BPS PROVINSI LAMPUNG ANGKA KEMISKINAN LAMPUNG MARET PERKEMBANGAN PENDUDUK MISKIN DI LAMPUNG. No. 08/07/18/TH.

dokumen-dokumen yang mirip
BPS PROVINSI LAMPUNG ANGKA KEMISKINAN LAMPUNG SEPTEMBER PERKEMBANGAN PENDUDUK MISKIN DI LAMPUNG. No. 08/07/18/TH.

BPS PROVINSI LAMPUNG

BPS PROVINSI LAMPUNG

BPS PROVINSI LAMPUNG ANGKA KEMISKINAN LAMPUNG MARET No. 08/07/18/TH.IX, 17 Juli 2017

TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT MARET 2015

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2015

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2012

TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU MARET 2015 SEBESAR 17,88 PERSEN.

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN DI BALI MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN DI BALI MARET 2016

TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2013

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2013

BADAN PUSAT STATISTIK

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2014

TINGKAT KEMISKINAN BALI, SEPTEMBER 2015

KEMISKINAN PROVINSI BENGKULU SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAMBI SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT SEPTEMBER 2012

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAMBI MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN SULAWESI SELATAN, MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAMBI SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH MARET 2014

ANGKA KEMISKINAN PROVINSI BANTEN MARET 2017

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAMBI MARET 2015

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, SEPTEMBER 2016

BPSPROVINSI JAWATIMUR

TINGKAT KEMISKINAN BALI, MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI BALI MARET 2015

BPSPROVINSI JAWATIMUR

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN MARET 2015

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA TIMUR SEPTEMBER 2015

KEMISKINAN PROVINSI BENGKULU MARET 2016

BPSPROVINSI JAWATIMUR

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, MARET 2017

BADAN PUSAT STATISTIK

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU MARET 2017

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA MARET 2017

BADAN PUSAT STATISTIK

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, MARET 2016

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA MARET 2013

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2014

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH MARET 2015

BPSPROVINSI JAWATIMUR

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT SEPTEMBER 2016

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPSPROVINSI JAWATIMUR

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH SEPTEMBER 2014

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA MARET 2012

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2010

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2010

BERITA RESMI STATISTIK

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2016 RINGKASAN

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2017 RINGKASAN

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA MARET 2014

TINGKAT KEMISKINAN DI INDONESIA TAHUN 2007

PROFIL KEMISKINAN DAN TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI ACEH MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2016 RINGKASAN

BERITA RESMI STATISTIK

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA MARET 2015

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2016

Transkripsi:

BPS PROVINSI LAMPUNG ANGKA KEMISKINAN LAMPUNG MARET 2016 No. 08/07/18/TH.VIII, 18 Juli 2016 Angka kemiskinan Lampung dari penghitungan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2016 mencapai 14,29 persen. Dibandingkan kondisi semester sebelumnya (September 2015) angka kemiskinan Lampung mengalami kenaikan 0,76 poin, dari 13,53 persen. Sejalan dengan kenaikan persentase, jumlah penduduk miskin di Lampung pada Maret 2016 juga bertambah 68,9 ribu jiwa menjadi 1,170 juta jiwa dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2015 yang sebesar 1,101 juta jiwa. Perdesaan menjadi konsentrasi kemiskinan dimana 15,69 persen penduduknya berkategori miskin. Angka ini setara dengan 936,21 ribu jiwa. Sedangkan di perkotaan penduduk miskinnya sebanyak 10,53 persen atau 233,39 ribu jiwa. Selama periode September 2015 Maret 2016, baik perkotaan maupun perdesaan mengalami kenaikan persentase dan jumlah penduduk miskin. Di daerah perkotaan bertambah sekitar 35,4 ribu jiwa (13,77%), sementara di daerah perdesaan bertambah 33,5 ribu jiwa (4,28%). Garis kemiskinan Provinsi Lampung Maret 2016 sebesar Rp. 364.922 per kapita per bulan, naik 2,28 persen dibandingkan September 2015. Garis Kemiskinan 75,20 persen disumbangkan oleh Komoditi Makanan, share terbesar dari konsumsi beras, rokok kretek filter dan telur ayam ras. Sedangkan Komoditi Non Makanan yang menyumbang 24,80 persen utamanya dipengaruhi konsumsi perumahan, listrik, dan bensin. Garis Kemiskinan di perkotaan lebih tinggi dibanding perdesaan yakni Rp.392.488 berbanding Rp.364.922. 1. PERKEMBANGAN PENDUDUK MISKIN DI LAMPUNG Angka kemiskinan Provinsi Lampung mengalami kenaikan pada Maret 2016. Berdasarkan hasil survei terbaru diketahui angka kemiskinan Lampung sebesar 14,29 persen atau 1.169,60 ribu jiwa (lihat Tabel 1). Data September 2015 angka kemiskinan Provinsi Lampung masih 13,53 persen atau 1.100,68 ribu jiwa. Dengan kata lain selama periode September 2015 Maret 2016 telah terjadi penambahan jumlah penduduk miskin sekitar 68,9 ribu jiwa. Angka kemiskinan Lampung Maret 2016 ini masih lebih tinggi dibandingkan dengan angka nasional yang sebesar 10,86 persen. Tren penurunan angka kemiskinan yang terjadi pada September 2015 kembali terkoreksi pada Maret 2016. Angka kemiskinan kembali meningkat meskipun jika dibandingkan kondisi Maret 2015 masih lebih rendah. Sebaliknya pada tingkat nasional angka kemiskinan mengalami penurunan menjadikan gap antara angka kemiskinan nasional dengan Lampung kembali melebar. Kenaikan angka kemiskinan ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Lampung pada triwulan I 2016 terhadap triwulan III 2015 yang mengalami kontraksi hingga tumbuh -2,4 persen.

