UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

dokumen-dokumen yang mirip
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA GURU BANTU SD SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

PERBEDAAN SUBJECTIVE WELL BEING ANTARA GURU BERSERTIFIKASI DAN NON SERTIFIKASI

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI

PERBEDAAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU NEGERI DI SMAN I WONOSARI DENGAN GURU SWASTA DI SMA MUHAMMADIYAH I KLATEN. Skripsi

ADVERSITY QUOTIENT PADA GURU PAUD DAERAH RAWAN BENCANA LERENG GUNUNG MERAPI SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA COPING STRESS DENGAN SUBJECTIVE WELL- BEING PADA PENDUDUK DESA BALERANTE, KEMALANG, KLATEN

KESEJAHTERAAN SUBYEKTIF PADA ABDI DALEM KERATON KASUNANAN SURAKARTA

Subjective Well-Being Pada Istri yang Memiliki Pasangan Tunanetra

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Abdi dalem merupakan orang yang mengabdi pada Keraton, pengabdian abdi

BAB I PENDAHULUAN. Sekitar lima tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 30 Desember 2005,

ALTRUISME DENGAN KEBAHAGIAAN PADA PETUGAS PMI NASKAH PUBLIKASI. Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai. Derajat Gelar Sarjana (S-1) Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Indonesia seseorang dikatakan sejahtera apabila dapat memenuhi

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA LANSIA MUSLIM NASKAH PUBLIKASI

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah combined

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Studi Deskriptif Children Well-Being pada Anak yang Bekerja sebagai Buruh Nelayan di Desa Karangsong Indramayu

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. strategis di era globalisasi. Dengan adanya kemajuan tersebut, sesungguhnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

RESILIENSI PADA PENYINTAS PASCA ERUPSI MERAPI. Naskah Publikasi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1

Prosiding Psikologi ISSN:

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keras untuk meraih kebahagiaaan (Elfida, 2008).

PERILAKU KONSUMTIF DALAM MEMBELI BARANG ONLINE SHOP PADA MAHASISWA DI KOTA SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Lieben und arbeiten, untuk mencinta dan untuk bekerja.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well-Being. kebermaknaan ( contentment). Beberapa peneliti menggunakan istilah well-being

KONTRIBUSI RELIGIUSITAS TERHADAP PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA MAHASISWA

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA MASYARAKAT MISKIN DI BANTARAN SUNGAI BENGAWAN SOLO JEBRES SURAKARTA.

SUBJECTIVE WELL-BEING PADA ABDI DALEM KERATON KASEPUHAN CIREBON SKRIPSI. Oleh: Yuni Rohmawati

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kristen. Setiap gereja Kristen memiliki persyaratan tersendiri untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. usahanya tersebut. Profesi buruh gendong banyak dikerjakan oleh kaum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah disampaikan pada. bagian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sifatnya subjektif. Kebahagiaan, kesejahteraan, dan rasa puas terhadap hidup yang

HUBUNGAN ANTARA SUBJECTIVE WELL-BEING DENGAN KEPUASAN KERJA GURU HONORER

HUBUNGAN ANTARA OPTIMISME DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF REMAJA SMA PROGRAM AKSELERASI DI KOTA SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk,

SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU SEKOLAH LUAR BIASA (SLB)

HUBUNGAN ANTARA RASA BERSYUKUR DAN SUBJECTIVE WELL BEING PADA PENDUDUK MISKIN DI DAERAH JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. Variabel dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel Bebas : Terapi Kebermaknaan Hidup

akan menjadi lebih bahagia. Faktor internal juga menjadi penentu penting yang individu miliki untuk menentukan kebahagiaan mereka khususnya saat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jenis kelamin, status ekonomi sosial ataupun usia, semua orang menginginkan

HUBUNGAN ANTARA QUALITY OF SCHOOL LIFE DENGAN EMOTIONAL WELL BEING PADA SISWA MADRASAH SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. penduduk tersebutlah yang menjadi salah satu masalah bagi suatu kota besar.

