Jurnal Anestesiologi Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pada kasus-kasus pembedahan seperti tindakan operasi segera atau elektif

EFEKTIVITAS ANALGETIK PREEMTIF TERHADAP KEDALAMAN ANESTESI PADA ODONTEKTOMI LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. sebelum pindah ke ruang perawatan atau langsung dirawat di ruang intensif. Fase

BAB I. PENDAHULUAN. perubahan klinis dan psikologis sehingga meningkatkan morbiditas, mortalitas,

BAB I PENDAHULUAN. beberapa dekade terakhir ini, namun demikian perkembangan pada

PENGARUH PEMBERIAN ANALGESIK PREEMTIF TERHADAP DURASI ANALGESIA PASCA ODONTEKTOMI LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. emosional atau mengalami cemas akan mengalami rasa nyeri yang hebat setelah

BAB III METODE PENELITIAN. B. Tempat Penelitian dilakukan di ICVCU Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta

ELEVASI KAKI EFEKTIF MENJAGA KESTABILAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN DENGAN SPINAL ANESTESI

BAB I PENDAHULUAN. penyebab kematian nomor 7 (5,7%). Menurut statistik rumah sakit dalam Sistem

PERBANDINGAN RESPON HEMODINAMIK DAN TINGKAT KESADARAN PASCA PEMAKAIAN ISOFLURAN DAN SEVOFLURAN PADA OPERASI MAYOR DI DAERAH ABDOMEN SKRIPSI

PERBEDAAN PERUBAHAN TEKANAN DARAH ARTERI RERATA ANTARA PENGGUNAAN DIAZEPAM DAN MIDAZOLAM SEBAGAI PREMEDIKASI ANESTESI

BAB IV METODE PENELITIAN

EFEKTIVITAS PARASETAMOL UNTUK NYERI PASCA OPERASI DINILAI DARI VISUAL ANALOG SCALE LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS TRAMADOL DENGAN KOMBINASI TRAMADOL + KETOLORAC PADA PENANGANAN NYERI PASCA SEKSIO SESAREA

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian hasil karya tulis ilmiah mahasiswa Program Strata-1 Kedokteran Umum

PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI PERNAFASAN PADA TERAPI LATIHAN PASIF MENURUNKAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN LUKA BAKAR DERAJAT II DI RSUP SANGLAH DENPASAR

BAB 1 PENDAHULUAN. Penatalaksanaan nyeri pasien operasi selalu menjadi tantangan karena

HUBUNGAN PEMBERIAN LIDOCAIN 1,5mg/kg/jam INTRAVENATERHADAP NYERI PASCA LAPAROTOMI DINILAI DENGAN VISUAL ANALOG SCALE

BAB I 1PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Universitas Sumatera Utara

EFEKTIVITAS PARASETAMOL UNTUK NYERI PASCA OPERASI DINILAI DARI VISUAL ANALOG SCALE JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

BAB I PENDAHULUAN. disertai oleh kerusakan jaringan secara potensial dan aktual. Nyeri sering dilukiskan

TERAPI TOPIKAL AZELAIC ACID DIBANDINGKAN DENGAN NIACINAMIDE+ZINC PADA AKNE VULGARIS LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Anestesi spinal telah digunakan sejak tahun 1885 dan sekarang teknik ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. proliferatif, dan fase remodeling. Proses-proses tersebut akan dipengaruhi oleh faktor

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. aplikasi lebih luas daripada anestesi spinal. Blok epidural dapat dilakukan pada

PELAYANAN SPECIAL DENTAL CARE DI BAGIAN BEDAH MULUT FKG UNPAD / PERJAN RS. DR. HASAN SADIKIN BANDUNG ABSTRAK

PENGARUH EKSTRAK ETANOL RIMPANG KENCUR (Kaempferia YANG DIINDUKSI ASAM ASETAT ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di instalasi rekam medik RSUP dr. Kariadi Semarang,

PENGARUH PEMBERIAN PARASETAMOL 1000 MG INTRAVENA PERIOPERATIF TERHADAP PENGGUNAAN FENTANYL PADA PASIEN KRANIOTOMI DI RSUP DR.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. kecenderungan konsumsi (pola penggunaan) obat, sebagai ukuran untuk

BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pedoman penyelanggaran pelayanan Intensive Care Unit (ICU) di

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang berjudul Evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik untuk

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah penelitian quasi eksperimental untuk

Pedoman Pelayanan Anastesi

BAB I PENDAHULUAN. memfokuskan diri dalam bidang life support atau organ support pada pasienpasien

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. subarachnoid sehingga bercampur dengan liquor cerebrospinalis (LCS) untuk mendapatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

EFIKASI PATIENT CONTROLLED ANALGESIA MORFIN SUBKUTAN TERHADAP PATIENT CONTROLLED ANALGESIA MORFIN INTRAVENA PASCAOPERASI SEKSIO SESAREA

BAB IV METODE PENELITIAN

SURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN

Lama Analgesia Lidokain 2% 80 mg Dibandingkan Kombinasi Lidokain 2% dan Epinefrin pada Blok Subarakhnoid

