BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
Grafik 1. Distribusi TDI berdasarkan gigi permanen yang terlibat 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN UMUM FRAKTUR DENTOALVEOLAR PADA ANAK. (Mansjoer, 2000). Berdasarkan definisi-definisi tersebut maka fraktur

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus.

FRAKTUR DENTOALVEOLAR DAN PENANGANANNYA. Pedro Bernado

FREKUENSI FRAKTUR MAHKOTA GIGI ANTERIOR PADA USIA 9-25 TAHUN DI BEBERAPA RUMAH SAKIT KOTA MAKASSAR

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. keberhasilan perawatan kaping pulpa indirek dengan bahan kalsium hidroksida

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

BAB I PENDAHULUAN. merawatnya. Trauma pada gigi anak harus selalu dianggap sebagai tindakan

BAB 2 TRAUMA MAKSILOFASIAL. Trauma maksilofasial adalah suatu ruda paksa yang mengenai wajah dan jaringan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (Pedersen, 1966). Selama melakukan prosedur pencabutan gigi sering ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang

PREVALENSI TRAUMA GIGI SULUNG ANTERIOR PADA ANAK USIA 1-4 TAHUN DI TK/PAUD DAN POSYANDU KECAMATAN MEDAN PETISAH DAN MEDAN TUNTUNGAN

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014

PREVALENSI TRAUMA GIGI SULUNG ANTERIOR PADA ANAK USIA 1-4 TAHUN DI PAUD, TK DAN POSYANDU KECAMATAN MEDAN POLONIA DAN MEDAN MARELAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Setiap individu terdapat 20 gigi desidui dan 32 gigi permanen yang. 2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi

BAB 1 PENDAHULUAN 3,4

BAB 2 EKSTRAKSI GIGI. Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dari dalam soket dari tulang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BUKU AJAR ILMU KONSERVASI GIGI IV. Oleh : drg. Sri Daradjati S., SU, Sp.KG drg. Tunjung Nugraheni, M. Kes.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal

BAB III DIAGNOSIS DAN RENCANA PERAWATAN TRAUMA DENTOALVEOLAR PADA ANAK. 2002). Tujuan anamnesis ini dapat membantu dokter gigi untuk memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Teknik radiografi yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi ada dua yaitu teknik intraoral dan ekstraoral.

BAB I PENDAHULUAN. gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan

TRAUMATIK INJURI PADA GIGI ANAK

DIAGNOSIS DAN RENCANA PERAWATAN Prosedur penegakan diagnosis merupakan tahap paling penting dalam suatu perawatan Diagnosis tidak boleh ditegakkan tan

TEKNIK DAN TRIK PENCABUTAN GIGI DENGAN PENYULIT

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan dari wajah dan rongga mulut merupakan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Maturitas adalah proses pematangan yang dihasilkan oleh pertumbuhan dan

PREVALENSI TRAUMA GIGI PERMANEN ANTERIOR ANAK USIA TAHUN PADA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI KECAMATAN MEDAN BARAT DAN MEDAN SUNGGAL

BAB IV ALAT STABILISASI FRAKTUR DENTOALVEOLAR PADA ANAK. digunakan setelah tahap reposisi atau replantasi dilakukan (Curzon, 1999).

ENDODONTIC-EMERGENCIES

PREVALENSI TRAUMA GIGI PERMANEN ANTERIOR PADA ANAK SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI KECAMATAN MEDAN BARU DAN MEDAN JOHOR

I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. Ilmu Ortodonti menurut American Association of Orthodontics adalah

BAB V HASIL PENELITIAN

PMR WIRA UNIT SMA NEGERI 1 BONDOWOSO Materi 3 Penilaian Penderita

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK. endodontik. Pengetahuan tentang anatomi gigi sangat diperlukan untuk mencapai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. gigi dalam melakukan diagnosa dan perencanaan perawatan gigi anak. (4,6,7) Tahap

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. muka sekitar 40%. Lokasi hidung di tengah dan kedudukan di bagian anterior

PENATALAKSANAAN TRAUMA GIGI PADA ANAK

BAB 2 IMPLAN. Dental implan telah mengubah struktur prostetik di abad ke-21 dan telah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pertumbuhan dalam tulang rahang melalui beberapa tahap berturut-turut hingga