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG MASALAH. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa

LAPORAN PENELITIAN PERILAKU BERHUTANG DENGAN PERASAAN SENANG PADA MAHASISWA

HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN SUBJECTIVE WELL- BEING SISWA SMA NEGERI 1 BELITANG NASKAH PUBLIKASI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

KEBAHAGIAAN DAN KETIDAKBAHAGIAAN PADA WANITA MENIKAH MUDA

Hubungan Antara Coping Stress dengan Subjective Well-Being pada Mahasiswa Luar Jawa

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEBAHAGIAAN PADA SISWA SISWI DI SMA MUHAMMADIYAH 1 KLATEN NASKAH PUBLIKASI. Diajukan kepada Fakultas Psikologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

Studi Deskriptif Children Well-Being pada Anak Kelas VI Sekolah Dasar Full-Day Darul Ilmi Bandung

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan

SUBJECTIVE WELL-BEING PADA PENARI STUDIO SENI AMERTA LAKSITA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. akselerasi memberikan kesempatan bagi para siswa dalam percepatan belajar dari

Studi Deskriptif Children Well-Being pada Korban Pelecehan Seksual yang Berusia 8-12 Tahun di Sukabumi

Mewujudkan Kebahagiaan di Masa Lansia dengan Citra Diri Positif *

BAB I PENDAHULUAN. Kebahagiaan merupakan salah satu hal yang penting dalam kehidupan, karena pada

Hubungan antara Self-Efficacy dengan Subjective Well-Being pada Siswa SMA Negeri 1 Belitang

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. argumentatif pemilihan pendekatan atau metode dengan memperhatikan pula

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. PT. Permata Finance Indonesia (PT. PFI) dan PT. Nusa Surya Ciptadana

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan mixed method yang merupakan suatu

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

MAKNA KEBAHAGIAAN PADA LANSIA YANG BEKERJA SEBAGAI PEDAGANG ASONGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia tidak terlepas dari interaksi dengan orang

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

BAB I PENDAHULUAN. paling dasar seperti makan, minum, dan pakaian hingga kebutuhan untuk diakui

SUBJECTIVE WELL-BEING DAN REGULASI DIRI REMAJA PELAKU TINDAK KEKERSAN (Studi pada anak pidana di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang)

PROCEEDING SEMINAR NASIONAL Selamatkan Generasi Bangsa dengan Membentuk Karakter Berbasis Kearifan Lokal

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

BAB 1 PENDAHULUAN. A Latar Belakang Mahasiswa dipersiapkan untuk menjadi agen perubahan, salah

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. yakni angkanya dapat berbeda-beda dari satu objek ke objek yang lain.

Subjective Well Being pada Ibu yang Memiliki Anak Tuna Rungu

PROBLEM PSIKOSOSIAL PADA REMAJA YANG ORANG TUA NYA MERANTAU NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merasa bahagia dalam keseharianya. Bagi manusia, hidup yang baik akan

Subjective Well-Being Pada Guru Sekolah Menengah. Dinda Arum Natasya Fakultas Psikologi Universitas Surabaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

DAFTAR PUSTAKA. Arbiyah, Nurul; Imelda, Fivi N; dan Oriza, Ika D Op. Cit.

BAB 2 LANDASAN TEORI. Ada dua tradisi dalam memandang kebahagiaan, yaitu kebahagiaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya, menurut beberapa tokoh psikologi Subjective Well Being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well Being. Menurut Diener (2009) definisi dari subjective well being (SWB) dan

SUBJECTIVE WELL-BEING PADA PENDERITA KANKER TULANG UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

GAMBARAN KEBAHAGIAAN MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN DENGAN LATAR BELAKANG BUDAYA BATAK, JAWA, MINANG, DAN SUNDA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maupun dengan lawan jenis merupakan salah satu tugas perkembangan tersebut.

SUBJECTIVE WELL-BEING PADA PASANGAN YANG MENIKAH MUDA PUBLIKASI ILMIAH

Bidang Ilmu: Psikologi LAPORAN PENELITIAN PUSAT STUDI (PESATU)

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DAN SUBJECTIVE WELL- BEING PADA GURU SEKOLAH DASAR

Prosiding Psikologi ISSN:

PENINGKATAN KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF REMAJA PANTI ASUHAN MELALUI PELATIHAN BERSYUKUR. Tesis

Subjective Well-Being pada Guru Honorer di SMP Terbuka 27 Bandung

Transkripsi:

SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU PAUD DI DAERAH RAWAN BENCANA NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Dalam mencapai derajad Sarjana S-1 Diajukan oleh: Nurul Fikri Hayuningtyas Nawati F100110101 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2015

SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU PAUD DI DAERAH RAWAN BENCANA NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Dalam mencapai derajad Sarjana S-1 Diajukan oleh: Nurul Fikri Hayuningtyas Nawati F100110101 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2015 ii

SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU PAUD DI DAERAH RAWAN BENCANA Yang Diajukan Oleh : Nurul Fikri Hayuningtyas Nawati F. 100110101 Telah disetujui untuk dipertahankan di depan Dewan Penguji Telah disetujui oleh: Pembimbing Taufik, S.Psi., M.Si., Ph.D Surakarta 10 Juni 2015 iii

SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU PAUD DI DAERAH RAWAN BENCANA Yang diajukan oleh : Nurul Fikri Hayuningtyas Nawati F 100 110 101 Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal 2 Juli 2015 dan dinyatakan telah memenuhi syarat Penguji Utama Taufik, S.Psi., M.Si., PhD Penguji Pendamping I Dr. Eny Purwandari, M.Si. Penguji Pendamping II Dr. Nanik Prihartanti, M.Si. Surakarta, 2 Juli 2015 Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Dekan, Taufik S.Psi., Msi., PhD iv

v

ABSTRAKSI SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU PAUD DI DAERAH RAWAN BENCANA Nurul Fikri Hayuningtyas Nawati Taufik Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan subjective well-being pada guru PAUD di daerah rawan bencana. Informan dalam penelitian ini di pilih secara purposive sampling. Adapun informan adalah guru PAUD desa Balerante, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten, berjumlah 5 orang yang memiliki rentang usia 20-40 tahun. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan pengumpulan data menggunaka teknik wawancara. Hasil penelitian menemukan bahwa kondisi afeksi pada guru PAUD adalah guru merasakan afek positif seperti bahagia, senang, dan suka cita. Kebahagiaan guru semata-mata tidak dinilai dengan gaji atau uang lelah yang diberikan, namun para guru menjalani semuanya dengan hati ikhlas dan niat ibadah dengan mengabdi menjadi guru. Selain itu guru juga mengalami afek negatif seperti guru mengalami kesulitan selama mengajar PAUD sulit mencari tema. Kepuasan hidup yang dialami guru dengan kehidupan sekarang belum merasa puas dikarenakan masih ada harapan atau keinginan yang belum terpenuhi, selain itu pada guru yang belum memiliki anak merasa tidak puas karena idealnya dalam keluarga adalah memiliki anak dan ada rasa kepuasan tersendiri. Yang membuat guru tetap bertahan mengajar PAUD di daerah rawan bencana melihat semangat anak-anak dalam belajar, rasa tanggung jawab yang diberikan oleh masyarakat setempat, dan ingin memajukan pendidikan di desa Balerante. Guru mengabdikan diri mengajar PAUD agar generasi muda bisa bermanfaat bagi orang lain. Kata kunci: Subjective well-being, Guru PAUD. vi

PENDAHULUAN Pada umumnya orang di dunia ini pasti mengharapkan ketenangan hati dan ketenangan jiwa, namun belum tentu bisa mewujudkannya. Guna mencapai ketenangan, seseorang bersedia menerima apapun yang terjadi saat ini (menerima kenyataan apa adanya). Bersedia menerima dengan apa adanya akan membuat seseorang merasa tenang dan bahagia betapapun kenyataan pahit menimpa seseorang, bahkan menurut Aristoteles kebahagiaan merupakan tujuan utama dari eksistensi manusia. Setiap orang juga memiliki harapanharapan yang ingin dicapai guna pemenuhan kepuasan dalam kehidupannya (Ningsih, 2013). Kepuasan hidup manusia antara yang satu dengan yang lain berbeda-beda. Ada manusia yang puas dengan kekayaan, kemewahan, dan fasilitas yang selalu terpenuhi. Namun ada manusia yang puas dengan kesederhanaan, dan keterbatasan fasilitas. Perbedaan-perbedaan pendapat manusia mengenai kepuasan yang di rasakan disebut dengan subjektivitas individu atau subjective well-being. Menurut Suh, Diener dan Lucas (1999) subjective well-being (Kesejahteraan subjektif) mendefinisikan subjective well-being sebagai ketegori yang luas mengenai fenomena yang menyangkut respon-respon emosional seseorang (rasa bahagia, ketentraman), kepuasan domain, dan penilaian-penilain global atas kepuasan hidup. Kepuasaan hidup akan tercapai jika harapan-harapan dalam hidupnya tercapai. Salah satu harapan manusia adalah mengabdikan diri untuk memajukan bangsa atau negaranya, khususnya di pendidikan anak usia dini. Tanggung jawab sebagai guru mengajar anak usia dini lebih kompleks sehingga guru seharusnya mendapatkan hak sebagai guru, seperti mendapatkan gaji, mendapatkan fasilitas yang memadai untuk proses belajar mengajar. Namun kenyataan yang ada di desa Balerante guru belum mendapatkan haknya. Berdasarkan hasil wawancara awal yang dilakukan peneliti menunjukan bahwa mengajar di daerah rawan bencana membuat guru merasa waswas akan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, seperti tahun 2010 saat terjadi 1