JURNAL KOMPLIKASI ANESTESI VOLUME 1 NOMOR 3, AGUSTUS 2014 TINJAUAN PUSTAKA. Strategi Layanan Nyeri Akut Center di DIY

BAB I PENDAHULUAN. modalitas sensorik tetapi adalah suatu pengalaman 1. The

BAB III METODE PENELITIAN. quasi eksperiment dengan bentuk pretest posttest with control. group, dengan desain penelitian sebagai berikut:

PENGARUH INJEKSI TUNGGAL BLOK PARAVERTEBRA TERHADAP KADAR KORTISOL PLASMA PASIEN OPERASI TUMOR PAYUDARA JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Alfiani Sofia Qudsi 1, Heru Dwi Jatmiko 2

PERBEDAAN HEMODINAMIK PRE DAN POST OPERASI ANTARA ANESTESI UMUM DAN ANESTESI REGIONAL PADA PASIEN SEKSIO SESAREA DENGAN PRE-EKLAMPSIA BERAT

JUMLAH PASIEN MASUK RUANG PERAWATAN INTENSIF BERDASARKAN KRITERIA PRIORITAS MASUK DI RSUP DR KARIADI PERIODE JULI - SEPTEMBER 2014

BAB I PENDAHULUAN. kita dan lain pihak merupakan suatu siksaan. Definisi menurut The International

BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang keilmuan penelitian ini adalah ilmu anestesiologi dan terapi intensif.

KEBIJAKAN DAN PROSEDUR MANAGEMEN NYERI DI RUMAH SAKIT

Periode 1 Agustus 30 September

Pengaruh Pemberian Teh Hitam terhadap VO 2 max dan Pemulihan Denyut Nadi Pasca Melakukan Latihan Treadmill

EFEKTIVITAS PEMBERIAN AROMATERAPI LEMON DAN LAVENDER TERHADAP TINGKAT NYERI PADA SAAT PEMASANGAN INFUS DI IGD RSUD

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN. Prijonegoro Sragen dan Puskesmas Sidoharjo Sragen. Penelitian ini berlangsung bulan Maret-Juni 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. dilakukan dengan memberikan pretest (sebelum perlakuan) dan. penelitian kuasi eksperimental dengan metode non-randomized

BAB 4 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Bagian Ilmu Kesehatan Anak

Bagian Anestesesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado

ANTICOAGULANT Quick Outlook To Guideline Review Widya Istanto Nurcahyo

SKRIPSI EFEKTIFITAS PEMBIDAIAN BACK SLAB CAST DAN SPALK TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN FRAKTUR EKSTREMITAS BAWAH

ABSTRAK. iii Universitas Kristen Maranatha

RERATA WAKTU PASIEN PASCA OPERASI TINGGAL DI RUANG PEMULIHAN RSUP DR KARIADI SEMARANG PADA BULAN MARET MEI 2013 JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

BAB I PENDAHULUAN. anestesi yang dilakukan terhadap pasien bertujuan untuk mengetahui status

BAB I PENDAHULUAN. diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005).

LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

PENGARUH TERAPI BERCERITA TERHADAP SKALA NYERI ANAK USIA PRASEKOLAH (3-6 TAHUN) SELAMA TINDAKAN PENGAMBILAN DARAH VENA DI RSUD TUGUREJO SEMARANG

ARTIKEL PENELITIAN. Wulan Fadinie, Hasanul Arifin, Dadik Wahyu Wijaya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan desain quasi eksperimental, yaitu

PENGARUH INTERVENSI MUSIK KLASIK MOZART DIBANDING MUSIK INSTRUMENTAL POP TERHADAP TINGKAT KECEMASAN DENTAL PASIEN ODONTEKTOMI

BAB 1 PENDAHULUAN. operasi bedah sesar dengan status fisik ASA (American Society of Anesthesiologist)

MANAJEMEN NYERI POST OPERASI

BAB I PENDAHULUAN. manajemen neoplasma primer dan metastasis neoplasma pada otak. 1 Tindakan

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BLADDER TRAINING MODIFIKASI CARA KOZIER PADA PASIEN PASCABEDAH ORTOPEDI YANG TERPASANG KATETER URIN

BAB I PENDAHULUAN. menonjol yang disebabkan oleh gagalnya pengaturan gula darah. Dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan uji klinik dengan desain Randomized

BAB III METODE PENELITIAN

PERSENTASE KEBERHASILAN OPERASI CIMINO DAN AV-SHUNT CUBITI PADA PASIEN HEMODIALISA DI RSUP PROF KANDOU PERIODE JANUARI 2013 DESEMBER 2013

BAB IV METODE PENELITIAN

PERBANDINGAN SKOR APGAR BAYI YANG LAHIR MELALUI BEDAH SESAR DENGAN PEMBERIAN ANALGESI SPINAL DAN ANALGESI EPIDURAL ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

BAB IV HASIL PENELITIAN. Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian quasy experimental, control group pre test post test design. Jenis

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan penelitian ini meliputi Ilmu Penyakit Gigi dan

