BAB I PENDAHULUAN. seorang peserta didik adalah belajar. Menurut Gagne (Hariyanto, 2010), belajar

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kembar identik pun masih dapat dibedakan melalui sifat-sifat non-fisik yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk paling unik di dunia. Sifat individualitas manusia

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ela Nurlaela Sari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Memasuki Abad 21, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, dalam hal ini teknik yang digunakan adalah dengan Assertif

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi ini,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi

BAB 1 PENDAHULUAN. 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun. Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Deasy Yunika Khairun, Layanan Bimbingan Karir dalam Peningkatan Kematangan Eksplorasi Karir Siswa

saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

BAB I PENDAHULUAN. Ganda (PSG), sebagai perwujudan kebijaksanan dan Link and Match. Dalam. Dikmenjur (2008: 9) yang menciptakan siswa atau lulusan:

KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB 1 PENDAHULUAN. menganggap dirinya sanggup, berarti, berhasil, dan berguna bagi dirinya sendiri,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Harga Diri. Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam Hsu,2013) harga diri

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan dasar dalam pengaruhnya kemajuan dan kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. ingin dicapai dari proses pendidikan yaitu menghasilkan manusia yang terdidik

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun

BAB I PENDAHULUAN. Penataan SDM perlu terus diupayakan secara bertahap dan berkesinambungan

menyumbang calon tenaga kerja terdidik. Fenomena yang terjadi di masyarakat sekarang banyak pengangguran yang berasal dari orang terdidik.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya maupun mengenai diri mereka sendiri. dirinya sendiri dan pada late childhood semakin berkembang pesat.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2016 PERAN BIMBINGAN KARIR, MOTIVASI MEMASUKI DUNIA KERJA DAN PENGALAMAN PRAKERIN TERHADAP KESIAPAN KERJA SISWA SMK

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukkan pribadi

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dan tanggung jawab yang diemban seorang guru bimbingan dan

MENJADI KONSELOR PROFESIONAL : SUATU PENGHARAPAN Oleh : Eva Imania Eliasa, M.Pd

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Kerja. seseorang. Menurut Wexley dan Yukl (2005: 129) kepuasan kerja adalah cara

BAB I PENDAHULUAN. Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siti Syabibah Nurul Amalina, 2013

BAB I PENDUHULUAN. masa depan bangsa, seperti tercantum dalam Undang-Undang RI. No 20 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Belajar merupakan cara untuk mendapatkan ilmu pengetahuan bagi siswa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. maupun informal. Keberhasilan pendidikan akan terjadi bila ada interaksi antara

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan yang bermutu, efektif atau ideal adalah yang mengintegrasikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sekitarnya. Berkaitan dengan Pendidikan, Musaheri (2007 : 48) mengungkapkan,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Harga diri merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan

BAB I PENDAHULUAN. perilaku yang diinginkan. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting

ASSALAMU ALAIKUM WR.WB.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

Hubungan antara Social Support dengan Self Esteem pada Andikpas di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Bandung

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses pemenuhan tugas perkembangan tersebut, banyak remaja yang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO masa remaja merupakan masa peralihan dari masa. anak-anak ke masa dewasa. Masa remaja adalah masa perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat disamping

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan karir merupakan salah satu aspek yang penting dalam. perkembangan karir individu. Kecakapan dalam mengambil keputusan,

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, nilai dan norma kepada manusia yang dapat di harapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutia Faulia, 2014

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa di Indonesia sebagian besar masih berusia remaja yaitu sekitar

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-makhluk ciptaan Tuhan yang lain. Manusia sebagai individu dibekali akal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

PERTEMUAN 13 PENYELENGGARAAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING PADA JALUR PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Dedi Supriadi, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Umi Rahayu Fitriyanah, 2014

I. PENDAHULUAN. yang terjadi. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Layanan Bimbingan dan Konseling Berbasis Gender

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Gaya Hidup Hedonis Pada Mahasiswa. 1. Pengertian Gaya Hidup Hedonis Pada Mahasiswa

BAB I PENDAHULUAN. sebagai tempat untuk proses pendidikan yang memiliki peranan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan tidak hanya dibutuhkan oleh anak-anak normal (siswa reguler), akan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan perilaku maupun sikap yang diinginkan. Pendidikan dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang membedakan dengan makhluk lainnya. Kelebihan yang dimiliki manusia

