TINJAUAN PUSTAKA. konsentrasi tertentu mempunyai kemampuan menghambat atau membunuh

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan mikroba lain,

Obat yang termasuk golongan ini ialah : a. Sulfonamid, b. Trimetoprin, c. Asam p-aminosalisilat (PAS), dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mikroba patogen seperti bakteri, jamur, virus, dan lain-lain. Penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (bakteri, jamur) yang mempunyai efek menghambat atau menghentikan suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kadar garam dan lain-lain. Substrat dasar tempat melekatnya adalah berupa batu

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

membunuh menghambat pertumbuhan

I. Tujuan Praktikum Tujuan dari praktikum ini adalah 1. untuk mengetahui potensi suatu antibiotika yang digunakan untuk membunuh mikroba 2.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi Tumbuhan Tumbuhan Sida rhombifolia.l. merupakan tumbuhan dikotil berakar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh berbagai spesies mikroorganisme, yang dalam konsentrasi rendah. mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme lainnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Penambahan jumlah sel pada bakteri dilakukan secara biner (membelah diri) yaitu dari 1 sel membelah menjadi 2 sel yang identik dengan sel induk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mikroorganisme ke dalam tubuh, mikroorganisme tersebut masuk bersama makanan

ANTIBIOTIK AMINOGLIKOSIDA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ekstrak kulit nanas (Ananas comosus) terhadap bakteri Porphyromonas. Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PENANGANAN KASUS INFEKSI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Myrmecodia pendens Merr. & Perry) terhadap bakteri Lactobacillus

ISOLASI RARE ACTINOMYCETES DARI PASIR PANTAI DEPOK DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA YANG BERPOTENSI ANTIBIOTIK TERHADAP Staphylococcus SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kecil. Turunan zat tersebut yang dibuat secara semi-sintetis, termasuk

Analisis Hayati KEPEKAAN TERHADAP ANTIBIOTIKA. Oleh : Dr. Harmita

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

o Archaebacteria o Eubacteria

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah


BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari lautan yang menghasilkan berbagai macam hasil perikanan yang terus

Pembiakan dan Pertumbuhan Bakteri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Antimikroba ialah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang merugikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tumbuhan Leea aequata L.merupakan tumbuhan perdu, tahunan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditempati oleh berbagai penyakit infeksi (Nelwan, 2006).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri

Antibiotik untuk Mahasiswa Kedokteran, oleh V. Rizke Ciptaningtyas Hak Cipta 2014 pada penulis

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi alam tropis Indonesia sangat menunjang pertumbuhan

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kecamatan Abiansemal adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Badung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri Asam laktat (BAL) yaitu kelompok bakteri gram positif, katalase

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang kesehatan

TUJUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Kegunaan Bawang Batak (A. cinense) Jadi mirip bawang daun berbentuk mungil dengan daun kecil panjang, dan juga

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. akar gigi melalui suatu reaksi kimia oleh bakteri (Fouad, 2009), dimulai dari

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. seperti bakteri, virus, riketsia, jamur, dan protozoa (Gibson, 1996). Badan kesehatan

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan

I. PENDAHULUAN. atas yang terjadi pada populasi, dengan rata-rata 9.3% pada wanita di atas 65

25 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman, dunia pengobatan saat ini semakin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan yang memiliki bunga banyak, serta daun dari bunga bakung ini memilki

I. PENDAHULUAN. penyakit menemui kesulitan akibat terjadinya resistensi mikrobia terhadap antibiotik

FORMULASI SUSPENSI SIPROFLOKSASIN MENGGUNAKAN SUSPENDING AGENT PULVIS GUMMI ARABICI: UJI STABILITAS FISIK DAN DAYA ANTIBAKTERI SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dunia setelah Brazil (Hitipeuw, 2011), Indonesia dikenal memiliki tanaman-tanaman

AKTIVITAS ANTI BAKTERI EKSTRAK METANOL DAUN CEREMAI

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN UKDW. jika menembus permukaan kulit ke aliran darah (Otto, 2009). S. epidermidis

