BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), pengendalian internal

dokumen-dokumen yang mirip
CHAPTER VI. Nyoman Darmayasa, Ak., CPMA., CPHR., BKP., CA., CPA. Politeknik Negeri Bali 2014

BAB II LANDASAN TEORI. diterjemahkan oleh Nuri, H (2005:16) yaitu Auditing adalah suatu proses sistematis

BAB II LANDASAN TEORI. Tunggal, A.W. (2008), Audit operasional merupakan audit atas operasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era pasar terbuka saat ini, persaingan di dalam dunia usaha semakin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mulyadi (2001:5) sistem adalah suatu jaringan prosedur yang dibuat menurut

BAB II LANDASAN TEORI. Sistem pengendalian internal menurut Rama dan Jones (2008) adalah suatu

BAB II LANDASAN TEORI. ahli, Boynton, Ziegler dan Kell (2007) mendefinisikan sebagai berikut Operational

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Sistem Pengendalian Intern. Sistem menurut James A Hall (2007: 32). Sistem adalah kelompok dari dua

PEMAHAMAN STRUKTUR PENGENDALIAN INTERN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL KAS PADA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI. dengan cara. Istilah sistem dari bahasa Yunani yaitu Systema yang berarti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini: a. Keandalan pelaporan keuangan

BAB II LANDASAN TEORI. diterjemahkan oleh Nuri, H (2005:16) mendifinisikan auditing yaitu:

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. dalam hubungannya dengan pencapaian tujuan tertentu. Kadang-kadang jenis audit ini

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dengan cepat dan kondisi ekonomi yang tidak menentu. Hal ini tentu sangat

BAB 2 LANDASAN TEORI

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini begitu banyak perusahaan yang bergerak dalam dunia bisnis

BAB II LANDASAN TEORI. membandingkan antara kenyataan yang ada dengan yang seharusnya ada. Pada dasarnya

BAB II LANDASAN TEORI. auditing. Berikut ini merupakan beberapa pengertian mengenai auditing yang

BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Penelitian pengendalian intern

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan yang semakin maju,

BAB II LANDASAN TEORI. struktur organisasi, metode dan ukuran ukuran yang dikoordinasikan untuk

BAB II LANDASAN TEORI. sistem yang dipergunakan sebagai prosedur dan pedoman operasional. perusahaan dan mencegah terjadinya penyalahgunaan sistem.

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Arens, Elder dan Beasley yang diterjemahkan oleh Wibowo,

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. 4.1 Perencanaan Kegiatan Evaluasi Pengendalian Internal

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut American Accounting Association (AAA) Siti Kurnia Rahayu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. B. Pengertian dan Pemahaman Umum Mengenai Non Government. Apa sebenarnya NGO itu? NGO merupakan singkatan dari Non Government

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan perusahaan yang cepat dalam lingkungan bisnis yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian global yang sudah berlangsung dewasa ini, didukung

Bab 1 PENDAHULUAN. pembangunan di segala aspek kehidupan masyarakat. Salah satu aspek yang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Informasi akuntansi adalah bagian yang terpenting dari seluruh informasi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemeriksaan intern adalah fungsi penilaian independen yang dibentuk dalam

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang semakin pesat dalam berbagai bidang atau sektor kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. dialihbahasakan oleh Amir Abadi Jusuf adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi menuntut pertumbuhan perekonomian khususnya dunia usaha

BAB I PENDAHULUAN. cepat. Hal ini menyebabkan fluktuasi terhadap kondisi ekonomi yang

BAB I PENDAHULUAN. Peranan karyawan tidak dapat diabaikan dalam pencapaian tujuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Pengertian Sistem, Informasi, dan Data

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut George H. Bodnar dan William S. Hopwood (1996:1)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Judul Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Halaman I-1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

menyimpang dalam mengambil keputusan, manajemen membutuhkan informasi mengenai aspek atau keadaaan perusahaan. Informasi merupakan alat bagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tujuan tertentu melalui tiga tahapan, yaitu input, proses, dan output. yang berfungsi dengan tujuan yang sama.

Konsep Resiko & Sistem Pengendalian Intern

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

MAKALAH PENGENDALIAN INTERNAL

BAB II LANDASAN TEORI. audit operasional merupakan penelaahan atas bagian manapun dari prosedur dan metode

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan pada umumnya bertujuan untuk memperoleh laba.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Audit internal muncul pertama kali dalam dunia usaha sesudah adanya audit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Struktur Organisasi. PT. Akari Indonesia. Pusat dan Cabang. Dewan Komisaris. Direktur. General Manager. Manajer Sumber Daya Manusia Kepala Cabang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB III SISTEM PENGAWASAN INTERN KAS PADA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB IV PEMBAHASAN AUDIT OPERASIONAL ATAS FUNGSI PENJUALAN KREDIT DAN PIUTANG USAHA PADA PT. GROOVY MUSTIKA SEJAHTERA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TUGAS E-LEARNING ADMINISTRASI BISNIS INTERNAL CONTROL

MAKALAH ELEARNING ADMINISTRASI BISNIS INTERNAL CONTROL. Tugas mata kuliah : Administrasi Bisnis Dosen : Putri Taqwa Prasetyaningrum, ST., MT.