Berdasarkan daerah tempat tinggal, penduduk miskin terkonsentrasi di perdesaan dengan tingkat kemiskinan sebesar 15,69 persen. Cukup jauh terpaut dengan kemiskinan di perkotaan yang 10,53 persen. Dari sisi jumlah penduduk miskin juga terdapat perbedaan yang signifikan yakni 233,39 ribu jiwa di perkotaan dan 936,21 ribu jiwa di daerah perdesaan. Tabel 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Lampung Menurut Daerah, 2011-2015 Tahun Jumlah Penduduk Miskin (ribu jiwa) Persentase Penduduk Miskin Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa 2011 (Maret) 243,61 1 064,09 1 307,70 12,27 18,54 16,93 2011 (Sept) 226,09 1 062,48 1 288,58 11,32 18,39 16,57 2012 (Maret) 241,10 1 023,39 1 264,48 12,00 17,63 16,18 2012 (Sept) 240,11 990,05 1 230,16 11,88 16,96 15,65 2013 (Maret) 235,47 939,88 1 175,35 11,59 15,99 14,86 2013 (Sept) 224,81 919,95 1 144,76 10,89 15,62 14,39 2014 (Maret) 230,63 912,28 1 142,92 11,08 15,41 14,28 2014 (Sept) 224,21 919,73 1 143, 93 10,68 15,46 14,21 2015 (Maret) 233,27 930,22 1 163, 49 10,94 15,56 14,35 2015 (Sept) 197,94 902,74 1 100,68 9,25 15,05 13,53 2016 (Maret) 233,39 936,21 1 169,60 10,53 15,69 14,29

Kenaikan tingkat kemiskinan selama periode September 2015-Maret 2016, lebih signifikan terjadi di daerah urban (perkotaan) yang naik 13,77 persen (35,4 ribu jiwa), sedangkan di daerah rural (perdesaan) naik 4,28 persen (33,5 ribu jiwa 2. PERGESERAN GARIS KEMISKINAN Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan, karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Semakin tinggi Garis Kemiskinan, semakin banyak penduduk yang tergolong sebagai penduduk miskin jika tidak terjadi peningkatan pendapatan. Tabel 2. Garis Kemiskinan dan Perubahannya Menurut Daerah, September 2015 - Maret 2016 Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Penduduk Miskin Daerah/Tahun Jumlah % Makanan Bukan Makanan Total (000 jiwa) (1) (2) (3) (4) (5) (6) Perkotaan September 2015 274 255 112 473 386 728 197,94 9,25 Maret 2016 279 240 113 248 392 488 233,39 10,53 Perubahan (%) 1,82 0,69 1,49 13,77 1,28 poin Perdesaan September 2015 264 450 81 638 346 088 902,74 15,05 Maret 2016 272 168 82 510 354 678 936,21 15,69 Perubahan (%) 2,92 1,07 2,48 4,28 0,64 poin Kota+Desa September 2015 267 028 89 744 356 771 1 100,68 13,53 Maret 2016 274 437 90 485 364 922 1 169,60 14,29 Perubahan (%) 2,77 0,83 2,28 5,68 0,76 poin Sumber: Diolah dari data Susenas September 2015 dan Maret 2016 Selama periode September 2015 Maret 2016, garis kemiskinan naik Rp. 8.151,- atau 2,28 persen, yaitu dari Rp 356.771,- per kapita per bulan pada September 2015 menjadi Rp 364.922,- per kapita per bulan pada Maret 2016. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat pendapatan sebagian penduduk miskin khususnya mereka yang berada di sekitar garis kemiskinan tidak mampu mengimbangi kenaikan harga meskipun kenaikan Garis Kemiskinan tidak terlalu tinggi. Peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan) dalam pembentukan Garis Kemiskinan. Pada September 2015 yang lalu sumbangan GKM terhadap GK sebesar 74,85 persen. Sedangkan pada Maret 2016, peranannya sedikit mengalami naik menjadi 75,20 persen. Dengan kata lain peningkatan Garis Kemiskinan dari September 2015 ke Maret 2016 lebih dipicu karena kenaikan harga yang lebih tinggi pada komoditi makanan dibandingkan pada komoditi non makanan. Pada Maret 2016, komoditi makanan yang memberi sumbangan terbesar pada Garis Kemiskinan adalah beras baik di perkotaan maupun di perdesaan yaitu masing-masing sebesar 30,01 persen dan 39,27

