BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut WHO, makanan adalah : Food include all substances, whether in a

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mikrobiologisnya. Secara visual faktor warna yang tampil terlebih dahulu terkadang

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya sasaran pembangunan pangan adalah menyediakan pangan

BAB I PENDAHULUAN. digunakan dalam makanan. Kurangnya perhatian terhadap hal ini telah sering

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai upaya sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Bahan pangan adalah bahan yang memungkinkan manusia tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai upaya sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang

I. PENDAHULUAN. additive dalam produknya. Zat tambahan makanan adalah suatu senyawa. memperbaiki karakter pangan agar mutunya meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas

BAB 1 PENDAHULUAN. Kita hidup di dunia ini dilengkapi dengan lima indra yaitu penglihatan,

balado yang beredar di Bukittinggi, dalam Majalah Kedokteran Andalas, (vol.32, No.1, Januari-juni/2008), hlm. 72.

BAB 1 PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan manusia.dalam kehidupan sehari-hari.

ANALISA KANDUNGAN RHODAMIN B DAN FORMALIN PADA GULA MERAH SERTA PENGETAHUAN DAN SIKAP PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL KECAMATAN MEDAN BARU TAHUN 2013

Kuesioner Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak memenuhi syarat, dan terhadap kerugian sebagai akibat produksi,

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha di Indonesia pada saat ini kian pesat, terutama di

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan harga mutlak bagi setiap orang. Menurut Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. diminati oleh mayoritas masyarakat Indonesia, karena rasanya yang gurih dan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memerlukan makanan untuk menunjang kelangsungan hidupnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. aman dapat menimbulkan gangguan kesehatan bahkan keracunan. Penentuan

BAB I PENDAHULUAN. akan menimbulkan penyakit bagi yang mengkonsumsinya (Fardiaz, 1993).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan harga yang murah, menarik dan bervariasi. Menurut FAO (Food

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bahan makanan. Zat gizi yaitu zat-zat yang diperoleh dari bahan makanan

BAB I PENDAHULUAN. yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. dan merata. Maksudnya bahwa dalam pembangunan kesehatan setiap orang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kolang-kaling merupakan hasil produk olahan yang berasal dari perebusan

BAB 1 PENDAHULUAN. kebanyakan masyarakat. Meskipun memiliki beberapa keunggulan, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. Makanan atau minuman adalah salah satu kebutuhan dasar manusia.

BAB I PENDAHULUAN. gizi dan mempunyai bentuk yang menarik, akan tetapi juga harus aman dalam arti

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Seluruh masyarakat merupakan konsumen dari makanan sekaligus

BAB I PENDAHULUAN. mengandung zat gizi untuk dapat memenuhi fungsinya dan aman dikomsumsi karena

BAB I PENDAHULUAN. makanan makhluk hidup dapat memperoleh zat-zat yang berguna bagi

BAB I PENDAHULUAN. teknologi pangan dan bahan kimia yang dibutuhkan agar mutunya baik.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Makanan merupakan komponen penting bagi kehidupan manusia, karena

I. PENDAHULUAN. Makanan tradisional Indonesia mempunyai kekayaan ragam yang luar. biasa. Baik macam, bentuk, warna, serta aroma sesuai dengan budaya

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa faktor, seperti cita rasa, tekstur, dan nilai gizinya, juga sifat

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan generasi penerus bangsa. Kualitas anak-anak akan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan rancangan cross

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik

BAB I PENDAHULUAN. dan pembinaan dari pemerintah. Akibat kemajuan ilmu teknologi pangan di dunia

BAB I PENDAHULUAN. ilmu pengetahuan terpenuhi. Menurut UU No.7 tahun 1996 menyebutkan bahwa

I. PENDAHULUAN. lainnya. Secara visual, faktor warna berkaitan erat dengan penerimaan suatu

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Faktor-faktor yang menentukan kualitas makanan baik, dapat ditinjau dari

PEWARNA ALAMI; Sumber dan Aplikasinya pada Makanan & Kesehatan, oleh Dr. Mutiara Nugraheni, S.T.P., M.Si. Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko

BAB 1. Di Indonesia, sebagian besar masyarakatnya mempunyai tingkat pendidikan

memerlukan makanan yang harus dikonsumsi setiap hari, karena makanan merupakan sumber energi dan berbagai zat bergizi untuk mendukung hidup

