PENGARUH PENAMBAHAN TEMBAGA (Cu) TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN ALUMINIUM- SILIKON (Al-Si) MELALUI PROSES PENGECORAN

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH PENAMBAHAN TEMBAGA (Cu) TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN ALUMINIUM-SILIKON (Al-Si) MELALUI PROSES PENGECORAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Dosen Pembimbing : Sutarsis, S.T, M.Sc.Eng

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

STUDI KEKUATAN IMPAK PADA PENGECORAN PADUAL Al-Si (PISTON BEKAS) DENGAN PENAMBAHAN UNSUR Mg

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN :

PENGARUH PENAMBAHAN Mg TERHADAP SIFAT KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK SERTA STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN Al-Si BERBASIS MATERIAL PISTON BEKAS

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Pembuatan spesimen dilakukan dengan proses pengecoran metode die

BAB IV HASIL DAN ANALISA. Gajah Mada, penulis mendapatkan hasil-hasil terukur dan terbaca dari penelitian

Pengaruh Temperatur Bahan Terhadap Struktur Mikro

ANALISIS STRUKTUR MIKRO CORAN PENGENCANG MEMBRAN PADA ALAT MUSIK DRUM PADUAN ALUMINIUM DENGAN CETAKAN LOGAM

ANALISIS SIFAT FISIS DAN MEKANIS ALUMINIUM (Al) PADUAN DAUR ULANG DENGAN MENGGUNAKAN CETAKAN LOGAM DAN CETAKAN PASIR

ANALISA PERBEDAAN SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PISTON HASIL PROSES PENGECORAN DAN TEMPA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH VARIASI WAKTU PENAHANAN TERHADAP KEKERASAN PERMUKAAN, STRUKTUR MIKRO DAN LAJU KOROSI PADA ALUMINIUM 6061 DENGAN METODE UJI JOMINY

Pengaruh Temperatur dan Waktu Tahan Aging Presipitasi Hardening terhadap Struktur Mikro dan Sifat Mekanik Paduan Mg-6Zn-1Y

Pengaruh Waktu Penahanan Artificial Aging Terhadap Sifat Mekanis dan Struktur Mikro Coran Paduan Al-7%Si

PENGARUH PERLAKUAN PANAS PADA ANODA KORBAN ALUMINIUM GALVALUM III TERHADAP LAJU KOROSI PELAT BAJA KARBON ASTM A380 GRADE C

ANALISA PENGARUH PENGECORAN ULANG TERHADAP SIFAT MEKANIK PADUAN ALUMUNIUM ADC 12

ANALISIS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI MEDIA PENDINGINAN

KARAKTERISASI PADUAN AlFeNiMg HASIL PELEBURAN DENGAN ARC FURNACE TERHADAP KEKERASAN

KARAKTERISASI SIFAT MEKANIK PADUAN ALUMINIUM AA.319-T6 AKIBAT PENGARUH VARIASI TEMPERATUR AGING PADA PROSES PRECIPITATION HARDENING

PENGARUH PENAMBAHAN Sr ATAU TiB TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN FLUIDITAS PADA PADUAN Al-6%Si-0,7%Fe

ANALISIS KEGAGALAN PISTON SEPEDA MOTOR BENSIN 110 cc

BAB I PENDAHULUAN. Aluminium (Al) adalah salah satu logam non ferro yang memiliki. ketahanan terhadap korosi, dan mampu bentuk yang baik.

LOGO. STUDI EKSPANSI TERMAL KERAMIK PADAT Al 2(1-x) Mg x Ti 1+x O 5 PRESENTASI TESIS. Djunaidi Dwi Pudji Abdullah NRP

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

TUGAS AKHIR. Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

PENGARUH Cu PADA PADUAN Al-Si-Cu TERHADAP PEMBENTUKAN STRUKTUR KOLUMNAR PADA PEMBEKUAN SEARAH

VARIASI PENAMBAHAN FLUK UNTUK MENGURANGI CACAT LUBANG JARUM DAN PENINGKATAN KEKUATAN MEKANIK

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir pada Gambar 3.1.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH JARAK DARI TEPI CETAKAN TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN KEKERASAN PADA CORAN ALUMINIUM