2016 HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PRESTASI BELAJAR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai makhul sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. Interaksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. unsur lapisan masyarakat merupakan potensi yang besar artinya bagi

BAB I PENDAHULUAN. proses pembelajaran peserta didik yang dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sugiyono (2008:119) mengemukakan bahwa metode komparatif atau ex post facto

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG STANDAR KUALIFIKASI AKADEMIK DAN KOMPETENSI KONSELOR

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu lingkungan pendidikan yang berpotensi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

RESUME PRESENTASI KULIAH BIMBINGAN DAN KONSELING. #1: Keterkaitan, Keunikan, Tugas Guru dan Konselor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat penting untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Melalui pendidikan diharapkan peserta didik memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap yang sangat diperlukan untuk memecahkan persoalan yang dihadapi. Pendidikan memiliki peran penting dalam mencerdaskan bangsa. Dalam pendidikan tersebut, tugas seorang peserta didik adalah belajar. Menurut Gagne (Hariyanto, 2010), belajar merupakan sejenis perubahan yang diperlihatkan dalam perubahan tingkah laku, yang keadaaannya berbeda dari sebelum individu berada dalam situasi belajar dan sesudah melakukan tindakan yang serupa itu. Perubahan terjadi akibat adanya suatu pengalaman atau latihan. Berbeda dengan perubahan serta-merta akibat refleks atau perilaku yang bersifat naluriah. Menurut Hilgard (Hariyanto, 2010) belajar merupakan proses perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, yang kemudian menimbulkan perubahan, yang keadaannya berbeda dari perubahan yang ditimbulkan oleh lainnya. Proses belajar tidak selalu berhasil, hasil yang dicapai antara peserta didik yang satu dengan yang lain memiliki perbedaan. Berhasil tidaknya proses belajar mengajar tergantung dari faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar peserta didik. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar banyak jenisnya namun digolongkan menjadi dua golongan yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kesulitan belajar peserta

2 didik yang datang dari luar dirinya, diantaranya yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat (Sumarno, 2011). Faktor internal diartikan sebagai faktor penyebab kesulitan belajar peserta didik yang bersumber dari dalam dirinya. Faktor internal ini dapat dikelompokan menjadi dua bagian yaitu: faktor psikologis dan faktor fisiologis. Jika diklasifikasikan secara konseptual faktor psikologis dapat digolongkan terdiri dari faktor intelektual dan faktor non-intelektual. Faktor-faktor intelektual yang dapat mempengaruhi kesulitan belajar peserta didik dapat berupa tingkat kecerdasan intelektual (yang populer dikenal dengan sebutan IQ) dan bakat. Sedangkan faktor non-intelektual yang dapat menjadi penyebab kesulitan belajar peserta didik yang bersumber dari beberapa sifat kepribadian yang terdiri dari: (a) sikap terhadap belajar; (b) motivasi belajar. Motivasi dalam kegiatan belajar merupakan kekuatan yang dapat menjadi tenaga pendorong bagi peserta didik untuk mendaya gunakan potensi-potensi yang ada pada dirinya dan potensi yang ada diluar dirinya untuk mewujudkan tujuan belajar; (c) mengelola bahan belajar yang dapat diartikan sebagai proses berpikir seseorang untuk mengolah informasi yang diterima sehingga menjadi bermakna; (d) konsentrasi belajar yang merupakan salah aspek psikologis yang sering kali tidak begitu mudah untuk diketahui oleh orang lain selain diri individu yang sedang belajar. Kesulitan berkonsentrasi merupakan indikator adanya masalah belajar yang dihadapi peserta didik, karena hal itu akan menjadi kendala didalam mencapai hasil belajar yang diharapkan; (e) rasa percaya diri yang merupakan salah satu kondisi psikologis seseorang yang berpengaruh terhadap aktifitas fisik dan mental dalam