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotik Antibiotik adalah bahan kimia yang dihasilkan oleh mikroba yang dalam konsentrasi tertentu mempunyai kemampuan menghambat atau membunuh mikroba lain. Pada perkembangannya bahan yang dapat dikelompokkan sebagai antibiotik bukan hanya hasil alamiah saja, akan tetapi bahan-bahan semisintetik yang merupakan hasil modifikasi bahan kimia antibiotik alam (Sumadio dan Harahap, 1994). Antibiotik digunakan untuk membasmi mikroba penyebab terjadinya infeksi. Gejala infeksi terjadi akibat gangguan langsung oleh mikroba dan berbagai zat toksik yang dihasilkan mikroba. Pada dasarnya suatu infeksi dapat ditangani oleh sistem pertahanan tubuh, namun adakalanya sistem ini perlu ditunjang oleh penggunaan antibiotik. Antibiotik yang digunakan untuk membasni mikroba penyebab infeksi pada manusia, harus memiliki sifat toksisitas selektif. Artinya antibiotik harus bersifat toksik untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksik untuk hospes. Toksisitas selektif tergantung kepada struktur yang dimiliki sel bakteri dan manusia misalnya dinding sel bakteri yang tidak dimiliki oleh sel manusia, sehingga antibiotik dengan mekanisme kegiatan pada dinding sel bakteri mempunyai toksisitas selektif relatif tinggi (Ganiswarna, 1995). Sensitivitas bakteri terhadap antibiotik tergantung kapada kemampuan antibiotik tersebut untuk menembus dinding sel bakteri. Antibiotik

lebih banyak yang efektif bekerja terhadap bakteri Gram positif karena permeabilitas dinding selnya lebih tinggi dibandingkan bakteri Gram negatif. Jadi suatu antibiotik dikatakan mempunyai spektrum sempit apabila mampu menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif, sedangkan antibiotik berspektrum luas jika pertumbuhan bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif dapat dihambat oleh antibiotik tersebut(sumadio dan Harahap, 1994).. Berdasarkan sasaran tindakan antibiotik terhadap mikroba maka antibiotik dapat dikelompokkan menjadi lima golongan yaitu : a. Antibiotik penghambat sintesis dinding sel mikroba. Antibiotik yang termasuk kelompok ini ialah penisilin, sefalosporin, basitrasin, dan vankomisin. b. Antibiotik penghambat sintesis protein sel mikroba. Antibiotik yang termasuk kelompok ini ialah golongan aminoglikosida, makrolida, kloramfenikol, linkomisin dan tetrasiklin. c. Antibiotik penghambat sintesis asam nukleat sel mikroba. Antibiotik yang termasuk kelompok ini ialah rifampisin dan golongan kuinolon. d. Antibiotik pengganggu fungsi membran sel mikroba. Antibiotik yang termasuk kelompok ini ialah golongan polien. e. Antibiotik penghambat metabolisme mikroba. Antibiotik yang termasuk kelompok ini ialah sulfonamida, trimetoprin dan asam p-amino salisilat (PAS) (Ganiswarna, 1995).

2.1.1 Ampisilin Struktur Kimia: Ampisilin berupa serbuk hablur, putih dan tak berbau. Dalam air kelarutannya 1g/ml, dalam etanol absolut 1g/250ml dan praktis tidak larut dalam eter dan kloroform (Wattimena, 1987). Ampisilin merupakan derivat penisilin yang merupakan kelompok antibiotik β laktam yang memiliki spektrum antimikroba yang luas. Ampisilin efektif terhadap mikroba Gram positif dan Gram negatif. Ampisilin digunakan untuk infeksi pada saluran urin yang disebabkan oleh Escherichia coli dan juga untuk infeksi saluran pernafasan, telinga bagian tengah yang disebabkan Streptococcus pneumoniae (Brooks, 2001; Wattimena, 1987) Mekanisme kerja ampisilin yaitu menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan cara menghambat pembentukan mukopeptida, karena sintesis dinding sel terganggu maka bakteri tersebut tidak mampu mengatasi perbedaan tekanan osmosa di luar dan di dalam sel yang mengakibatkan bakteri mati (Wattimena, 1987). 2.1.2 Gentamisin Sulfat Struktur Kimia :. H2SO