Informed Consent Penelitian

ARTIKEL PENELITIAN. Abstrak. Abstract. Jurnal Anestesi Perioperatif

BAB 1 PENDAHULUAN. penyesuaian dari keperawatan, khususnya keperawatan perioperatif. Perawat

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah quasi-experimental design dengan

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan uji klinis dengan metode Quasi Experimental dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Pengertian Transfer C. Tujuan

PENGARUH DURASI TINDAKAN INTUBASI TERHADAP RATE PRESSURE PRODUCT (RPP) LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

SKRIPSI PENGARUH ELEVASI KAKI TERHADAP KESTABILAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN DENGAN SPINAL ANESTESI

ARTIKEL PENELITIAN. Abstrak. Abstract. Jurnal Anestesi Perioperatif

PENINGKATAN KEMAMPUAN INTERPRETASI ELECTROCARDIOGRAM (ECG) PERAWAT DENGAN PEMBELAJARAN PELATIHAN DAN MULTIMEDIA DI RSUD DR.

Transkripsi:

PENELITIAN Perbandingan Intensitas Nyeri Akut Setelah Pembedahan Pada Pasien dengan Regional Analgesia Epidural Teknik Kontinyu dibandingkan dengan Teknik Intermitten Comparison of Continuous and Intermitten Epidural Analgesia for Post- Operative Acute Pain Teddy Ferdinand I. *, Dju dju k R. Ba suki*, Isnga di* *Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FK Universitas Brawijaya/ RSUD dr. Saiful Anwar Malang Korespondensi / correspondence: jackblackz83@gmail.com ABSTRACT Background: Epidural analgesia is the technique of choice to reduce acute pain caused by surgery. The aim of this study are to find if there any difference in postoperative pain intensity between patients that undergo continuous and intermitten epidural analgesia. Methods: This study is an experimental, single blind randomised controlled trial. Samples of the study are 17 to 60 years old patients with ASA physical status I-II and BMI of 18,5-25 kgs/m2 that undergone elective or emergency surgery on abdomen or extremities using epidural analgesia techniques. 20 samples randomisedly picked at the end of surgery to each study group which is continuous epidural analgesia group (I) and intermitten epidural analgesia group (II). 8 ml of bupivacaine 0,125% are given by bolus via epidural catheter in each group at the end of surgery. In the continuous epidural analgesia group, bupivacaine 0,125% are given continuously at the rate of 2 ml/hour via epidural catheter for the first 24 hours after surgery. In the intermitten epidural analgesia group, 8 ml of bupivacaine 0,125% are given intermittenly every 4 hour via epidural catheter for the first 24 hours after surgery. Pain intensity in each group are evaluated and documented every 4 hours for the first 24 hours after surgery using Verbal Numerical Analogue Scale (VNAS). Results: Group I showed better pain intensity in 4 hours after surgery, the median VNAS score was 0, compared to group II that has median VNAS score of 1 (p=0,009). Group II showed better pain intensity in the 20th to 24th hours after surgery, with the median VNAS score of 1, compared to group I that has median VNAS score of 2 (p=0,020 at the 20th hours after surgery and p=0,000 at the 24th hours after surgery). There are no difference in median VNAS score between two groups at the 8th, 12th, and 16th hours after surgery (p=0,114; p=0,758; p=0,369). Median VNAS score of group II was 1 at every 4 hours evaluation in the first 24 hours after surgery Conclution: intermitten epidural analgesia are better than continuous epidural 114 Terakreditasi DIKTI dengan Volume masa berlaku VI, Nomor 3 Juli 2, 2014 Tahun - 2 2014 Juli 2019 Dasar SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 212/P/2014

analgesia in controlling post operative acute pain. Intermitten epidural analgesia are very stable to control post-operative acute pain. Keywords: Acute pain, Epidural analgesia, Continuous, Intermitten, Verbal Numerical Analogue Scale. ABSTRAK Pendahuluan: Epidural analgesia merupakan teknik pilihan untuk mengurangi nyeri akut akibat pembedahan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan intensitas nyeri akut setelah pembedahan pada pasien yang mendapat regional analgesia epidural teknik kontinyu dengan teknik intermitten. Metode: Penelitian ini merupakan uji eksperimental klinis tersamar tunggal. Sampel penelitian adalah pasien dengan usia 17-60 tahun, kriteria klinis ASA I-II, dan BMI antara 18,5-25 kg/m2 yang menjalani pembedahan elektif maupun emergensi pada ekstremitas dan abdomen menggunakan epidural anestesi. Randomisasi sederhana dilakukan pada subjek sehingga didapatkan 2 kelompok yaitu kelompok epidural kontinyu dan kelompok epidural intermitten setelah pembedahan selesai, dengan jumlah sampel 20 pasien setiap kelompok penelitian. Pada kedua kelompok diberikan bolus bupivacaine 0,125% sebesar 8 ml melalui kateter epidural, kemudian pada kelompok epidural kontinyu dilanjutkan dengan pemberian kontinyu bupivacaine 0,125% sebanyak 2 ml/jam dan pada kelompok epidural intermitten diberikan bupivacaine 0,125% sebanyak 8 ml bolus setiap 4 jam selama 24 jam pertama setelah pembedahan. Intensitas nyeri pada semua sampel diamati setiap 4 jam selama 24 jam dengan menggunakan Verbal Numerical Analogue Scale (VNAS). Hasil: Penelitian ini menunjukkan pemberian epidural kontinyu pada 4 jam pertama setelah pembedahan memiliki nilai median VNAS 0 dibandingkan pemberian epidural intermitten dengan nilai median VNAS 1 (p=0,009). Pemberian epidural intermitten pada jam ke-20 dan ke-24 setelah pembedahan memiliki nilai median VNAS 1 dibanding pemberian epidural kontinyu dengan nilai median VNAS 2 (p=0,020 pada jam ke-20, p=0,000 pada jam ke-24). VNAS pada kedua kelompok penelitian jam ke-8, ke-12 dan ke-16 setelah pembedahan memiliki nilai median sama, yaitu 1. Pemberian epidural intermitten sangat stabil dalam 24 jam pertama setelah pembedahan dengan nilai median VNAS 1 pada evaluasi setiap 4 jam selama 24 jam pertama. Kesimpulan: Pemberian epidural analgesia menggunakan teknik intermitten lebih baik dari pada teknik kontinyu. Kata kunci: nyeri akut, kontinyu epidural analgesia, intermitten epidural analgesia, Verbal Numerical Analogue Scale. 115

