BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. luas. Fenomena ini sudah ada sejak dulu hingga sekarang. Faktor yang mendorong

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mencari pengalaman hidup serta ingin menuntut ilmu yang lebih tinggi di

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN PENYESUAIAN DIRI MAHASISWA PERANTAU ASAL LAMPUNG NASKAH PUBLIKASI. Oleh : Novia Karmiana F

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA PERANTAU NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian diri di lingkungan sosialnya. Seorang individu akan selalu berusaha

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan untuk mengerti dan mengendalikan emosi (Susilo, 2008). rasional berfungsi utama pada jenis Homo sapiens, makhluk mamalia

HUBUNGAN ANTARA GEGAR BUDAYA DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA BERSUKU MINANG DI UNIVERSITAS DIPONEGORO

HUBUNGAN ANTARA KEMANDIRIAN DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA BARU YANG MERANTAU DI KOTA MALANG

I. PENDAHULUAN. masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial emosional.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang harus hidup di tengah lingkungan sosial. Melalui proses sosialisasi. mengadakan interaksi sosial dalam pergaulannya.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pada remaja dapat diselesaikan. Apabila tugas tugas pada remaja

BAB I PENDAHULUAN. gelar tinggi belum tentu sukses berkiprah di dunia pekerjaan. Seringkali mereka

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi muda yang berperan sebagai penerus cita-cita

BAB I PENDAHULUAN. hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupannya, keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jiwa, kepribadian serta mental yang sehat dan kuat. Selayaknya pula seorang

BAB I PENDAHULUAN. dapat meraih hasil belajar yang relatif tinggi (Goleman, 2006).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia,1998), seringkali menjadi tema dari banyak artikel, seminar, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehidupan anak kost tidak dapat terlepas dengan anak kos t yang lain.

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

PENDAHULUAN Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik di lingkungan tempat mereka berada. Demikian halnya ketika

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam perkembangannya memiliki suatu tugas berupa tugas. perkembangan yang harus dilalui sesuai dengan tahap perkembangannya.

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.

BAB II LANDASAN TEORITIK

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah yang sering terjadi pada masa remaja yaitu kasus pengeroyokan

BAB I PENDAHULUAN. masa depan dengan segala potensi yang ada. Oleh karena itu hendaknya dikelola baik

PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. bidang humanistic skill dan professional skill. Sehingga nantinya dapat

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pembangunan. Oleh karena itu, guru yang merupakan salah satu unsur di bidang

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan formal. Pendidikan sebagai sistem terdiri dari tiga komponen, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Bab pendahuluan ini membahas masalah yang berhubungan dengan penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bertentangan dengan hukum dan undang-undang. Tingkat krminalitas di Indonesia

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DAN KEYAKINAN DIRI (SELF-EFFICACY) DENGAN KREATIVITAS PADA SISWA AKSELERASI

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. belajar di sekolah. Hal ini sesuai pendapat Ahmadi (2005) yang menyebutkan

BAB I PENDAHULUAN. prestasi belajarnya. Namun dalam upaya meraih prestasi belajar yang. memuaskan dibutuhkan suatu proses dalam belajar.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Belajar merupakan suatu proses yang berlangsung secara aktif dan integratif untuk mencapai suatu

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa di Indonesia sebagian besar masih berusia remaja yaitu sekitar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. maupun swasta namun, peningkatan jumlah perguruan tinggi tersebut tidak dibarengi

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan kinerja karyawan menurun. Penurunan kinerja karyawan akan

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam

BAB I PENDAHULUAN. tingkat kecerdasan intelektual atau Intelligence Quotient (IQ) yang tinggi,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Syifa Zulfa Hanani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesepian. dan terpisah dari mereka yang ada sekitar anda (Beck & Dkk dalam David G.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keberadaan orang lain dalam hidupnya. Dorongan atau motif sosial pada manusia,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan elemen penting bagi kehidupan. Menurut. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 pasal (1) ayat 1,

ARIS RAHMAD F

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti

BAB II KAJIAN TEORI. hakikatnya pengalaman emosional akan selalu mengalir dan berkelanjutan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang memiliki dorongan untuk

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013

I. PENDAHULUAN. dasarnya, manusia berkembang dari masa oral, masa kanak-kanak, masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. yang lain untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, baik kebutuhan secara

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber. daya manusia untuk pembangunan bangsa. Whiterington (1991, h.