BAB I PENDAHULUAN. penjual makanan di tempat penjualan dan disajikan sebagai makanan siap santap untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak memenuhi syarat keamanan dan dapat membahayakan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Buah-buahan sangat penting bagi kesehatan. Mengkonsumsi buah-buahan setiap. secara kuantitatif maupun kualitatif (Rukmana, 2008).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh enzim, aktifitas mikroba, hewan pengerat, serangga, parasit dan

INTISARI IDENTIFIKASI METHANYL YELLOW PADA MANISAN BUAH NANAS

BAB 1 PENDAHULUAN. baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai

PENDAHULUAN. Es lilin merupakan suatu produk minuman atau jajanan tradisional yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahan pangan mudah mengalami kerusakan yang disebabkan oleh bakteri

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan,

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut. Bahan tambahan makanan ini disebut dengan zat aditif, dimana zat

BAB 1 PENDAHULUAN. kedelai yang tinggi protein, sedikit karbohidrat, mempunyai nilai gizi dan

BAB I PENDAHULUAN. Bakso merupakan makanan jajanan yang paling populer di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. tambahan pangan, bahan baku dan bahan lain yang digunakan dalam proses pengolahan

IDENTIFIKASI KANDUNGAN FORMALIN PADA TAHU YANG DIJUAL DI PASAR SENTRAL KOTA GORONTALO. Sriyanti Dunggio, Herlina Jusuf, Ekawaty Prasetya 1

Zat Kimia Berbahaya Pada Makanan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. gangguan perkembangan ( 2013)

STUDI KASUS KADAR FORMALIN PADA TAHU DAN KADAR PROTEIN TERLARUT TAHU DI SENTRA INDUSTRI TAHU DUKUH PURWOGONDO KECAMATAN KARTASURA

TES KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA (Soal Posttest) Mata Pelajaran : IPA Kelas/Semester : VIII/2 Materi Pokok : Makanan

BAB 1 PENDAHULUAN. makanan dan kosmetik di berbagai negara. Pangan yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. murah akan mendorong meningkatnya pemakaian bahan tambahan pangan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. oksigen, dan karbon (ACC, 2011). Formalin juga dikenal sebagai formaldehyde,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi

BAB I PENDAHULUAN. industri pangan karena mempunyai banyak kelebihan, diantaranya adalah proses

BAB 1 PENDAHULUAN. produsen makanan sering menambahkan pewarna dalam produknya. penambahan

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi masalah adalah kebiasaan jajan dikantin atau warung di sekitar

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang luas wilayahnya 64,79 km atau sekitar 0,58 % dari luas Provinsi Gorontalo.

ANALISIS KUANTITATIF SIKLAMAT DALAM AIR PEMANIS PADA SIRUP JAJANAN ES KELAPA DI SIRING BANJARMASIN MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET

I. PENDAHULUAN. setiap orang. Menurut Food and Agriculture Organization (FAO) dalam. terbawa hingga dewasa. Kegemaran masyarakat akan jajan atau

TES KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA (Soal Pretest) Mata Pelajaran : IPA Kelas/Semester : VIII/2 Materi Pokok : Makanan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hasil kekayaan alam yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia untuk dijadikan

BAB I PENDAHULUAN. berbahaya di dalam setiap masakan makanan yang akan dimakan. juga sesuai dengan selera mereka masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. lodeh, sayur asam, sup, dodol, dan juga manisan. Selain itu juga memiliki tekstur

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

Pengaruh sodium tripoliphosphat (STPP) terhadap sifat karak (kerupuk gendar) Noor Ernawati H UNIVERSITAS SEBELAS MARET I.

I. PENDAHULUAN. mengkonsumsi buah pare (Widayanti dkk., 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan bahan kimia sebagai bahan tambahan pada makanan (food

BAB I PENDAHULUAN. tropis terutama di Indonesia, tanaman nangka menghasilkan buah yang

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh berbagai kalangan. Menurut (Rusdi dkk, 2011) tahu memiliki

PERAN CHITOSAN SEBAGAI PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK BAKSO AYAM SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

INTISARI ANALISIS KUALITATIF FORMALIN DALAM TAHU MENTAH DI PASAR ANTASARI KECAMATAN BANJARMASIN TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. harus aman dalam arti tidak mengandung mikroorganisme dan bahan-bahan kimia