PENDAHULUAN Nyeri didefinisikan sebagai rasa yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosi yang berhubungan dengan kerusakan jaringan akut atau potensial. Menurut International Association for the Study of Pain, nyeri dibagi menjadi nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri akut didefinisikan sebagai nyeri yang beronset baru, dan kemungkinan berdurasi cepat. Sedangkan nyeri kronis didefinisikan sebagai nyeri yang berlangsung dalam waktu yang lama, dan tetap bertahan meskipun cedera yang mengakibatkan nyeri tersebut telah sembuh. 1 Nyeri tidak dapat diukur dengan pasti dan kadang tidak dapat didefinisikan dengan baik, sehingga penting untuk membuat adanya keseragaman dalam setiap spesialisasi kedokteran untuk dapat mengidentifikasi nyeri secara sistematis. Saat ini ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengukur intensitas nyeri, yaitu: Verbal Analogue Scale, Verbal Numerical Analogue Scale, Visual Analogue Scale, dan Pain Relief Scale. Visual Analogue Scale, Verbal Analogue Scale, Verbal Numerical Analogue Scale merupakan cara pengukuran nyeri yang sering digunakan pada penelitian yang berhubungan dengan nyeri setelah pembedahan karena mudah untuk diaplikasikan dan mudah dimengerti oleh pasien dengan tingkat pendidikan rendah. 2,3 Dari data statistik yang dikumpulkan oleh Centers for Disease Control and Prevention di Amerika Serikat pada tahun 2010, terdapat 51,4 juta tindakan pembedahan yang dikerjakan diseluruh rumah sakit yang berada di Amerika, dengan demikian maka kurang lebih 16,64% dari populasi di Amerika menjalani tindakan pembedahan pada tahun 2010. Pada tahun 2012 di Inggris terdapat 4,6 juta tindakan pembedahan, dengan populasi sebesar 56,1 juta orang, maka kurang lebih 8,19% dari populasi di Inggris menjalani tindakan pembedahan pada tahun 2012. 4 Tindakan pembedahan membuat trauma pada jaringan yang akan menyebabkan pelepasan mediatormediator inflamasi yang akan menimbulkan nyeri yang poten. Saat ini sesuai dengan akreditasi Royal College of Anaesthetists di Inggris, rumah sakit yang menangani nyeri akut harus memiliki tim nyeri. 4 Blok Neuroaxial seperti anestesi spinal dan epidural merupakan cara yang sangat baik untuk memberikan analgesia baik pada proses pembedahan maupun setelah pembedahan. Saat ini hampir 92% rumah sakit telah menggunakan epidural sebagai analgesia untuk mengatasi nyeri setelah pembedahan. Tindakan anestesi ini dapat dilakukan pada pasien yang dirawat di ruang perawatan biasa, maupun di High care unit. 3,5 116

