BAB I PENDAHULUAN. berfungsi sebagai ecosystem engineer (Keller & Gordon, 2009) atau juga soil

dokumen-dokumen yang mirip
SURVEY POTENSI SUMBER BIBIT / BENIH JENIS RUMPUT PAKAN SATWA DI SEKSI KONSERVASI WILAYAH III KARANGTEKOK

BAB I PENDAHULUAN. asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu

POTENSI EDUWISATA KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BALURAN. Ambar Kristiyanto NIM

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan sumberdaya hutan dalam dasawarsa terakhir dihadapkan pada

I. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional,

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan REHABILITASI SAVANA BEKOL DENGAN PEMBERANTASAN GULMA. Oleh : TIM PENGENDALI EKOSISTEM HUTAN

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan. Ujicoba Teknik Pembakaran Terkendali Dalam Upaya Pemeliharaan Savana Bekol

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Serangga merupakan bagian dari keanekaragaman hayati yang harus dijaga kelestariannya dari kepunahan

I. PENDAHULUAN. lebih dari jenis tumbuhan terdistribusi di Indonesia, sehingga Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

PENDAYAGUNAAN PLOT PERMANEN DI SAVANA BEKOL

SUKSESI AUTEKOLOGI. Daubenmire (1962) Autekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara individu tumbuhan dan lingkungannya.

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004),

BAB I PENDAHULUAN. Anggapan ini terbentuk berdasarkan observasi para ahli akan keanekaragamannya

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai disetiap tempat dan mempunyai posisi penting sebagai salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Semut (Hymenoptera: Formicidae) memiliki jumlah jenis dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007)

I. PENDAHULUAN. dan gajah yang keberadaannya sudah mulai langka. Taman Nasional. Bukit Barisan Selatan termasuk ke dalam taman nasional yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai megadiversity country. Sebagai negara kepulauan yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam penggunaan sumberdaya alam. Salah satu sumberdaya alam yang tidak terlepas

BAB I PENDAHULUAN. memiliki sebaran jenis serangga yang unik. Selain jenis-jenis yang sebarannya

Modul 1. Hutan Tropis dan Faktor Lingkungannya Modul 2. Biodiversitas Hutan Tropis

I. PENDAHALUAN. dan kehutanan. Dalam bidang kehutanan, luas kawasan hutannya mencapai. (Badan Pusat Statistik Lampung, 2008).

I. PENDAHULUAN. Amfibi merupakan salah satu komponen penyusun ekosistem yang memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA

Oleh. Firmansyah Gusasi

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di

BAB I PENDAHULUAN. pulau-pulau tersebut memiliki pulau-pulau berukuran kecil, memiliki

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. seumur. Namun, di dalam hutan tanaman terdapat faktor yang sering dilupakan,

BAB I PENDAHULUAN. dalam Ilmu Ekologi dikenal dengan istilah habitat. jenis yang membentuk suatu komunitas. Habitat suatu organisme untuk

PENDAHULUAN. Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. Alpert dkk., 2000). Menurut Indriyanto (2006), Invasi merupakan proses masuknya

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

dan penggunaan sumber daya alam secara tidak efisien.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

BAB I PENDAHULUAN. daya tarik tinggi baik untuk koleksi maupun objek penelitian adalah serangga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber daya alam untuk keperluan sesuai kebutuhan hidupnya. 1 Dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan kehidupan dan peradaban manusia, hutan semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

VIII. PENUTUP. 8.1 Kesimpulan

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB I PENDAHULUAN. kelembaban. Perbedaan ph, kelembaban, ukuran pori-pori, dan jenis makanan

I. PENDAHULUAN. Dampak penambangan yang paling serius dan luas adalah degradasi, kualitas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Alam Hayati dan Ekosistemnya pengertian Taman Nasional adalah kawasan pelestarian

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

i:.l'11, SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI viii xii DAFTAR SINGKATAN ...

BAB I. PENDAHULUAN A.

LAPORAN KEGIATAN Pengendali Ekosistem Hutan PENGUMPULAN DATA DAN INFORMASI PRODUKTIFITAS SAVANA BEKOL PADA MUSIM PENGHUJAN

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

I. PENDAHULUAN. dunia. Frekuensi erupsi Gunungaapi Merapi yang terjadi dalam rentang waktu 2-

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015

BAB I PENDAHULUAN. plasma nutfah serta fungsi sosial budaya bagi masyarakat di sekitarnya dengan

ABSTRAK DIVERSITAS SERANGGA HUTAN TANAH GAMBUT DI PALANGKARAYA KALIMANTAN TENGAH

I. PENDAHULUAN. Hutan merupakan salah satu ekosistem yang jumlahnya cukup luas di Indonesia,

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang termasuk ke dalam kategori negara