3 proses pembelajaran; (f) kebiasaan belajar adalah perilaku belajar seseorang yang telah tertanam dalam waktu yang relatif lama sehingga memberikan ciri dalam aktifitas belajar yang dilakukannya (Sumarno, 2011). Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa faktor nonintelektual sangat mempengaruhi proses belajar peserta didik. Salah satu diantara beberapa faktor internal yang mempengaruhi belajar peserta didik adalah rasa percaya diri peserta didik. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sulaeman (2011), rasa percaya diri yang positif didorong oleh kondisi rasa penghargaan terhadap diri, baik melalui pandangan personal maupun pandangan lingkungan terhadap diri individu yang bersangkutan. Self-esteem menunjukkan peran yang signifikan dalam optimalisasi keunikan diri individu. Keunikan individu, atau peserta didik dalam konteks pendidikan, dapat didorong dengan cara meningkatkan self-esteem yang bersangkutan. Tidak mungkin seseorang akan tumbuh dengan segala keunikannya bila dirinya tidak percaya diri dan merasa tidak berharga. Apabila kondisi tersebut terjadi, maka yang muncul adalah perasaan rendah diri. Self-esteem juga memengaruhi motivasi belajar peserta didik. Menurut penelitian Sulistiyowati (2008) harga diri merupakan aspek kepribadian yang pada dasarnya dapat berkembang. Kurangnya harga diri pada peserta didik dapat mengakibatkan masalah akademik, olahraga, dan penampilan sosial. Selain itu dapat menimbulkan gangguan pula pada proses berfikir dalam konsentrasi belajar, dan berinteraksi dengan orang lain terutama yang masih mengikuti pendidikan sehingga berpengaruh terhadap motivasi belajar karena motivasi di

4 dalam pendidikan sangat berperan dalam keberhasilan mencapai tujuan. Nilai harga diri seseorang apabila turun atau rendah, akan diikuti motivasi belajar yang rendah pula. Self-esteem juga memberikan pengaruh terhadap prestasi belajar peserta didik. Menurut penelitian Tresia (Sulistiyowati, 2008) menunjukkan adanya pengaruh antara harga diri dengan prestasi belajar dimana setiap rata-rata peningkatan atau penurunan harga diri menyebabkan peningkatan atau penurunan prestasi belajar. Self-esteem memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan seorang individu. Self-esteem adalah opini seseorang terhadap dirinya sendiri yang realistis dan apresiatif. Realistis berarti individu dapat secara jujur dan akurat menyadari kekuatan dan kelemahan diri serta segalanya yang berada diantaranya. Apresiatif mewakili kemampuan individu memiliki perasaan yang baik terhadap keseluruhan orang yang ia lihat tersebut (Schiraldi, 2007: 3). Schiraldi (2007: 2) mengatakan bahwa individu dengan self-esteem yang tinggi memiliki banyak keuntungan. Self-esteem berhubungan erat dengan kebahagiaan, resiliensi psikologis, dan motivasi untuk hidup sehat dan produktif. Self-esteem yang rendah dapat merujuk pada pengalaman depresi, kecemasan, masalah emosi, penyakit kronis, immunosuppression, dan macam-macam gejala fisik dan psikologis yang menyusahkan. Rosenberg (2007) menyatakan bahwa tidak ada yang dapat lebih membuat stres daripada pengalaman kurangnya rasa aman yang mendasar dari rasa penghargaan diri. Jadi harga diri penting bagi

5 kesehatan, kemampuan mengatasi masalah, kemampuan bertahan hidup, dan kesejahteraan individu. Self-esteem yang tinggi atau rendah akan mempengaruhi kepribadian seseorang. Berdasarkan penelitian Robins, et al. (2001) yang bertajuk Personality Correlates of Self-Esteem, terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara self-esteem dengan lima dimensi besar kepribadian yaitu usia, jenis kelamin, kelas sosial, etnis dan kewarganegaraan. Memahami hubungan antara harga diri dan kepribadian penting karena beberapa alasan. Pertama, melekatkan harga diri dalam kerangka lima besar dimensi kepribadian akan menghubungkan pada semua konstruksi psikologis lainnya dan hasil yang telah dikaitkan dengan lima besar dimensi kepribadian. Kedua, harga diri dan kepribadian cenderung berbagi akar perkembangan yang umum, dan memeriksa korelasi kepribadian dengan harga diri di seluruh rentang kehidupan memungkinkan untuk memberikan wawasan kedalam harga diri dan perkembangannya. Ketiga, dengan tambahan berdasar pada etiologi umum, harga diri dan kepribadian secara langsung mempengaruhi satu sama lain. Pada peserta didik yang memiliki self-esteem negatif sering muncul perilaku negatif. Berawal dari perasaan tidak mampu dan berharga, mereka mengkompensasikannya dengan tindakan lain yang seolah-olah membuat ia lebih berharga. Misalnya, dengan mencari pengakuan dan perhatian dari temantemannya. Berawal dari hal tersebut kemudian dapat muncul penyalahgunaan obat-obatan terlarang atau tawuran (Sulaeman, 2011). Menurut Harter (1993) dalam Baccus, et al. (2004), harga diri yang rendah berimplikasi pada sejumlah