BAB I PENDAHULUAN. Luasnya pemakaian logam ferrous baik baja maupun besi cor dengan. karakteristik dan sifat yang berbeda membutuhkan adanya suatu

BAB III METODE PENELITIAN

Gugun Gumilar Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Mesin Universitas Gunadarma Depok. Abstraksi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH UNSUR ALUMINIUM DALAM KUNINGAN TERHADAP KEKERASAN, KEKUATAN TARIK, DAN STRUKTUR MIKRO

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen,

BAB I PENDAHULUAN. dimana logam dicairkan dalam tungku peleburan kemudian. dituangkan kedalam rongga cetakan yang serupa dengan bentuk asli

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS PEMBUATAN HANDLE REM SEPEDA MOTOR DARI BAHAN PISTON BEKAS. Abstrak

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

PENGEMBANGAN MEKANISME DAN KUALITAS PRODUKSI SEPATU KAMPAS REM BERBAHAN ALUMUNIUM DAUR ULANG DENGAN METODE PENGECORAN SQUEEZE

Pengaruh Penambahan Yttrium Terhadap Struktur Mikro, Sifat Mekanik Dan Ketahanan Termal Pada Paduan Mg-6Zn Sebagai Aplikasi Engine Block

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016

ANALISIS SIFAT MEKANIK MATERIAL TROMOL REM SEPEDA MOTOR DENGAN PENAMBAHAN UNSUR CHROMIUM TRIOXIDE ANHYDROUS (CrO 3 )

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

TUGAS AKHIR STUDI TENTANG PENAMBAHAN UNSUR PADA ALUMINIUM PADUAN PISTON SEPEDA MOTOR TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Penemuan logam memberikan manfaat yang sangat besar bagi. kehidupan manusia. Dengan ditemukannya logam, manusia dapat

EFEK PERLAKUAN PANAS AGING TERHADAP KEKERASAN DAN KETANGGUHAN IMPAK PADUAN ALUMINIUM AA ABSTRAK

PENGARUH NITROGEN TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADUAN IMPLAN Co-28Cr-6Mo-0,4Fe-0,2Ni YANG MENGANDUNG KARBON HASIL PROSES HOT ROLLING

Momentum, Vol. 12, No. 1, April 2016, Hal ISSN , e-issn

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016

PERUBAHAN STRUKTUR MIKRO DAN KEKERASAN PADUAN Co-Cr-Mo-C-N PADA PERLAKUAN AGING

Analisa Pengaruh Aging 450 ºC pada Al Paduan dengan Waktu Tahan 30 dan 90 Menit Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis

BAB IV HASIL DAN ANALISA. pengujian komposisi material piston bekas disajikan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Hasil Uji Komposisi Material Piston Bekas

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang selalu. sehingga tercipta alat-alat canggih dan efisien sebagai alat bantu dalam

PENGARUH TEMPERATUR TUANG DAN KANDUNGAN SILICON TERHADAP NILAI KEKERASAN PADUAN Al-Si

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH PENAMBAHAN 10%wt Mg DAN KECEPATAN MILLING TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADUAN Al-Mg

I. PENDAHULUAN. Definisi baja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah suatu benda

BAB IV PROSES PERLAKUAN PANAS PADA ALUMINIUM

SEMINAR NASIONAL ke 8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

PENGARUH PUTARAN TERHADAP LAJU KEAUSAN Al-Si ALLOY MENGGUNAKAN METODE PIN ON DISK TEST

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH VARIASI DIMENSI CIL DALAM (INTERNAL CHILL) TERHADAP CACAT PENYUSUTAN (SHRINKAGE) PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061

EFEK PERLAKUAN PANAS AGING TERHADAP KEKERASAN DAN KETANGGUHAN IMPAK PADUAN ALUMINIUM AA Sigit Gunawan 1 ABSTRAK

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir pada Gambar 3.1.