Gentamisin sulfat berupa serbuk, putih sampai putih kekuningan yang mudah larut dalam air, praktis tidak larut dalam etanol 95%. Gentamisin aktif terhadap bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif. Gentamisin sulfat merupakan kelompok antibiotik aminoglikosida yang memiliki spektrum antimikroba yang luas. Gentamisin digunakan pada infeksi infeksi intra-abdomen, luka, saluran kemih, pneumonia dan meningitis. Mekanisme kerja antibiotik gentamisin sama seperti mekanisme kerja antibiotik golongan aminoglikosida lainnya yaitu dengan menghambat sintesis protein bakteri. Dalam hal ini, antibiotik golongan aminoglikosida terikat pada sub unit 30 S ribosom yang akan mengakibatkan kode genetika pada mrna tidak terbaca dengan baik sehingga tidak terbentuk sub unit 70 S, akibatnya biosintesis protein bakteri dikacaukan. Efek ini terjadi tidak hanya pada fase pertumbuhan bakteri melainkan bila bakteri tidak membelah diri. Semua aminoglikosida terikat pada sub unit 30 S dari ribosom secara selektif (Wattimena, 1987; Tjay, 2002). 2.2 Penggunaan Antibiotik di Klinik Penggunaan terapeutik antibiotik di klinik bertujuan untuk mengobati berbagai jenis infeksi akibat mikroba atau juga untuk prevensi infeksi, misalnya pada pembedahan besar. Penggunaan antibiotik perlu mempertimbangkan faktorfaktor berikut: a. Penyebab infeksi

Proses pemberian antibiotik yang paling baik adalah dengan melakukan pemeriksaan mikrobiologis atau uji kepekaan kuman penyebab infeksi. Setelah itu, dilakukan pengobatan terhadap pasien yang bersangkutan. b. Faktor pasien Faktor pasien yang perlu diperhatikan dalam pemberian antibiotik adalah fungsi organ tubuh pasien yaitu fungsi ginjal, fungsi hati, riwayat alergi, daya tahan terhadap infeksi, daya tahan terhadap obat, beratnya infeksi, usia, untuk wanita apakah sedang hamil atau menyusui dan lain-lain. c. Pemberian antibiotik yang tidak tepat dapat merugikan pasien berupa efek samping dan masalah resistensi. Pemberian antibiotik tepat jika uji sensitifitas telah dilakukan. Gejala klinik infeksi terjadi akibat gangguan langsung oleh mikroba. Bila mekanisme pertahanan tubuh berhasil, mikroba dan zat toksik yang dihasilkannya dapat disingkirkan tanpa pemberian antibiotik (Anonim b, 2007; Ganiswarna, 1995; Tjay, 2002). 2.3 Interaksi Obat Interaksi obat terjadi jika obat-obat yang digunakan pada waktu bersamaan dapat saling mempengaruhi kerja masing masing obat. Kerja obat dapat menjadi lebih atau kurang aktif. Interaksi obat dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Interaksi Farmakodinamika 2. Interaksi Farmasetika 3. Interaksi Farmakokinetika (Harkness, 1984; Tjay, 2002). 2.3.1 Interaksi Farmakodinamika

Interaksi ini terjadi apabila efek satu obat diubah akibat keberadaan obat lain pada tempat aksinya atau sasarannya dalam tubuh. 2.3.1.1 Interaksi Antagonis Antagonis terjadi jika obat-obat yang diberikan bersama-sama menimbulkan efek yang berlawanan. Kegiatan kedua obat saling mengganggu atau dapat juga kegiatan salah satu obat dikurangi atau ditiadakan sama sekali oleh obat yang lain. 2.3.1.2 Interaksi Aditif Aditif terjadi bila obat-obat yang diberikan bersama-sama menimbulkan efek yang merupakan jumlah dari efek masing-masing obat secara terpisah terhadap pasien. Contohnya secara matematis: 1+1=2 2.3.1.3 Interaksi Sinergis Sinergis terjadi bila obat-obat yang diberikan bekerja sama menimbulkan efek yang lebih besar daripada jumlah efek masing-masing obat secara terpisah. Contohnya secara matematis: 1+1=lebih dari 2. 2.3.1.4 Interaksi Potensiasi Potensiasi terjadi bila satu obat memperkuat efek obat lain dengan cara meningkatkan kadar obat yang lain tersebut dalam darah. Contohnya secara matematis: a+b=lebih banyak b daripada yang biasa (Anief, 2002; Ganiswarna, 1995; Tjay, 2002). 2.3.1.5 Augmentative interaction Interaksi ini terjadi apabila satu obat memperlama atau memperpanjang kerja dari obat yang lain.