6 fenomena sosial yang konsekuensial, termasuk penyalahgunaan narkoba, permusuhan dan disfungsi hubungan. Gejala-gejala peserta didik yang menunjukkan kecenderungan self-esteem negatif terjadi di hampir semua jenjang pendidikan, dari sekolah dasar sampai tingkat perguruan tinggi, tidak terkecuali dengan peserta didik sekolah menengah kejuruan (SMK) yang seyogyanya merupakan pemasok utama tenaga kerja tingkat menengah. Pada kenyataannya, peserta didik SMK seringkali kurang diperhitungkan oleh masyarakat karena ketidakmampuannya untuk bekerja setelah lulus dan banyaknya dari para lulusan tersebut yang tidak meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Banyak diantara lulusan SMK yang mengalami kegagalan dalam hal mempersiapkan mental dan kepribadiannya ketika memasuki dunia kerja. Bahkan di beberapa daerah tidak sedikit dari pandangan masyarakat yang menomorduakan pendidikan kejuruan dan menganggap bahwa peserta didik yang masuk SMK adalah siswa buangan yang tidak lulus pada seleksi masuk Sekolah Menengah Atas (SMA) (Kompas, 2008). Padahal pendidikan kejuruan tidak sama dengan pendidikan umum. Pendidikan di SMK memiliki ciri tertentu yang berbeda dengan pola pendidikan di SMA, dimana peserta didik lulusan SMK harus memiliki kelebihan dalam penguasaan kompetensi kerja. Ironisnya, hal ini juga yang kemudian menambah pandangan negatif masyarakat terhadap pendidikan kejuruan manakala peserta didik lulusan SMK menjadi pengangguran dan tidak produktif (Suara Merdeka Cyber News, 2006).

7 Gejala yang ditunjukkan oleh peserta didik SMK akan menghambat tujuan pendidikan yang telah dicanangkan baik di tingkat nasional maupun di tingkat satuan sekolah. Dalam hal ini termasuk pula tujuan-tujuan pendidikan yang didistribusikan ke dalam pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah. Isi bagi pencapaian tujuan bimbingan konseling yang dimaksud adalah Standar Kompetensi Kemandirian Peserta Didik. Disebutkan bahwa dalam masalah pengembangan diri, peserta didik khususnya di SMK diharapkan mampu: (a) mempelajari keunikan diri dalam konteks kehidupan sosial; (b) menerima keunikan diri dengan segala kelebihan dan kekurangannya; dan (c) menampilkan keunikan diri secara harmonis dalam keragaman. Di samping itu, dikaitkan dengan kesadaran gender, peserta didik SMK pun diharapkan mampu berkolaborasi secara harmonis dengan lain jenis dalam keragaman peran (Pendidikan Teknologi Vokasi, 2007). Salah satu faktor yang menunjang Standar Kompetensi Kemandirian Peserta Didik adalah self-esteem. Oleh karena itu peserta didik SMK diharapkan memiliki self-esteem yang tinggi dan positif sehingga dapat mengoptimalkan diri untuk menuju kemandirian yang berkompetensi dan siap terjun ke dunia kerja. Berdasarkan studi pendahuluan di SMK Negeri 15 Jakarta, kondisi selfesteem peserta didik khususnya di Kelas X cenderung rendah. Fenomena ini mengkhawatirkan karena sebagai peserta didik SMK, mereka diharapkan dapat mengembangkan dirinya sebaik mungkin dalam rangka mempersiapkan diri untuk dapat segera memasuki dunia kerja setelah lulus dari sekolah. Kelas X diharapkan dapat mempersiapkan dirinya sebaik mungkin sebelum mereka mengikuti

