BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah

BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH CILEUNGSI DAN SEKITARNYA

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATAGUNA LAHAN PERKEBUNAN

GEOLOGI DAERAH KLABANG

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Gambar 4.15 Kenampakan Satuan Dataran Aluvial. Foto menghadap selatan.

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Bab III Geologi Daerah Penelitian

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV ANALISIS GEOMORFOLOGI DAN APLIKASINYA UNTUK TATA GUNA LAHAN PERMUKIMAN DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Subsatuan Punggungan Homoklin

GEOLOGI DAN ANALISIS GEOMORFOLOGI DAERAH DESA JEMASIH DAN SEKITARNYA, KABUPATEN BREBES, JAWA TENGAH: APLIKASINYA UNTUK TATA GUNA LAHAN PEMUKIMAN

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

LEMBAR PENGESAHAN. Semarang, 18 April 2014 NIM NIM

ACARA IV POLA PENGALIRAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

ANALISA BENTANG ALAM

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH BANTARGADUNG

BAB 2 METODOLOGI DAN KAJIAN PUSTAKA...

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan

BAB 3 Tatanan Geologi Daerah Penelitian

DAFTAR ISI COVER HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN 1. I.1.

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI. Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Konsentrasi Sistem Informasi Geografis,Teknik Informatika, Fakultas Teknik Komputer Universitas Cokroaminoto Palopo

HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi

BAB V ANALISIS DAN DISKUSI

Landforms of Fluvial Processes. Oleh : Upi Supriatna,S.Pd

3.2.3 Satuan lava basalt Gambar 3-2 Singkapan Lava Basalt di RCH-9

DAFTAR ISI. SKRIPSI... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. HALAMAN PERSEMBAHAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR...

GEOLOGI DAN PETROLOGI KAWASAN MANGLAYANG, BANDUNG TIMUR, JAWA BARAT SKRIPSI. Oleh: Satrio Wiavianto. Prodi Sarjana Teknik Geologi

BAB IV GEOLOGI PANTAI SERUNI DAERAH TAPPANJENG. pedataran menempati sekitar wilayah Tappanjeng dan Pantai Seruni. Berdasarkan

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Evaluasi Ringkas Geologi Waduk Penjalin

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya)

GEOLOGI DAERAH PAJENG DAN SEKITARNYA KECAMATAN GONDANG KABUPATEN BOJONEGORO JAWA TIMUR

Transkripsi:

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN 4.1 Geomorfologi Pada bab sebelumnya telah dijelaskan secara singkat mengenai geomorfologi umum daerah penelitian, dan pada bab ini akan dijelaskan secara lebih detail mengenai geomorfologi, proses yang bekerja, faktor-faktor yang mempengaruhinya, dan interpretasi terhadap proses geologi yang mempengaruhinya. Terdapat dua bentukan morfologi yang dapat dibedakan di daerah penelitian, yaitu morfologi yang berupa tinggian seperti perbukitan dan punggungan, dan morfologi dataran rendah. Morfologi berupa tinggian pada daerah penelitian umumnya dikontrol oleh faktor litologi yang lebih resisten dibandingkan dengan litologi sekitarnya. Di dalam daerah penelitian, litologi yang membentuk morfologi berupa perbukitan dan punggungan adalah litologi perselingan batugamping dengan batulempung yang membentuk suatu punggungan dengan pola sedikit bergelombang, dan litologi perlapisan batupasir yang cukup tebal yang membentuk suatu punggungan yang memanjang. Sedangkan morfologi berupa dataran rendah yang terdapat di daerah penelitian umumnya tersusun atas litologi batulempung dan perselingan tipis antara batupasir dengan batulempung. Adanya struktur sesar juga mempengaruhi bentukan morfologi yang ada di daerah penelitian. Pola kelurusan di daerah penelitian dianalisis menggunakan citra DEM dan diolah menggunakan diagram bunga untuk mengetahui pola dominanan dari arah kelurusan. Dari hasil analisis dan pengolahan data tersebut didapatkan tiga arah dominan dari pola kelurusan, yaitu arah utara-selatan yang menunjukkan pola dari jurus lapisan batuan dan pola dari batas punggungan dan dataran lembah yang juga dipengaruhi oleh sesar naik yang berarah relatif utara-selatan. Pola selanjutnya berarah timurlaut-baratdaya yang tercermin dari pola kelurusan pada puncak-puncak punggungan dan merupakan pengaruh dari sesar mendatar yang ada di daerah penelitian. Pola yang terakhir adalah arah barat-timur yang masih 52