BAB I PENDAHULUAN. secara keseluruhan karena dapat mempengaruhi kualitas kehidupan termasuk

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DEPARTEMEN KEDOKTERAN GIGI PENCEGAHAN/ PENYULUHAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT PADA PENDERITA TUNANETRA USIA TAHUN ( KUESIONER )

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior

ANATOMI GIGI. Drg Gemini Sari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY DISLOKASI TMJ DAN AVULSI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

MEKANISME ERUPSI DAN RESORPSI GIGI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. humor. Apapun emosi yang terkandung didalamnya, senyum memiliki peran

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. dan mengevaluasi keberhasilan perawatan yang telah dilakukan. 1,2,3 Kemudian dapat

BAB I PENDAHULUAN. Perbandingan rasio antara laki-laki dan perempuan berkisar 2:1 hingga 4:1.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Pengantar skills lab INTERPRETASI RADIOGRAFIK DI BIDANG KEDOKTERAN GIGI. Hanna H. Bachtiar Iskandar Menik Priaminiarti

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Menurut Badan Pusat Statistik BPS (2010), diketahui jumlah penduduk

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (Rencana Kegiatan Belajar Mengajar)

BAB I PENDAHULUAN. dimana sebanyak 129,98 juta jiwa merupakan penduduk dengan jenis kelamin

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. sudah dimulai sejak 1000 tahun sebelum masehi yaitu dengan perawatan

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

GARIS GARIS BESAR PROGRAM PENGAKARAN (Rencana Kegiatan Belajar Mengajar)

umumnya, termasuk kesehatan gigi dan mulut, mengakibatkan meningkatnya jumlah anak-anak

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR

BAB I PENDAHULUAN. Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya yang termasuk karbohidrat seperti

Kecoa Sebagai Korpus Alineum pada Liang Telinga Seorang Awak Kapal Richard Pieter

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prevalensi dan Etiologi Trauma gigi sulung anterior merupakan suatu kerusakan pada struktur gigi anak yang dapat mempengaruhi emosional anak dan orang tuanya. Jika anak mengalami trauma gigi sulung yang mengakibatkan hilangnya struktur giginya disaat anak mulai menyadari pentingnya penampilan, maka mereka akan mencoba menutup diri dan tidak tersenyum. 4 Trauma pada gigi sulung umumnya akan melibatkan satu atau dua gigi. 6,9 Namun, walaupun hanya melibatkan satu atau dua gigi, trauma adalah salah satu kejadian yang paling umum menimpa anak yang sering ditemui oleh dokter gigi anak. 5,6,15 Hal ini terlihat dari beberapa survei yang mencapai persentase yang tinggi untuk prevalesi trauma gigi sulung di beberapa negara yang berbeda di dunia. 16 Berdasarkan survei di Brazil pada tahun 26, anak usia 1-5 tahun memiliki data persentase kejadian trauma gigi sulung terbesar sekitar 36,8%, sedangkan pada tahun 27 persentase kejadian trauma gigi sulung pada anak usia ½-5 tahun di Brazil menurun mencapai 9,4%. Survei pada tempat penitipan anak di Nigeria dan Brazil tidaklah berbeda jauh, di Nigeria pada tahun 1996 persentase kejadian trauma gigi sulung pada anak usia 1-5 tahun mencapai 3,8 % sedangkan pada tempat penitipan di Brazil angka kejadian trauma gigi sulung pada anak usia -6 tahun mencapai 35,5%. Hanya hasil penelitian melalui kuesioner di wilayah Afrika Selatan yang persentase kejadian traumanya terlihat berbeda, prevalensi kejadian trauma gigi sulung pada anak usia 1-5 tahun mencapai 15% (Tabel 1). 16

