Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan. Ujicoba Teknik Pembakaran Terkendali Dalam Upaya Pemeliharaan Savana Bekol
|
|
- Indra Lie
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan Ujicoba Teknik Pembakaran Terkendali Dalam Upaya Pemeliharaan Savana Bekol BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN
2 BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Telah diketahui bahwa sebenarnya savana dapat terbentuk akibat adanya kebakaran berulang yang terus menerus. Begitu pula Savana Bekol yang merupakan salah satu savana yang terdapat di Taman Nasional Baluran, Jawa Timur. Ekosistem savana ini merupakan ekosistem klimaks karena pengaruh kebakaran (fire climax vegetation). Luas savana ini adalah ± 450 hektar dan sebagian besar bertopografi datar (kelerengan 0 2 %). Savana ini memegang peranan penting bagi Taman Nasional Baluran karena merupakan ekosistem yang unik, habitat berbagai spesies satwa liar, menyuguhkan panorama alam yang sangat indah dan merupakan obyek penelitian serta pendidikan. Tanaman Acacia nilotica diperkirakan mulai tersebar di Taman Nasional Baluran sejak tahun 1963 dan pada 1969 dimanfaatkan sebagai tanaman sekat bakar. Fungsi dari tumbuhan ini berjalan dengan baik, sehingga seja tahun 1969 tersebut relatif tidak pernah terjadi kebakaran besar di savana ini. Sejak tahun 1980-an Acacia nilotica mulai menyebar hingga sekarang ke beberapa savana, yaitu bagian timur laut kawasan, Bekol, Balanan, Kramat, Asam Sabuk, Curah Udang dan kawasan baluran bagian utara (Gunung Malang dan sekitarnya). Telah banyak upaya penanggulangan invasi Acacia nilotica, baik dengan cara manual, mekanis maupun kimia.. Pertimbangan yang diambil dalam pemberantasan Acacia nilotica, selain aspek ekologis juga pertimbangan ekonomis, karena kegiatan yang dilakukan di suatu kawasan pelestarian (Taman Nasional) berbeda dengan kegiatan lain di luar kawasan pelestarian. Kegiatan yang telah dilakukan yaitu dengan penebangan dan pembakaran tonggak dan diikuti dengan pencabutan seedling secara manual, maupun menggunakan alat berat untuk membongkar perakarannya. Akan tetapi, areal eks kegiatan dengan cepat ditumbuhi tanaman herba pionir (widuri, jarak, kecubung, kacang-kacangan, kemangian dan kapasan. Hal ini diduga akibat penggunaan alat berat yang menyebabkan perubahan tekstur dan struktur tanah sehingga mengakibatkan perubahan komposisi vegetasinya. Penurunan kualitas Savana Bekol sebagai habitat mamalia herbivora tidak dapat dibiarkan terus menerus berlangsung. Oleh karena itu diperlukan strategi baru yang merupakan perubahan strategi sebelumnya yaitu tebang bakar dan pencabutan seedling Acacia nilotica dan gulma lainnya. Strategi baru yang diujicobakan ini 2
3 adalah pembakaran terkendali. Dengan pembakaran terkendali diharapkan kegiatan pemeliharaan savana dapat dilakukan dengan lebih efektif dan efisien baik dari segi waktu maupun biaya dengan hasil yang lebih maksimal. Tujuan 1. Mengujicobakan teknik pembakaran terkendali dalam upaya pemeliharaan savana Bekol. 2. Memberantas seedling Acacia nilotica dan tanaman gulma lainnya. 3. Memicu pertumbuhan rumput baru sebagai sumber pakan satwa. 3
4 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Taman Nasional Baluran terletak di ujung timur laut Pulau Jawa dekat dengan Pulau Bali dan Pulau Madura. Di bagian utara, Taman Nasional Baluran berbatasan dengan selat Madura dan di sebelah timur berbatasan dengan Selat Bali. Di bagian barat dan selatan dibatasi oleh sungai Bajulmati dan Klokoran. Taman Nasional Baluran berbentuk menyerupai lingkaran dengan Gunung Baluran yang sudah tidak aktif berada di tengahnya. Total permukaan kurang lebih ha. Taman Nasional Baluran didominasi oleh hutan dan vegetasi savana. Savana di Taman Nasional Baluran merupakan satu-satunya savana di Pulau Jawa. Tidak ada data yang menunjukkan apakah savana-savana luas tersebut adalah savana alami. Savana Bekol (± 420 hektar) mungkin (sebagian) merupakan savana buatan, dilihat dari batas savana yang berbentuk lurus. Diduga savana tersebut di rancang di bawah pengawasan / supervisi Hoogerwerf, dalam usaha untuk memudahkan pengunjung melihat herbivora besar. Garis pantai berupa tanjung / semenanjung dan teluk. Daerah dekat pantai berupa area terumbu karang hidup, dataran