dipengaruhi oleh sesar mendatar, dan tercermin dari pola kelurusan pada sungai yang menyebabkan terjadinya pembelokkan arah aliran sungai yang signifikan dan adanya pergeseran pada puncak-puncak punggungan (Gambar 4.1). Gambar 4.1 Peta kelurusan dan diagram bunga arah kelurusan punggungan dan sungai 4.1.1 Pola Aliran Sungai dan Tipe Genetik Sungai Sungai merupakan salah satu agen proses geomorfik yang dapat merubah morfologi suatu wilayah melalui proses erosi. Sungai akan menyebabkan erosi secara vertikal maupun horizontal pada daerah di sekitarnya, sehingga dari tingkat erosi oleh sungai dapat diperkirakan tahapan geomorfik suatu wilayah. Di daerah penelitian pola aliran sungai yang berkembang adalah pola aliran sungai rektangular. Pola aliran sungai rektangular dikontrol oleh sistem kekar yang terdapat pada suatu daerah, umumnya tipe aliran ini berada di zona sesar. 53

Gambar 4.2 Peta pola aliran dan tipe genetik sungai di daerah penelitian Thornbury (1969) mengkalsifikasikan tipe genetik sungai berdasarkan arah aliran sungai terhadap arah kemiringan lapisan batuan. Di dalam daerah penelitian terdapat satu sungai utama yaitu Kali Rambatan, dan terdapat beberapa sungaisungai yang lebih kecil yang bermuara ke Kali Rambatan. Tipe aliran sungai yang teramati adalah tipe sungai subsekuen yang diwakili oleh aliran Kali Rambatan. Tipe sungai subsekuen merupakan tipe sungai dengan arah aliran sejajar dengan jurus lapisan batuan, di daerah penelitian, Kali Rambatan memiliki aliran sungai yang berarah selatan-utara yang sejajar dengan arah dari jurus lapisan batuan di daerah penelitian (Gambar 4.3). 54

Gambar 4.3 Aliran Kali Rambatan yang merupakan tipe sungai subsekuen. Foto menghadap utara. Tipe aliran sungai lainnya yang teramati adalah tipe aliran sungai obsekuen, yaitu tipe aliran sungai yang arah alirannya berlawanan dengan arah kemiringan lapisan dan bermuara ke sungai subsekuen, yang diwakilkan oleh Sungai Ciruntuh pada daerah penelitian (Gambar 4.4). Gambar 4.4 Aliran Sungai Ciruntuh yang merupakan tipe sungai obsekuen. Foto menghadap utara. Tipe terakhir yang teramati adalah tipe aliran sungai resekuen, yaitu tipe aliran sungai yang arah aliran sungainya searah dengan arah kemiringan lapisan 55

dan bermuara ke sungai subsekuen, yang diwakilkan oleh aliran sungai kecil di punggungan bagian timur daerah penelitian (Gambar 4.5). Gambar 4.5 Sungai yang menunjukan tipe sungai resekuen. Foto menghadap timur. 4.1.2 Pola dan Kerapatan Kontur Pola dan kerapatan kontur daerah penelitian (Gambar 4.6) merupakan hasil dari beberapa faktor yang mempengaruhinya, seperti respon batuan terhadap pelapukan, tingkat homogenitas batuan di dalam perlapisan batuan, dan kontrol dari struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian. Batuan yang lebih keras dan umumnya berbutir lebih kasar akan lebih resisten terhadap proses pelapukan dan akan menunjukkan kenampakkan morfologi yang lebih tinggi dari daerah di sekitarnya, sedangkan batuan dengan butir yang lebih halus akan lebih terpengaruh oleh proses pelapukan dan erosi yang bekerja, sehingga morfologi yang terbentuk akan lebih rendah dan umumnya relatif datar. Homogenitas suatu lapisan batuan juga akan memberikan pengaruh pada bentuk morfologinya, perlapisan batuan dengan litologi yang beragam akan memberikan kenampakan morfologi yang bergelombang akibat perbedaan resistensi terhadap pelapukan antar litologinya. Kerapatan kontur dapat digunakan untuk menginterpretasikan ketebalan litologi penyusunnya. kontur yang renggang umumnya akan 56