Epidural analgesia dengan menggunakan obat anestesi lokal, opioid, atau agonis alfa sendiri atau kombinasi dapat memberikan analgesia yang lebih superior dibandingkan dengan cara konvensional seperti terapi analgesik oral maupun intravena dengan efek samping yang lebih minimal. 2,3,6 Beberapa penelitian menunjukkan adanya hasil yang lebih baik pada pasien yang menggunakan epidural sebagai metode penanganan nyeri akut dibandingkan dengan cara konvensional. Tingkat mortalitasnya lebih rendah, angka kejadian infark miokard lebih rendah, dan kejadian gagal nafas juga lebih rendah dibandingkan pada pasien yang menggunakan cara konvensional. 2,4 Penggunaan epidural sebagai analgesia dapat menggunakan tiga teknik, yaitu dengan teknik kontinyu, teknik intermitten, dan teknik patient controlled analgesia. Penulis tertarik untuk meneliti perbandingan penggunaan epidural analgesia dengan teknik kontinyu dan teknik intermitten dengan menggunakan parameter Verbal Numerical Analogue Scale pada pasien yang menjalani prosedur pembedahan mayor karena belum pernah dilakukan penelitian ini di RSUD dr. Saiful Anwar Malang. METODE Penelitian ini merupakan uji klinis acak tersamar tunggal untuk mengetahui perbandingan teknik regional analgesia dengan cara kontinyu dibandingkan dengan cara intermitten untuk mengurangi nyeri akut akibat pembedahan di Rumah Sakit Umum Saiful Anwar Malang. Populasi yang akan diikutsertakan pada penelitian ini adalah pasien yang akan menjalani operasi elektif dan emergensi di instalasi bedah sentral dan IGD RSSA Malang dengan menggunakan teknik epidural anestesi. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling. Dengan kriteria inklusi yaitu usia 17-60 tahun, status fisik ASA I-II, dan BMI antara 18,5-25 kg/m2 yang akan menjalani pembedahan elektif maupun emergensi pada ekstremitas dan abdomen menggunakan epidural anestesi. Kriteria eksklusi Bila pada pasien terjadi penyulit seperti gangguan konduksi jantung, alergi sistemik, reaksi anafilaktik, penurunan kesadaran (GCS < 15) dan henti nafas atau henti jantung. Pada penelitian ini didapatkan jumlah sampel sebesar 40 orang yang memenuhi kriteria inklusi dengan pembagian 20 sampel untuk masingmasing kelompok penelitian. Semua pasien yang memenuhi kriteria inklusi akan diikutsertakan dalam penelitian. Setelah mendapat informed consent, pasien disiapkan untuk dilakukan tindakan anestesi meliputi pemasangan infus 16 G atau 18 G dan telah dipastikan lancar. 117

Pasien dimasukkan kedalam kamar operasi dan dipasang monitor saturasi oksigen, EKG dan tekanan darah noninvasif. Dilakukan pemasangan epidural dengan katheter epidural setinggi lumbal 3-4, dengan kateter epidural dipertahankan 4 cm didalam rongga epidural kemudian diberikan dosis awal (loading dose) regimen epidural anestesi (Bupivacaine 0,5% sebanyak 16 ml) melalui kateter epidural untuk mencapai ketinggian blok sensoris setinggi thoracal 6, kemudian dilakukan pemantauan / monitoring selama prosedur pembedahan berlangsung. Setelah tiga jam sejak dosis awal regimen epidural dimasukkan, dilakukan randomisasi sederhana menjadi dua kelompok yaitu: kelompok regional analgesia epidural dengan cara kontinyu dan kelompok regional analgesia epidural dengan cara intermitten. Pada akhir operasi diberikan Bupivacaine 0,125% 8 ml kemudian kelompok regional analgesia teknik kontinyu akan diberikan injeksi kontinyu bupivacaine 0,125% 2 ml per jam melalui kateter epidural, sedangkan pada pasien yang masuk ke kelompok regional analgesia teknik intermitten akan diberikan bupivacaine 0,125% 8 ml setiap 4 jam melalui kateter epidural, sehingga total volume bupivacaine 0,125% yang diberikan pada masing-masing kelompok penelitian selama 24 jam adalah sama, yaitu 56 ml. Pengukuran dan pencatatan derajat nyeri dengan menggunakan VNAS dilakukan setiap 4 jam selama 24 jam pertama setelah pembedahan. Perhitungan statistik dilakukan dengan program SPSS 16.0. Data VNAS merupakan variabel kategorik tipe ordinal sehingga pengujian statistik diolah menggunakan uji Mann-Whitney untuk mengetahui perbedaan antara dua kelompok dengan nilai kemaknaan p<0,05. HASIL Penelitian menggunakan 40 sampel dengan pembagian 20 sampel untuk masing-masing kelompok penelitian. Tidak ada subjek yang drop out maupun dikeluarkan dari sampel penelitian karena telah memenuhi kriteria yang ditetapkan. Karakteristik sampel. penelitian dapat dilihat pada tabel 1. Karakteristik demografi dari sampel penelitian ini dari segi jenis kelamin, usia, tinggi badan, BMI, status fisik ASA, dan durasi operasi. Untuk menilai perbedaan karakteristik sampel penelitian dilakukan uji t-test pada data dengan variabel numerik yaitu usia dan tinggi badan, BMI dan durasi operasi. Sedangkan pada data dengan variabel kategorik yaitu jenis kelamin dan status fisik ASA dilakukan uji statistik mannwhitney. Didapatkan pada hasil pengolahan uji statistik tersebut, tidak ada hasil dengan p<0,05, dengan 118