berpasir dan dataran berlumpur. Tanjung-tanjung tersebut tertutup oleh mangrove, sementara bagian lain garis pantai tertutup oleh hutan berawa-rawa. Dataran rendah dan dataran tinggi Gunung api Baluran tertutup oleh hutan musim / muson. Jenis tanah di Taman Nasional Baluran dibagi menjadi 2 jenis kategori utama yaitu tanah vulkanis dan tanah pesisir / marine. Jenis tanah yang pertama, yaitu jenis yang paling penting, berasal dari batuan basalt yang telah lapuk, abu vulkanis dan batuan vulkanis intermedia. Jenis-jenis tanah tersebut kaya akan kandungan mineral tetapi kandungan material organiknya kecil, serta memiliki kandungan bahan kimia yang tinggi namun kesuburan fisiknya rendah. Sebagian besar tanah ini bersifat menyerap air dan tidak dapat menahan air. Tanah hitam, merupakan jenis tanah dimana savana biasa ditemukan, sangat mudah tererosi dan sangat berlumpur di musim penghujan, tetapi membentuk retakan yang dalam (dengan lebar beberapa cm, beberapa retakan bahkan memiliki kedalaman lebih dari 80 cm) di musim kemarau. Di musim penghujan tanah hitam tersebut tidak tembus air dan air mengalir di permukaannya membentuk kubangan air. Banyak sungai yang terisi air hanya pada 4
5 musim penghujan, sebagian besar air meresap melalui tanah vulkanis yang sangat berpori - pori dan mencapai aliran sungai lava bawah tanah yang telah mengeras. Tanah pada jenis kedua, yaitu tanah pesisir, terbatas pada beberapa area dekat pantai di dataran pasir dan di rawa mangrove Taman Nasional Baluran memiliki iklim muson yang khas dengan musim kemarau yang panjang. Curah hujan rata-rata tahunan berturut-turut sebesar 900 dan mm Fauna di Taman Nasional Baluran bermacam - macam. Beberapa spesies merupakan spesies langka dan dilindungi. Dalam studi ini terdapat 3 spesies hewan penting dan akan dideskripsikan di sini (nama latin menurut UNDP, 1977). Rusa (Cervus timorensis, Cervidae) menggunakan savana Bekol dan mungkin juga savana lain. Pada sore dan malam hari, rusa dalam kelompok besar dapat dijumpai di savana Bekol. Dari ketiga spesies herbivora besar, rusalah yang paling terikat dengan savana. Sepanjang sore dan malam rusa merumput di savana dan biasanya sepanjang siang beristirahat di dalam hutan. Sangat mungkin bahwa tiap-tiap rusa memiliki ruang gerak yang terdiri dari savana Bekol, Balanan dan Talpat. Kerbau liar (Bubalus bubalis, Bovidae; dari sini asal nama buffalo), diduga merupakan yang paling terikat pada tanah yang kurang tembus air dimana terdapat banyak genangan air. Kerbau senang berkubang di kolam-kolam tersebut dan kadangkala berjalan dari kubangan yang satu ke kubangan yang lain. Banteng (Bos Javanicus, Bovidae) biasanya terikat pada hutan rimba atau hutan (yang terbuka untuk merumput), tetapi di Taman Nasional Baluran banteng juga merumput di savana. Dalam Red Data Book (IUCN, 1978) spesies ini termasuk dalam kategori vulnerable (rawan). Banteng hanya terdapat di 3 Taman Nasional di Jawa yaitu : Ujung Kulon, Alas Purwo dan Baluran. 5
6 BAB III. METODE Lokasi Kegiatan pembakaran terkendali ini dilaksanakan di Savana Bekol pada Petak III (Lihat Gambar Sketsa) Waktu Kegiatan pembakaran terkendali ini dilakukan pada hari Senin tanggal 11 Oktober 2004 pukul WIB sampai dengan pukul WIB. Alat dan Bahan Sketsa rancangan pembakaran terkendali savana Bekol Sprayer Minyak tanah Obor Korek api Jet shooter Kepyok Drum untuk men-supply air Mobil pengangkut peralatan dan personil Metode Teknik pembakaran yang digunakan adalah back firing (berlawanan arah angin). 6
7 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pembakaran terkendali dilaksanakan pada siang hari jam WIB di savana Bekol pada Petak III yaitu yang berbatasan dengan Blok Bama, jalan Bekol Bama, hutan musim dan ilaran II (Lihat Gambar Sketsa). Teknik pembakaran yang digunakan adalah teknik menentang arah angin (back firing) dengan titik pembakaran di perbatasan hutan musim blok Bama dan hutan musim dekat savana Derbus. Teknik back firing digunakan dengan tujuan agar rumput dan gulma mendapatkan pemanasan yang lebih lama karena api pembakaran berjalan lambat. Akan tetapi ternyata teknik ini kurang berhasil karena kondisi bahan bakar yang tipis dan tidak merata mengakibatkan api mati meskipun angin tidak begitu besar. Oleh karena itu dilakukan