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU Republik Indonesia No. 18 Tahun 2012 Tentang Pangan, keamanan

BAB I PENDAHULUAN. Makanan selalu dikonsumsi dalam kehidupan sehari-hari. Cara penyajian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Universitas Kristen Maranatha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MENGENAL BAHAYA FORMALIN, BORAK DAN PEWARNA BERBAHAYA DALAM MAKANAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut WHO, makanan adalah : Food include all substances, whether in a natural state or in a manufactured or preparedform, which are part of human diet. Artinya adalah Makanan termasuk semua zat, apakah dalam keadaan alami atau diproduksi atau disiapkan dari, yang merupakan bagian dari makanan manusia. Batasan makanan tersebut tidak termasuk air, obat-obatan dan substansi-substansi yang diperlukan untuk tujuan pengobatan (Christa, 2007). Makanan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang terpenting dan juga merupakan faktor yang sangat esensial bagi pertumbuhan dan perkembangan manusia. Tetapi betapapun menariknya penampilan, lezat rasanya dan tinggi nilai gizinya, apabila tidak aman dikonsumsi, maka makanan tersebut tidak ada nilainya sama sekali (Winarno dan Rahayu, 1994). Keamanan makanan diartikan sebagai terbebasnya makanan dari zat zat atau bahan bahan yang dapat membahayakan kesehatan tubuh tanpa membedakan apakah zat itu secara alami terdapat dalam bahan makanan yang digunakan atau tercampur secara sengaja atau tidak sengaja ke dalam bahan makanan atau makanan jadi (Moehyi, 1992). Di Indonesia, peraturan mengenai bahan tambahan pangan yang diizinkan dan dilarang diatur melalui SK Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1168/Menkes/Per/X/1999 (Cahyadi, 2009). Bahan Tambahan Makanan (BTM) atau sering pula disebut Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan yang ditambahkan ke dalam makanan untuk mempengaruhi sifat ataupun bentuk makanan. Bahan Tambahan Makanan (BTM) itu bisa

memiliki nilai gizi, tetapi bisa pula tidak. Keberadaan BTM bertujuan membuat makanan tampak lebih berkualitas, lebih menarik, dengan rasa dan tekstur lebih sempurna. BTM bisa berfungsi sebagai pengawet, pewarna, penyedap maupun aroma pada berbagai jenis makanan dan minuman. Penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) dalam proses produksi pangan perlu diwaspadai bersama, baik oleh produsen maupun oleh konsumen. Dampak penggunaannya dapat berakibat positif maupun negatif bagi masyarakat. Kebijakan keamanan pangan (food safety) dan pembangunan gizi nasional (food nutrient) merupakan bagian integral dari kebijakan pangan nasional, termasuk penggunaan bahan tambahan pangan (Yuliarti, 2007). Penentuan mutu bahan pangan pada umumnya sangat tergantung pada beberapa faktor seperti cita rasa, tekstur dan nilai gizinya juga sifat mikrobiologis. Cita rasa makanan ditimbulkan oleh terjadinya rangsangan terhadap berbagai indera dalam tubuh manusia, terutama indera penglihatan, indera pencium dan indera pengecap. Tetapi sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna tampil lebih dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan. Selain sebagai faktor yang ikut menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan. Baik tidaknya cara pencampuran atau cara pengolahan dapat ditandai dengan adanya warna yang seragam dan merata (Cahyadi, 2009 dan Moehyi, 1992). Zat warna alami mengandung pigmen yang secara umum berasal dari tumbuhtumbuhan, tetapi beberapa zat warna alami tidak menguntungkan, tidak stabil selama proses dan penyimpanan. Kestabilan zat warna alami tergantung pada beberapa faktor antara lain cahaya, oksigen, logam berat, oksidasi, temperatur, keadaan air dan ph. Zat warna alami sudah lama sering digunakan misalnya kunyit untuk warna kuning dan daun