8 Pendidikan Sistem Ganda (PSG) pada kelas XI, yaitu mengikuti kegiatan Pengalaman Kerja Lapangan (PKL) di perusahaan-perusahaan sebagai bekal pengalaman kerja mereka sebelum mereka benar-benar memasuki dunia kerja setelah lulus SMK. Self-esteem yang cenderung rendah akan merugikan mereka saat memasuki dunia kerja nantinya, karena akan mengurangi kemampuan mereka dalam bersaing dengan calon pekerja lainnya. Oleh sebab itulah, siswa SMK Negeri 15 Jakarta khususnya Kelas X perlu untuk mengembangkan self-esteem yang mereka miliki. Salah satu upaya untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan self-esteemnya adalah dengan Bimbingan dan Konseling di sekolah. Bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari pendidikan di Indonesia. Pemetaan layanan Bimbingan dan Konseling dalam jalur pendidikan formal terdiri dari tiga bidang, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional dan kurikuler, dan bidang pembinaan peserta didik atau bimbingan dan konseling (Rambu-rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling, 2008). Berdasarkan fenomena yang telah dipaparkan, maka diperlukan upaya dari pihak sekolah untuk diadakan pelaksanaan bimbingan guna membantu peserta didik untuk mengembangkan potensi dirinya. Selain itu melalui program bimbingan dapat mencegah dan mengatasi potensi-potensi negatif, seperti peserta didik yang mengalami turunnya motivasi dan prestasi belajar, atau mengalami masalah dalam bersosialisasi dengan teman sebaya karena disebabkan oleh selfesteem yang rendah. Pada program bimbingan ini, teknik yang dipakai adalah role-play. Program bimbingan melalui teknik role-play dibuat dalam upaya

9 memfasilitasi dan membantu peserta didik untuk mengembangkan self-esteem yang mereka miliki. Shaftel & Shaftel (1967) menyatakan bahwa role-play, jika digunakan dengan benar dan terampil, secara unik cocok digunakan untuk mengeksplorasi perilaku kelompok dan dilema individu sebagaimana ia mencoba untuk menemukan tempat di banyak kelompok di kehidupannya dan pada waktu yang sama berjuang untuk mendirikan identitas pribadi dan integritasnya sendiri. Jika digunakan dengan benar, role-play memungkinkan suatu "penemuan" dalam pembelajaran yang terjadi ketika individu dalam kelompok dihadapkan pada cara yang cenderung mereka pilih untuk menyelesaikan masalah mereka dalam hubungan interpersonal, dan yang terjadi ketika, di bawah bimbingan dari orangorang yang terlatih, peserta didik akan menyadari sistem nilai pribadi mereka. Hasilnya adalah peserta didik yang dapat membantu untuk mengembangkan kepekaan terhadap perasaan dan kesejahteraan orang lain dan untuk mengklarifikasi nilai-nilai mereka sendiri dalam perilaku etis. Dengan mengembangkan kepekaan terhadap perasaan dan kesejahteraan orang lain, serta menyadari sistem nilai pribadi mereka, maka peserta didik dapat mengembangkan potensi yang ada pada dirinya dan secara otomatis self-esteemnya akan berkembang secara lebih positif.

10 B. Identifikasi Masalah Berdasarkan studi pendahuluan berupa wawancara dengan guru BK SMKN 15 Jakarta, terdapat beberapa permasalahan yang diantaranya adalah sebagai berikut: (a) self-esteem peserta didik di SMKN 15 Jakarta cenderung rendah; (b) belum adanya upaya yang dilakukan oleh guru BK SMKN 15 Jakarta untuk mengembangkan self-esteem peserta didik; (c) Bimbingan Konseling di SMKN 15 Jakarta membutuhkan program bimbingan untuk mengembangkan self-esteem peserta didik karena belum ada program bimbingan yang khusus ditujukan untuk mengembangkan self-esteem peserta didik. Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, secara umum penelitian ini difokuskan untuk mengembangkan dan mengetahui efektivitas program bimbingan dengan menggunakan teknik role-play untuk mengembangkan selfesteem peserta didik Kelas X SMKN 15 Jakarta. C. Tujuan Penelitian Sasaran utama penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas teknik role-play untuk mengembangkan self-esteem peserta didik Kelas X SMKN 15 Jakarta. Untuk mencapai tujuan umum tersebut, perlu diketahui informasi tentang: 1. Gambaran umum self-esteem peserta didik Kelas X SMKN 15 Jakarta. 2. Program bimbingan dengan teknik role-play untuk mengembangkan selfesteem peserta didik Kelas X SMKN 15 Jakarta. 3. Efektivitas teknik role-play dalam mengembangkan self-esteem peserta didik Kelas X SMKN 15 Jakarta.