pembakaran dengan titik pembakaran di sepanjang ilaran I. Api berjalan cukup lancar sehingga pembakaran berjalan agak cepat. Pembakaran savana Bekol Petak I selesai kurang lebih pada pukul WIB yang berakhir pada batas hutan musim. Hasil pembakaran menunjukkan adanya beberapa spot spot yang tidak terbakar karena tipis dan tidak meratanya bahan bakar. Selain itu lokasi lokasi di bawah pohon besar seperti Widoro Bukol (Ziziphus rotundifolia Lamk. ), Mimbo (Azadirachta indica A. Juss) dan sebagainya. Hal ini diduga karena dibawah pohon tersebut didominasi oleh tumbuhan kapasan bunga putih atau kuning (Thespesia lampas Dalz & Gibs dan Abelmoschus moschatus) yang menyebabkan rumput tidak dapat tumbuh. Meskipun semak kapasan secara visual terlihat tebal namun sebenarnya komposisi dan susunan semak tersebut kurang kompak / padat sehingga tidakdapat terbakar secara alami karena api cenderung mati bila tidak disemprot dengan minyak tanah terlebh dahulu. Secara visual kualitatif, bila dibandingkan dengan tahun tahun sebelumnya terlihat bahwa kondisi savana Bekol kondisinya menurun. Untuk meningkatkan daya dukung savana Bekol perlu dilaksanakan suatu tindakan pengelolaan yang efektif, efisien, terencana dan tepat sasaran. Proses perbaikan habitat ini antara lain dapat dilakukan dengan cara pemberantasan tumbuhan Acacia nilotica dan dilakukan pembakaran terkendali secara rutin. Tujuan dari proses tersebut adalah : 1. Pemberantasan Acacia nilotica Tujuan dari pemberantasan tumbuhan Acacia nilotica adalah untuk mengurangi spesies tumbuhan pesaing bagi tumbuhan pakan satwa dan memberikan ruang tumbuh yang baik bagi pakan satwa. 7
8 2. Pembakaran terkendali Tujuan dari pembakaran ini adalah untuk menekan proses suksesi yang berlangsung di habitat ini sehingga proses suksesi sekunder akan terus berjalan pada tahap tumbuhan yang sesuai sebagai sumber pakan satwa mamalia herbivora. Menurut Arief (1988) berdasarkan penilaian secara visual kualitatif dan kuantitatif di lapangan, maka bentuk kebakaran yang diperlukan oleh savana Bekol untuk dapat tercapainya pengaruh posistif secara optimum adalah kebakaran besar yang terencana. Dari hasil penelitiannya diketahui bahwa ± 132 hari setelah pembakaran terjadi penguasaan ruang tumbuhan. Peningkatan dominansi ruang tumbuh ini juga diperkuat oleh nilai nilai indeks dominansi yang umumnya lebih besar pada lokasi yang telah dibakar dibandingkan dengan lokasi yang tidak dibakar. Pada daerah yang dibakar terlihat pula terjadinya kecenderungan peningkatan spesies tumbuhan pakan satwa mamalia herbivora. Spesies tumbuhan pakan ini antara lain adalah Eupatorium odoratum, Sida rhombifolia, Sclerachne punctata, Eupatorium odoratum dan dichantium curicosum. Ditemukan pula bahwa dari analisa gizi spesies Rottboellia exaltata Lf (Branjangan) menunjukkan adanya peningkatan bagian parameter gizi yang diamati pada lokasi yang dibakar dibandingkan dengan lokasi yang tidak dibakar. Berdasarkan hasil analisa data tersebut maka dapat disimpulkan bahwa proses kebakaran dapat meningkatkan kualitas savana untuk mendukung kehidupan spesies mamalia herbivora dengan cara meningkatkan pertumbuhan tumbuhan spesies pakan satwa tersebut serta menekan pertumbuhan gulma dan tanaman invasif Acacia nilotica. 8
9 PENUTUP Kesimpulan Pembakaran terkendali dapat terlaksana dengan lancar meskipun ada beberapa kendala yang mengakibatkan kurang meratanya hasil pembakaran. Hal tersebut antara lain : 1. Besarnya angin dengan arah yang selalu berubah ubah (tidak menentu). 2. Kualitas dan kuantitas bahan bakar yang tidak merata sehingga perlu bahan bakar tambahan yaitu minyak tanah yang lebih banyak. Saran 1. Perlu dicoba pembakaran di sore hari kurang lebih pukul WIB karena pada jam tersebut pemanasan oleh matahari sudah cukup stabil (intensitas panas yang datang sama dengan intensitas panas yang dipantulkan) dan angin sudah tidak terlalu besar. 2. Perlu adanya tambahan sprayer untuk mengantisipasi spot spot yang memiliki bahan bakar yang tipis dan kurang kompak / padat. Daftar Pustaka : Arief Harnios Pengaruh Pembakaran Terhadap Kualitas dan Kuantitas Savana Bekol di Taman Nasional Baluran, Jawa Timur. Media Konservasi. 9
10 SKET LOKASI JALUR ILARAN DAN PETAK PEMBAKARAN DI SAVANA BEKOL 10
PENDAYAGUNAAN PLOT PERMANEN DI SAVANA BEKOL
Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan PENDAYAGUNAAN PLOT PERMANEN DI SAVANA BEKOL Oleh : Nama : Arif Pratiwi, ST NIP : 710034820 TAMAN NASIONAL BALURAN 2005 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan
Lebih terperinciLaporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan REHABILITASI SAVANA BEKOL DENGAN PEMBERANTASAN GULMA. Oleh : TIM PENGENDALI EKOSISTEM HUTAN
Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan REHABILITASI SAVANA BEKOL DENGAN PEMBERANTASAN GULMA Oleh : TIM PENGENDALI EKOSISTEM HUTAN TAMAN NASIONAL BALURAN 2005 LAPORAN KEGIATAN REHABILITASI SAVANA BEKOL
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan,
Lebih terperinciLaporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan. Ujicoba Pembibitan Ceriops tagal
Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan Ujicoba Pembibitan Ceriops tagal BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2005 PENDAHULUAN Latar Belakang Taman Nasional Baluran merupakan salah satu kawasan konservasi
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini, banteng (Bos javanicus d Alton 1823) ditetapkan sebagai jenis satwa yang dilindungi undang-undang (SK Menteri Pertanian No. 327/Kpts/Um/7/1972) dan
Lebih terperinciLAPORAN KEGIATAN Pengendali Ekosistem Hutan PENGUMPULAN DATA DAN INFORMASI PRODUKTIFITAS SAVANA BEKOL PADA MUSIM PENGHUJAN
LAPORAN KEGIATAN Pengendali Ekosistem Hutan PENGUMPULAN DATA DAN INFORMASI PRODUKTIFITAS SAVANA BEKOL PADA MUSIM PENGHUJAN TAMAN NASIONAL BALURAN 2006 I. PENDAHULUAN a. Latar Belakang Savana merupakan
Lebih terperinciSURVEY POTENSI SUMBER BIBIT / BENIH JENIS RUMPUT PAKAN SATWA DI SEKSI KONSERVASI WILAYAH III KARANGTEKOK
Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan SURVEY POTENSI SUMBER BIBIT / BENIH JENIS RUMPUT PAKAN SATWA DI SEKSI KONSERVASI WILAYAH III KARANGTEKOK Oleh : Nama : Arif Pratiwi, ST NIP : 710034820 TAMAN
Lebih terperinciMAKALAH Pengendali Ekosistem Hutan
MAKALAH Pengendali Ekosistem Hutan ANALISA PERKEMBANGAN KONDISI BANTENG (Bos javanicus) DI TAMAN NASIONAL BALURAN Oleh : Nama : Mochammad Yusuf Sabarno NIP : 710031517 TAMAN NASIONAL BALURAN 2007 ANALISA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berfungsi sebagai ecosystem engineer (Keller & Gordon, 2009) atau juga soil
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semut adalah serangga yang memiliki keanekaragaman cukup tinggi. Seluruh anggota semut masuk dalam anggota Famili Formicidae. Keberadaan serangga ini sangat melimpah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Alam Hayati dan Ekosistemnya pengertian Taman Nasional adalah kawasan pelestarian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya pengertian Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi pertukaran materi
Lebih terperinciBALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2004
Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan Hasil Monitoring Pergerakan Dan Penyebaran Banteng Di Resort Bitakol Taman Nasional Baluran Nama Oleh : : Tim Pengendali Ekosistem Hutan BALAI TAMAN NASIONAL
Lebih terperinciPOTENSI EDUWISATA KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BALURAN. Ambar Kristiyanto NIM
POTENSI EDUWISATA KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BALURAN Ambar Kristiyanto NIM. 10615010011005 http://www.ppt-to-video.com Latar Belakang Taman Nasional Baluran merupakan salah satu taman nasional tertua
Lebih terperinciEkologi Padang Alang-alang
Ekologi Padang Alang-alang Bab 2 Ekologi Padang Alang-alang Alang-alang adalah jenis rumput tahunan yang menyukai cahaya matahari, dengan bagian yang mudah terbakar di atas tanah dan akar rimpang (rhizome)
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi umum daerah Wonorejo Kawasan mangrove di Desa Wonorejo yang tumbuh secara alami dan juga semi buatan telah diputuskan oleh pemerintah Surabaya sebagai tempat ekowisata.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. Ekosistem mangrove
Lebih terperinciSuhadi Department of Biology, State University of Malang
Berk. Penel. Hayati: ( ), 00 sebaran tumbuhan bawah pada tumbuhan Acacia nilotica (l) Willd. ex Del. di savana bekol taman nasional baluran Suhadi Department of Biology, State University of Malang ABSTRACT