BAB 1 PENGANTAR AUDITING

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam setiap perusahaan perlu diterapkan pengendalian internal untuk mengarahkan laju

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di Indonesia merupakan salah satu sarana untuk

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Struktur Pengendalian Intern. Pada umumnya setiap perusahaan dalam menjalankan fungsi-fungsi

BAB I PENDAHULUAN. dapat bersaing dalam mencapai tujuan. Sama halnya dengan sebuah organisasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sistem merupakan istilah dari bahasa Yunani yaitu system yang artinya adalah

PENGENDALIAN INTERN 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB IV PEMBAHASAN. 1. Mengevaluasi lima komponen pengendalian internal berdasarkan COSO, komunikasi, aktivitas pengendalian, dan pemantauan.

BAB II LANDASAN TEORI. a. Pengertian Auditing Menurut Sukrisno Agoes : mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu perusahaan yang berorientasi untuk mendapatkan laba adalah

Nova Paulina 1 BAB I PENDAHULUAN

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi piutang menurut Standar Akuntansi Keuangan No.9 (revisi 2009)

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Hall (2001:5), menyatakan sistem adalah sekelompok dua atau lebih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Auditing adalah proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI. Menurut Boynton & Johnson (2006) yaitu :

SISTEM PENGENDALIAN INTERN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengendalian Internal II.1.1 Pengertian Pengendalian Internal Menurut Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), pengendalian internal adalah suatu proses yang dijalankan oleh Dewan Komisaris, manajemen, dan personil lain entitas yang didesain untuk memberikan keyakinan yang memadai tentang pencapaian 3 golongan tujuan berikut ini: 1. Keandalan laporan keuangan 2. Efektivitas dan efisiensi operasi 3. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku Definisi dari SPAP tersebut dikutip dari COSO (The Committee of Sponsoring of The Treadway Commission) yakni: Internal control is a process, effected by an entity s board of directors, management and other personnel, designed to provide reasonable assurance regarding the achievement of objectives in the following categories: 1. Reliability of financial reporting 2. Effectiveness and efficiency of operations 3. Compliance with applicable laws and regulations. II.1.2 Unsur-unsur Pengendalian Intern Pengendalian internal mencakup 5 (Lima) komponen yang saling berkaitan. Komponen ini berasal dari cara manajemen menjalankan usaha dan terintegrasi dengan proses manajemen. Komponen-komponen tersebut adalah sebagai berikut: 1. Lingkungan Pengendalian (Control Environment) menetapkan suasana suatu organisasi, yang mempengaruhi kesadaran akan pengendalian dari orang- 9

orangnya. Lingkungan pengendalian merupakan fondasi dari semua komponen pengendalian internal lainnya, yang menyediakan disiplin dan struktur. 2. Penilaian Risiko (Risk Assessment) merupakan pengidentifikasian dan analisis entitas mengenai risiko yang relevan terhadap pencapaian tujuan entitas, yang membentuk suatu dasar mengenai bagaimana risiko harus dikelola. 3. Aktivitas Pengendalian (Control Activities) merupakan kebijakan dan prosedur yang membantu meyakinkan bahwa perintah manajemen telah dilaksanakan. 4. Informasi dan Komunikasi (Information and Communication) merupakan pengidentifikasian, penangkapan dan pertukaran informasi dalam suatu bentuk dan kerangka waktu yang membuat orang mampu melaksanakan tanggung jawabnya. 5. Pemantauan (Monitoring) merupakan suatu proses yang menilai kualitas kinerja pengendalian internal pada suatu waktu. Pemantauan melibatkan penilaian rancangan dan pengoperasian pengendalian dengan dasar waktu dan mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan. Kombinasi dari komponen-komponen tersebut membentuk sebuah sistem pengendalian yang terintegrasi. Untuk menyimpulkan bahwa pengendalian internal sudah berjalan efektif dalam berbagai kategori tujuan perusahaan, laporan keuangan atau kepatuhan, maka kelima komponen tersebut harus tersedia dan difungsikan. Mulyadi (2001) mengemukakan, Unsur-unsur pokok system pengendalian intern adalah: 1. Struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara tegas. Struktur organisasi merupakan framework pembagian tanggung jawab fungsional kepada unit-unit organisasi yang dibentuk untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan 10