PENGARUH UNSUR SILIKON PADA ALUMINIUM ALLOY (Al Si) TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO

ANALISA PENGARUH VARIASI MEDIA QUENCHING DAN PENAMBAHAN SILIKON PADA PADUAN Al-Si REMELTING VELG SEPEDA MOTOR TERHADAP SIFAT FISIK DAN MEKANIS SKRIPSI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

STUDI PENGARUH TEMPERATUR DAN WAKTU AGING TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN MIKROSTRUKTUR KOMPOSIT

PENGARUH PENAMBAHAN CU DAN SOLUTION TREATMENT TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO PADA ALUMINIUM PADUAN A356

PENGARUH VARIASI WAKTU TAHAN PADA PROSES NORMALIZING TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310S PADA PRESSURE VESSEL

BESI COR. 4.1 Struktur besi cor

TUGAS AKHIR. BIDANG TEKNIK PRODUKSI DAN PEMBENTUKAN MATERIAL PENGARUH PENAMBAHAN LARUTAN MnCl2.H2O TERHADAP SIFAT MEKANIK PADUAN ALUMINIUM AA 7075

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ANALISA KEKERASAN PADA PISAU BERBAHAN BAJA KARBON MENENGAH HASIL PROSES HARDENING DENGAN MEDIA PENDINGIN YANG BERBEDA

K. Roziqin H. Purwanto I. Syafa at. Kata kunci: Pengecoran Cetakan Pasir, Aluminium Daur Ulang, Struktur Mikro, Kekerasan.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam kelompok Boron dalam unsur kimia (Al-13) dengan massa jenis 2,7 gr.cm-

PENGARUH PENAMBAHAN UNSUR SILIKON (Si) PADA ALUMINIUM PADUAN HASIL REMELTING VELG SEPEDA MOTOR TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS SKRIPSI

HASIL PENGUJIAN KOMPOSISI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2012 di Instalasi Elemen

PENGARUH PERLAKUAN PANAS TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KEKERASAN CORAN PADUAN Al-Mg-Si

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Peleburan AC4B GBF. Holding Furnace LPDC. Inject: 0 jam 1 jam 2 jam 3 jam 4 jam. Chipping Cutting Blasting

Please refer as: M. Fani Indarto dan Bondan T. Sofyan, Pengaruh Temperatur dan Waktu Tahan Perlakuan Pelarutan Terhadap Pengerasan Penuaan Paduan

I. PENDAHULUAN. Aluminium merupakan logam yang banyak digunakan dalam komponen

Transkripsi:

1 PENGRUH PENMHN TEMG (Cu) TERHDP SIFT MEKNIK DN STRUKTUR MIKRO PD PDUN LUMINIUM- SILIKON (l-si) MELLUI PROSES PENGECORN I Made Pasek Kimiartha dan Hosta rdhyananta Jurusan Teknik Material dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Sukolilo, Surabaya 60111, Indonesia E-mail: hostaa@mat-eng.its.ac.id bstrak Pemakaian aluminium khususnya pada industry otomotif seperti pembuatan piston, blok mesin, cylinder head, valve dan sebagainya dituntut memiliki kekuatan dan termal stress yang baik. Paduan l-10,5si merupakan paduan yang cocok untuk dijadikan bahan untuk pembuatan piston motor karena memiliki sifat tahan terhadap korosi serta kekuatan yang baik dan juga sangat ringan. Selain itu paduan ini juga memiliki koefisien pemuaian termal yang rendah dan sebagai penghantar panas yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh penambahan tembaga terhadap sifat mekanik dan struktur mikro pada paduan l-si-cu. Paduan tersebut nantinya akan dipadukan dengan variasi prosentase tembaga sebesar 0, 1, 2, 3, 4 wt%. Dilebur didalam tungku dan dibiarkan membeku dalam krusibel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tembaga menaikkan sifat mekanik. Nilai kekerasan tertinggi terdapat pada 4 wt% Cu yaitu 92,2 H, dan nilai terendah terdapat pada 0 wt% Cu yaitu 83 H. Koefisien ekspansi termal menurun dengan penambahan tembaga. Nilai terendah terdapat pada paduan dengan 4 wt% Cu yaitu 205,5x10-6 / C, dan nilai tertinggi terdapat pada paduan dengan 2 wt% Cu yaitu 230x10-6 / C. Kata kunci luminium-, Tembaga, Sifat Mekanik, Struktur Mikro, Pengecoran. I. PENDHULUN Pesatnya pertumbuhan industri aluminium dikaitkan dengan paduan unik dari sifat yang membuatnya menjadi salah satu bahan serbaguna dan bahan konstruksi. luminium berbobot ringan, namun beberapa dari paduan memiliki kekuatan lebih besar dari baja struktural. Memiliki konduktivitas listrik dan termal yang baik dan reflektifitas tinggi. luminium juga sangat tahan korosi di bawah berbagai kondisi kerja dan tidak beracun. Dengan semua sifat-sifat yang luar biasa, tidak mengherankan bahwa paduan aluminium telah datang dan menjadi bagian penting utama sebagai bahan teknik [1]. Pemakaian aluminium khususnya pada industri otomotif juga terus meningkat dan terus meningkat seiring meningkatnya jumlah kendaraan bermotor di Indonesia. anyak komponen otomotif yang terbuat dari paduan aluminium, diantaranya adalah piston, blok mesin, cylinder head, valve dan lain sebagainya. Penggunaan paduan aluminium untuk komponen otomotif dituntut memiliki kekuatan yang baik. gar aluminium mempunyai kekuatan yang baik biasanya logam aluminium dipadukan dengan unsur-unsur seperti: Cu, Si, Mg, Ni dan sebagainya [2]. Pengecoran atau penuangan (casting) merupakan salah satu proses pembentukan bahan baku/bahan benda kerja yang relative mahal dimana pengendalian kualitas benda kerja dimulai sejak bahan dalam keadaan mentah. Komposisi unsur serta kadarnya dianalisis agar diperoleh suatu bahan sesuai dengan kebutuhan sifat produk yang direncanakan. Proses penuangan juga merupakan seni pengolahan logam menjadi benda kerja yang paling tua dan mungkin sebelum pembentukan dengan penyayatan (chipping) dilakukan [3]. Proses pemaduan dilakukan sebelum proses pengecoran, yakni saat peleburan logam. Proses pemaduan logam dilakukan melalui peleburan dan pengecoran berdasarkan berbagai faktor antara lain temperatur lebur material yang relatif rendah, kapasitas yang relatif besar, dan efisiensi waktu yang tinggi. Sebagai paduan yang ringan dengan konduktivitas termal yang tinggi, aluminium banyak digunakan sebagai bahan pembuat piston. Selain daripada itu panas harus disalurkan ke luar melalui torak, oleh karenanya penyaluran panasnya harus baik. Selanjutnya torak itu harus kuat. Dengan semua persyaratan itulah pemilihannya harus jatuh pada aluminium dengan paduannya [2]. Pada pembuatan piston kendaraan bermotor secara umum digunakan paduan aluminium alloy yaitu l-si. Campuran silicon dalam aluminium jenis ini menghasilkan keuntungan-keuntungan seperti sifat mampu cor yang baik, mudah dilakukan proses permesinan dan ketahanan terhadap korosi yang baik. Untuk meningkatkan mampu cor yang baik dan meningkatkan ketangguhannya, paduan l-si ini juga dapat ditambahkan unsur-unsur lain seperti Cu, Mg atau Ni. Oleh karena itu diperlukan sebuah penelitian mengenai sifat mekanik dan struktur mikro terhadap penambahan tembaga (Cu) dalam paduan aluminium-silikon. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan paduan hasil coran mempunyai sifat mekanik yang baik sehingga dapat meningkatkan daya guna paduan aluminium dengan mengatur komposisi berat Tembaga (Cu) sehingga sangat bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. II. METODOLOGI PENELITIN Paduan aluminium-silikon l-10,5si sebagai logam utama dalam penelitian ini diperoleh di pasaran dalam bentuk