Tabel 1. Prevalensi trauma gigi sulung di beberapa wilayah di dunia berdasarkan survei berbasis populasi 16 Wilayah Tahun Usia % Tempat survey (tahun) Nigeria, Otuyemi dkk. 1996 1-5 3,8 Pusat penitipan Afrika Selatan, Hargreaves dkk. Brazil, Kramer dkk. Brazil, Granville-Garcia dkk. Brazil, Oliveira dkk. 1999 23 26 27 1-5 -6 1-5 1/2-5 15, 35,5 36,8 9,4 Kuesioner Pusat penitipan TK TK Sebagian besar trauma gigi sulung terjadi pada usia 1,5-2,5 tahun, gigi yang paling sering mengalami trauma adalah insisivus sentralis maksila, namun gigi sulung anterior rahang atas berisiko lebih rendah mengalami kehilangan ruang kecuali jika avulsi terjadi sebelum gigi kaninus erupsi. 1,12 Penyebab dari trauma itu sendiri dapat terjadi langsung atau tidak langsung, dan didukung oleh faktor predisposisi yang meliputi faktor eksternal karena permainan yang berbahaya dan faktor internal karena posisi gigi anterior yang protrusif atau juga usia. 17 Penyebab trauma secara garis besar juga berhubungan dengan usia anak. 1,17,18 Trauma pada gigi sulung terjadi pada usia 1,5-2 tahun, yakni pada saat anak belum dapat berjalan stabil. Seiring dengan anak mulai dapat berjalan sendiri, sering kali mereka terjatuh ke arah depan dengan bertumpu pada kedua tangan dan lututnya. Antara usia 5-11 tahun, trauma terjadi karena terjatuh saat bermain, berolahraga, berlari, dan bersepeda. 1,17 Dalam hal jenis kelamin, distribusi angka kejadian trauma juga mengalami perbedaan, didapat bahwa pada anak laki-laki dan wanita hingga umur 9 tahun tidak begitu nyata. Namun, setelah usia tersebut trauma pada gigi anterior pada anak lakilaki cenderung dua kali lebih banyak dibanding pada anak perempuan, hal ini terjadi akibat aktifitas anak laki-laki yang lebih aktif berpartisipasi dalam permainan olahraga dibandingkan dengan anak perempuan. 6,17 Penyebab utama trauma gigi pada anak-anak adalah karena terjatuh dan penyebab trauma gigi yang paling serius adalah kekerasan fisik pada anak. Selain

trauma pada giginya, 5% anak yang mengalami kekerasan fisik juga mengalami trauma pada kepala dan lehernya. Namun pada masa gigi sulung frekuensi terjadinya fraktur (38 anak) lebih besar dibandingkan dengan luksasi (9 anak) ataupun avulsi (2 anak) (Tabel 2). 2 Tabel 2. Jenis trauma pada anak (gigi) dalam hubungannya dengan penyebab dan lokasi 2 Jenis Penyebab Lokasi Total Trauma Rumah Sekolah Jalan Cedera pada jaringan lunak Cedera gigi Luksasi Terjatuh Olahraga Perkelahian 4 4 4 9* (15**) 1 (2) 8 (14) 2 (3) 1 (17) Avulsi 2 (3) 1 (1) 1 (2) Fraktur 38 (45) 2 (3) 36 (43) 3 (4) 1 (3) 4 (48) 1 (1) Total 53 (63) 2 (3) 1 (2) 49 (58) 1 (4) 3(6) 56 (58) *orang **jumlah gigi 2.2 Klasifikasi Trauma Salah satu klasifikasi yang terbaik yang telah diterima secara internasional adalah klasifikasi WHO (badan kesehatan dunia). Klasifikasi ini dianggap lebih baik karena memiliki format yang deskriptif dan didasari oleh pertimbangan klinik dan anatomik. WHO mengklasifikasikan menjadi 4 garis besar yang meliputi kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa; kerusakan pada tulang pendukung; kerusakan

pada jaringan periodontal; serta kerusakan pada gingiva atau jaringan lunak rongga mulut. 7,14,19 2.2.1 Kerusakan pada Jaringan Keras Gigi dan Pulpa Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa meliputi beberapa hal yaitu : a) Retak mahkota adalah fraktur yang tidak sempurna pada enamel tanpa kehilangan struktur gigi dalam arah horizontal atau vertikal. b). Fraktur enamel yang tidak kompleks (uncomplicated crown fracture) adalah fraktur pada mahkota gigi yang hanya mengenai lapisan enamel saja. c). Fraktur enamel-dentin (uncomplicated crown fracture) yaitu fraktur pada mahkota gigi yang hanya mengenai enamel gigi dan dentin saja tanpa melibatkan pulpa. d). Fraktur mahkota yang kompleks (complicated crown fracture) adalah fraktur yang mengenai enamel, dentin, dan pulpa. e). Fraktur mahkota-akar tidak kompleks (uncomplicated crown-root fracture) adalah fraktur yang melibatkan enamel, dentin, dan sementum tetapi tidak melibatkan pulpa. f). Fraktur mahkota-akar yang kompleks (complicated crown-root fracture) adalah fraktur yang melibatkan enamel, dentin, sementum, dan pulpa. g). Fraktur akar (root fracture) adalah fraktur yang melibatkan dentin, sementum, dan pulpa. 18 Gambar 1. Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa 2