2.3.1.6 Complementary interaction Interaksi ini terjadi apabila kedua obat yang diberikan bersama-sama tersebut saling melengkapi. 2.3.2 Interaksi Farmasetika Interaksi ini terjadi di luar tubuh. Apabila obat-obat tersebut dicampur, akan terjadi interaksi secara langsung, baik secara kimiawi maupun fisika. Umumnya interaksi ini menjadikan obat tidak aktif lagi atau inaktivasi obat. Contohnya obat suntik karbenisilin tidak boleh disuntikkan selagi pasien diinfus gentamisin sulfat. Antibiotik golongan penisilin berinteraksi secara kimia dengan antibiotik golongan aminoglikosida menjadi bentuk yang tidak aktif secara biologi melalui suatu reaksi antara amino pada aminoglikosida dengan cincin beta laktam pada antibiotik penisilin, sehingga kedua antibiotik tersebut menjadi tidak aktif. Antibiotik golongan aminoglikosida khususnya gentamisin diinaktivasi oleh antibiotik golongan penisilin (Ganiswarna, 1995; Stockley, 1994). 2.3.3 Interaksi Farmakokinetika Interaksi ini terjadi karena obat yang satu menurunkan atau bahkan dapat menaikkan kadar obat kedua dalam darah, dengan jalan mempengaruhi absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresinya dari dalam tubuh. Akibatnya, obat kedua tidak aktif atau justru menjadi lebih kuat kerjanya atau dapat lebih toksis (Ganiswarna, 1995).

2.4 Kombinasi Antibiotik Antibiotik sering diberikan kepada pasien sebagai kombinasi untuk mengatasi infeksi dan kombinasi antibiotik ini dapat bersifat sinergis atau antagonis. Kombinasi obat seringkali diberikan dengan maksud meningkatkan efek terapeutisnya tanpa meningkatkan efek buruknya. Namun bukan hanya efek kombinasi terhadap mikroba perlu diperhatikan, tetapi juga efek kombinasi terhadap pasien (Wattimena, 1987; Tjay, 2002). Penggunaan kombinasi antibiotik yang tepat harus dapat mencapai sasaran sebagai berikut : a. Kombinasi bekerja sinergik terhadap mikroba penyebab infeksi. Sinergisme dapat terjadi bila kombinasi antibiotik menghasilkan efek yang lebih besar daripada jumlah dari masing-masing antibiotik. Contoh kombinasi antibiotik seperti penisilin yang aktif bekerja menghambat sintesis dinding sel bakteri, mempermudah antibiotik aminoglikosida memasuki sel mikroorganisme, berinteraksi dengan ribosom dan menghambat sintesis protein mikroorganisme tersebut. b. Kombinasi sebagai tindak awal penanganan infeksi berat yang etiologinya belum jelas, misalnya pada meningitis. c. Kombinasi mencegah terjadinya resistensi mikroba. d. Kombinasi antibiotik digunakan untuk menangani infeksi campuran, misalnya paska bedah abdomen.