2 ingot, sedangkan tembaga (Cu) sebagai unsur pemadu diperoleh dari UD. Sutindo Sejahtera dalam bentuk silinder pejal. Variasi persen berat unsur pemadu yaitu 0, 1, 2, 3, dan 4% tembaga (Cu). Pembuatan spesimen dilakukan dengan meletakkan bahan di dalam krusibel keramik, memasukkan ke dalan tungku dan melebur pada temperatur 1100 C dengan holding time 60 menit. Pengadukan dilakukan saat logam telah cair, bertujuan untuk meningkatkan homogenitas paduan. Pendinginan dilakukan di dalam tungku sehingga paduan membeku di dalam krusibel. Pembongkaran hasil coran dilakukan setelah temperatur kamar tercapai dan melakukan pemotongan hasil coran untuk kemudian dijadikan spesimen uji. Pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi uji komposisi, uji metalografi, uji XRD, uji kekerasan serta uji ekspansi termal.. Pengujian Komposisi Kimia Coran Pengujian komposisi paduan hasil coran bertujuan untuk mengetahui komposisi kimia hasil coran terutama luminium- setelah penambahan tembaga. Preparasi spesimen dilakukan dengan memotong hasil coran sesuai ukuran holder pada EDX dan meratakan permukaan spesimen.. Pengujian XRD Pengujian XRD dilakukan dengan mengambil sampel hasil coran berupa padatan dari setiap penambahan komposisi tembaga, kemudian diletakkan disebuah holder untuk selanjutnya diuji dengan menggunakan alat PN nalytical. Pertama yang dilakukan adalah mengidentifikasi hasil coran l-10,5%si tanpa penambahan tembaga terhadap hasil pengujian difraksi sinar-x (XRD). Pengujian dilakukan dengan sinar-x menggunakan Range sudut 10-90 dan menggunakan panjang gelombang CuKα sebesar 1.54060 Å. Identifikasi fasa hasil pengujian XRD pada penelitian ini melalui search match dengan Software X pert Graphic & Identity serta dengan pencocokan manual dengan kartu PDF dari software PCPDFWIN untuk puncak-puncak yang teridentifikasi saat search match dengan sebelumnya mengidentifikasi unsur-unsur atau senyawa yang dapat muncul setelah proses melting. C. Pengujian Metalografi Pengujian metalografi dilakukan dengan menghaluskan permukaan spesimen dengan kertas abrasif SiC mulai dari grade 80 hingga 2000 dan memoles dengan alumina. Penentuan etsa dilakukan sesuai standar STM E 407 menggunakan campuran antara HF (Hydrofluoric cid) dengan quades masing-masing 1 ml dan 200 ml. Pengamatan struktur mikro dilakukan dengan menggunakan mikroskop Olympus X51M di Laboratorium Metalurgi Jurusan Teknik Material dan Metalurgi ITS yang terintegrasi dengan satu set personal computer. D. Pengujian Kekerasan Pengujian kekerasan material spesimen dilakukan dengan menggunakan metode uji kekerasan yang dilakukan sesuai dengan STM E 10. Menggunakan indentor dengan diameter 2,5 mm dan pembebanan 62,5 kgf. Pengujian dilakukan dengan memberikan 5 indentasi pada setiap 1 spesimen sehingga didapat 5 nilai kekerasan brinell pada setiap spesimen, kemudian menghitung rata-rata nilai kekerasan brinell untuk setiap spesimen. E. Pengujian Ekspansi Termal Ekspansi Termal (Thermal expansion) adalah suatu istilah yang dgunakan untuk menunjukkan perubahan dimensi yang terjadi pada saat tempetur dinaikkan atau diturunkan. Faktor yang mempengaruhi Thermal expansion adalah vibrasi yang terjadi antara dua atom ketika temperatur dinaikkan. Perubahan dimensional yang terjadi ditentukan oleh kekuatan ikatan antar atom dan pengaturan posisi atom dalam material. Ketika kekuatan antar atom meningkat maka melting point akan naik dan koefisien thermal expansion akan turun. Koefisien ekspansi termal dapat ditentukan dengan persamaan: dengan : α = koefisien ekspansi termal ( C -1 ) L 0 = panjang sampel pada temperatur T 0 L t = panjang sampel pada temperatur T t T 0 = temperatur awal ( C) T t = temperatur akhir ( C) Spesimen dipanaskan dalam furnace dari temperatur kamar hingga temperatur 100 C dan 300 C. Kemudian pengamatan perubahan panjang akan diukur dan dicari rata-rata koefisien ekspansi termal. III. HSIL DN PEMHSN. Komposisi Kimia Coran Komposisi kimia hasil coran ditunjukkan pada Tabel 1 yang didapat dari hasil pengujian EDX. Komposisi tembaga meningkat setiap penambahan tembaga sedangkan komposisi aluminium menurun pada penambahan 2% Cu dan meningkat kembali pada penambahan 3% dan 4% Cu. Sedangkan komposisi silikon pada paduan terjadi sebaliknya dibandingkan dengan komposisi aluminium yang dimana meningkat pada penambahan 2% hingga 3% Cu dan kembali turun pada penambahan 4% Cu. Tabel 1 Komposisi Kimia Coran Kenaikan prosentase tembaga tidak selalu sesuai dengan variasi prosentase unsur pemadu yang diberikan saat penyiapan bahan karena homogenitas paduan pada seluruh bagian hasil coran sangat sulit untuk dicapai. Oleh karena itu prosentase tembaga pada paduan yang ditunjukkan oleh Tabel 1 memiliki kemungkinan untuk kurang maupun lebih dari