pokok perusahaan. Pembagian tanggung jawab fungsional dalam organisasi ini didasarkan pada prinsip-prinsip berikut ini: a. Harus dipisahkan fungsi-fungsi operasi dan penyimpanan dari fungsi akuntansi. b. Suatu fungsi tidak boleh diberi tanggung jawab penuh untuk melaksanakan semua tahap suatu transaksi. 2. Sistem otorisasi dan prosedur pencatatan yang memberikan perlindungan yang cukup terhadap kekayaan, utang, pendapatan dan biaya. Dalam organisasi, setiap transaksi hanya terjadi atas dasar otorisasi dari pejabat yang memiliki wewenang untuk menyetujui terjadinya transaksi tersebut. Oleh karena itu, dalam organisasi harus dibuat sistem yang mengatur pembagian wewenang untuk otorisasi atas terlaksananya setiap transaksi. Prosedur pencatatan yang baik akan menjamin data yang direkam dalam formulir dicatat dalam catatan akuntansi dengan tingkat ketelitian dan keandalan yang tinggi. Dengan demikian sistem otorisasi akan menjamin dihasilkannya dokumen pembukuan yang dapat dipercaya bagi proses akuntansi. Selanjutnya, prosedur pencatatan yang baik akan menghasilkan informasi yang teliti dan dapat dipercaya mengenai kekayaan, utang, pendapatan, dan biaya. 3. Praktik yang sehat. Pembagian tanggung jawab fungsional dan sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang telah ditetapkan tidak akan terlaksana dengan baik jika tidak diciptakan cara-cara untuk menjamin praktik yang sehat dalam pelaksanaannya. Adapun cara-cara yang umumnya ditempuh oleh perusahaan dalam menciptakan praktik yang sehat adalah: 11

a. Penggunaan formulir bernomor urut tercetak. b. Pemeriksaan mendadak. c. Setiap transaksi tidak boleh dilaksanakan dari awal sampai akhir oleh satu orang atau satu unit organisasi tanpa campur tangan dari orang atau unit lain. d. Perputaran jabatan (Job Rotation). e. Keharusan pengambilan cuti bagi karyawan yang berhak. f. Secara periodik diadakan pencocokkan fisik kekayaan dengan catatannya. g. Pembentukan unit organisasi yang bertugas untuk mengecek efektivitas unsur-unsur sistem pengendalian intern yang lain. 4. Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggung jawabnya. Jika perusahaan memiliki karyawan yang kompeten dan jujur, unsur pengendalian yang lain dapat dikurangi sampai batas yang minimum, dan perusahaan tetap mampu menghasilkan pertanggung jawaban keuangan yang dapat diandalkan. Karyawan yang jujur dan ahli dalam bidang yang menjadi tanggung jawabnya akan dapat melaksanakan pekerjaannya dengan efisien dan efektif, meskipun hanya sedikit unsur sistem pengendalian intern yang mendukungnya. Untuk mendapatkan karyawan yang kompeten dan dapat dipercaya, berbagai cara berikut ini dapat ditempuh: a. Seleksi calon karyawan berdasarkan persyaratan yang dituntut oleh pekerjaannya. b. Pengembangan pendidikan karyawan selama menjadi karyawan perusahaan, sesuai dengan tuntutan perkembangan pekerjaannya (h. 164). 12

II.1.3 Karakteristik-Karakteristik Kontrol Auditor dapat mengevaluasi sistem kontrol dengan menentukan kesesuaiannya dengan kriteria yang ditetapkan. Sawyer (2005) mengemukakan, Sebuah sistem yang dapat diterima memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. Tepat waktu. Kontrol seharusnya mendeteksi penyimpangan aktual atau potensial sejak awal untuk menghindari tindakan perbaikan yang memakan biaya. Kontrol harus tepat waktu, meskipun efektivitas biaya juga harus dipertimbangkan. b. Ekonomis. Kontrol harus memberikan keyakinan yang wajar dalam mencapai hasil yang diinginkan dengan biaya minimum dan dengan efek samping yang paling rendah. c. Akuntabilitas. Kontrol harus membantu karyawan dalam mempertanggungjawabkan tugas yang diberikan. Manager membutuhkan kontrol untuk membantu mereka memenuhi tanggung jawabnya. Oleh karena itu, manager harus memperhatikan tujuan dan pengoperasian kontrol sampai akhir dan bisa memanfaatkannya. d. Penerapan. Kontrol harus diterapkan pada saat yang paling efektif. e. Fleksibilitas. Keadaan bisa berubah sewaktu-waktu. Rencana dan prosedur hampir pasti berubah seiring berjalannya waktu. Kontrol yang akan mengakomodasi perubahan seperti ini tanpa harus berubah lebih disukai untuk menghindari kebutuhan akan adanya perubahan. 13

f. Menentukan penyebab. Tindakan korektif yang diambil segera bisa dilakukan bila kontrol tidak hanya mengidentifikasi masalah tetapi juga penyebabnya. Penanganan standar bisa disiapkan dan dilaksanakan bila kontrol bisa menentukan penyebab kesulitan. Tidak ada tindakan korektif yang benar-benar efektif kecuali bila penyebabnya diketahui. g. Kelayakan. Kontrol harus memenuhi kebutuhan manajemen. Kontrol tersebut harus membantu dalam pencapaian tujuan dan juga harus sesuai dengan karyawan dan struktur organisasi dari operasi (h.74). II.1.4 Sarana Untuk Mencapai Kontrol Menurut Sawyer (2005), Beberapa sarana operasional yang dapat digunakan manager untuk mengendalikan fungsi di dalam perusahaan adalah: a. Organisasi (Organization) Organisasi sebagai sarana kontrol, merupakan struktur peran yang disetujui untuk orang-orang di dalam perusahaan, sehingga perusahaan dapat mencapai tujuannya secara efisien dan ekonomis. b. Kebijakan (Policy) Suatu kebijakan adalah pernyataan prinsip yang membutuhkan, menjadi pedoman atau membatasi tindakan. c. Prosedur (Procedure) Prosedur adalah sarana yang digunakan untuk melaksanakan aktivitas sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan. 14