Beberapa infeksi tertentu dapat disebabkan lebih dari satu jenis mikroba yang peka terhadap antibiotik yang berbeda. Dalam hal ini diperlukan pemberian kombinasi antibiotik sesuai dengan kepekaan mikroba-mikroba penyebab infeksi campuran tersebut (Anonim b, 2007; Ganiswarna, 1995; Wattimena, 1987). 2.5 Bakteri Nama bakteri berasal dari kata bakterion (bahasa Yunani) yang berarti tongkat atau lubang. Sekarang nama ini dipakai untuk menyebut sekelompok mikroorganisme yang bersel satu, tidak berklorofil, berbiak dengan pembelahan diri, serta demikian kecilnya sehingga hanya tampak dengan mikroskop. 2.5.1 Klasifikasi Bakteri Berdasarkan bentuk morfologinya, bakteri dapat dibagi atas tiga golongan: a. Golongan Basil Berbentuk seperti tongkat pendek, silindris dan dapat dibedakan atas : - Streptobasil, yaitu basil yang bergandeng-gandengan panjang. - Diplobasil, yaitu basil yang bergandengan dua-dua b. Golongan Kokus Bakteri yang bentuknya serupa bola-bola kecil. Bentuk kokus ini dapat dibedakan atas: - Streptokokus, yaitu kokus yang bergandengan panjang serupa rantai.

- Diplokokus, yaitu kokus yang bergandengan dua-dua. - Tetrakokus, yaitu kokus yang mengelompok berempat. - Stafilokokus, yaitu kokus yang mengelompok berupa suatu untaian. - Sarsina, yaitu kokus yang mengelompok serupa kubus. c. Golongan Spiril Spiril adalah bakteri yang berbengkok-bengkok serupa spiral. Bakteri yang berbentuk spiral ini tidak banyak dan merupakan golongan yang paling kecil dibandingkan golongan kokus dan basil (Dwidjoseputro, 1990). 2.5.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri a. Pengaruh suhu Setiap bakteri mempunyai suhu optimum. Pada suhu optimum ini, pertumbuhan bakteri berlangsung dengan cepat. Diluar kisaran suhu optimum, pertumbuhan bakteri menjadi lambat atau tidak ada pertumbuhan Lay,1994). b. Pengaruh tekanan osmotik Pengaruh tekanan osmotik pada pertumbuhan bakteri dapat diketahui dengan menempatkan bakteri dalam larutan garam pada berbagai konsentrasi (Lay, 1994; Dwidjoseputro, 1990).

c. Pengaruh ph Pada umumnya bakteri tumbuh dengan baik pada ph sekitar 7, meskipun dapat tumbuh pada kisaran ph 5-8 (Lay,1994). d. Pengaruh oksigen Mikroorganisme sering dibagi menjadi 4 kelompok berdasarkan kebutuhannya akan oksigen, yaitu: - Aerob obligat, yaitu mikroorganisme yang memerlukan oksigen untuk hidupnya. - Anaerob obligat, yaitu mikroorganisme yang tidak dapat hidup bila ada oksigen. - Anaerob fakultatif, yaitu mikroorganisme yang mampu tumbuh dalam lingkungan dengan atapun tanpa oksigen. - Mikroaerofil, yaitu mikroorganisme yang memerlukan oksigen, namun hanya dapat tumbuh bila kadar oksigen diturunkan menjadi 15% atau kurang (Lay,1994). 2.5.3 Fase Pertumbuhan Bakteri 2.5.3.1 Fase Penyesuaian Diri (lag phase) Pada fase ini, bakteri belum berkembang biak tetapi aktivitas metabolismenya sangat tinggi. Waktu penyesuaian ini umumnya berlangsung

selama 2 jam. Fase ini merupakan persiapan untuk fase berikutnya (Chatim, 1994). 2.5.3.2 Fase Logaritmik (exponential phase) Pada fase ini, bakteri berkembang biak secara eksponensial. Untuk kebanyakan bakteri, fase ini berlangsung selama 18-24 jam. Pada pertengahan fase ini, pertumbuhan bakteri sangat ideal, pembelahan terjadi sangat teratur (Chatim, 1994). 2.5.3.3 Fase Stasioner (stationary phase) Pada fase ini, peningkatan jumlah bakteri diikuti dengan peningkatan jumlah hasil metabolisme yang toksis. Akibatnya, bakteri mulai ada yang mati dan pembelahan terhambat. Fase stasioner terjadi pada saat dimana jumlah bakteri yang berkembang biak sama dengan jumlah bakteri yang mati (Chatim, 1994; Dwidjoseputro, 1990). 2.5.3.4 Fase Kematian (period of decline) Jumlah bakteri yang mati semakin banyak dan semakin melebihi jumlah bakteri yang berkembang biak. Pada fase kematian ini, biasanya pembiakan berhenti (Dwidjoseputro, 1990). 2.5.4 Uji Aktivitas Antimikroba 1. Metode dilusi