2.2.2 Kerusakan pada Tulang Pendukung Kerusakan pada tulang pendukung terbagi atas 6 yaitu: a). Kominusi soket alveolar rahang atas. b) Kominusi soket alveolar rahang bawah adalah hancurnya kompresi soket alveolar bersamaan dengan adanya luksasi dan lateral luksasi. c). Fraktur dinding soket alveolar rahang atas. d). Fraktur dinding soket alveolar rahang bawah adalah fraktur tulang alveolar yang melibatkan dinding soket labial atau lingual, dibatasi oleh bagian fasial atau ligual dari dinding soket rahang bawah. e). Fraktur prosesus alveolaris rahang atas. f). Fraktur prosesus alveolaris rahang bawah adalah fraktur yang mengenai prosesus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket alveolaris gigi. g). Fraktur rahang atas. h). Fraktur rahang bawah adalah fraktur yang melibatkan dasar rahang bawah dan prosesus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket gigi. 18 2.2.3 Kerusakan pada Jaringan Periodontal Kerusakan pada jaringan periodontal terbagi menjadi 6 yaitu: a). Konkusio adalah trauma yang mengenai jaringan pendukung gigi yang menyebabkan gigi lebih sensitif terhadap tekanan dan perkusi tanpa adanya kegoyangan atau perubahan posisi. b). Subluksasi adalah kegoyangan gigi tanpa disertai perubahan posisi akibat trauma pada jaringan pendukung gigi. c). Luksasi merupakan perubahan letak gigi yang terjadi karena pergerakan gigi ke arah labial, palatal, maupun lateral. Hal ini menyebabkan kerusakan atau fraktur pada soket alveolar gigi tersebut. d). Luksasi ekstrusi adalah pelepasan sebagian gigi keluar dari soketnya sehingga mahkota gigi terlihat lebih panjang. e). Luksasi intrusi adalah pergerakan gigi ke dalam tulang alveolar, dimana dapat menyebabkan kerusakan atau fraktur soket alveolar sehingga mahkota gigi akan terlihat lebih pendek. f). Avulsi adalah pergerakan seluruh gigi keluar dari soketnya. 18

Gambar 2. Kerusakan pada jaringan periodontal 2 2.2.4 Kerusakan pada Gingiva atau Jaringan Lunak Rongga Mulut Kerusakan pada gingiva atau jaringan lunak rongga mulut terdiri dari 3 bagian yaitu: a). Laserasi merupakan suatu luka terbuka pada jaringan lunak yang disebabkan oleh benda tajam seperti pisau atau pecahan kaca. Luka tersebut berupa robeknya jaringan epitel dan subepitel. b). Kontusio adalah luka memar yang biasanya disebabkan oleh pukulan benda tumpul dan menyebabkan terjadinya perdarahan pada daerah submukosa tanpa disertai sobeknya daerah mukosa. c). Luka abrasi adalah luka pada daerah superfisial yang disebabkan karena gesekan atau goresan suatu benda sehingga terdapat permukaan berdarah atau lecet. 18 2.3 Riwayat, Pemeriksaan Klinis, dan Diagnosis Trauma Seorang anak yang mengalami trauma gigi dan dibawa ke dokter gigi, maka yang terpenting yang pertama sekali dilakukan adalah memeriksa anak berkaitan lukanya dan menanyakan keterangan yang berhubungan agar perawatan dapat direncanakan dengan baik. 1 Data keterangan baik keterangan kesehatan umum