d. Personalia Orang-orang yang dipekerjakan atau ditugaskan harus memiliki kualifikasi untuk melaksanakan tugas yang diberikan. Bentuk kontrol yang terbaik disamping kinerja masing-masing individu adalah supervisi. Jadi, standar supervisi harus ditetapkan. e. Akuntansi (Accounting) Akuntansi merupakan sarana yang sangat penting untuk kontrol keuangan pada aktivitas dan sumber daya. f. Penganggaran (Budgeting) Anggaran adalah suatu pernyataan hasil-hasil yang diharapkan yang dinyatakan dalam bentuk numerik. Sebagai sebuah kontrol, anggaran menetapkan standar masukan sumber daya dan hal-hal yang harus dicapai sebagai keluaran. g. Pelaporan (Reporting) Pada kebanyakan organisasi, manajemen berfungsi membuat keputusan berdasarkan laporan yang diterima. Oleh karena itu, laporan haruslah tepat waktu, akurat, bermakna dan ekonomis (h.77). II.1.5 Bagaimana Melakukan Pemahaman dan Evaluasi Atas Pengendalian Intern Auditor harus mendokumentasikan pemahamannya tentang komponen pengendalian intern perusahaan yang diperoleh untuk merencanakan audit. Bentuk dan isi dokumentasi dipengaruhi oleh ukuran dan kompleksitas perusahaan, serta sifat pengendalian intern perusahaan. 15

Menurut Agoes. S (2004), Ada 3 (tiga) cara yang dapat dilakukan oleh auditor, yaitu: 1. Internal Control Questionnaires (ICQ) Cara ini banyak digunakan oleh KAP, karena dianggap lebih sederhana dan praktis. Biasanya KAP sudah memiliki satu set ICQ yang standar, yang bisa digunakan untuk memahami dan mengevaluasi pengendalian intern di berbagai jenis perusahaan. Pertanyaan-pertanyaan dalam ICQ diminta untuk dijawab Ya (Y), Tidak (T), atau Tidak Relevan (TR). Jika pertanyaan tersebut sudah disusun dengan baik, maka jawaban Ya akan menunjukkan ciri internal control yang baik, Tidak akan menunjukkan ciri internal control yang lemah, Tidak Relevan berarti pertanyaan tersebut tidak relevan untuk perusahaan tersebut. 2. Flowchart Flowchart menggambarkan arus dokumen dalam system dan prosedur di suatu unit usaha. Untuk auditor yang terlatih baik, penggunaan flowchart lebih disukai, karena auditor bisa lebih cepat melihat apa saja kelemahan-kelemahan dan kebaikan-kebaikan dari suatu system dan prosedur. Setelah flowchart dibuat, auditor harus melakukan walk through, yaitu mengambil dua atau tiga dokumen untuk mentest apakah prosedur yang dijalankan sesuai dengan apa yang digambarkan dalam flowchart. 3. Narrative Dalam hal ini auditor menceritakan dalam bentuk memo, system dan prosedur akuntansi yang berlaku di perusahaan. Cara ini biasa digunakan untuk klien yang pembukuannya sederhana (h.79-81). 16

II.1.6 Keterbatasan Pengendalian Intern Perusahaan Terlepas dari bagaimana bagusnya desain dan operasinya, pengendalian intern hanya dapat memberikan keyakinan memadai bagi manajemen dan dewan komisaris berkaitan dengan pencapaian tujuan pengendalian perusahaan. Kemungkinan pencapaian tersebut dipengaruhi oleh keterbatasan bawaan yang melekat dalam pengendalian intern. Hal ini mencakup: a. Kenyataan bahwa pertimbangan manusia dalam pengambilan keputusan dapat salah dan bahwa pengendalian intern dapat rusak karena kegagalan yang bersifat manusiawi tersebut, seperti kekeliruan atau kesalahn yang sifatnya sederhana. b. Adanya kolusi diantara dua orang atau lebih atau manajemen mengesampingkan pengendalian intern. c. Biaya pengendalian intern perusahaan tidak boleh melebihi manfaat yang diharapkan dari pengendalian tersebut. II.1.7 Hubungan antara Pengendalian Intern dan Audit Operasional Menurut Arens dan Loebbecke yang diterjemahkan oleh Jusuf, A.A. (2003), hubungan antara audit operasional dengan sistem pengendalian internal adalah sistem pengendalian internal dibentuk untuk membantu mencapai sasaran perusahaan, dan sasaran penting bagi semua organisasi adalah efisiensi dan efektivitas. 3 (Tiga) hal dalam menyusun struktur pengendalian internal yang baik adalah: 1. Keandalan pelaporan keuangan 2. Ketaatan pada hukum dan peraturan yang sudah ditetapkan 3. Efisiensi dan efektifitas operasional 17