3 variasi prosentase tembaga yang diberikan pada saat penyiapan bahan.. Pengujian XRD Hasil XRD l-10,5si tanpa penambahan tembaga ditunjukkan oleh Gambar 1. Hasil XRD menunjukkan terbentuknya uminium dan. Peak uminium ditunjukkan pada puncak tertinggi 2 theta di 38.4424 (111), 44.6577 (200), dan 78.2006 (311) sedangkan 3 puncak peak tertinggi fasa terdapat pada 2 theta 28.3693 (111), 47.2273 (220) dan 56.0418 (311). Gambar 1 Hasil XRD Coran (a) l-10,5si (b) 1 wt% Cu (c) 2 wt% Cu (d) 3 wt% Cu (e) 4 wt% Cu Kemudian pada paduan coran l-10,5si ditambahkan tembaga dengan komposisi 1%, 2%, 3%, dan 4% Cu yang menghasilkan peak XRD pada Gambar 2. Terlihat pada Gambar 2 tampak terjadi perubahan tinggi peak dan timbulnya peak baru akibat adanya penambahan komposisi tembaga. Hal ini terbukti dari adanya perbedaan tinggi puncak dan timbulnya peak baru pada setiap variasi penambahan tembaga sehingga dapat dikatakan indikasi terbentuknya senyawa baru yaitu senyawa l 2 Cu. Seiring bertambahnya komposisi tembaga maka tinggi intensitas senyawa l 2 Cu juga akan semakin meningkat. Terlihat adanya kenaikan intensitas l 2 Cu pada posisi 2 theta 20.5944 seiring bertambahnya komposisi tembaga pada paduan coran. C. Pengamatan Struktur Mikro Struktur mikro diamati dengan menggunakan mikroskop dengan metode rightfield sehingga permukaan yang tegak lurus arah lensa akan berwarna cerah, sedangkan permukaan yang tidak tegak lurus akan berwarna gelap. Struktur mikro paduan l-10,5si dengan penambahan tembaga dapat dilihat pada Gambar 3 hingga7. Struktur mikro pada Gambar 3 hingga 7 menunjukkan bahwa dengan setiap penambahan unsur tembaga pada paduan akan membentuk morfologi struktur mikro yang berbeda. Terlihat pada gambar terbentuk dua fasa yang dominan dengan bentuk morfologi yang berbeda yaitu fasa α-aluminium dan fasa silikon primer. Dengan setiap penambahan unsur tembaga, unsur-unsur silikon akan membentuk kelompok-kelompok dan juga sebagian ada yang masuk ke dalam matriksnya maupun pada fasa yang kaya silikon. Hal tersebut menyebabkan fasa eutektik l-si yang terbentuk sebelumnya pada Gambar 3 menjadi semakin berkurang dari Gambar 4 hingga 7 karena fasa silikonnya sendiri membentuk kelompok-kelompok (koloni) dan sebagian kecil masuk ke dalam matriksnya dan bahkan semakin banyak membentuk silikon primer berukuran besar (coarse). Dengan masuknya silikon ke dalam matriks maka matriksnya akan menjadi lebih keras, hal tersebut disebabkan karena silikon sendiri lebih keras dari pada aluminium, disamping itu juga disebabkan dengan masuknya silikon maka akan diperlukan energi yang lebih besar untuk mendeformasikan material tersebut. Gambar 3 hinga 7 juga menunjukkan bahwa terdapat partikel silikon berbentuk jarum yang dihasilkan akibat adanya unsur Fe dalam paduan yang dapat meningkatkan ketahanan aus. Selain itu juga terdapat presipitat l 2 Cu yang terlihat di beberapa gambar seperti pada Gambar 7 () yang dimana berbentuk bercak kecoklatan. danya penambahan tembaga yang kurang dari batas kelarutannya yaitu kurang dari 5,56% di dalam paduan biner maka tembaga tersebut larut dalam aluminium membentuk solid solution dan membentuk presipitat l 2 Cu. Keberadaan presipitat ini karena ukurannya yang relatif sangat kecil dan jumlahnya sedikit, tidak bisa teridentifikasi dalam penelitian ini. Selain itu fasa l 2 Cu tidak dapat diukur dengan menggunakan mikroskop optik karena masalah kekontrasan warna [4]. l-si Gambar 2 Imej Mikroskop Optik Paduan l-10,5si Tanpa Penambahan Cu (a) Perbesaran 200x (b) Perbesaran 500x Porositas l-si Gambar 3 Imej Mikroskop Optik Paduan l-10,5si-1%cu (a) Perbesaran 200x (b) Perbesaran 500x l 2Cu