BAB III KERAGAMAN SPECIES SEMUT PADA EKOSISTEM TERGANGGU DI KAWASAN CAGAR ALAM TELAGA WARNA JAWA BARAT

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara disebut Mega Biodiversity setelah

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan

BAB I PENDAHULUAN. menempatkan Indonesia pada peringkat keempat negara-negara yang kaya

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN,

EKOSISTEM SEBAGAI MODAL ALAM

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan jumlah spesies burung endemik (Sujatnika, 1995). Setidaknya

Penentuan batas antar komunitas tidak mudah Zona transisi dengan lingkungan tertentu Proses perubahan secara gradual struktur komunitas disebut

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SELEKSI JENIS TUMBUHAN PAKAN RUSA TIMOR (Cervus timorensis Blainville) DI PULAU MENJANGAN BALI. Program Studi Biologi FMIPA Universitas Udayana 2016

LAMPIRAN. Hari ke Total

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam pandangan al-qur an, mempelajari dan mengamati fenomena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

I. PENDAHULUAN. Herpetofauna adalah kelompok hewan dari kelas reptil dan amfibi (Das,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semut adalah serangga yang memiliki keanekaragaman cukup tinggi. Seluruh anggota semut masuk dalam anggota Famili Formicidae. Keberadaan serangga ini sangat melimpah serta memiliki peranan penting dalam ekosistem (Ryder et al., 2010) baik secara langsung maupun tidak langsung. Semut berfungsi sebagai ecosystem engineer (Keller & Gordon, 2009) atau juga soil engineer (Hӧ ldobler & Wilson, 1990 dalam Asyifa et al., 2008). Peran sebagai soil engineer atau ecosystem engineer terjadi selama proses pembuatan sarang dalam tanah. Dalam proses tersebut, semut pekerja membuat rongga-rongga tanah yang secara tidak langsung dapat merubah struktur fisik tanah. Hal tersebut dapat meningkatkan porositas dan drainase tanah sehingga tanah menjadi gembur dan subur. Selain itu, aktifitas semut mencari makan dan mengakumulasikan bahan makanan disarang, ikut memicu bertambahnya kesuburan didaerah sekitar sarang semut. Pada umumnya lapisan tanah disekitar sarang semut memiliki lapisan humus dan kesuburan yang lebih tinggi dibandingkan daerah yang jauh dari sarang semut (Keller & Gordon, 2009). Semut sebagai predator sangat penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem (Ito et al., 2001). Hal tersebut dikarenakan semut ikut membantu menekan populasi serangga herbivor atau konsumen tingkat pertama. Semut merupakan salah satu anggota kelompok invertebrata yang banyak diaplikasikan sebagai bioindikator ekosistem (Wang et al., 2000; Anderson & 1

2 Majer, 2004). Penggunaan semut sebagai bioindikator dilakukan dengan membandingkan komposisi jenis, serta jumlah dari setiap jenis semut yang terdapat pada dua wilayah yang dikaji, misalnya antara wilayah yang masih alami dengan wilayah yang sudah mengalami gangguan. Penggunaan semut sebagai bioindikator dikarenakan semut memiliki sensitivitas yang relatif tinggi terhadap gangguan dan perubahan pada ekosistem. Beberapa spesies semut memiliki preferensi habitat dan respon yang relatif lebih cepat terhadap adanya gangguan lingkungan. Gangguan dan perubahan tersebut dapat berupa banjir, kebakaran, alih fungsi lahan, pertambangan. Gangguan atau perubahan lingkungan dapat berpengaruh pada berkurangnya keragaman semut, perubahan komposisi jenis, serta berkurangnya fungsi ekologis yang diperankan oleh semut (Phillpott et al., 2010; Hill et al., 2008) Taman Nasional Baluran (TNB) merupakan taman nasional yang memiliki potensi keanekaragaman hayati yang cukup tinggi. TNB merupakan perwakilan ekosistem hutan spesifik kering di Pulau Jawa. TNB memiliki berbagai tipe ekosistem diantaranya ekosistem hutan pantai, savana, hutan musim, hutan mangrove dan hutan hijau sepanjang tahun. Potensi keanekaragaman serangga di TNB belum dikaji secara optimal khususnya mengenai keanekaragaman semut. Berdasarkan hasil diskusi kami dengan pihak Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) di TNB tgl 7 Februari 2013, sampai saat ini belum ada data keanekaragaman jenis serangga di TNB, kalaupun ada hanya pada beberapa jenis dari Ordo Lepidoptera dan Odonata.