erupsi gunung Merapi. Selain itu permasalahan yang terjadi di PAUD adalah guru seringkali bingung mencari tema mengajar. Pihak dinas belum memberikan tema-tema yang dapat menunjang pengajaran. Honor pun tidak didapatkan oleh para guru, mereka hanya mendapatkan uang lelah sebesar Rp. 24.000 perbulan. Keadaan desa Balerante yang rawan bencana, serta kondisi Guru PAUD yang terbatas namun tetap dengan senang hati mengajar inilah yang melatar belakangi peneliti untuk melihat lebih jauh tentang kondisi guru yang mengajar di PAUD, khususnya mengenai kesejahteraan guru dalam menjalankan hidupnya. Mengacu pada latar belakang itulah maka peneliti mengambil judul Subjective Well-Being Pada Guru Paud di Daerah Rawan Bencana. Dalam bahasa Indonesia well-being diterjemahkan menjadi kesejahteraan secara subjektif, terdiri dari kebahagiaan, ketahanan diri, dan kepuasan hidup (Nisfianoor, 2004). Subjective well-being adalah evaluasi seseorang mengenai hidup mereka dalam hal pikiran dan emosi yang dimiliki (Feldman, 2011). Dapat disimpulkan bahwa subjective well-being adalah evaluasi diri kehidupan secara umum terhadap kepuasan hidup, dan tingginya tingkat emosi positif dan rendahnya tingkat emosi negatif. Komponen penting dari subjective wellbeing menurut Diener et al. (2005) terdapat dua komponen dasar yaitu komponen afektif (afek positif dan afek negatif) dan komponen kognitif. Menurut Eddington dan Shuman (2005), mengemukakan beberapa faktor demografis dan lingkungan yang mempengaruhi subjective well-being yaitu jenis kelamin, usia, pendidikan, pendapatan, pernikahan, kepuasan kerja, kesehatan, dan religiusitas. Pendidik anak usia dini, merupakan orang yang bertanggung jawab merencanakan, melaksanakan, menilai, melakukan pembimbingan dan pelatihan dalam pembelajaran pada anak usia 0-8 tahun secara menyeluruh. Pendidik pada PAUD mempunyai tugas yang lebih kompleks dari pada pendidik pada tingkat pendidikan di atasnya. Hal ini dikarenakan PAUD merupakan tingkat pendidikan yang paling mendasar sebagai 2

pondasi bagi pendidikan selanjutnya (Maryatun, 2010). METODE PENELITIAN Subjek penelitian ini berjumlah 5 orang. Dengan karakteristik informan sebagai berikut: bertempat tinggal di Balerante, merupakan guru PAUD, dan berusia 20-40 tahun. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara. Guide wawancara disusun berdasarkan tujuan dan pertanyaan penelitian yang dieksplorasi dari komponen subjective well-being. Langkah-langkah analisis data ini meliputi: Organisasi data, membaca keseluruhan data, koding, kategorisasi data, mendeskripsikan kategori, dan pembahasan hasil penelitian (Creswell, 2010). HASIL DAN PEMBAHASAN Afek positif yang dirasakan guru PAUD didaerah rawan bencana yaitu perasaan senang, dan bahagia. Berdasarkan hasil merasakan perasaan senang dan bahagia. Hal ini sesuai dengan Diener et al (2005) bahwa emosi yang menyenangkan merupakan bagian subjective well being, hal tersebut ditandai dengan adanya afek positif seperti merasa senang, dan bahagia. Selain itu hal ini sesuai dengan penjelasan Seefeldt dan Wasik (2008) bahwa hidup dan bekerja dengan anak-anak yang penuh energi, sedemikian melimpahnya, begitu senang dengan kehidupan dan pembelajaran benarbenar merupakan kegembiraan dan kenikmatan bagi guru. Bahagia tidak harus banyak materi yang terpenting kasih sayang antar keluarga. Hal tersebut dipengaruhi faktor genetik menurut Diener et al (2005) mengatakan bahwa walaupun peristiwa mempengaruhi subjective well-being, seseorang dapat beradaptasi terhadap perubahan level adaptasi yang ditentukan secara biologis. Jadi ada sebagian orang yang memang penelitian dengan menggunakan wawancara dapat diketahui bahwa semua informan 3