Masing-masing dari ketiganya dapat menjadi bagian dari audit operasional jika tujuannya adalah operasi yang efisien dan efektif. Tujuan utama evaluasi atas pengendalian intern pada audit keuangan adalah untuk menentukan luas pengujian audit substantif yang diperlukan. Sedangkan tujuan evaluasi atas pengendalian intern pada audit operasional adalah untuk mengevaluasi efisiensi dan efektivitas struktur pengendalian intern dan membuat rekomendasi kepada manajemen. Ruang lingkup evaluasi pengendalian intern untuk audit keuangan terbatas pada hal-hal yang mempengaruhi akurasi laporan keuangan, sedangkan audit operasional mencakup setiap pengendalian yang mempengaruhi efisiensi dan efektivitas. II.2 Auditing II.2.1 Pengertian Auditing Pengertian auditing, antara lain: Menurut Agoes.S (2004), Auditing adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak independen terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya dengan tujuan untuk memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut (h.3). Menurut Arens dan Loebbecke (2003), Auditing adalah proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi yang dapat dilakukan seorang yang kompeten dan independen untuk dapat menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi dimaksud dengan kriteria- 18

kriteria yang telah ditetapkan. Auditing seharusnya dilakukan oleh seorang yang independent dan kompeten. (h.1) Dapat disimpulkan unsur-unsur penting yang ada dalam auditing adalah: 1. Informasi yang dapat diukur dan kriteria yang ditetapkan. Maksudnya adalah untuk melaksanakan audit diperlukan informasi yang telah ditetapkan dalam bentuk yang dapat dibuktikan kebenarannya dan kriteriakriteria yang dapat dipakai oleh auditor sebagai pedoman untuk mengevaluasi informasi tersebut. 2. Menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti. Demi tercapainya sasaran dari kegiatan pemeriksaan, diperlukan bukti-bukti yang memadai dalam jumlah serta mutunya. Proses penentuan jumlah bahan bukti yang diperlukan dan penilaian kelayakan informasi-informasi yang ada sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. 3. Orang yang kompeten dan independen. Seorang auditor harus memiliki kemampuan memahami kriteria yang digunakan serta mampu menentukan jumlah bahan bukti yang dibutuhkan untuk mendukung kesimpulan yang akan diambil. Kompeten maksudnya seorang auditor harus benar-benar menguasai bidangnya, sehingga tugas-tugasnya dapat dilaksanakan dengan baik dan dapat mengambil kesimpulan pemeriksaan yang tepat. Independent berarti bahwa auditor harus memiliki kebebasan yang cukup untuk melakukan audit yang handal. 19

4. Pelaporan. Laporan pemeriksaan pada dasarnya harus mampu menyampaikan kepada para pembaca seberapa jauh tingkat kesesuaian dari keterangan-keterangan yang mereka periksa dengan yang telah ditetapkan. II.2.2 Jenis-jenis Audit Menurut Agoes. S (2004), Ada beberapa jenis audit, yaitu: Ditinjau dari luasnya pemeriksaan, audit bisa dibedakan atas: 1. General Audit (Pemeriksaan Umum) Suatu pemeriksaan umum atas laporan keuangan yang dilakukan oleh KAP independen dengan tujuan untuk bisa memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan. 2. Special Audit (Pemeriksaan Khusus) Suatu pemeriksaan terbatas (sesuai dengan permintaan auditee) yang dilakukan oleh KAP yang independen, dan pada akhir pemeriksaannya auditor tidak perlu memberikan pendapat tentang kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan. Pendapat diberikan terbatas pada pos atau masalah tertentu yang diperiksa, karena prosedur audit yang dilakukan juga terbatas. (h.9) Ditinjau dari jenis pemeriksaan, audit bisa dibedakan atas: 1. Management Audit (Operasional Audit) Suatu pemeriksaan terhadap kegiatan operasi suatu perusahaan, termasuk kebijakan akuntansi dan kebijakan operasional yang telah ditentukan oleh manajemen, untuk mengetahui apakah kegiatan operasi tersebut sudah dilakukan secara efektif, efisien dan ekonomis. 20

2. Compliance Audit (Pemeriksaan Ketaatan) Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui apakah perusahaan sudah mentaati peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan yang berlaku, baik yang ditetapkan oleh pihak intern perusahaan (manajemen, dewan komisaris) maupun pihak ekstern (Pemerintah, Bapepam, Bank Indonesia, Direktorat Jenderal Pajak, dan lain-lain). Pemeriksaan bisa dilakukan baik oleh KAP maupun bagian Internal Audit. 3. Internal Audit (Pemeriksaan Intern) Pemeriksaan yang dilakukan oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan, maupun ketaatan terhadap kebijakan manajemen yang telah ditentukan. 4. Computer Audit Pemeriksaan oleh KAP terhadap perusahaan yang memproses data akuntansinya dengan menggunakan EDP (Electronic Data Processing) system (h.11). II.3 Pemeriksaan Operasional II.3.1 Pengertian dan Tujuan Pemeriksaan Operasional Menurut Arens dan Loebbecke yang diterjemahkan oleh Jusuf, A.A (2003), Pemeriksaan operasional merupakan penelaahan atas bagian manapun dari prosedur dan metode operasi suatu organisasi untuk menilai efisiensi dan efektivitasnya termasuk mengevaluasi pengendalian intern dan menguji efektivitas pengendaliannya (h.4). Menurut Agoes, S (2004), Pemeriksaan operasional adalah suatu pemeriksaan terhadap kegiatan operasi suatu perusahaan, termasuk kebijakan akuntansi dan kebijakan 21