mencerminkan litologi yang lebih lunak dengan ukuran butir lebih halus, sehingga lebih terpengaruh oleh proses eksogen yang terjadi, sedangkan kontur yang rapat umumnya mencerminkan litologi yang keras dengan ukuran butir lebih besar sehingga cenderung lebih resisten terhadap proses eksogen dibandingkan dengan litologi di sekitarnya. Proses eksogen pada litologi yang lebih resisten umumnya berupa pemindahan massa seperti longsoran sehingga mempengaruhi morfologi dan pola konturnya. Gambar 4.6 Peta kontur daerah penelitian 4.1.3 Tahap Geomorfik Tahap geomorfik suatu wilayah ditentukan dari beberapa faktor yang ada. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa jenis dan keragaman litologi dan struktur yang berkembang akan mempengaruhi morfologi yang terbentuk. Endapan aluvial juga dapat dijadikan parameter penentu tahapan geomorfik melalui ukuran butir dari endapan aluvial tersebut, bentukan sungai dan hubungan lereng sungai dengan besar dan kedalaman sungai dapat memperkuat interpretasi mengenai tahapan geomorfik daerah penelitian. 57

Ketebalan dari endapan aluvial di aliran sungai yang berada di daerah penelitian sangat beragam, mulai dari endapan aluvial yang tebal (> 3 m) hingga endapan aluvial yang masih memiliki ketebalan kurang dari 1 m. Ukuran material penyusun endapan aluvial inipun sangat beragam, mulai dari material berukuran pasir hingga material berukuran bongkah yang memiliki diameter lebih dari 2 m (Gambar 4.7). Gambar 4.7 Endapan aluvial di daerah penelitian. Foto menghadap selatan. Hubungan kemiringan lereng sungai dengan besar dan lebar sungai akan memperlihatkan proses erosi yang terjadi. Pada tahapan geomorfik muda proses erosi yang bekerja pada sungai akan lebih didominasi oleh erosi vertikal yang menyebabkan sungai akan memiliki lereng yang relatif lebih terjal jika dibandingkan dengan besar dan kedalaman sungai tersebut, sedangkan pada tahapan geomorfik dewasa atau tua, proses erosi lateral akan semakin mendominasi sehingga terbentuk sungai yang lebar dengan lereng sungai yang landai atau bahkan datar (Gambar 4.8). 58

Gambar 4.8 Lereng sungai yang termasuk terjal, mencirikan tahapan geomorfik muda. Foto menghadap tenggara Dari bentukan morfologi yang ada dan berdasarkan keadaan nyata di lapangan, terlihat bahwa proses erosi masih lebih mendominasi dibandingkan dengan proses sedimentasi. Di daerah penelitian juga banyak ditemui longsoran dan jatuhan batuan (Gambar 4.9). Bentukan morfologi yang mulai menunjukkan kenampakan bergelombang pada punggungan sayap antiklin di bagian timur daerah penelitian menunjukkan bahwa proses erosi yang diakibatkan oleh air ataupun pelarutan sudah mulai mempengaruhi morfologinya. Dari data lapangan di atas, secara keseluruhan daerah penelitian ini berada dalam tahapan geomorfik dewasa. 59

Gambar 4.9 Longsoran pada tebing di tepi sungai 4.1.4 Satuan Geomorfologi Daerah Penelitian Pembagian satuan geomorfologi daerah penelitian didasarkan atas morfogenetik, dan berdasarkan bentuk muka bumi (Brahmantyo dan Bandono, 2006). Atas dasar tersebut, satuan geomorfologi daerah penelitian dibagi menjadi lima satuan geomorfologi, yaitu: 1. Satuan Punggungan Sayap Antiklin Rambatan 2. Satuan Punggungan Homoklin Pasir Bedil 3. Satuan Perbukitan Homoklin Ciruntuh 4. Satuan Lembah Homoklin Karanganyar 5. Satuan Dataran Aluvial 4.1.4.1 Satuan Punggungan Sayap Antiklin Rambatan Satuan ini menempati 30% daerah penelitian, berarada dibagian timur daerah penelitian, memanjang dari selatan hingga utara daerah penelitian.satuan ini ditandai dengan warna hijau pada peta geomorfologi (Lampiran - 3). Morfologi satuan ini dicirikan dengan daerah yang cukup tinggi dan membentuk suatu punggungan dengan relief yang relatif bergelombang.satuan ini berada di dalam Satuan Batugamping- Batulempung, adanya keberagaman litologi penyusun satuan ini yang menyebabkan terbentuknya relief bergelombang pada satuan geomorfologi 60