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau. perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui sampai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi saat ini persaingan dalam dunia bisnis sangat ketat, oleh sebab

BAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menyenangkan dan muncul dalam bermacam-macam bentuk dan tingkat kesulitan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia menjadi sehat dan kuat secara jasmani maupun rohani atau dalam istilah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Goleman (1993), orang yang ber IQ tinggi, tetapi karena

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat biasanya mengartikan anak berbakat sebagai anak yang

BAB 1 PENDAHULUAN. karena remaja tidak terlepas dari sorotan masyarakat baik dari sikap, tingkah laku, pergaulan

BAB I PENDAHULUAN. etimologis, remaja berasal dari kata Latin adolensence yang berarti tumbuh atau

SANGAT CERDAS, MEMANG BERKEBUTUHAN KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN. dan pengurus pondok pesantren tersebut. Pesantren memiliki tradisi kuat. pendahulunya dari generasi ke generasi.

HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA SISWA AKSELERASI. Widanti Mahendrani 1) 2)

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-makhluk ciptaan Tuhan yang lain. Manusia sebagai individu dibekali akal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. malu, benci, dan ketakberdayaan pada realitas hidup. Stres bisa menyerang siapa

BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN. ada di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (FEB-UB). Jika

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merantau merupakan salah satu fenomena sosial yang memiliki dampak luas. Fenomena ini sudah ada sejak dulu hingga sekarang. Faktor yang mendorong seseorang untuk merantau, salah satunya untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Tentunya hal ini terkait dengan kondisi pendidikan di Indonesia yang cukup memprihatinkan. Tidak meratanya pendidikan serta terbatasnya sarana prasarana merupakan kendala yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia. Masalah yang menghambat pelaksanaan pemerataan pedidikan yaitu alokasi dana yang minim untuk daerah-daerah yang jauh dari pusat kekuasaan, sedangkan yang sudah mendapatkan sarana prasarana mencukupi, kurang dapat memanfaatkannya dengan baik. Tidak meratanya kualitas pendidikan terutama di tingkat perguruan tinggi mendorong orang untuk merantau. Fenomena mahasiswa perantau umumnya bertujuan untuk meraih kesuksesan melalui kualitas pendidikan yang lebih baik pada bidang yang diinginkan. Fenomena ini juga dianggap sebagai usaha pembuktian kualitas diri sebagai orang dewasa yang mandiri dan bertanggung jawab dalam membuat keputusan (Santrock, 2002). Menurut kamus bahasa Indonesia (2005), mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi. Usia mahasiswa umumnya berkisar antara 18-25 tahun untuk strata 1 (S1) yang dalam kategori psikologi berada pada masa remaja akhir atau dewasa awal. Sebagian besar mahasiswa berada pada masa peralihan tersebut. Sebagai masa peralihan, mahasiswa sudah tidak pantas dan tidak mau 1

2 dianggap anak-anak, terutama dari segi fisik. Tetapi, dari segi kepribadian, baik dalam emosi, cara berpikir, dan bertindak masih sering menampakkan diri ketidakdewasaan, seperti masih sering terombang-ambing, terpengaruh dan tergantung kepada orang lain (Nurhayati, 2011). Menurut Fuhrman (dalam Wisanti, 2004) remaja akhir memiliki keinginan yang kuat untuk mengikuti dan menyesuaikan diri dengan kelompok serta lingkungannya. Mahasiswa perantau yang belajar di Perguruan tinggi telah berada pada lingkungan yang setahap lebih luas dibandingkan saat duduk di bangku sekolah menengah. Bertemu dengan banyak orang yang mempunyai latar belakang budaya yang berbeda-beda di lingkungan tempat merantau, ia akan berhadapan dengan harapan dan tuntutan tertentu dari lingkungan yang harus dipenuhinya. Mahasiswa perantau juga memiliki kebutuhan, harapan dan tuntutan didalam dirinya yang harus diselaraskan dengan tuntutan dari lingkungan. Hal-hal yang tidak biasa dilakukan dirumah akan dilakukan ditempat merantau, karena harus memenuhi tuntutan perubahan yang berada di sekelilingnya. Proses penyesuaian diri diperlukan ketika seseorang memasuki situasi dan kondisi lingkungan yang baru, dan hal yang sama tentu saja akan dialami oleh mahasiswa (Sobur, 2009). Dalam hal ini, tidak terlepas dari mahasiswa perantau yang menghadapi situasi dan kondisi lingkungan baru yang mau tidak mau dituntut untuk melakukan penyesuaian diri yang lebih. Mahasiswa perantau perlu bersosialisasi dengan teman yang berasal dari berbagai daerah yang tentunya berbeda bahasa, baik di lingkungan tempat tinggal maupun lingkungan kampus. Selain itu, mahasiswa perantau dituntut untuk pintar mengelola keuangan yang