operasional yang telah ditentukan oleh manajemen untuk mengetahui apakah kegiatan operasi tersebut sudah dilakukan secara efektif, efisien dan ekonomis (h.9). Menurut Tunggal, A.W (2008), Audit operasional (sering juga disebut audit manajemen) merupakan audit atas operasi yang dilaksanakan dari sudut pandang manajemen untuk menilai ekonomi, efisiensi dan efektivitas dari setiap dan seluruh operasi, terbatas hanya pada keinginan manajemen (h.1) Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa audit operasional adalah suatu kegiatan pemeriksaan yang sistematis yang dilaksanakan oleh satu orang atau lebih yang independen untuk mengevaluasi secara objektif, terutama berhubungan dengan penilaian aktivitas-aktivitas operasional perusahaan untuk meningkatkan ekonomis, efisiensi dan efektivitas suatu unit atau fungsi dalam perusahaan melalui pelaporan temuan audit dan rekomendasi perbaikan. Menurut Tunggal, A.W, Beberapa tujuan dari audit operasional adalah: 1. Objek dari audit operasional adalah mengungkapkan kekurangan dan ketidakberesan dalam setiap unsur yang diuji oleh auditor operasional dan untuk menunjukkan perbaikan apa yang dimungkinkan untuk memperoleh hasil yang terbaik dari operasi yang bersangkutan. 2. Untuk membantu manajemen mencapai administrasi operasi yang paling efisien. 3. Untuk membantu mengusulkan kepada manajemen cara-cara dan alat-alat untuk mencapai tujuan apabila manajemen organisasi sendiri kurang pengetahuan tentang pengelolaan yang efisien. 4. Audit operasional bertujuan untuk mencapai efisiensi dari pengelolaan. 22

5. Untuk membantu manajemen, auditor operasional berhubungan dengan setiap fase dari aktivitas usaha yang dapat merupakan dasar pelayanan kepada manajemen. 6. Untuk membantu manajemen pada setiap tingkat dalam pelaksanaan yang efektif dan efisien dari tujuan dan tanggung jawab mereka (h.40). II.3.2 Pengertian Ekonomis, Efisiensi dan Efektivitas Menurut Tunggal, A.W. (2008), Pemeriksaan operasional berhubungan dengan 3E (Ekonomis, Efisiensi, dan Efektivitas) di seluruh operasi. Ekonomis merupakan ukuran masukan (measure of input), efisiensi adalah ukuran dari hubungan antara masukan dan keluaran (measure of input/output), sedangkan efektivitas adalah ukuran keluaran (measure of output) (h.27). Konsep ini dapat digambarkan sebagai berikut: Rencana Operasi Masukan Sumber daya yang direncanakan Keluaran Tujuan Ekonomis Efisiensi Efektivitas Prestasi Aktual Sumber daya yang digunakan Hasil yang dicapai 23

II.3.3 Jenis-jenis Audit Operasional Menurut Arens dan Loebbecke yang diterjemahkan oleh Jusuf A.A. (2003), Audit operasional terbagi dalam 3 jenis, yaitu: 1. Audit Fungsional (Functional Audit) Audit fungsional adalah sarana untuk mengkategorikan aktivitas perusahaan atau suatu alat penggolongan kegiatan suatu perusahaan, seperti fungsi penjualan atau fungsi penagihan. Keunggulan dari audit fungsional adalah memungkinkan adanya spesialisasi oleh auditor, sedangkan kekurangan dari audit ini adalah tidak dievaluasinya fungsi yang saling berkaitan. 2. Audit Organisasional (Organizational Audit) Audit organisasional atas suatu organisasi menyangkut seluruh unit dalam organisasi seperti departemen, cabang atau anak perusahaan. Penekanan audit organisasional adalah seberapa efisien dan efektif fungsi-fungsi dalam organisasi berinteraksi. Rencana organisasi dan metode-metode untuk mengkoordinasikan aktivitas-aktivitas merupakan hal penting dalam jenis pemeriksaan ini. 3. Penugasan Khusus (Specific Assignment) Penugasan audit operasional khusus timbul atas permintaan manajemen. Ada banyak variasi dalam pemeriksaan tersebut, misalnya penyelidikan kemungkinan kecurangan dalam suatu divisi (h.766-767). 24

