1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tantangan yang dihadapi oleh perusahaan dewasa ini semakin berat, tantangan tersebut disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya perubahan dunia bisnis dan perkembangan teknologi yang semakin cepat, serta tuntutan pelanggan akan pelayanan yang cepat dan produk yang berkualitas. Tantangan tersebut juga dihadapi oleh industri makanan dan minuman di Indonesia dewasa ini dimana seiring berkembangnya pasar diiringi dengan semakin beragam jenis makanan dan minuman yang beredar membuat setiap perusahaan yang bergerak di industri ini bersaing ketat untuk memenangkan pasar, sehingga perlunya suatu sistem manajemen informasi yang terintegrasi agar dapat mengambil setiap keputusan yang tepat di waktu yang tepat sehingga dapat memenangkan persaingan. Berdasarkan pada data kementrian perindustrian, pertumbuhan industri makanan dan minuman pada triwulan I tahun 2015 mencapai sebesar 8,16%. Hal ini menopang sebagian besar pertumbuhan industri non migas, dimana pertumbuhan industri non migas mencapai 5,21% atau mengalami penurunan bila dibandingkan dengan pertumbuhan industri non migas triwulan I tahun 2014 yang mencapai sebesar 6,51%. Namun demikian pertumbuhan industri non migas tersebut masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi yang sebesar 4,71%. Sektor industri makanan dan minuman berkontribusi sebesar 1
2 29,95% terhadap PDB industri pengolahan non migas, sedangkan industri non migas berkontribusi sebesar 86,4% terhadap industri pengolahan atau sebesar 18,27% terhadap PDB Nasional. Hal tersebut menunjukkan bahwa sektor industri makanan dan minuman mempunyai peran yang cukup besar dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Peranan tersebut juga dapat dilihat dari sumbangan nilai ekspor produk makanan dan minuman pada Januari 2015 yang mencapai US$ 456,6 Juta mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan nilai ekspor pada Januari tahun 2014 sebesar US$ 411,5 juta (http://www.indonesia.go.id:2015). Peran penting industri makanan dan minuman terhadap perekonomian Indonesia juga dihadapkan pada tantangan perubahan dunia bisnis dan teknologi yang semakin berkembang sehingga menuntut para pengelola bisnis untuk menciptakan model-model baru dalam pengelolaan aliran produk dan informasi. Dari hal tersebut, munculah konsep Supply Chain Management (SCM) yang memodifikasi praktek traditional dari manajemen logistik kearah koordinasi dan kemitraan antara pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan aliran informasi. Tujuan dan penyempurnaan lebil lanjut atas konsep SCM adalah dalam rangka memenuhi kepuasan pelanggan, melalui peningkatan kualitas produksi serta optimalisasi kinerja operasi perusahaan. Karena produk yang mampu berkompetisi di era persaingan yang semakin ketat merupakan produk yang berorientasi kepada pemenuhan kebutuhan pelanggan. Tetapi dalam aplikasinya SCM itu sendiri perlu didukung oleh konsep lain dengan memanfaatkan kemajuan teknologi. Gabungan faktor pendukung SCM tersebut tergabung dalam sistem sumber daya perusahaan
3 yang disebut dengan Enterprise Resource Planning (ERP) atau yang lebih dikenal sebagai sistem ERP. Perusahaan besar di seluruh dunia mulai memasang sistem ERP pada tahun 1990 sebagai kerangka kerja konseptual dan katalis untuk merekayasa ulang proses bisnis mereka. ERP juga berfungsi sebagai mesin perangkat lunak penting yang dibutuhkan untuk mengintegrasikan dan menyelesaikan proses lintas fungsi yang dihasilkannya. ERP memberikan perusahaan tampilan realtime terintegrasi atas proses bisnis intinya, seperti produksi, pemrosesan pesanan, dan manajemen persediaan yang disatukan oleh aplikasi perangkat lunak ERP dan database umum yang dipelihara oleh DBMS. Sistem ERP menelusuri sumberdaya bisnis seperti kas, bahan baku, dan kapasitas produksi, serta status dari berbagai komitmen yang dibuat perusahaan seperti pesanan pelanggan, pesanan pembelian, dan penggajiana karyawan (O Brien: 2009). Enterprise resource planning atau perencanaan sumber daya perusahaan yang disingkat menjadi Sistem ERP merupakan suatu perangkat lunak yang digunakan untuk kepentingan internal perusahaan, dalam rangka meningkatkan rantai nilai dalam perusahaan. Sejarah perkembangan ERP dimulai dari 30 tahun yang lampau, munculah suatu perangkat lunak yang disebut dengan Perencanaan Permintaan Barang (Material Requirment Planning) disingkat dengan MRP. MRP adalah program komputer yang merupakan suatu sistem perencanaan guna mendukung bidang manufaktur. Perkembangan selanjutnya, munculah suatu gagasan baru yang mengabungkan sistem produksi dengan sistem penjualan. Program tersebut diberi nama CIM atau Computer Integrated Manufacturing