ini, hal ini berkaitan dengan perbedaan tingkat resistensi terhadap erosi pada litologi penyusunnya. Hadirnya batugamping klastik juga merupakan faktor yang mempengaruhi morfologi. Batugamping klastik bersifat lebih kompak dan keras dibandingan dengan litologi lainnya pada perselingan ini, yaitu batupasir dan batulempung, sehingga batugamping klastik akan lebih resisten terhadap pelapukan, akan tetapi lebih mudah mengalami pelarutan akibat air. Satuan ini memiliki elevasi 30 mdpl hingga 225 mdpl dan memiliki kemiringan lapisan satuan geomorfologi ini berkisar antara 38⁰ hingga 88⁰, sedangkan kemiringan lereng 0% hingga 40% yang tergolong landai hingga sangat terjal, mengacu pada klasifikasi Van Zuidam (1985). Pola umum kelurusan pada satuan ini berarah relatif timurlaut-baratdaya. Pola aliran sungai yang berkembang di dalam satuan ini adalah pola trelis dan rektangular.pola aliran trelis dikontrol oleh kemiringan lereng dari punggungan ini, dan pola rektangular dipengaruhi oleh struktur yang berkembang di daerah ini. Tipe genetik sungai pada satuan ini termasuk ke dalam tipe sungai resekuen yang bermuara ke Kali Rambatan. Proses eksogen yang mempengaruhi bentukan morfologi pada satuan ini adalah pelapukan, erosi vertikal pada lembah sungai, dan pelarutan pada litologi batugamping klastik. Gambar 4.10 Kenampakan morfologi Punggungan Sayap Antiklin Rambatan. Foto menghadap tenggara 61

4.1.4.2 Satuan Punggungan Homoklin Pasir Bedil Satuan ini menempati 10% dari luas keseluruhan daerah penelitian, berada di sepanjang Gunung Pasir Bedil hingga Bukit Pasir Kecapi, dengan arah memanjang dari selatan ke utara. Satuan ini ditandai dengan warna kuning pada peta geomorfologi (Lampiran - 3). Morfologi satuan ini dicirikan dengan morfologi berupa punggungan homoklin yang cukup tinggi dengan elevasi 45 mdpl hingga 195 mdpl. Kemiringan lapisan pada satuan ini berkisar antara 21⁰ hingga 62⁰ dengan kemiringan lereng berkisar antara 0% hingga 60%, yang berdasarkan klasifikasi Van Zuidam (1985) tergolong kedalam kategori landai hingga sangat terjal. Litologi pada satuan geomorfologi ini adalah batupasir dengan perlapisan yang tebal dengan lapisan batulempung yang sangat tipis sehingga interval litologi ini lebih resisten terhadap proses erosi dan pelapukan dibandingkan dengan daerah di sekitarnya yang memiliki litologi berupa perselingan antara batupasir dan batulempung yang tipis. Adanya sesar naik pada bagian timur Gunung Pasir Bedil yang diindkasikan dari adanya kedudukan lapisan yang tergolong tegak juga merupakan faktor penyebab morfologi satuan ini lebih tinggi dari morfologi di sekitarnya. Kedua faktor yang menyebabkan morfologi satuan ini lebih tinggi, yaitu faktor litologi berupa batupasir yang tebal dan sesar naik, tercermin pada kenampakan pola kontur pada peta topografi. Pola kontur yang rapat seperti telah dijelaskan sebelumnya, mencerminkan litologi yang lebih resisiten memiliki homogenitas batuan yang tinggi. Perbedaan tingkat kerapatan kontur pada sisi timur dan barat Gunung Pasir Bedil juga memperlihatkan arah kemiringan lapisan dan gawir. Bentuk Gunung Pasir Bedil yang cenderung berbelok dari arah selatan hingga utara di Bukit Pasir Kecapi dapat dijelaskan dengan adanya beberapa sesar mendatar berarah relatif timurlaut-baratdaya yang melewati Gunung Pasir Bedil. Pergeseran yang diakibatkan oleh sesar ini yang menyebabkan satuan ini memiliki bentuk yang berbelok. Indikasi sesar tersebut juga dapat 62