11 D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian Penelitian memiliki dua variabel, yaitu variabel terikat dan variabel bebas. Variabel terikat adalah self-esteem, sedangkan variabel bebas dalam penelitian ini adalah teknik role-play. 2. Definisi Operasional a) Self-Esteem Menurut Coopersmith (Burn, 1998) self-esteem merupakan evaluasi yang dibuat individu dari kebiasaan memandang dirinya, terutama sikap menerima, menolak, dan indikasi besarnya kepercayaan individu terhadap kemampuan, keberartian, kesuksesan, dan keberhargaan yang terdiri dari empat aspek, yaitu: (a) kekuasaan (power), yakni kemampuan untuk mengatur dan mengontrol tingkah laku orang lain. Kemampuan ini ditandai dengan adanya pengakuan dan rasa hormat yang diterima individu dari orang lain; (b) keberartian (significance), yaitu adanya kepedulian dan afeksi yang diterima dari orang lain. Menunjukkan bahwa penghargaan dan minat dari orang lain sebagai pertanda penerimaan dan popularitas dirinya, keadaan tersebut ditandai oleh kehangatan, keikutsertaan, perhatian, dan rasa suka orang lain terhadap dirinya; (c) kebajikan (virtue) meliputi ketaatan mengikuti standar moral dan etika, ditandai oleh ketaatan untuk menjauhi tingkah laku yang tidak diperbolehkan oleh moral, etika dan agama; (d) kompetensi (competence), yakni kemampuan untuk sukses memenuhi tuntutan prestasi. Ditandai dengan keberhasilan individu dalam mengerjakan bermacam tugas pekerjaan dengan baik dari level yang tinggi dan usia yang berbeda.

12 Self-esteem menurut Branden (1992) adalah: (a) kepercayaan diri dalam kemampuan individu untuk berpikir dan mengatasi tantangan hidup; (b)keyakinan dalam hak individu untuk menjadi bahagia, perasaan berharga, memiliki kelayakan, berhak untuk menyatakan kebutuhan dan keinginan serta menikmati buah dari hasil usahanya. Self-esteem yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu suatu evaluasi diri yang dilakukan oleh peserta didik SMK Kelas X atas kebiasaan mengamati dirinya terhadap sikap menerima, menolak, dan mengindikasikan besarnya kepercayaan peserta didik terhadap kemampuan, keberartian, kesuksesan, dan keberhargaan dirinya yang meliputi empat aspek, yaitu: (a) kekuasaan (power), yaitu kemampuan untuk mengatur dan mengontrol tingkah laku orang lain. Kemampuan ini ditandai dengan adanya pengakuan dan rasa hormat yang diterima peserta didik dari orang lain; (b) keberartian (significance) yaitu adanya kepedulian dan afeksi yang diterima peserta didik dari orang lain. Keberartian menunjukkan bahwa penghargaan dan minat yang diterima peserta didik dari orang lain sebagai pertanda penerimaan dan popularitas dirinya, keadaan tersebut ditandai oleh adanya kehangatan yang didapat dari orang lain, keikutsertaan peserta didik dalam kegiatan dilingkungan sekitar dirinya, adanya perhatian dari orang lain terhadap dirinya, dan adanya rasa suka orang lain terhadap dirinya; (c) kebajikan (virtue) meliputi ketaatan mengikuti standar moral dan etika, yang ditandai oleh ketaatan untuk menjauhi tingkah laku yang tidak diperbolehkan oleh moral, etika dan agama; (d) kemampuan (competence) yaitu kemampuan untuk

13 sukses memenuhi tuntutan prestasi. Ditandai dengan keberhasilan peserta didik dalam mengerjakan bermacam tugas pekerjaan dengan baik. b) Teknik Role-Play Role-play dapat berfungsi sebagai bantuan dalam mendiagnosa ketegangan dan akibat dari sumber kerenggangan dalam kelompok; dan role-play, apabila disusun secara terampil, dapat menjadi sebuah layanan utama sebagai prosedur untuk membantu individu menjadi lebih nyaman dengan dirinya sendiri serta lebih percaya diri dalam mempertahankan apa yang dia percaya. Role-play dapat membantu kelompok untuk mendapatkan konsep yang lebih jelas akan tanggung jawabnya untuk mendukung tiap individu. Role-play, dengan membantu untuk mengendurkan ketegangan antara individu dan kelompok, dapat banyak membantu guru dalam membangun sebuah iklim pembelajaran yang kondusif (Shaftel & Shaftel, 1967). Role-play menawarkan pada anggota kelompok beberapa kesempatan, pertama, untuk merasakan perasaan dan mencoba untuk memahami pengalaman orang lain; kedua, untuk memantau apa yang terjadi di dalam diri mereka sendiri; dan ketiga, dan yang paling penting, untuk mengubah persepsi dan wawasan mereka kedalam kemampuan merespon, yang dapat memfasilitasi eksplorasi dan perkembangan dari para anggota kelompok (Tolan, 2001). Dengan beberapa kesempatan yang ditawarkan oleh role-play tersebut, siswa dapat mengeksplorasi persepsi dan wawasannya mengenai dirinya sendiri dan mengembangkan kemampuan untuk menghargai dirinya lebih baik lagi.