maupun keterangan kesehatan gigi dan mulut merupakan suatu informasi penting yang dapat mempengaruhi diagnosis dan perawatan serta dapat membantu dokter gigi belajar dari cedera gigi sebelumnya. Riwayat kesehatan lengkap hanya dimiliki oleh anak yang melakukan perawatan rutin ke dokter giginya, namun pada beberapa anak dokter gigi haruslah menanyakan tentang riwayat kesehatan, baik itu riwayat kesehatan umum maupun kesehatan gigi dan mulutnya. 8,1 Riwayat kesehatan umum yang berhubungan dan dapat mempengaruhi perawatan gigi adalah penyakit jantung, kelainan pembuluh darah, alergi obat-obatan, kelainan syaraf, dan status profilaxis tetanus. Dalam menggali informasi kesehatan gigi dan mulut sang anak, pertanyaan yang terpenting adalah mengenai kapan, dimana, dan bagaimana kecelakaan itu terjadi. 1 Dalam hal riwayat kesehatan umum, dokter gigi haruslah sangat waspada terhadap potensi masalah sehingga harus mempersiapkan dahulu rujukan medis yang tepat tanpa penundaan. 8 Pemeriksaan pasien yang mengalami fraktur terdiri dari pemeriksaan darurat dan pemeriksaan lanjutan. Pemeriksaan darurat meliputi pengumpulan data vital, riwayat kesehatan pasien, dan keluhan pasien. Sedangkan pemeriksaan lanjutan meliputi pemeriksaan kembali klinis lengkap yang terdiri dari pemeriksaan ekstra oral dan intra oral serta dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiografis untuk dapat melihat perkembangan akar, ukuran pulpa dan jarak garis fraktur, kelainan pada jaringan pendukung, serta keadaan benih gigi permanen. 17 Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan penunjang berupa radiografi, tes elektrik dan uji termal. Pada frakturfraktur yang dapat terlihat secara klinis yaitu seperti fraktur enamel, fraktur mohkota, avulsi, displacement umumnya dapat ditegakkan hanya dengan riwayat dan pemeriksaan klinis. Untuk kasus fraktur yang diperkirakan terjadi di bagian akar gigi atau tulang alveolus maka dibutuhkan pemeriksaan penunjang berupa radiografi untuk memastikannya. 6,11 Dalam proses menegakkan diagnosis, ada baiknya dokter gigi mencatat semua data yang relevan yang berhubungan dengan penyakit anak dalam sebuah formulir

yang dianjurkan. Formulir ini nantinya akan berfungsi sebagai bantuan untuk dokter gigi dalam melakukan perawatan selanjutnya. 6 2.4 Penanganan Darurat, Perawatan, dan Pencegahan Trauma Trauma gigi pada anak haruslah diperlakukan sebagai keadaan darurat, sehingga harus dilihat sesegera mungkin pada hari yang sama, karena hasil perawatan darurat yang optimal akan mempengaruhi perawatan selanjutnya. Pembahasan perawatan trauma gigi anak selanjutnya dengan orang tua ataupun guru dapat dilakukan melalui telepon untuk menggantikan pemeriksaan langsung pada anak. Setelah anak mengalami trauma pada gigi sulungnya, dokter gigi tidaklah lagi hanya sebatas pada perawatan trauma gigi sulung saja, namun pencegahan dampak trauma selanjutnya terhadap gigi permanen anak menjadi hal yang harus diperdulikan 4,12 2.4.1 Penanganan darurat Trauma gigi dapat menjadi luka yang tidak begitu serius jika masyarakat menyadari langkah-langkah pertolongan pertama dan kebutuhan untuk mencari perawatan segera. Dalam penanganan darurat juga harus dipertimbangkan pula bagaimana riwayat kesehatan anak, pola tingkah laku anak dan bentuk trauma yang terjadi pada anak. Hal ini diperlukan, untuk menentukan perawatan yang tepat dan dapat menjaga keselamatan gigi permanen muda anak. 4,12 Trauma pada gigi anak sering disertai dengan luka terbuka dari jaringan mulut, abrasi jaringan wajah atau bahkan luka tusukan. Oleh karena itu, dokter gigi haruslah memikirkan kemungkinan perkembangan tetanus setelah trauma dan harus melakukan tindakan pertolongan pertama yang memadai. Setelah pemeriksaan yang memadai, dokter gigi juga harus menentukan status imunisasi anak, melakukan debridement luka, penjahitan, dan atau kontrol perdarahan dari luka jaringan lunak dilakukan sesegera mungkin. 8 Tidak hanya pada jaringan lunak saja, trauma pada gigi yang menyebabkan hilangnya sebagian kecil struktur gigi haruslah diperlakukan dengan hati-hati.