Tabel 1. Karakteristik Umum Subjek Penelitian Karakteristik Sampel Epidural Kontinyu (n: 20) Epidural Intermitten (n: 20) Nilai p Jenis Kelamin 0,602* Laki-Laki Perempuan 6 orang, 30% 14 orang, 70% 5 orang, 25% 15 orang, 75% Usia (Mean ± SD) 44,55 ± 12,103 41,25 ± 11,206 0,719** Tinggi Badan (Mean 155,35 ± 9,190 154,95 ± 8,281 0,475** ± SD) BMI (Mean ± SD) 22,759 ± 1,6366 22,310 ± 1,3688 0,269** ASA Durasi operasi I II 0,799* 7 orang, 35% 13 orang 65% 8 orang, 40% 12 orang, 60% 2,350 ± 0,4617 2,350 ± 0,6509 0,213** *uji mann-whitney, ** uji t-test Gambar 1. Grafik data evaluasi VNAS antara kelompok epidural kontinyu pada 24 jam pertama setelah pembedahan Gambar 2. Grafik data evaluasi VNAS antara kelompok epidural intermitten pada 24 jam pertama setelah pembedahan 119

Tabel 2. Hasil Uji Mann-Whitney Antara Kedua Sampel Penelitian Variabel Epidural Kontinyu (Median, Minimum- Maksimum) Epidural Intermitten (Median, Minimum- Maksimum) Nilai p<0,05 menunjukkan perbedaan yang bermakna secara statistik Nilai p VNAS Jam ke-4 0 (0-2) 1 (0-2) 0,009 VNAS Jam ke-8 1 (0-2) 1 (0-2) 0,114 VNAS Jam ke-12 1 (0-2) 1 (0-2) 0,758 VNAS Jam ke-16 1 (0-2) 1 (0-2) 0,369 VNAS Jam ke-20 2 (1-3) 1 (0-2) 0,020 VNAS Jam ke-24 2 (1-2) 1 (0-2) 0,000 demikian dapat diambil kesimpulan bahwa tidak terdapat perbedaan pada keseluruhan karakteristik sampel penelitian, sehingga sampel dapat dikatakan seragam /homogen antara kedua kelompok penelitian. Hasil evaluasi nilai VNAS setiap 4 jam dalam 24 jam pertama setelah pembedahan dapat dilihat pada grafik 1 untuk kelompok epidural kontinyu dan grafik 2 untuk kelompok epidural intermitten. Kemudian antara kedua data kelompok penelitian tersebut dilakukan uji statistik mannwhitney, dengan hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 2. Didapatkan hasil yang menunjukkan bahwa antara kedua kelompok penelitian hanya evaluasi VNAS jam ke-4, ke-20, dan ke-24 yang memiliki nilai p<0,05, Hal ini menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna secara statistik pada kedua kelompok penelitian. Seb aliknya, evaluasi VNAS pada jam ke-8, ke-12, ke-16 memiliki nilai p>0,05, hal ini menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna secara statistik pada kedua kelompok penelitian. Pada evaluasi VNAS jam ke-4, kelompok epidural kontinyu memiliki rentang skala VNAS yang lebih rendah daripada kelompok epidural intermitten, namun pada jam ke-20 dan ke-24 kelompok epidural intermitten yang memiliki rentang skala VNAS lebih rendah daripada kelompok epidural kontinyu. PEMBAHASAN Data yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa kedua kelompok penelitian baik epidural kontinyu dan epidural intermitten tidak ada subjek penelitian yang mendapatkan VNAS lebih dari 3 (tidak ada subjek penelitian yang mengalami nyeri sedang) sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua teknik tersebut memiliki efek analgesia yang baik terhadap nyeri akut akibat pembedahan. Dari hasil uji statistik mannwhitney yang dilakukan didapatkan 120

bahwa pada jam ke-4, ke-20, dan ke-24 setelah pembedahan terdapat perbedaan intensitas nyeri (skor VNAS) yang bermakna secara statistik, dengan nilai p pada jam ke-4 sebesar 0,009, pada jam ke-20 sebesar 0,020, dan pada jam ke-24 sebesar 0,000. Pada jam ke-8, ke- 12, ke-16 tidak terdapat perbedaan intensitas nyeri (skor VNAS) yang bermakna secara statistik, dengan nilai p pada jam ke-8 sebesar 0,114, jam ke- 12 sebesar 0,758, dan jam ke-16 sebesar 0,369. Perbedaan intensitas nyeri (skor VNAS) yang bermakna secara statistik antara kedua kelompok penelitian pada jam ke-4 setelah pembedahan menunjukkan bahwa kelompok epidural kontinyu lebih baik dalam mengurangi nyeri dengan median skor VNAS 0 (minimummaksimum = 0-2) dibandingkan dengan kelompok epidural intermitten dengan median skor VNAS 1 (minimummaksimum = 0-2). Namun pada jam ke- 20 dan ke-24 setelah pembedahan kelompok epidural intermitten menunjukkan hasil yang lebih baik daripada kelompok epidural kontinyu. Median skor VNAS kelompok epidural intermitten pada jam ke-20 dan ke-24 setelah pembedahan sama yaitu 1 (minimum-maksimum = 0-2) sedangkan median skor VNAS pada kelompok epidural kontinyu pada jam ke-20 setelah pembedahan adalah 2 (minimum-maksimum = 1-3) dan pada jam ke-24 setelah pembedahan adalah 2 (minimum-maksimum = 1-2). Teknik epidural kontinyu secara statistik lebih baik dalam mengurangi nyeri akut pada jam ke-4 setelah pembedahan dibandingkan dengan teknik epidural intermitten. Hal ini dapat dijelaskan bahwa dengan pemberian dosis awal kemudian dilanjutkan dengan regimen bupivacaine kontinyu melalui epidural kateter maka penurunan/regresi 2 segmennya akan bertahan lebih lama, sehingga secara statistik lebih baik dibandingkan dengan teknik epidural intermitten. Pada pedoman epidural analgesia dikatakan bahwa obat lokal anestesi bupivacaine yang diberikan pada rongga epidural akan mengalami penurunan blok sensoris dua segmen setelah 180-260 menit dari pemberian awal. 7,8,9 Bupivacaine yang diberikan kedalam rongga epidural akan memberikan efek blok sensoris dan akan mengalami penurunan blok per dua segmen setelah menit ke-180. 7,10 Dengan pemberian epidural kontinyu secara bolus dan dilanjutkan dengan syringe pump dengan kecepatan 2 ml/ jam maka penurunan 2 segmen setelah 180 menit tidak terjadi/ dapat dicegah karena sebelum terjadi penurunan 2 segmen sudah ditambahkan regimen bupivacaine secara kontinyu. Pada jam ke-8 sampai jam ke- 16 dua teknik epidural analgesia ini tidak berbeda secara statistik dalam mengurangi nyeri akut, terlihat pada nilai median VNAS yang sama (1) pada kedua kelompok penelitian pada jam ke -8, ke-12, dan ke-16. Pada kelompok epidural kontinyu, ketinggian blok 121