4 l-si l 2Cu Gambar 4 Imej Mikroskop Optik Paduan l-10,5si 2%Cu (a) Perbesaran 200x (b) Perbesaran 500x Gambar 5 Imej Mikroskop Optik Paduan l-10,5si-3%cu (a) Perbesaran 200x (b) Perbesaran 500x Gambar 6 Imej Mikroskop Optik Paduan l-10,5si-4%cu (a) Perbesaran 200x (b) Perbesaran 500x D. Hasil Uji Kekerasan erdasarkan hasil pengujian didapatkan diameter indentasi pada spesimen uji semakin mengecil seiring bertambahnya prosentase tembaga dalam paduan. Hal ini menyebabkan nilai kekerasan brinell semakin meningkat dengan bertambahnya kadar tembaga dalam paduan l-10,5si. Diameter indentasi yang didapat dari hasi pengujian pada tiap spesimen tidak selalu sama antara satu sumbu dengan sumbu lainnya. Hal ini dikarenakan terdapat kesulitan untuk menentukan tepi dari hasil indentasi pada spesimen uji, namun perbedaan diameter ini masih dalam skala 10-5 m sehingga hanya memberi sedikit pengaruh pada hasil akhir perhitungan. l 2Cu l 2Cu Porositas Gambar 7 Nilai Kekerasan rinell Nilai kekerasan brinell meningkat dengan bertambahnya prosentase tembaga dalam paduan, hal ini terjadi karena pada saat penambahan Cu semakin besar, Si mempunyai kecenderungan untuk membentuk suatu kelompok dan sebagian menyebar ke dalam matriks. Dengan masuknya silikon ke dalam matriks maka matriksnya akan menjadi lebih keras, hal tersebut disebabkan karena silikon sendiri lebih keras dari pada aluminium, disamping itu juga disebabkan dengan masuknya silikon maka akan diperlukan energi yang lebih besar untuk mendeformasikan material tersebut. Selain itu adanya Cu yang kurang dari batas kelarutannya maka Cu tersebut larut dalam l membentuk solid solution dan membentuk presipitat l 2 Cu. Presipitat ini akan menyebabkan terjadinya tegangan pada lattis kristal l, karena presipitat ini tersebar merata dalam lattis kristal maka dapat dikatakan seluruh lattis menjadi tegang sehingga menyebabkan kekerasan menjadi naik. Dengan bertambahnya Cu maka l 2 Cu yang terbentuk juga semakin besar, sehingga lattis kristal akan semakin tegang, dengan semakin tegangnya lattis kristal inilah yang menyebabkan tingginya nilai kekerasan dengan dinaikkannya Cu [5]. E. Pengujian Ekspansi Termal Terlihat pada grafik Gambar 9 menunjukkan tentang perubahan nilai koefisien ekspansi termal awal benda uji seiring dengan naiknya temperatur. Secara umum dapat dilihat bahwa pada temperatur diatas temperatur kamar, kedua material mengalami perubahan termal ekspansi, namun perubahan termal ekspansi untuk setiap penambahan komposisi Tembaga berbeda-beda. danya kenaikan nilai koefisian ekspansi termal menunjukkan adanya pertambahan dimensi.