II.3.4 Tahap-tahap Dalam Audit Operasional Menurut Agoes, S. (2004), Ada 4 (empat) tahap dalam Audit Operasional, yaitu: 1. Preliminary Survey (Survey Pendahuluan) Survey pendahuluan dimaksudkan untuk medapat gambaran mengenai bisnis perusahaan yang dilakukan melalui tanya jawab dengan manajemen dan staf perusahaan serta penggunaan questionnaires. 2. Review and Testing of Management Control System (Penelaahan dan Pengujian Atas Sistem Pengendalian Manajemen) Untuk mengevaluasi dan menguji efektivitas dari pengendalian manajemen yang terdapat di perusahaan biasanya digunakan internal control questionnaires (ICQ), flowchart dan penjelasan narrative serta dilakukan pengetesan atas beberapa transaksi (walk through the documents). 3. Detailed Examination (Pengujian Terinci) Melakukan pemeriksaan terhadap transaksi perusahaan untuk mengetahui apakah prosesnya sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan manajemen. Dalam hal ini auditor harus melakukan observasi terhadap kegiatan dari fungsi-fungsi yang terdapat di perusahaan. 4. Report Development (Pengembangan Laporan) Dalam menyusun laporan pemeriksaan, auditor tidak memberikan opini mengenai kewajaran laporan keuangan perusahaan. Laporan yang dibuat mirip dengan management letter, karena berisi audit findings (temuan pemeriksaan) mengenai penyimpangan yang terjadi terhadap kriteria (standard) yang berlaku yang menimbulkan inefisiensi, inefektivitas dan ketidakhematan dan kelemahan 25

dalam sistem pengendalian manajemen yang terdapat di perusahaan. Selain itu, auditor juga memberikan saran-saran perbaikan (h.10). II.3.5 Penentuan Kriteria Audit Operasional Menurut Arens dan Loebbecke yang dikutip oleh Tunggal, A.W (2008) menyatakan, Sumber-sumber yang dapat dijadikan kriteria audit operasional antara lain: 1. Historical Performance (Prestasi Historis) Kriteria ini ditentukan berdasarkan prestasi kerja pada periode sebelumnya, kemudian kriteria ini akan dibandingkan dengan prestasi kerja yang dicapai untuk menentukan apakah operasi berjalan lebih efektif dan efisien. 2. Comparable Performance (Prestasi yang dapat diban dingkan) Dalam hal ini, prestasi kerja dari perusahaan sejenis dapat digunakan sebagai kriteria untuk dibandingkan dengan prestasi kerja yang dicapai perusahaan. 3. Engineered Standards (Standar-standar rekayasa) Meskipun kriteria ini sangat efektif dalam memecahkan masalah operasional, tetapi memerlukan banyak waktu dan biaya karena memerlukan keahlian yang cukup untuk menentukan standar tersebut. Misalnya studi waktu dan gerak untuk menentukan tingkat keluaran produksi. 4. Discussion and Agreement (Pembahasan dan Persetujuan) Penentuan kriteria kadang-kadang sulit dilakukan dan memakan biaya. Oleh karena itu penetapan standar dilakukan melalui diskusi dan persetujuan bersama antara pihak manajer audit operasional dan pihak yang akan menerima laporan hasil audit operasional (h.50). 26

II.4 Penjualan, Piutang dan Kas II.4.1 Pengertian dan Jenis Penjualan Penjualan secara umum dapat diartikan sebagai kegiatan penyerahan hak milik barang dan jasa dari penjual kepada pembeli, kemudian pembeli akan menyerahkan imbalan atau uang sehingga barang dan jasa tersebut akan didapatkannya. Penjualan dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu penjualan tunai dan penjualan kredit. Kegiatan penjualan kredit dimulai dengan diterimanya order dari pelanggan, kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan status kredit pelanggan, lalu bila disetujui akan dilanjutkan dengan pengiriman barang, pencatatan piutang, penagihan piutang dan akhirnya pencatatan penagihan piutang sebagai bukti penerimaan kas. Penjualan tunai dilaksanakan oleh perusahaan dengan cara mewajibkan pembeli melakukan pembayaran harga barang terlebih dahulu sebelum barang diserahkan oleh perusahaan kepada pembeli atau pembeli dapat melakukan kegiatan pembayaran bersamaan dengan penyerahan barang dari penjual. Setelah uang diterima oleh perusahaan, barang kemudian diserahkan ke pembeli dan dokumen yang digunakan dalam transaksi penjualan tunai adalah: - Faktur penjualan tunai, dokumen ini digunakan dalam penjualan tunai untuk merekam berbagai informasi yang diperlukan oleh manajemen mengenai transaksi penjualan tunai. - Bukti setor bank, dokumen ini dibuat sebagai bukti penyetoran kas ke bank. 27