sensoris mulai tidak dapat dipertahankan sehingga nilai median VNAS pada kelompok epidural kontinyu naik dari 0 pada jam ke-4 menjadi 1 pada jam ke-8. Sedangkan pada kelompok epidural intermitten nilai median VNAS tetap bertahan 1, karena ketinggian blok sensoris masih bertahan dengan alasan ketinggian blok juga dipengaruhi oleh tekanan dalam memberikan regimen kedalam rongga epidural. 7,11-14 Pada kelompok epidural kontinyu jumlah volume regimen epidural dan tekanan yang masuk kedalam rongga epidural relatif konstan, namun blok sensoris mengalami penurunan (nilai median VNAS dari 0 menjadi 1). Hal ini kemungkinan disebabkan karena tekanan dan volume pemberian regimen epidural yang konstan tidak akan menyebabkan pendesakan pada komponen rongga epidural, salah satunya adalah vena-vena epidural yang bertanggung jawab dalam menyerap (re -uptake) obat lokal anestesi yang diberikan. 9,14-16 Dengan tidak terdesaknya vena-vena pada epidural ini maka kecepatan metabolisme obat pada rongga epidural tidak terganggu sehingga obat lebih cepat dimetabolisme dibandingkan pada kelompok epidural intermitten. 17-19 Hal yang sebaliknya terjadi pada epidural intermitten, bolus regimen epidural akan menyebabkan peningkatan tekanan pada rongga epidural, sehingga akan mendesak komponen rongga epidural termasuk vena-vena epidural. Penyerapan obat lokal anestesi akan terganggu, obat lokal anestesi lebih lama terserap sehingga efek blok sensoris akan menjadi lama. 7,11,15,20,21 Pada jam ke-20 dan ke-24 secara statistik epidural intermitten mengurangi nyeri akut lebih baik daripada epidural kontinyu. Penjelasan dari hal ini kemungkinan adalah teknik epidural kontinyu tidak dapat mempertahankan blok sensoris lebih lanjut dengan tekanan yang konstan dari pompa infus setelah 20 jam 21,22, sedangkan pada teknik epidural intermitten tetap stabil karena setiap pemberian bolus dari regimen akan menyebabkan peningkatan tekanan dirongga epidural yang akan mendilatasi rongga epidural sehingga blok akan kembali meningkat sesuai dengan blok semula (setelah mengalami regresi dua segmen dalam 180-260 menit) dan menghasilkan tingkat blok sensoris yang lebih stabil. 7,9,14,16,23 Bila dilihat secara keseluruhan maka nampak bahwa teknik epidural kontinyu sangat baik mengurangi nyeri pada 4 jam setelah pembedahan (median skala VNAS 0, minimum 0 maksimum 2), namun efeknya berkurang setelah jam ke-8 sampai jam ke-16 setelah pembedahan (median skala VNAS 1, minimum 0 maksimum 3), dan pada jam ke-20 sampai jam ke-24 efeknya berkurang lagi (median skala VNAS 2, minimum 1 maksimum 3). Sedangkan pada teknik epidural intermitten cenderung stabil dengan median skala VNAS 1, 122