suji untuk warna hijau. Seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi kini banyak ditemukan berbagai jenis pewarna sintetis. Pewarna sintetis memiliki keunggulan dibandingkan pewarna alami antara lain harganya lebih murah, lebih mudah digunakan, lebih stabil, lebih tahan terhadap berbagai kondisi lingkungan, daya mewarnainya lebih kuat dan memiliki rentang warna yang lebih luas. Oleh karena itu banyak pedagang yang memakai pewarna sintetis untuk jualannya agar dapat menarik perhatian pembeli dan meraup untung yang banyak (Cahyadi, 2009). Rhodamin B merupakan zat warna sintetik yang umum digunakan sebagai pewarna tekstil. Dalam Peraturan Pemerintah RI No. 28 tahun 2004 dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1168/Menkes/Per/X/1999, rhodamin B merupakan zat warna tambahan yang dilarang penggunaannya dalam produk-produk pangan. Rhodamin B dalam jangka pendek dapat menyebabkan iritasi saluran pernafasan, iritasi kulit, iritasi pada mata, iritasi pada saluran pencernaan, serta keracunan. Dalam jangka panjang rhodamin B dapat menyebabkan gangguan hati dan kanker. Zat warna rhodamin B walaupun telah dilarang penggunaanya ternyata masih ada produsen yang sengaja menambahkan zat warna rhodamin B untuk produknya (Cahyadi, 2009 dan Yuliarti, 2007). Disamping warna, keawetan juga ikut menentukan mutu makanan. Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian yang disebabkan oleh mikroba. Selain itu, suatu pengawet ditambahkan dengan tujuan untuk lebih meningkatkan cita rasa, memperbaiki warna,

tekstur, sebagai bahan penstabil, pencegah lengket maupun memperkaya vitamin serta mineral (Cahyadi, 2009 dan Yuliarti, 2007). Penggunaan pengawet dalam pangan harus tepat, baik jenis maupun dosisnya. Suatu bahan pengawet mungkin efektif untuk mengawetkan pangan tertentu, tetapi tidak efektif untuk mengawetkan pangan lainnya karena pangan mempunyai sifat yang berbeda beda sehingga mikroba perusak yang akan dihambat pertumbuhannya juga berbeda. Pemakaian bahan pengawet dari satu sisi menguntungkan karena dengan bahan pengawet, bahan makanan dapat dibebaskan dari kehidupan mikroba. Namun dari sisi lain, bahan pengawet pada dasarnya adalah senyawa kimia yang merupakan bahan asing yang masuk bersama bahan pangan yang dikonsumsi. Apabila pemakaian bahan pangan dan dosisnya tidak diatur dan diawasi, kemungkinan besar akan menimbulkan kerugian bagi pemakainya; baik secara langsung, misalnya keracunan; maupun secara tidak langsung atau akumulatif, misalnya apabila bahan pengawet yang digunakan bersifat karsinogenik (Cahyadi, 2009). Formalin merupakan larutan komersial dengan konsentrasi 10 40% dari formaldehid. Penggunaan formalin yang sebenarnya bukan untuk makanan, melainkan sebagai antiseptik, germisida, dan pengawet non makanan. Tetapi banyak produsen makanan yang menyalahgunakan penggunaan formalin. Selain harganya yang sangat murah dan mudah didapatkan, produsen sering kali tidak tahu kalau penggunaan formalin sebagai pengawet makanan tidaklah tepat karena bisa menimbulkan gangguan kesehatan bagi konsumen yang memakannya. Gangguan kesehatan yang ditimbulkan sebagai dampak penggunaan formalin pada manusia dalam jangka pendek seperti iritasi, alergi, mual, muntah, sakit perut, diare dan pada konsentrasi yang sangat tinggi dapat

menyebabkan kematian. Dalam jangka panjang dan berulang akan terakumulasi di dalam jaringan tubuh seperti hati, ginjal, pankreas, sistem saraf pusat dan bersifat karsinogenik (Yuliarti, 2007). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Denpasar tahun 2012, ditemukan jajanan kolak yang mengandung rhodamin B. Setelah diteliti lebih lanjut ternyata pewarna tersebut ditemukan pada gula merah aren yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan kolak. Zat warna rhodamin B walaupun telah dilarang penggunaannya ternyata masih ada pedagang yang sengaja menambahkan zat warna rhodamin B untuk produk gula merah sebagai penambah warna dengan alasan harga murah, warnanya bagus, dan mudah untuk didapat. Sebagai contoh gula merah aren. Dikarenakan harga aren yang relatif mahal banyak produsen yang dalam pembuatannya mencampurnya dengan nira tebu. Warna yang didapat akibat pencampuran tersebut tidak akan sama dengan warna yang didapat apabila hanya menggunakan nira aren. Untuk itu ada kemungkinan diberikan penambah warna agar warna yang didapat lebih mirip dengan gula merah aren yang asli. Penggunaan formalin pada gula merah juga sering menjadi isu di kalangan pedagang maupun pembeli gula merah. Penambahan formalin pada gula merah kemungkinan dilakukan karena memang tekstur gula merah yang lembek dan daya tahannya tidak lama. Untuk menambah masa tahan gula merah tersebut ada kemungkinan produsen menambahkan pengawet formalin (Anonimous, 2012). Penambahan rhodamin B dan formalin pada gula merah kemungkinan dilakukan pada saat gula merah tersebut dimasak. Karena proses pencampuran akan lebih mudah dilakukan pada saat gula belum dimasukkan ke dalam cetakan. Sehingga zat zat tersebut dapat tercampur dengan rata.