4 (O Brien: 2005). Integrasi antara sistem penjualan dengan sistem produksi melalui pertukaran data harian atau dalam komputer yang tersentralisasi, yang selanjutnya berkembang menjadi sistem ERP. Saat ini telah banyak perusahaan pada industri makanan dan minuman yang telah melakukan implementasi sistem ERP dalam mendukung operasional harian perusahaan, mulai dari perusahaan berskala besar seperti PT Mayora Indah Tbk menggunakan SAP R3, Orang Tua Group mengunakan Oracle dan PT Netsle Indonesia menggunakan ERP Globe (www.erpindonesia.com:2015), hingga perusahaan berskala menengah seperti PT Kokola Indonesia dan PT Jaya Swarasa Agung yang menggunakan sistem ERP dari SAP Business One. Penelitian yang dilakukan oleh Ilham Arief Gautama pada tahun 2012 menjelaskan sistem ERP yang diterapkan oleh PT Nestle Indonesia membawa dampak yang sangat signifikan terhadap perkembangan bisnis perusahaan, hal ini dikarenakan seluruh pabrik yang tersebar diberbagai lokasi di Indonesia seperti Lampung dan Karawang dapat terintegrasi secara realtime ke kantor pusat di Jakarta melalui sistem ERP Globe. Kehadiran sistem ERP membuat perusahaan bisa mensinergikan keseluruhan proses bisnis yang ada sehingga dicapai suatu proses bisnis yang efektif dan efisien, serta memberikan kemudahan bagi terjadinya transfer pengetahuan antar masing-masing karyawan maupun antar divisi. Selain itu perusahaan mampu memberikan pelayanan yang semakin baik kepada Sistem Informasi Manajemen, serta perusahaan mampu menekan biaya seminimal mungkin hasil dari efisiensi dan efektifitas kerja pada semua lini bisnis.
5 Dalam rangka meningkatkan integrasi data sepanjang informasi rantai nilai di PT Jaya Swarasa Agung yang merupakan suatu perusahaan yang bergerak dalam industri makanan telah melakukan implementasi sistem ERP dari SAP Business One sejak agustus 2014. Implementasi yang dilakukan meliputi daerah kerja purchasing, inventory and warehouse, formulating, production, accounting and finance, sales and marketing. PT Jaya Swarasa Agung berawal dari perusahaan kecil (home industry) yang memproduksi wafer stick 20 tahun yang lalu, telah tumbuh menjadi perusahaan berskala menengah yang fokus memproduksi produk-produk jenis wafer stick, extruder, confectionary dan biskuit seperti dapat dilihat pada Gambar 1.1 Gambar 1.1 Produk-produk PT Jaya Swarasa Agung Sumber: PT Jaya Swarasa Agung (2015) SAP Business one merupakan sistem ERP yang cukup populer di kalangan perusahaan berskala menengah dan telah banyak diimplementasikan oleh perusahaan-perusahaan di dunia, yang memiliki fitur-fitur yang dibutuhkan untuk
6 mendukung operasional perusahaan seperti sales and marketing, logistic, accounting and finance, procurement, light production dan inventory (http://go.sap.com:2015). SAP merupakan salah satu perusahaan vendor ERP terbesar yang banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan terkemuka. Dikemukakan dalam jurnal oleh Berg dan Stylianou (2009) bahwa berdasarkan survey yang dilakukan pada tahun 2005 terhadap 872 vendor outsourcing, teridentifikasi bahwa lebih dari 115 perusahaan menggunakan jasa outsource SAP. Dan pada tahun 2007, SAP AG mendapatkan penghasilan sebesar $15 milyar. Seiring berjalannya waktu setelah impelemntasi sistem ERP dari quarter empat tahun 2014 hingga kuartal tiga tahun 2015 banyak ditemukan laporan bahwa bagian sales dan marketing mengeluhkan sering tidak terpenuhinya permintaan konsumen akibat stok tidak ada (out of stock), sehingga menimbulkan hilangnya potensi penjualan (lost sales). Keluhan yang berlawanan juga terjadi di bagian produksi dimana beberapa item produk menumpuk di gudang (over of stock) karena tidak terserap oleh pasar sehingga meningkatkan resiko kerugian perusahaan akibat stok persediaan yang mengendap di gudang, hal ini memaksa pihak managemen untuk mengeluarkan program diskon besar besaran agar pasar mau menyerap produk tersebut. Kedua fenomena tersebut menunjukan gejala kesalahan perencanaan produksi akibat adanya informasi yang hilang di sepanjang rantai nilai.