14 Moreno (Corey, 2005) menyatakan bahwa sangat pentingnya untuk belajar secara spontan dan kreatif. Moreno berpendapat bahwa spontanitas merupakan respons yang tepat untuk menghadapi situasi baru atau merupakan repons baru dan tepat untuk menghadapi situasi lama. Secara analogi, role-play dalam mengembangkan self-esteem berusaha untuk menciptakan suasana spontanitas dan kreativitas untuk menghilangkan tekanan-tekanan yang menghambat peserta didik untuk mengekspresikan dirinya dan mengembangkan self-esteem yang ia miliki. Teknik role-play yang digunakan dalam penelitian adalah sebuah kegiatan memainkan suatu peran yang dipimpin oleh pemandu (konselor atau guru) yang bertujuan untuk menciptakan suasana spontanitas dan kreativitas untuk menghilangkan tekanan-tekanan yang menghambat peserta didik Kelas X SMK Negeri 15 Jakarta untuk mengekspresikan dirinya sehingga peserta didik dapat mengeksplorasi wawasan mengenai dirinya sendiri serta mengembangkan kemampuan untuk menghargai dirinya. E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat dalam pengembangan teori maupun praktik pendidikan pada umumnya, dan khususnya bimbingan dan konseling. Secara teoretis, manfaat penelitian memberikan wawasan dalam khasanah bimbingan dan konseling di Indonesia, dan sebagai bahan kajian dan pengetahuan bagi peneliti selanjutnya yang berhubungan dengan efektivitas teknik role-play untuk mengembangkan self-esteem peserta didik dan

15 pengembangan intervensi perilaku melalui program bimbingan untuk mengembangkan self esteem. Sedangkan manfaat praktis yang diperoleh sebagai berikut. 1. Sebagai bahan masukan untuk guru BK dalam upaya meningkatkan dan pengembangan perilaku yang lebih positif dengan self-esteem yang positif pada peserta didik SMK. 2. Sebagai bahan pertimbangan bagi kepala sekolah terutama dalam rangka mengembangkan self-esteem positif peserta didik melalui pemberian fasilitas, serta wewenang dan dukungan yang memadai kepada konselor untuk mengembangkan dan menjalankan program bimbingan yang diorientasikan pada kepentingan peserta didik. 3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan bagi peneliti selanjutnya untuk berbagai implikasi masalah self-esteem peserta didik. F. Asumsi Penelitian 1. Self-esteem yang tinggi atau rendah akan memengaruhi kepribadian seseorang (Robins, et al., 2001). 2. Self-esteem memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan seorang individu. Self-esteem adalah opini seseorang terhadap dirinya sendiri yang realistis dan apresiatif. Realistis berarti kita dapat secara jujur dan akurat menyadari kekuatan dan kelemahan diri serta segalanya yang berada diantaranya. Apresiatif menyarankan agar kita memiliki perasaan yang baik terhadap keseluruhan orang yang kita lihat tersebut (Schiraldi, 2007).

16 3. Aspek kepribadian yang penting adalah harga diri. Harga diri yang tinggi akan mempengaruhi kepribadian seseorang (Robinson dan Shaver, 1990). 4. Role-play dapat mengembangkan keterampilan dengan cara mengundang peserta untuk terlibat dengan satu sama lain secara lebih langsung dan segera melalui penggunaan dari peran-peran yang dimainkan (Tolan, 2001). 5. Role-play menghasilkan definisi masalah, delineasi alternatif tindakan, eksplorasi konsekuensi dari alternatif-alternatif tersebut, dan pengambilan keputusan (Shaftel & Shaftel, 1967).