diperhatikan dari pola kontur pada satuan ini yang menunjukkan adanya pergeseran pada puncak punggungannya. Gambar 4.11 Kenampakan morfologi Gunung Pasir Bedil dan Bukit Pasir Kecapi. Foto menghadap barat. 4.1.4.3 Satuan Perbukitan Homoklin Ciruntuh Satuan ini mencakup 20% dari luas keseluruhan daerah penelitian dan berada dibagian baratdaya wilayah penelitian.satuan ini ditandai dengan warna jingga pada peta geomorfologi (Lampiran - 3). Morfologi satuan ini dicirikan dengan perbukitan homoklin dengan relief yang bergelombang dengan elevasi 30 mdpl hingga 240 mdpl, kemiringan lapisan batuan antara 49⁰ hingga 87⁰ dan kemiringan lereng antara 0% hingga 30% yang berdasarkan klasifikasi oleh Van Zuidam (1985) tergolong dalam kategori landai hingga cukup terjal. Litologi penyusun satuan ini berupa perselingan batupasir dengan batulempung dengan ketebalan tiap lapisan yang tipis. Pola morfologi yang bergelombang pada satuan ini diakbatkan adanya runtuhan batuan berupa bongkah-bongkah breksi yang memiliki tingkat ketahan terhadap pelapukan dan erosi lebih tinggi dibandingkan dengan litologi batupasir dan batulempung (Gambar 4.12). 63

Gambar 4.12 Bongkah breksi pada Satuan Perbukitan Homoklin Ciruntuh Heterogenitas dari litologi yang hadir juga merupakan faktor penyebab relief yang bergelombang pada satuan ini. Pola kelurusan yang terdapat dalam satuan ini ada dua arah dominan yaitu arah utara-selatan yang dikontrol oleh kedudukan lapisan batuan dan aliran sungai, dan arah timurlaut-baratdaya yang dikontrol oleh sesar-sesar mendatar yang berkembang. Sungai yang berada di daerah ini memiliki pola aliran rektangular yang dipengaruhi oleh sesar mendatar. Gambar 4.13 Kenampakan morfologi Perbukitan Ciruntuh. Foto menghadap utara. 64

4.1.4.4 Satuan Lembah Homoklin Karanganyar Satuan ini mencakup 35% dari luas wilayah keseluruhan daerah penelitian, berada menyebar dari bagian selatan hingga utara daerah penelitian.satuan ini ditandai dengan warna biru muda pada peta geomorfologi (Lampiran - 3). Satuan ini dicirikan dengan morfologi berupa dataran rendah dengan elevasi 25 mdpl hingga 100 mdpl, kemiringan lapisan batuan antara 20⁰ hingga 80⁰ dan memiliki kemiringan lereng antara 0% hingga 15% yang berdasarkan klasifikasi dari Van Zuidam (1985) tergolong dalam kategori landai. Satuan ini berada dalam dua satuan batuan yaitu Satuan Batupasir-Batulempung dan Satuan Batulempung. Litologi berupa batupasir berukuran butir halus dan batulempung akan mudah mengalami erosi dan pelapukan, dan homogenitas batuan pada satuan ini menyebabkan relief kontur yang relatif datar. Kali Rambatan yang merupakan sungai besar di daerah penelitian mengalir melalui satuan ini, dan tipe genetik dari sungai yang terdapat di dalam satuan geomorfologi ini dan bermuara ke Kali Rambatan adalah sungai dengan tipe genetik sungai obsekuen. Sedangkan pola aliran sungai yang berkembang pada satuan ini adalah sungai dengan pola rektangular yang dikontrol oleh sesar mendatar yang berkembang.. Satuan Lembah Homoklin Karanganyar ini berbatasan dengan keempat satuan geomorfologi lainnya yang secara keseluruhan dapat terlihat dari perubahan kemiringan lapisan yang cukup signifikan, dan pada peta geomorfologi perubahan kemiringan lereng tersebut diwakilkan dengan simbol tekuk lereng. 65

Gambar 4.14 Kenampakan morfologi Lembah Homoklin Karanganyar. Foto menghadap barat. 4.1.4.5 Satuan Dataran Aluvial Satuan ini mencakup 5 % dari luas wilayah keseluruhan daerah penelitian dan berada di sepanjang Sungai Cisereuh dan Kali Rambatan. Di dalam peta geomorfologi satuan ini ditandai dengan warna abu-abu (Lampiran - 3). Satuan ini tersusun atas endapan aluvial dengan ukuran material penyusun yang beragam, mulai dari material berukuran pasir hingga berukuran bongkah. Jenis batuan penyusun endapan aluvial inipun beragam, diantaranya berupa batupasir, batugamping, dan andesit. Kenampakan morfologi yang dapat diamati di dalam satuan ini adalah adanya bentukan teras sungai pada sisi-sisi aliran sungai (Gambar 4.16). Keberadaan teras sungai ini dapat menjadikan indikasi pernah terjadinya banjir yang melewati teras sungai tersebut. 66