II.4.2 Pengertian piutang dan Jenis Piutang Secara umum piutang timbul karena adanya transaksi penjualan kredit, yaitu dengan memberikan kesempatan kepada pembeli untuk menunda pembayaran dalam jangka waktu tertentu. Menurut Kieso (2002), Piutang (Receivables) adalah klaim uang, barang, atau jasa kepada pelanggan atau pihak-pihak lainnya (h.386). Untuk tujuan pelaporan keuangan, piutang diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Piutang Lancar (Current Receivables) atau Piutang Tidak Lancar (Non-current Receivables). Piutang Lancar (Current Receivables) diharapkan dapat tertagih dalam 1 tahun atau selama 1 siklus operasi berjalan, mana yang lebih panjang. Semua piutang lain diklasifikasikan sebagai Piutang Tidak Lancar (Non-current Receivables). 2. Piutang Dagang (Trade Receivables) atau Piutang Non-dagang (Non-trade Receivables). Piutang dagang adalah jumlah yang terhutang oleh pelanggan untuk barang dan jasa yang telah diberikan sebagai bagian dari operasi bisnis normal. Piutang dagang biasanya yang paling signifikan yang dimiliki perusahaan, bisa disubklasifikasikan menjadi piutang usaha dan wesel tagih. Piutang usaha (Account receivables) adalah janji lisan dari pembeli untuk membayar barang atau jasa yang dijual. Piutang usaha biasanya dapat ditagih dalam waktu 30 sampai 60 hari. Wesel tagih (Notes Receivable) adalah janji tertulis untuk membayar sejumlah uang tertentu pada tanggal tertentu di masa depan. Wesel tagih dapat bersifat jangka pendek ataupun jangka panjang. Piutang Non-dagang 28

(Non-trade Receivables) berasal dari berbagai transaksi dan dapat berupa janji tertulis untuk membayar atau mengirimkan sesuatu. II.4.3 Kas Menurut Kieso (2002), Kas (Cash) adalah aktiva yang paling likuid, merupakan media pertukaran standar dan dasar pengukuran serta akuntansi untuk semua pos-pos lainnya. Kas umumnya diklasifikasikan sebagai aktiva lancar. Agar dapat dilaporkan sebagai kas, suatu pos harus dapat dengan segera digunakan untuk membayar kewajiban lancar, dan harus bebas dari setiap restriksi kontraktual yang membatasi pemakaiannya dalam melunasi hutang. Kas terdiri dari uang logam, uang kertas, dan dana yang tersedia pada deposito di bank. Instrumen yang dapat dinegosiasikan seperti pos wesel (money order), cek yang disahkan (certified check), cek kasir (cashier check), cek pribadi dan wesel bank (Bank draft) juga dipandang sebagai kas (h.380). Menurut PSAK (2002), Kas terdiri dari saldo kas (cash on hand) dan rekening giro. Setara kas (cash equivalent) adalah investasi yang sifatnya sangat likuid, berjangka pendek dan yang dengan cepat dapat dijadikan kas dalam jumlah tertentu tanpa menghadapi risiko perubahan nilai yang signifikan (h. 2.2 dan 2.3). Kas merupakan harta lancar perusahaan yang sangat menarik dan mudah untuk diselewengkan. Selain itu, banyak transaksi perusahaan yang menyangkut penerimaan dan pengeluaran kas. Karena itu, untuk memperkecil kemungkinan terjadinya kecurangan dan penyelewengan yang menyangkut uang kas perusahaan, diperlukan adanya pengendalian intern yang baik atas kas dan bank. 29

Penerimaan kas perusahaan berasal dari 2 (Dua) sumber utama, yaitu: penerimaan kas yang berasal dari penjualan tunai dan penerimaan kas yang berasal dari penjualan kredit. II.5 Tujuan Pengendalian Intern atas Penjualan, Piutang dan Penerimaan Kas II.5.1 Tujuan Pengendalian Intern atas Penjualan a. Penjualan tercatat adalah untuk pengiriman actual yang dilakukan kepada pelanggan non-fiktif. b. Penjualan yang ada telah dicatat. c. Penjualan yang tercatat adalah untuk jumlah barang yang dikirim dan ditagih serta dicatat dengan benar. d. Transaksi penjualan diklasifikasikan dngan pantas. e. Penjualan dicatat dalam waktu yang tepat. f. Transaksi penjualan dimasukkan dengan pantas dalam berkas induk dan diikhtisarkan dengan benar. II.5.2 Tujuan Pengendalian Intern atas Piutang a. Piutang yang tercatat adalah untuk penjualan kredit aktual yang dilakukan kepada pelanggan non-fiktif. b. Piutang yang ada telah dicatat dan masih berlaku, dalam arti diakui oleh yang mempunyai utang. c. Piutang diklasifikasikan dengan pantas. 30

II.5.3 Tujuan Pengendalian Intern atas Penerimaan Kas a. Penerimaan kas yang dicatat adalah dana yang secara aktual diterima oleh perusahaan. b. Kas yang diterima telah dicatat dalam jurnal penerimaan kas. c. Penerimaan kas yang dicatat telah disetor dan dicatat pada nilai yang diterima. d. Penerimaan kas diklasifikasikan dengan pantas. e. Penerimaan kas dicatat dalam waktu yang sesuai. f. Penerimaan kas dimasukkan dengan semestinya dalam berkas induk dan diikhtisarkan dengan benar. 31