3 Savana di TNB merupakan ciri khas dan identitas dari TNB. Keberadaan savana memiliki arti penting sebagai pendukung kestabilan dan kelestarian ekosistem yang lain. Padang rumput di savana TNB menjadi tempat mencari makan berbagai hewan di TNB seperti banteng dan rusa. Vegetasi yang banyak dijumpai di savana antara lain rumput jenis Dichtantium coricosum, Heteropogon contortus, Themeda sp., Sclerachne punctata dan Polytrias amaura. Sedangkan tumbuhan berhabitus pohon yang terdapat di savanna antara lain Acacia leucophloea, Scheichera oleosa, Azadirachta indica dan Ziziphus rotundifolia. Mengingat pentingnya keberadan savana di TNB maka kelestariannya perlu terus di jaga. Vegetasi savana TNB sering mengalami banyak gangguan baik yang bersifat alami maupun karena aktifitas manusia (Sabarno, 2001). Fenomena lain yang menjadi permasalahan di TNB adalah adanya invasi Acacia nilotica. Tumbuhan ini di introduksi ke TNB sekitar 40 tahun yang lalu oleh pihak Taman Nasional. Keberadaan A. nilotica itu sendiri pada awalnya bertujuan untuk mengurangi kebakaran. Saat ini, keberadaan A. nilotica tersebut justru mengurangi keaslian savana TNB karena sifatnya yang agresif sehingga mengalahkan tumbuhan asli savana TNB. Sekitar 80% dari seluruh kawasan savanna di TNB terinvasi A. nilotica. Pihak TNB saat ini juga telah melakukan upaya merehabilitasi kembali savana yang telah terinvasi A. nilotica tersebut. (Wahono, 2011). Apabila dikaitkan kerusakan savana oleh invasi A. nilotica dengan potensi semut sebagai bioindikator, penelitian tentang keanekaragam semut di savana TNB akan diperoleh beberapa keuntungan. Selain diperoleh database komposisi jenis semut di TNB, database juga dapat digunakan sebagai

4 monitoring sejauh mana proses rehabilitasi savana dengan membandingkan antara komposisi jenis semut di savana yang masih asli dan belum pernah terjadi invasi A. nilotica dengan savana yang telah terinvasi A. nilotica dan savana yang telah direhabilitasi. Hal tersebut berdasarkan asumsi bahwa beberapa semut memiliki spesialisasi relung dan habitat. Perubahan kondisi habitat akan menunjukan perbedaan komposisi jenis semut (King et al., 1998; Wang et al., 2000). Hutan musim juga merupakan salah satu karakter TNB sebagai perwakilan ekosistem hutan spesifik kering di Pulau Jawa. Pada ekosistem ini, kondisi vegetasinya sangat dipengaruhi oleh musim. Pada musim kemarau, tumbuhan akan menggugurkan daunya untuk mengurangi laju transpirasi. Sedangkan pada musim hujan, banyak dedaunan yang bersemi sehingga seluruh kawasan ini tampak hijau. Beberapa jenis tumbuhan yang terdapat di Hutan musim antara lain Grewia eriocarpa, Schouthenia ovate, Tamarindus indica, Randia spp., dan Xymenia Americana. Jika diperhatikan, antara hutan musim dan savana secara kualitatif memiliki respon yang sama terhadap perubahan musim. Akan tetapi, vegetasi penyusun kedua ekosistem ini sangat berbeda. Pada savana didominasi oleh rumput dan herba sedangkan pada hutan masim terdapat banyak tumbuhan berhabitus pohon. Hal ini sangat menarik untuk dikaji mengenai keanekaragaman jenis semut di savana dan hutan musim dikaitkan dengan perbedaan vegetasi penyusun kedua ekosistem tersebut.

5 B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana keanekaragaman dan distribusi semut di savana dan hutan musim TNB? 2. Bagaimana dominansi semut di ekosistem savana dan hutan musim TNB? 3. Bagaimanakah keanekaragaman dan komposisi jenis semut pada savana yang belum terjadi invasi A. nilotica, savana yang telah terinvasi A. nilotica dan savana yang telah direhabilitasi? C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui keanekaragaman dan distribusi semut di savana dan hutan musim TNB 2. Mengetahui dominansi semut di ekosistem savana dan hutan musim TNB 3. Mengetahui keanekaragaman dan komposisi jenis semut pada savana yang belum terjadi invasi A. nilotica, savana yang telah terinvasi A. nilotica dan savana yang telah direhabilitasi? D. Manfaat Penelitian 1. Data keanekaragaman jenis semut dapat sebagai tambahan database keanekaragaman hayati khususnya di TNB 2. Database komposisi jenis semut di savana dapat sebagai bioindikator untuk monitoring kegiatan rehabilitasi savana dari invasi A. nilotica 3. Data mengenai kajian aspek-aspek ekologis semut dapat dijadikan tambahan rujukan atau referensi dan sebagai model pembelajaran khususnya bidang konservasi, sistematika dan ekologi serangga