7 Fenomena yang ditimbulkan dari keselahan pengendalian persediaan ini telah mengakibatkan banyak kerugian bagi perusahaan diantaranya: 1. Hilangnya rata-rata potensi penjualan (lost sales) selama satu tahun sebesar 19,1% akibat tidak ERPenuhinya baik jumlah item maupun kuantiti item yang dipesan oleh pelanggan, dapat dilihat pada Gambar 1.2 adanya gap lost sales selama periode dua belas bulan. Gambar 1.2 Lost Sales Agustus 2014 Juli 2015 Sumber: PT Jaya Swarasa Agung (2015) 2. Mengendapnya persediaan barang jadi untuk item dengan kategori slow moving di gudang dalam tempo waktu yang cukup lama akibat tidak terserap oleh pasar, yang kemudian memaksa pihak manajemen melakukan program diskon yang besar agar dapat terserap oleh pasar, hal ini dapat dilihat pada Gambar 1.3.
8 Gambar 1.3 Inventory Moving Stock Agustus 2014 Juli 2015 Sumber: PT Jaya Swarasa Agung (2015) Fenomena tersebut muncul diduga akibat sistem ERP yang digunakan saat ini memiliki kekurangan sebagai berikut: 1. Tidak memiliki modul untuk sistem perencanaan produksi (production planning), 2. Tidak memiliki modul untuk sistem peramalan permintaan konsumen (demand forecasting), 3. Selain itu sistem ERP saat ini memiliki kelemahan lain seperti kurangnya integrasi data antara sistem penjualan dengan sistem produksi, keterbatasan dalam mengambil data sales out ke konsumen akhir serta tidak adanya sistem CRM (Customer Relationship Management) mengakibatkan original demand dari konsumen tidak sampai ke bagian produksi. Absen nya modul-modul yang dibutuhkan tersebut membuat sering kali pabrik melakukan salah produksi, yaitu memproduksi barang yang tidak tepat pada waktu
9 yang kurang tepat, kesalahan ini muncul karena perencanaan produksi tidak melibatkan data kebutuhan pasar yang sebenarnya, dampaknya adalah ada item produk yang out of stock dan ada item yang over of stock. Forslund dan Jonsson (2010) menuliskan dalam penelitian nya bahwa sistem ERP yang baik untuk perusahaan manufacturing adalah sistem ERP yang dapat mengakomodir aktifitas produksi secara komperhensif mulai dari tahap peramalan penjualan (forecasting module), integrasi data permintaan hingga mensugesti perencanaan produksi (recommended production), sehingga bagian produksi (PPIC) memiliki data yang akurat dalam menyusun perencanaan produksi. Berdasarkan penelitian Barlas dan Gunduz (2011) menyatakan bahwa original demand dari konsumen merupakan komponen yang sangat penting dalam menyusun peramalan untuk bagian produksi, sehingga pada sistem ERP yang baik harus memeperhitungkan data permintaan sebagai dasar menyusun rencana produksi. Penelitian lain yang dilakukan oleh Reyes dan Raisinghani (2006) meneliti bahwa kompetisi global saat ini telah meningkatkan kebutuhan kombinasi manufacturing dengan teknologi informasi dalam hal meningkatkan secara berkesinambungan keluwesan produksi dan kualitas produk, distribusi dan harga. Reyes dan Raisinghani menyatakan bahwa Integrasi antara teknologi informasi dengan knowledge management berdampak pada peningkatan dalam perencanaan produksi yang lebih akurat dan inventory control yang lebih baik. Peran peramalan dan perencanaan produksi sangat penting bagi proses produksi industri makanan khususnya di PT Jaya Swarasa Agung, sehingga diperlukan suatu solusi perancangan sistem pelengkap (add-on system) pada sistem ERP yang digunakan saat ini meliputi add-on sistem peramalan
10 penjualan (forecasting) dan add-on perencanaan produksi (production planning) yang dapat menyajikan data yang akurat sehingga sistem ERP dapat mengeluarkan data rekomendasi produksi (recommendation production data) bagi bagian produksi (PPIC) sebagai dasar yang baik dalam menyusun perencanaan produksi dan diharapkan dapat memberikan solusi pada permasalahan tersebut. 1.2 Identifikasi, Perumusan, dan Batasan Masalah 1.2.1 Identifikasi Masalah Berdasarkan hasil analisis terhadap sistem ERP yang digunakan saat ini maka terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi oleh PT Jaya Swarasa Agung sebagai berikut: 1. Sering terjadi hilangnya potensi penjualan (lost sales) akibat barang yang dipesan oleh konsumen tidak dapat terpenuhi. 