Lebih terperinciTanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala
Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menyandang predikat mega biodiversity didukung oleh kondisi fisik wilayah yang beragam mulai dari pegunungan hingga dataran rendah serta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. Adapun yang membedakannya dengan hutan yang lainnya yaitu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banteng (Bos javanicus) merupakan salah satu jenis satwa liar yang dilindungi menurut Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa
Lebih terperinciTUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN
TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN Penanggulangan Kerusakan Lahan Akibat Erosi Tanah OLEH: RESTI AMELIA SUSANTI 0810480202 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Ekosistem mangrove adalah tipe ekosistem yang terdapat di daerah pantai dan secara teratur di genangi air laut atau dipengaruhi oleh pasang surut air laut,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. komunikasi massa audio visual yang dibuat berdasarkan asas
BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini penulis akan menjelaskan teori-teori yang melandasi proses pengerjaan laporan kerja praktik ini. 2.1 Film Film adalah bagian dari karya cipta seni dan budaya yang merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, telah dikenal memiliki kekayaan alam, flora dan fauna yang sangat tinggi. Kekayaan alam ini, hampir merata terdapat di seluruh wilayah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan salah satu sumber daya alam hayati yang memiliki banyak potensi yang dapat diambil manfaatnya oleh masyarakat, Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 menyebutkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dunia. Frekuensi erupsi Gunungaapi Merapi yang terjadi dalam rentang waktu 2-
1 I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Gunungapi Merapi merupakan salah satu gunung aktif paling aktif di dunia. Frekuensi erupsi Gunungaapi Merapi yang terjadi dalam rentang waktu 2-7 tahun sekali merupakan
Lebih terperinciLanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD.
Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Tujuan Memahami makna dan manfaat hutan kota pada penerapannya untuk Lanskap Kota. Memiliki
Lebih terperinciUsulan Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi DISUSUN OLEH : DYDIK SETYAWAN E
i PEMODELAN SPASIAL ARAH PENYEBARAN KEBAKARAN HUTAN DENGAN MENGGUNAKAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI TAMAN NASIONAL BALURAN KABUPATEN SITUBONDO PROVINSI JAWA TIMUR BULAN OKTOBER TAHUN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam suatu wilayah pesisir terdapat beragam sistem lingkungan (ekosistem). Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, terumbu karang,
Lebih terperincigeografi Kelas X PEDOSFER II KTSP & K-13 Super "Solusi Quipper" F. JENIS TANAH DI INDONESIA
KTSP & K-13 Kelas X geografi PEDOSFER II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini kamu diharapkan memiliki kemampuan untuk memahami jenis tanah dan sifat fisik tanah di Indonesia. F. JENIS TANAH
Lebih terperinciIV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi
IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga
Lebih terperincimampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan
Latar Belakang Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang utama memegang posisi penting dalam kelestarian lingkungan. Kemerosotan kemampuan tanah yang ditunjukkan dengan meningkatnya laju erosi dari
Lebih terperinciSavana Taman Nasional Baluran
B I O D I V E R S I T A S ISSN: 1412-033X Volume 3, Nomor 1 Januari 2002 Halaman: 207-212 Savana Taman Nasional Baluran Baluran Nasional Park Savanna M. YUSUF SABARNO Balai Taman Nasional Baluran, Jawa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan kuat yang sebarannya hanya terdapat di pulau-pulau kecil dalam kawasan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Komodo (Varanus komodoensis Ouwens, 1912) merupakan kadal besar dan kuat yang sebarannya hanya terdapat di pulau-pulau kecil dalam kawasan Taman Nasional Komodo (TNK)
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem yang sangat. berguna bagi manusia (Soerianegara dan Indrawan. 2005).