minimum 0 maksimum 2 pada setiap 4 jam evaluasi nyeri akut selama 24 jam setelah pembedahan. SIMPULAN Teknik epidural kontinyu mengurangi nyeri lebih baik daripada teknik epidural intermitten pada jam ke -4 setelah pembedahan. Pada jam ke-20 dan ke-24 setelah pembedahan teknik epidural intermitten mengurangi nyeri lebih baik daripada teknik epidural kontinyu, namun masih perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai hal ini. DAFTAR PUSTAKA 1. Francesca, F., Bader, P., Echtle, D., Giunta, F., Williams, J. 2007. Guidelines on Pain Management. European Association of Urology. p. 4-8. 2. Macintyre, P. E., Scott, D.A., Schug, S.A., Visser, E.J., Walker, S.M. 2010. Acute Pain Management: Scientific Evidence, third edition. Australian and New Zealand College of Anaesthetists and Faculty of Pain Melbourne. p. 1-21, 123-127, 175-208, 237-245. 3. Abdi, S., Shorten, G., Carr, D.B., Harmon, D., Piug, M.M., Browne, J. 2006. Postoperative Pain Management, an Evidence-Based Guide to Practice. Saunders Elsevier. Philadelphia. p. 56-60, 89-91. 4. Charlton, Ed. 2008. The management of Postoperative Pain, Update in Anesthesia. United Kingdom. p. 2-4. 5. Apfelbaum, J.L., Ashburn, M.A., 2012. Practice Guideline for Acute Pain Management in the Perioperative Setting. The American Society of Anesthesiologists, Inc. Lippincott Williams & Wilkins. Anesthesiology, 116; 248-73. 6. Boessenkool, W., 2012. Force and Pressure Feedback during Epidural Needle Insertion in the Ligamentum Flavum of Piglets. Delft University of technology. SN: 1545019. 7. Evers, A.S., Maze, M., Kharasch, E. D. 2011. Anesthetic Pharmacology, second edition. Cambridge University Press. New York. p. 574-586. 8. Bassbaum, A., Bushnell, M.C. 2009. Science of Pain. Elsevier. Oxford, United Kingdom. p. 5-13, 89-95. 9. Barash, P., Cullen, B.F., Stoelting, R.K., Cahalan, M.K., Stock, M.C., 2009. Clinical Anesthesia, Sixth edition. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia. p. 532-540, 928-954, 1474-1498. 10. Benzon, H.T., Rathmell, J.P., Wu, C.L., Turk, D.C., Argoff, C.E., Hurley, R.W. 2014 Practical Management of Pain, fifth edition. Mosby. Philadeplhia. p. 271-289, 307-310. 11. Boswell, M.V., Cole B.E. 2006. Weiner s Pain Management A Practical Guide for Clinicians, seventh edition. Taylor & Francis Group. Boca Raton. p. 117-127. 12. Emanuelsson, B.M.K., Zaric, D., Nydahl, P.A., Axellson, K.H., 1995. Pharmacokinetics of Ropivacaine and Bupivacaine During 21 Hours of Continuous Epidural Infusion in Healthy Male Volunteers. Anesth Analog 1995;81:1163-8 13. Hadzic, Admir. 2007. Textbook of Regional Anesthesia and Acute Pain Management. New York School of Regional Anesthesia. McGraw-Hill Company. China. p. 114-134, 343-350, 716-731. 14. Jagla, G., Waloca, J., Rajda, K., Dobrogowski, J., and Wordliczek. 2009. Anatomical aspects of epidural and spinal analgesia. Adv. Pall. Med. 8; 4; 135-146. 15. Kaye, Alan D., Vadivelu, Nalini, Urman, Richard D. 2012. Essentials in Regional Anesthesia. Springer. New York. p. 27-30. 16. Macintyre, P.E. 2008. Clinical Pain Management, Acute Pain, second edition. Hodder & Stoughton Limited. London, 123

United Kingdom. p. 1-154, 430-543. 17. Miller, R.D., Ericksson, L.I., Fleisher, L.A., Kronish, J.P.W., Young, W.L. 2010. Miller s Anesthesia, Seventh edition. Churchill Livingstone Elsevier. San Francisco. p. 225-236, 568-598, 890-901. 18. Miller, R.D., Pardo, M.C., 2011. Basics of Anesthesia, Sixth edition. Elsevier Saunders. Philadelphia. p. 130-141, 650-660. 19. Morgan, G.E., Butterworth, J.F., Mackey, D.C, Wasnick, J.D. 2013. Clinical Anesthesiology, Fifth edition. Lange, McGraw-Hill Companies. San Francisco. p. 263-271, 937-941. 20. Neal, Joseph M., Rathmell, James P. 2007. Complications in Regional Anesthesia and Pain Management. Saunders Elsevier. Philadelphia. p.177-189. 21. Raj, P. Prithvi. 2003. Textbook of Regional Anesthesia. Churcill Livingstone. New York. p. 25-35, 341-370. 22. Son, W.G., Jang, M., Yoon, J.H., Lee, L.Y., Lee, I., 2014. The effect of injection speed on epidural pressure and distribution of solution in anesthetized dogs. Veterinary Anaesthesia and Analgesia, doi:10.1111/vaa.12147 23. Sinatra, R.S., Leon-Casasola, O.A.D, Ginsberg, B., Viscusi, Eugene R. 2009. Acute Pain Management. Cambridge University Press. United Kingdom. p. 3-70, 221-227. 124