Pada dasarnya pewarna rhodamin B dan pengawet formalin dilarang ditambahkan ke makanan karena memang berbahaya apabila dikonsumsi. Kecamatan Medan Baru memiliki 2 (dua) pasar tradisional yaitu Pasar Padang Bulan dan Pasar Pringgan. Dari hasil survei pendahuluan yang dilakukan pada hari Sabtu, 15 Desember 2012, di Pasar Padang Bulan terdapat 3 (tiga) pedagang gula merah dan di Pasar Pringgan terdapat 9 (sembilan) pedagang gula merah. Gula merah memiliki rasa yang manis dan aroma yang enak. Penggunaanya bisa pada masakan, kue, jajanan, serta minuman. Sehingga banyak peminatnya bukan hanya dari kalangan ibu rumah tangga, melainkan para penjual kue, penjual jajanan dan penjual minuman yang menggunakan gula merah sebagai bahan baku pembuatannya. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, gula merah yang dijual di pasar tradisional Kecamatan Medan Baru kemungkinan mengandung zat pewarna rhodamin B dan zat pengawet formalin yang berbahaya bagi kesehatan sehingga perlu melakukan pemeriksaan lebih lanjut mengenai keberadaan zat pewarna rhodamin B dan zat pengawet formalin tersebut. Penggunaan rhodamin B dan formalin pada makanan dilarang karena memang berbahaya jika dikonsumsi. Kegunaan sebenarnya dari kedua zat tersebut bukan untuk makanan. Rhodamin B biasa digunakan sebagai pewarna tekstil. Sedangkan formalin biasa digunakan sebagai pengawet non makanan dan desinfektan. Apabila terbukti gula merah tersebut mengandung rhodamin B maupun formalin maka akan sangat berbahaya bagi kesehatan konsumen gula merah. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian terhadap gula merah tersebut untuk lebih memastikan ada atau tidaknya zat pewarna rhodamin B dan formalin pada gula merah yang dijual di pasar tradisonal kecamatan Medan Baru.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya kandungan zat pewarna rhodamin B dan zat pengawet formalin pada gula merah yang dijual di pasar tradisional Kecamatan Medan Baru. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui karakteristik (jenis kelamin, umur dan lama bekerja) pedagang. 2. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan pedagang gula merah tentang bahan tambahan pangan, zat pewarna, zat pengawet, rhodamin B dan formalin. 3. Untuk mengetahui sikap pedagang terhadap penggunaan bahan tambahan pangan, zat pewarna, zat pengawet, rhodamin B dan formalin. 4. Untuk mengetahui ada tidaknya zat pewarna rhodamin B pada gula merah yang dijual di pasar tradisional Kecamatan Medan Baru. 5. Untuk mengetahui ada tidaknya zat pengawet formalin pada gula merah yang dijual di pasar tradisional Kecamatan Medan Baru. 1.4. Manfaat Penelitian 1. Mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh dan menambah pengetahuan bagi penulis. 2. Memberikan informasi dalam upaya peningkatan pengetahuan konsumen dalam memilih gula merah yang dijual di pasar tradisional. 3. Memberikan masukan kepada Dinas Kesehatan untuk lebih memperhatikan penggunaan zat pewarna dan zat pengawet yang tidak diizinkan untuk makanan seperti zat pewarna rhodamin B dan zat pengawet formalin pada gula merah. 4. Sebagai informasi bagi peneliti lain untuk studi yang lebih mendalam.