3 diperoleh setiap bulannya dari orang tua. Oleh karena itu, mahasiswa perantau membutuhkan kemampuan penyesuaian diri yang mumpuni. Menurut Kartono (2008) penyesuian diri merupakan usaha manusia untuk mencapai harmoni pada diri sendiri dan pada lingkungan, sehingga rasa permusuhan, dengki, iri hati, prasangka, depresi, kemarahan dan emosi negatif yang lain sebagai respon pribadi yang tidak sesuai dan kurang efisien bisa dikikis habis. Maka dari itu penyesuaian diri merupakan proses dinamis yang bertujuan untuk mengubah tingkah laku individu agar dari perubahan tingkah laku tersebut dapat terjadi hubungan yang lebih sesuai antara individu dan lingkungannya. Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti, pada tanggal 5 desember 2015. Peneliti melakukan pengambilan data awal berupa penyebaran kuesioner kepada mahasiswa-mahasiswi perantau asal Lampung di Surakarta angkatan 2012 hingga angkatan 2015 untuk mengetahui penyesuaian diri pada mahasiswa-mahasiswi perantau tersebut. Setelah melakukan penyebaran kuesioner, pada 40 orang mahasiswa-mahasiswi perantau didapatkan hasil bahwa sebanyak 45% mahasiswa merasa sedih dan rindu dengan keluarga yang ada di kampung halaman. Selain itu, ketakutan dan kesepian juga dirasakan oleh mahasiswa-mahasiswi perantauan tersebut ketika pertama kali tinggal jauh dari orang tua. Kemudian, 30% mahasiswa mengatakan bahwa perbedaan bahasa merupakan perbedaan yang paling utama dirasakan ketika pertama kali tinggal di perantauan. ketika di kampung halaman, bahasa yang digunakan sehari-hari yaitu bahasa lampung dan bahasa indonesia, sedangkan ketika di perantauan bahasa yang digunakan yaitu bahasa jawa dan indonesia. Sehingga, orang yang diajak

4 berbicara tidak mengerti maksud perkataannya dan membuat pemahaman yang salah terhadap apa yang dikatakan kepada lawan bicaranya. 17,5% mahasiswa mengatakan makanan menjadi salah satu yang harus dihadapi ketika di perantauan, karena makanan di Jawa yang manis berbeda dengan makanan di sumatra yang terasa pedas dan tidak perlu mencari karena ketika dirumah makanan sudah disediakan ibu dirumah. dan 7,5% mahasiswa merasa tidak betah karena belum memiliki teman dekat di perantauan. Berdasarkan kuesioner peneliti menyimpulkan bahwa mahasiswa perantau asal Lampung mengalami permasalahan penyesuaian diri, salah satunya perbedaan bahasa dan budaya. Hal-hal yang dirasakan oleh mahasiswa perantau ketika tinggal di perantauan antara lain yaitu, merasa sedih dan rindu dengan keluarga di kampung halaman, merasa takut karena baru pertama kali tinggal di perantauan, merasa kesepian, tidak betah, jenis makan berbeda dan ketidaksiapan untuk hidup mandiri. Transisi dalam kehidupan menghadapkan individu pada perubahanperubahan dan tuntutan-tuntutan sehingga diperlukan adanya penyesuaian diri. Runyon dan Haber (Irene, 2013) mengatakan bahwa setiap orang pasti mengalami masalah dalam mencapai tujuan hidupnya dan penyesuaian diri sebagai keadaan atau sebagai proses. Mereka terus menerus mengubah tujuannya sesuai dengan keadaan lingkungannya. Individu mengubah tujuan dalam hidupnya seiring dengan perubahan yang terjadi dilingkungannya. Berdasarkan konsep penyesuaian diri sebagai proses penyesuaian diri yang efektif dapat diukur dengan mengetahui

5 bagaimana kemampuan individu menghadapi lingkungan yang senantiasa berubah. Kemampuan menyesuaikan diri setiap orang berbeda-beda, tergantung pada berbagai faktor. Salah satu faktornya ialah kecerdasan emosi (Fatimah, 2006). Emosi merupakan salah satu karakteristik personal yang mempengaruhi penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungannya. Untuk dapat melakukan penyesuaian diri yang baik di perantauan, kecerdasan emosi mempunyai peranan yang sangat penting. Mahasiswa perantau yang matang secara emosional lebih dapat diterima dalam lingkungan sosialnya. Menurut Goleman (2006) kecerdasan emosi adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan serta mengatur keadaan jiwa. Dengan kecerdasan emosional tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati. Selain itu, meningkatkan kualitas kecerdasan emosi sangat berbeda dengan IQ. Karena kemampuan yang murni kognitif relatif tidak berubah, maka kecakapan emosi dapat dipelajari kapan saja. Tidak peduli orang itu peka atau tidak, pemalu, pemarah atau sulit bergaul dengan orang lain sekalipun dengan motivasi dan usaha yang benar, dapat mempelajari dan menguasai kecakapan emosi tersebut. Hurlock (2002) mengatakan bahwa individu yang matang emosinya memiliki kontrol diri yang baik, mampu mengekspresikan emosinya dengan tepat atau sesuai dengan keadaan yang dihadapinya, sehingga lebih mampu beradaptasi karena dapat menerima beragam orang dan situasi dan memberikan reaksi yang