persen. Rokok kretek filter memberikan sumbangan terbesar ke dua kepada Garis Kemiskinan pada daerah perkotaan (13,11 persen ) sedang di perdesaan (7,24 persen). Komoditi bukan makanan yang memberi sumbangan besar untuk Garis Kemiskinan adalah biaya perumahan yaitu 31,14 persen di perkotaan dan 29,71 persen di perdesaan. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Daftar Komoditi yang Memberi Pengaruh Besar pada Kenaikan Garis Kemiskinan, Maret 2016 Komoditi Kota Komoditi Desa (1) (2) (3) (4) Makanan GKM) GKM) Beras 30,01 Beras 39,27 Rokok kretek filter 13,11 Rokok kretek filter 7,24 Telur ayam ras 5,77 Telur ayam ras 4,69 Mie Instan 3,63 Gula pasir 4,38 Tempe 3,62 Cabe rawit 3,93 Gula Pasir 3,45 Tempe 3,86 Bawang Merah 3,02 Bawang merah 3,82 Cabe Merah 2,97 Mie instan 2,81 Roti 2,77 Kopi bubuk & kopi instan (sachet) 2,65 Bukan Makanan GKNM) GKNM) Perumahan 31,14 Perumahan 29,71 Listrik 11,78 Bensin 12,45 Bensin 10,09 Listrik 8,59 Pendidikan 8,07 Pendidikan 6,14 Perlengkapan mandi 5,00 Kayu Bakar 4,89 Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2016 3. INDEKS KEDALAMAN KEMISKINAN DAN INDEKS KEPARAHAN KEMISKINAN Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan. Selain upaya memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan penanggulangan kemiskinan juga terkait dengan bagaimana mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan.

Tabel 4. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1 ) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2 ) di Lampung Menurut Daerah, September 2015 Maret 2016 Tahun Kota Desa Kota + Desa (1) (2) (3) (4) Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1 ) September 2015 1,544 2,647 2,357 Maret 2016 1,863 2,912 2,628 Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2 ) September 2015 0,357 0,691 0,603 Maret 2016 0,477 0,788 0,704 Sumber: Diolah dari data Susenas September 2015 dan Maret 2016 Pada periode September 2015 - Maret 2016, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) naik dari 2,357 menjadi 2,628. Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin semakin menjauhi garis kemiskinan. Demikian pula dengan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) naik dari 0,603 menjadi 0,704. Angka ini mengindikasikan bahwa variasi pengeluaran diantara penduduk miskin semakin besar. Dengan kata lain ketimpangan pengeluaran penduduk miskin semakin tinggi. Apabila dibandingkan antara daerah perkotaan dan perdesaan, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1 ) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2 ) di daerah perdesaan lebih tinggi dibandingkan dengan di perkotaan. Pada Maret 2015, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1 ) untuk perkotaan hanya 1,863 sementara di daerah perdesaan mencapai 2,912. Nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2 ) untuk perkotaan hanya 0,477 sementara di daerah perdesaan mencapai 0,788. Dapat dimaknai bahwa kesenjangan penduduk miskin perdesaan lebih tinggi dibanding penduduk miskin perkotaan demikian pula dengan ketimpangan penduduk miskin perdesaan juga lebih tinggi dibanding penduduk perkotaan.

PENJELASAN TEKNIS DAN SUMBER DATA Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk. Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan- Makanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki ratarata pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll). Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar nonmakanan diwakili oleh 36 jenis komoditi. Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung tingkat kemiskinan Maret 2016 adalah data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional). Sebagai informasi tambahan, juga digunakan hasil survei SPKKD (Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar), yang dipakai untuk memperkirakan proporsi dari pengeluaran masing-masing komoditi pokok bukan makanan..

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI LAMPUNG Informasi lebih lanjut hubungi: Mukhamad Mukhanif, M.Si Kepala Bidang Statistik Sosial Telepon: 482909, Pesawat 132