Penanganan darurat trauma yang hanya mengenai enamel saja atau hanya menyebabkan retaknya enamel, dapat hanya dengan menghaluskan struktur gigi yang kasar saja. Namun, pemeriksaan menyeluruh tetap saja diperlukan, pasien harus kembali diperiksa pada 2 minggu dan 1 bulan setelah trauma. Trauma gigi yang meluas ke dentin memerlukan restorasi sementara langsung atau pelindung selain prosedur diagnostik yang lengkap. Sedangkan trauma pada pasien anak yang mengakibatkan terpaparnya pulpa kerapkali menjadi tantangan dokter gigi dalam mendiagnosis maupun dalam perawatannya. Namun, dalam perawatan pada trauma gigi yang pulpanya terpapar adalah bagaimana mempertahankan vitalitas pulpa. 8 2.4.2 Perawatan trauma Perawatan trauma gigi telah diketahui akan tetapi perawatan trauma gigi tersebut cenderung diabaikan. 14 Penelitian Ana mendapatkan dari 164 sampel anakanak usia 1-5 tahun, sebagian besar anak yang mengalami trauma gigi (79,9%) tidak mendapatkan tindakan apapun dari orang tuanya, sedangkan perawatan segera setelah trauma terjadi memiliki persentase yang sangat kecil sekitar 15,2% (Tabel 3). 21 Tabel 3. Tindakan orang tua pada anak yang mengalami trauma gigi 21 Tindakan orang tua Frekuensi (n) Relatif Frekuensi (%) Mencari perawatan segera 25 15,2 Mencari perawatan kemudian 8 4,9 Tidak melakukan perawatan 131 79,9 Total 164 1 Pada trauma yang cukup parah, dimana melibatkan bibir dan jaringan intra oral yang mengalami perdarahan, orang tua akan mencari seorang dokter untuk melakukan perawatan darurat sesegera mungkin. Setelah luka jaringan lunak dijahit, anak barulah dirujuk ke dokter gigi anak atau dokter gigi umum untuk mengevaluasi trauma giginya. 4,12

2.4.3 Pencegahan Trauma The American Academy of Pediatry Dentistry (APPD) mendorong pengunaan alat pelindung, salah satunya mouthguards, yang dapat membantu mendistribusikan kekuatan dampak, sehingga mengurangi risiko trauma parah. 12 Tidak hanya itu, pencegahan pada komplikasi yang tidak diinginkan akibat trauma yang lebih lanjut dapat dicegah dengan informasi dini, setelah terjadinya trauma pada gigi sulung anterior anak, dokter gigi dapat menginformasikan orang tua tentang kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi seperti komplikasi pulpa, penampilan, saluran sinus vestibular, atau perubahan warna mahkota yang terkait dengan saluran sinus dapat dipastikan dengan tepat waktu, dan juga perdarahan yang serius. 4 Meminimalkan komplikasi demi perkembangan gigi permanen muda. 12 Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada gigi gigi permanen adalah enamel hipoplasia, hipokalsifikasi, dilaserasi pada mahkota atau akar maupun gangguan dalam pola erupsi gigi permanen. 12

2.5 Kerangka Teori Prevalensi dan Etiologi Terjatuh Kecelakaan, Trauma Gigi Sulung Klasifikasi WHO Bermain Battered Child Syndrome Kerusakan pada Jaringan Keras Gigi dan Pulpa Kerusakan pada Tulang Pendukung Kerusakan pada Jaringan Periodontal Kerusakan pada Gingiva atau Jaringan Lunak Rongga Mulut Riwayat, Klinis, dan Diagnosis Penanganan Darurat dan Perawatan Mengurangi Pencegahan Trauma 2.6 Kerangka Konsep Faktor risiko: Jenis kelamin Usia kejadian trauma Trauma gigi sulung anterior menurut klasifikasi WHO yang dilihat secara klinis. Ditinjau dari: Etiologi : Terjatuh, Bermain, Kecelakaan, Bersepeda, Battered Child Syndrome Lokasi Kejadian Tindakan orang tua