I. PENDAHULUAN Hutan adalah masyarakat tetumbuhan dan hewan yang hidup di lapisan permukaan tanah yang terletak pada suatu kawasan, serta membentuk suatu kesatuan ekosistem yang berada dalam keseimbangan
Lebih terperinci3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi
3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taman Nasional Way Kambas Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan lindung. Pendirian kawasan pelestarian alam Way Kambas dimulai sejak tahun 1936
Lebih terperinciPEMBENTUKAN TANAH DAN PERSEBARAN JENIS TANAH. A.Pembentukan Tanah
PEMBENTUKAN TANAH DAN PERSEBARAN JENIS TANAH A.Pembentukan Tanah Pada mulanya, permukaan bumi tidaklah berupa tanah seperti sekarang ini. Permukaan bumi di awal terbentuknya hanyalah berupa batuan-batuan
Lebih terperinciBALAI TAMAN NASIONAL BALURAN
Evaluasi Reef Check Yang Dilakukan Unit Selam Universitas Gadjah Mada 2002-2003 BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 1 BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Keanekaragaman tipe ekosistem yang ada dalam kawasan Taman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan di daerah tropika yang terdiri dari 17.504 buah pulau (28 pulau besar dan 17.476 pulau kecil) dengan panjang garis pantai sekitar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove yang ada di Indonesia makin lama makin berkurang akibat perubahan bentuk menjadi kawasan pemukiman, pertanian maupun tambak atau mendapat tekanan yang besar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem yang sangat vital, baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis, ekosistem mangrove memiliki
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ekologi perilaku ayam hutan hijau (Gallus varius) dilaksanakan di hutan musim Tanjung Gelap dan savana Semenanjung Prapat Agung kawasan Taman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang mendapat sebutan Mega Biodiversity setelah Brazil dan Madagaskar. Diperkirakan 25% aneka spesies dunia berada di Indonesia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena
Lebih terperincidampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau
dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau ABSTRAK Sejalan dengan peningkatan kebutuhan penduduk, maka kebutuhan akan perluasan lahan pertanian dan perkebunan juga meningkat. Lahan yang dulunya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehingga laut dan pesisir pantai (coastal zone) merupakan lingkungan fisik yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan wilayah perairan yang memiliki luas sekitar 78%, sehingga laut dan pesisir pantai (coastal zone) merupakan lingkungan fisik yang mendominasi. Menurut
Lebih terperinciPENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir
PENDAHULUAN Latar belakang Wilayah pesisir merupakan peralihan ekosistem perairan tawar dan bahari yang memiliki potensi sumberdaya alam yang cukup kaya. Indonesia mempunyai garis pantai sepanjang 81.000
Lebih terperinciBAB VII KEBAKARAN HUTAN
BAB VII KEBAKARAN HUTAN Api merupakan faktor ekologi potensial yang mempengaruhi hampir seluruh ekosistem daratan, walau hanya terjadi pada frekuensi yang sangat jarang. Pengaruh api terhadap ekosistem
Lebih terperinci19 Oktober Ema Umilia
19 Oktober 2011 Oleh Ema Umilia Ketentuan teknis dalam perencanaan kawasan lindung dalam perencanaan wilayah Keputusan Presiden No. 32 Th Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Kawasan Lindung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau sekitar 17.508 pulau dan panjang pantai kurang lebih 81.000 km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat besar,
Lebih terperinciLAPORAN SEMENTARA KEGIATAN PENELITIAN. PEMODELAN KESESUAIAN HABITAT AKASIA BERDURI (Acacia nilotica (L.) Willd. ex Del) DI TAMAN NASIONAL BALURAN
LAPORAN SEMENTARA KEGIATAN PENELITIAN PEMODELAN KESESUAIAN HABITAT AKASIA BERDURI (Acacia nilotica (L.) Willd. ex Del) DI TAMAN NASIONAL BALURAN AGUNG SISWOYO SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity setelah Brazil dan Madagaskar. Keanekaragaman sumber daya hayati Indonesia termasuk dalam golongan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dan kawasan konservasi memiliki korelasi yang kuat. Suatu kawasan konservasi memiliki fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial sedangkan manusia memiliki peran
Lebih terperinciEvaluasi Rehabilitasi Merak Hijau (Pavo muticus) Dari Hasil Sitaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Seksi Karangtekok
Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan Evaluasi Rehabilitasi Merak Hijau (Pavo muticus) Dari Hasil Sitaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Seksi Karangtekok BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2004