6 tepat sesuai dengan tuntutan yang dihadapi. Ketika seorang mahasiswa perantau mampu berbagi cerita mengenai emosi yang dirasakannya, seperti senang maupun sedih kepada temannya, individu tersebut dapat dikatakan memiliki penyesuaian diri yang baik. Hal tersebut karena individu yang mampu mengekspresikan emosi kepada temannya memiliki emosi yang stabil sehingga mampu menyesuaikan diri. Hal di atas memberikan gambaran bahwa penyesuaian diri merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi oleh mahasiswa perantau. Penyesuaian diri dibutuhkan untuk menghadapi lingkungan baru yang berbeda dengan lingkungan sebelumnya, lingkungan tersebut mencakup lingkungan fisik dan sosial. Perubahan lingkungan fisik dan sosial merupakan kondisi yang harus dihadapi oleh mahasiswa perantau. Dibutuhkan penyesuaian dari mereka untuk mengantisipasi timbulnya masalah. Pada dasarnya kemampuan yang dimiliki setiap individu dalam menyesuaikan diri di lingkungan baru berbeda-beda. Ada yang mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri, namun ada juga yang tidak mengalami kesulitan meskipun dalam situasi dan kondisi yang sama. Mahasiswa perantau membutuhkan penyesuaian di lingkungan baru guna memenuhi tuntutan-tuntutan yang sifatnya internal dan eksternal. Menurut Lazarus (dalam Gunarsa, 2006), tuntutan internal adalah tuntutan yang berupa dorongan atau kebutuhan yang berasal dari diri individu. Sedangkan tuntutan yang eksternal adalah tuntutan yang berupa dorongan atau kebutuhan yang berasal dari luar diri individu dan lingkungan sosial. Pada prinsipnya kedua tuntutan itu harus terpenuhi secara seimbang. Dengan terpenuhinya segala tuntutan tersebut maka tujuan utama dari merantau akan tercapai dan tidak sia-sia. Karena kunci

7 keberhasilan dari seorang perantau adalah kemampuannya dalam melakukan penyesuaian di daerah rantau. Astin (Santrock, 2008) dalam penelitian yang telah dilakukan pada 3000 mahasiswa baru di 500 universitas berbagai belahan dunia mengatakan mahasiswa baru di universitas tampaknya lebih banyak mengalami tekanan dan depresi dari pada di masa lalu. Ketakutan akan kegagalan seringkali menjadi alasan terjadinya stres dan depresi di antara mahasiswa. Mahasiswa yang kurang berhasil dalam menyelaraskan diri dengan dirinya sendiri maupun dengan lingkungannya seringkali membuat pola-pola perilaku yang keliru (maladjustment). Berdasarkan fenomena yang diuraian pada latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan rumusan masalah, apakah ada hubungan antara kecerdasan emosi dengan penyesuaian diri mahasiswa perantau asal Lampung. Untuk mengkaji permasalahan secara empiris maka peneliti mengajukan judul penelitian : HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN PENYESUAIAN DIRI MAHASISWA PERANTAU ASAL LAMPUNG B. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Hubungan antara kecerdasan emosi dengan penyesuaian diri pada mahasiswa perantau asal Lampung. 2. Sumbangan efektif kecerdasan emosi terhadap penyesuaian diri pada mahasiswa perantau asal Lampung.

8 3. Tingkat kecerdasan emosi dan penyesuaian diri pada mahasiswa perantau asal Lampung. C. Manfaat Penelitian 1. Secara teoretis Penelitian ini dapat memberikan sumbangan informasi bidang ilmu psikologi sosial untuk memperluas pemahaman dan wacana pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya mengenai hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan penyesuaian diri pada mahasiswa perantau. 2. Secara praktis a. Bagi mahasiswa Memberikan informasi yang berkaitan dengan dan penyesuaian diri, Kecerdasan Emosi sehingga diharapkan mahasiswa perantau memahami pentingnya Kecerdasan emosi sebagai salah satu upaya meningkatkan penyesuaian diri. b. Bagi Instansi / Fakultas Penelitian ini memberikan informasi empiris dan jika memungkinkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan atau keputusan sebagai upaya mengoptimalkan Kecerdasan Emosi dan penyesuaian diri pada mahasiswa perantau. c. Bagi peneliti selanjutnya Penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi dan acuan untuk mengembangkan penelitian yang sejenis, khususnya mengenai hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan penyesuaian diri pada mahasiswa perantau