Cara ini digunakan untuk menentukan kadar hambat minimum (KHM) dan kadar bunuh minimal (KBM) dari obat antimikroba. Prinsip dari metode dilusi ini adalah sebagai berikut: Menggunakan satu seri tabung reaksi yang diisi media cair dan sejumlah tertentu sel mikroba yang diuji. Setelah itu, masing-masing tabung diuji dengan obat yang telah diencerkan secara serial. Seri tabung diinkubasi pada suhu 36±1 0 C selama 18-24 jam dan diamati terjadinya kekeruhan pada tabung. Konsentrasi terendah obat pada tabung yang ditunjukkan dengan hasil biakan yang mulai tampak jernih (tidak ada pertumbuhan mikroba) adalah KHM dari obat. Konsentrasi terendah obat pada biakan padat yang ditunjukkan dengan tidak adanya pertumbuhan koloni mikroba adalah KBM dari obat terhadap bakteri uji. 2. Metode difusi Prinsip dari metode difusi ini adalah sebagai berikut: Obat dijenuhkan ke dalam kertas saring (cakram kertas). Cakram kertas yang mengandung obat tertentu tersebut ditanam pada media pembenihan agar padat yang telah dicampur dengan mikroba uji, kemudian diinkubasi pada suhu 36±1 0 C selama 18-24 jam. Selanjutnya diamati adanya daerah jernih di sekitar cakram kertas yang menunjukkan tidak adanya pertumbuhan mikroba (Brooks, 2001; Lay, 1994; Wattimena, 1987). 3. Metode turbidimetri

Metode turbidimetri dilakukan berdasarkan hambatan pertumbuhan mikroba dalam media cair yang mengandung obat antimikroba. Hambatan pertumbuhan mikroba ditentukan dengan mengukur serapannya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 530 nm (Ditjen POM, 1995; Wattimena, 1987). 2.5.5 Uraian Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus 2.5.5.1. Bakteri Escherichia coli Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Protophyta : Schizomycetes : Eubacteriales : Enterobacteriaceae : Escherichia : Escherichia coli Bakteri ini termasuk bakteri Gram negatif, berbentuk batang, bersifat anaerob fakultatif. Batas-batas suhu untuk pertumbuhannya ialah 8 0 C-46 0 C, sedangkan tumbuh sangat baik pada suhu 37 0 C (Chatim, 1994; Dwidjoseputro, 1990). Bakteri Escherichia coli dapat menyebabkan terjadinya infeksi pada saluran kemih, diare dan meningitis (radang membran pembungkus otak) (Brooks, 2001).

2.5.5.2. Bakteri Staphylococcus aureus Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Protophyta : Schizomycetes : Eubacteriales : Micrococcaceae : Staphylococcus : Staphylococcus aureus Bakteri ini termasuk bakteri Gram positif, berbentuk kokus, bersifat anaerob fakultatif. Batas-batas suhu untuk pertumbuhannya ialah 15 0 C sampai 40 0 C, sedangkan suhu pertumbuhan optimum ialah 35 0 C-37 0 C (Chatim, 1994; Dwidjoseputro, 1990). Infeksi Staphylococcus aureus dapat berasal dari kontaminasi langsung dari luka, misalnya pasca operasi infeksi Staphylococcus aureus atau infeksi setelah patah tulang terbuka dan meningitis yang disertai patah tulang tengkorak. Jika Staphylococcus aureus menyebar dan terjadi bakterimia, maka bisa terjadi endokarditis (radang katup atau rongga jantung), meningitis (radang membran pembungkus otak) ataupun infeksi paru-paru (Brooks, 2001).