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang
TINJAUAN PUSTAKA Penghijauan Kota Kegiatan penghijauan dilaksanakan untuk mewujudkan lingkungan kota menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang asri, serasi dan sejuk dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. alam dan jasa lingkungan yang kaya dan beragam. Kawasan pesisir merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan kawasan yang memiliki potensi sumber daya alam dan jasa lingkungan yang kaya dan beragam. Kawasan pesisir merupakan salah satu sistem ekologi
Lebih terperinciIV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota
IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTIKUM GEOGRAFI REGIONAL INDONESIA (GPW 0101) ACARA V: PEMAHAMAN FENOMENA BIOSFER
LAPORAN PRAKTIKUM GEOGRAFI REGIONAL INDONESIA (GPW 0101) ACARA V: PEMAHAMAN FENOMENA BIOSFER Disusun oleh : Nama NIM : Mohammad Farhan Arfiansyah : 13/346668/GE/07490 Hari, tanggal : Rabu, 4 November 2014
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. lebih dari jenis tumbuhan terdistribusi di Indonesia, sehingga Indonesia
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan flora dan fauna serta kehidupan liar lain yang mengundang perhatian berbagai pihak baik di dalam maupun di luar negeri. Tercatat lebih dari
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi, baik flora maupun fauna yang penyebarannya sangat luas. Hutan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia
BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari atas 17.508 pulau, dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Luas laut Indonesia sekitar 3,1
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km 2.
Lebih terperinci2015 STRUKTUR VEGETASI DAN KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PANTAI DI HUTAN PANTAI LEUWEUNG SANCANG, KECAMATAN CIBALONG, KABUPATEN GARUT
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.508 pulau dan panjang garis pantai sekitar 80.791,42 km (Soegianto, 1986). Letak Indonesia sangat
Lebih terperinciLAPORAN IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI OBYEK WISATA ALAM DI KARANGTEKOK BLOK JEDING ATAS. Oleh : Pengendali EkosistemHutan
LAPORAN IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI OBYEK WISATA ALAM DI KARANGTEKOK BLOK JEDING ATAS Oleh : Pengendali EkosistemHutan TAMAN NASIONAL BALURAN 2004 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Taman Nasional Baluran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan
I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara yang dikenal memiliki banyak hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan tropis Indonesia adalah
Lebih terperinciPROGRAM PHBM DI SEKITAR KAWASAN KONSERVASI. LAYAKKAH DIPERTAHANKAN???
PROGRAM PHBM DI SEKITAR KAWASAN KONSERVASI. LAYAKKAH DIPERTAHANKAN??? (Studi kasus di kawasan TN Alas Purwo) Oleh : Bagyo Kristiono, SP. /Polhut Pelaksana Lanjutan A. PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat)
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.
TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Kota Hutan dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Herlin Nur Fitri, 2015
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diversitas atau keanekaragaman makhluk hidup termasuk salah satu sumber daya lingkungan dan memberi peranan yang penting dalam kestabilan lingkungan. Semakin tinggi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seumur. Namun, di dalam hutan tanaman terdapat faktor yang sering dilupakan,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan tanaman cenderung identik dengan tanaman yang seragam dan seumur. Namun, di dalam hutan tanaman terdapat faktor yang sering dilupakan, yang memiliki peran yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang secara geografis terletak di antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai keanekaragaman
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN LOKASI STUDI
BAB III GAMBARAN LOKASI STUDI 3.1. Umum Danau Cisanti atau Situ Cisanti atau Waduk Cisanti terletak di kaki Gunung Wayang, Desa Tarumajaya, Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung. Secara geografis Waduk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa Kecamatan Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat Provinsi Lampung, merupakan suatu kawasan ekosistem
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Vegetasi Hutan Hutan merupakan ekosistem alamiah yang sangat kompleks mengandung berbagai spesies tumbuhan yang tumbuh rapat mulai dari jenis tumbuhan yang kecil hingga berukuran
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).