5 [5] Muhyin dan Suhariyanto. Pengaruh Cu Terhadap Sifat Mekanik dan Struktur Mikro Pada Paduan l-si-mg. Prosiding Pertemuan Ilmiah Sains Materi (1997). Gambar 8 Nilai Rata-Rata Koefisen Ekspansi Termal erdasarkan Gambar dan Tabel bahwa penambahan komposisi Tembaga akan mengurangi nilai koefisien ekspansi termal paduan coran l-si-cu. Spesimen tanpa penambahan Tembaga mempunyai rata-rata nilai koefisen ekspansi termal sebesar 224x10-6 / C, dengan 1% Cu sebesar 215x10-6 / C, dengan 2% Cu sebesar 230x10-6 / C, dengan 3% Cu sebesar 207x10-6 / C dan dengan 4% Cu sebesar 205,5x10-6 / C. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan komposisi Tembaga pada coran akan lebih tahan terhadap thermal stress. IV. KESIMPULN Kesimpulan dari penelitian ini didapatkan bahwa penambahan tembaga pada paduan l-10,5si dapat mempengaruhi bentuk morfologi struktur mikro dan muncul dua fasa yang dominan, fasa kaya l dan fasa kaya Si dan juga terbentuk senyawa l 2 Cu. Penambahan tembaga pada paduan l-10,5si dapat menaikkan nilai kekerasan. Nilai rata-rata kekerasan tertinggi terdapat pada hasil coran dengan 4 wt% Cu yaitu 92,2 H, sedangkan nilai terendah terdapat pada hasil coran dengan 0 wt% Cu yaitu 83 H. Penambahan tembaga pada paduan l-10,5si menurunkan nilai rata-rata koefisien ekspansi termal. Data terendah diperoleh pada komposisi 4 wt% Cu yaitu 205,5x10-6 / C, sedangkan data nilai tertinggi diperoleh pada komposisi 2 wt% Cu yaitu 230x10-6 / C. DFTR PUSTK [1] William F. Smith. Structure nd Properties of Engineering lloys. McGraw-Hill ook Company Inc (1993). [2] G. L. J. Van Vliet, W. oth. Teknologi Untuk angunan Mesin: ahan-ahan 1. Penerbit Erlangga (1984). [3] Hardi Sudjana. Teknik Pengecoran Untuk SMK. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan (2008). [4] Muzaffer Zeren, Erdem Karakulak, Serap Gumus. Influence of Cu ddition On Microstructure and Hardness of Near-Eutectic l-si-xcu-lloys. Transaction of Nonferrous Metals Society of China. Volume 21: 1698-1702 (2010).