2. Sering terjadi kekurangan barang (out of stock) akibat kurang di produksi. 3. Sering terjadi penumpukan barang (over of stock) akibat kurang terserap pasar sehingga menimbulkan kerugian pada penumpukan persedian barang jadi. 4. Absen nya modul sales forecasting dan modul production planning dalam Sistem ERP yang digunakan saat ini. 1.2.2 Rumusan Masalah. Rumusan masalah yang akan diteliti pada penelitian ini adalah bagaimana perancangan suatu sistem pelengkap (add-on system) pada sistem ERP SAP Business One di PT Jaya Swarasa Agung dapat mendukung sistem pengendalian persediaan untuk mengatasi hilangnya potensi penjualan (lost sales), mengatasi
11 kekurangan barang (out of stock) dan mengatasi penumpukan barang (over of stock). 1.2.3 Batasan Masalah Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Konsep sistem ERP merupakan sistem perencanaan perusahaan yang sangat luas. Namun pada penelitian ini hanya menitik beratkan pada modul produksi, hal ini dikarenakan pada modul yang lain pada sistem ERP yang digunakan saat ini sudah cukup memberikan hasil yang baik. 2. Sistem pelengkap (add-on system) yang dikembangkan hanya fokus pada sistem peramalan penjualan (forecasting) dan perencanaan produksi (production planning), dikarenakan pada modul produksi sistem ERP saat ini belum mendukung fitur peramalan dan perencanaan produksi. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah melakukan perancangan sistem pelangkap (add-on system) untuk mengatasi fenomena permasalahan hilangnya beberapa informasi pada sistem supply chain sistem ERP SAP Business One yang saat ini digunakan oleh PT Jaya Swarasa Agung, sehingga diharapkan kendala pegendalian persediaan yang ditemukan pada sistem rantai nilai saat ini dapat diselesaikan melalui perancangan add-on system yang dibuat pada penelitian ini.
12 1.3.2 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah adalah merancang suatu sistem pelengkap (add-on) pada sistem ERP SAP Business One di PT Jaya Swarasa Agung yang dapat mendukung sistem pengendalian persedian untuk mengatasi hilangnya potensi penjualan (lost sales), mengatasi kekurangan barang (out of stock) dan mengatasi penumpukan barang (over of stock). 1.4 Manfaat dan Kegunaan Penelitian 1.4.1 Manfaat Penelitian Manfaat kedalam bagi PT Jaya Swarasa Agung dari penelitian ini adalah perbaikan kualitas informasi pada sistem supply chain perusahaan melalui sistem ERP yang sudah diperbaiki melalui pembuatan dan perancangan add-on system, sehingga dapat meningkatkan performa aliran informasi dari permintaan hingga produksi dan distribusi ke pelanggan sehingga dapat meningkatkan profatibilitas perusahaan dan meningkatkan kepuasan pelanggan. Manfaat secara umum bagi dunia akademis adalah memberikan sumbangan pengetahuan mengenai add-on system pada sistem ERP. Bahwa untuk suatu proses bisnis yang khusus pada industri tertentu dimana fitur sistem ERP secara standar tidak dapat memenuhinya maka dapat dilakukan custom terhadap sistem ERP yang digunakan melalui perancangan dan pembuatan add-on system. Seperti yang dilakukan pada penelitian ini adalah merancang dan membuat sistem addon pada SAP Business One untuk modul forecasting dan production planning pada PT Jaya Swarasa Agung.
13 1.4.2 Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Dengan ditambahkannya modul pelengkap (add-on system) pada sistem ERP yang digunakan oleh PT Jaya Swarasa Agung maka diharapkan akan meningkatkan produktifitas perusahaan sehingga informasi permintaan pelanggan dapat sampai ke bagian produksi dan dapat dijadikan bahan perhitungan untuk produksi pada periode selanjutnya dan tidak terjadi lagi kekurangan item produk yang di pesan oleh pelanggan. 2. Dengan informasi permintaan yang benar maka bagian produksi dapat memproduksi item produk dengan volume yang tepat sehingga tidak terjadi lagi penumpukan persedian barang jadi di gudang. 3. Dengan membaiknya sistem supply chain dari permintaan pelanggan ke bagian produksi serta distribusi kembali ke pelanggan dapat meningkatkan kepuasan pelanggan.