Lebih terperinciTEKNOLOGI PEMANFAATAN LAHAN MARGINAL KAWASAN PESISIR
TEKNOLOGI PEMANFAATAN LAHAN MARGINAL KAWASAN PESISIR Oleh : Sunarto Gunadi *) Abstrak Lahan pesisir sesuai dengan ciri-cirinya adalah sebagai tanah pasiran, dimana dapat dikategorikan tanah regosal seperti
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit
TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman
Lebih terperinciIII. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah, Letak dan Luas Kawasan Upaya penunjukan kawasan Baluran menjadi suaka margasatwa telah dirintis oleh Kebun Raya Bogor sejak tahun 1928, rintisan tersebut
Lebih terperinciADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki garis pantai terpanjang kedua setelah Kanada, dua per tiga wilayah Indonesia adalah kawasan perairan.
Lebih terperinciBAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan
29 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan ekosistem laut. Mangrove diketahui mempunyai fungsi ganda
Lebih terperinciANALISIS DAN SINTESIS
55 ANALISIS DAN SINTESIS Lokasi Lokasi PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills yang terlalu dekat dengan pemukiman penduduk dikhawatirkan dapat berakibat buruk bagi masyarakat di sekitar kawasan industri PT
Lebih terperinciAssAlAmu AlAyku m wr.wb
AssAlAmu AlAyku m wr.wb BIOMA Bioma adalah wilayah yang memiliki kondisi iklim tertentu dan batas-batas yang sebagian besar dikendalikan di daratan oleh iklim dan yang dibedakan oleh dominasi tertentu,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu asosiasi kehidupan, baik tumbuh-tumbuhan (flora)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah suatu asosiasi kehidupan, baik tumbuh-tumbuhan (flora) maupun binatang (fauna) dari yang sederhana sampai yang bertingkat tinggi dan dengan luas sedemikian
Lebih terperinciBalai Penelitian Kehutanan Palembang Jl. Kol. H. Burlian Km. 6,5 Punti Kayu PO. BOX. 179 Telp./Fax Palembang
PENDEKATAN MODEL SISTEM DALAM KEBIJAKAN PENGELOLAAN POPULASI RUSA (Cervus timorensis Mul. & Schl. 1844) DI TAMAN NASIONAL BALURAN (System Model Approach in Management Policy of Deer (Cervus timorensis
Lebih terperinciVI. SIMPULAN DAN SARAN
135 VI. SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN Komposisi spesies mangrove di Pulau Kaledupa, Derawa, dan Pulau Hoga Taman Nasional Wakatobi sebanyak 20 spesies mangrove sejati dan tersebar tidak merata antar pulau.
Lebih terperinciSUKSESI AUTEKOLOGI. Daubenmire (1962) Autekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara individu tumbuhan dan lingkungannya.
SUKSESI SUKSESI EKOLOGI AUTEKOLOGI SYNEKOLOGI Daubenmire (1962) Autekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara individu tumbuhan dan lingkungannya. Synekologi adalah ilmu yang mempelajari struktur,
Lebih terperinciINVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO
1 INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO (Johannes teijsmania altifrons) DI DUSUN METAH, RESORT LAHAI, TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH PROVINSI RIAU- JAMBI Yusi Indriani, Cory Wulan, Panji
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi
Lebih terperinciLaporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan. Pengamatan Kondisi Sumber Air Tempat Minum Satwa Di Taman Nasional Baluran. Oleh :
Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan Pengamatan Sumber Air Tempat Minum Satwa Di Taman Nasional Baluran Oleh : Nama : Arif Pratiwi, ST NIP : 710034820 BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2005 DAFTAR ISI
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pantai yang mempunyai arti strategis karena merupakan wilayah terjadinya
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia secara geografis memiliki sebagian besar wilayahnya berupa pesisir dan pantai yang mempunyai arti strategis karena merupakan wilayah terjadinya interaksi/peralihan
Lebih terperinciBAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI
BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI Pengetahuan tentang faktor penentu kepekaan tanah terhadap longsor dan erosi akan memperkaya wawasan dan memperkuat landasan dari pengambil
Lebih terperinciSMA/MA IPS kelas 10 - BAHASA INDONESIA IPS BAB 8. TEKS NEGOSIASILatihan Soal 8.2
SMA/MA IPS kelas 10 - BAHASA INDONESIA IPS BAB 8. TEKS NEGOSIASILatihan Soal 8.2 1. Cermati teks negosiasi berikut! Terima Kasih Bu Mia Kamis pagi usai pelajaran olahraga, Bu Mia, guru Kimia masuk kelas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas garis pantai yang panjang + 81.000 km (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2007), ada beberapa yang
Lebih terperinciPENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang
Lebih terperinci