan pendapat maupun komentar orang lain. Penulis menduga bahwa remaja yang memiliki religiusitas yang tinggi maka akan semakin rendah dalam kecenderungan body dissatisfaction. Berdasarkan beberapa informasi dan uraian tersebut, maka penulis ingin mengetahui secara empirik apakah ada hubungan antara Religiusitas dengan Kecenderungan Body Dissatisfaction pada Remaja. B. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah untuk : 1. Mengetahui ada tidaknya hubungan antara religiusitas dengan kecenderungan body dissatisfaction pada remaja. 2. Mengetahui sejauhmana religiusitas pada remaja

11 3. Mengetahui sejauhmana tingkat kecenderungan body dissatisfaction pada remaja. C. MANFAAT PENELITIAN Bila tujuan penelitian ini tercapai maka penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu 1. Bagi Remaja Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih mengenai pentingnya nilai religiusitas sebagai filter dalam menyikapi keadaan apapun yang terdapat pada dirinya. 2. Bagi Orangtua Dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk lebih memprioritaskan pendidikan dalam menanamkan nilai-nilai positif sejak dini agar mereka tidak langsung menginternalisasi nilai-nilai negatif seperti media massa. 3. Bagi Ilmuwan Psikologi Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dalam bidang psikologi khususnya psikologi perkembangan dan psikologi agama.