terlahir dengan kecenderungan untuk bahagia dan ada juga yang tidak. Guru tetap bertahan dikarenakan semangat anak untuk belajar, memiliki rasa tanggung jawab, ingin memajukan desa, memajukan generasi muda lebih baik dan mengabdikan diri terutama dalam dunia pendidikan. Hal ini sesuai dengan A.Z Mulyana (2010) bahwa menjadi guru harus memiliki motivasi yang kuat karena orang yang memiliki motivasi kuatlah yang dapat mencapai keberhasilan. Yang lebih dibutuhkan adalah dorongan untuk selalu bekerja sebaik-baiknya dan keinginan terus maju. Selain itu menjadi guru dijalani semata-mata karena panggilan jiwa tanpa paksaan atau untuk mengejar jabatan, namun yang dipikirkan bagaimana membina peserta didik menjadi pintar, dan bermanfaat bagi oranglain. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan penelitian maka dapat disimpulkan bahwa guru PAUD merasakan Kebahagiaan semata-mata tidak dinilai dengan gaji atau uang lelah yang diberikan, namun para guru menjalani semuanya dengan hati ikhlas dan niat ibadah dengan mengabdi menjadi guru. Guru tetap bertahan mengajar di daerah rawan bencana karena melihat semangat anak-anak dalam belajar, rasa tanggung jawab yang diberikan oleh masyarakat setempat, dan ingin memajukan pendidikan di desa Balerante. Guru mengabdikan diri mengajar PAUD agar generasi muda bisa bermanfaat bagi orang lain. Kepuasaan hidup yang di alami para guru saat ini belum puas dikarenakan masih ada keinginan yang belum tercapai. Faktor demografi mempengaruhi kepuasaan hidup guru seperti, status pernikahan dan ada tidaknya anak. DAFTAR PUSTAKA A.Z. Mulyana. (2010). Rahasia Menjadi Guru Hebat Memotivasi Diri Menjadi Guru Luar Biasa. Jakarta: PT Gramedia. 4

Creswell, J.W. (2010). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed Edisi Ketiga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Diener, E. et al (1999). Subjective wellbeing: Three Decades of Progress. Psychological Bulletin, vol.125, no.2. Diener, E. & Oishi. (2005). Subjective Wellbeing: the science of happiness and life Satisfaction. In C. R Synder & S. J Lopez (Eds), Handbook of positive psychology. New York : Oxford University Press. Eddington, N dan Shuman, R (2005). Subjective well-being (happiness). Continuing psychology education: 6 continuing education hours. Diunduh pada 7 maret 2015 dari (http://www.texcpe.com/cpe/pdf/cahappiness.pdf.). Feldman, R. S. (2011). Pengantar Psikologi : Understanding Psychology. (Terjemahan Petty Gina Gayatri dan Putri Nurdina Sofyan). Jakarta : Salemba Hunamika. Maryatun, I.B. (2010). Peran Pendidik PAUD dalam Membangun Karakter Anak. Artikel Peran Pendidik PAUD dalam Membangun Karakter. Ningsih, A. (2013). Subjective Well Being Ditinjau dari Faktor Demografi (Status Pernikahan, Jenis Kelamin, Pendapatan). Jurnal Online Psikologi. Vol. 01 No. 02. ISSN : 2301-8259. Nisfiannor, M. (2004). Hubungan Antara Komitmen Beragama Dan Subjective Well-Being pada Remaja Akhir Di Universitas Tarumanagara. Jurnal Psikologi, Vol.2, 77-81. Sasangka. (2011). Menilik bukti kedahsyatan Merapi di Museum Erupsi Merapi Balerante (http:solo pos. com., diunduh tanggal 3 Maret 2015, pukul: 17.00 Wib). Seefeldt, C., Wasik, A. (2008). Pendidikan Anak Usia Dini Menyiapkan Anak Usia Tiga, Empat, dan Lima Tahun Masuk Sekolah. Jakarta: PT Indeks 5