MG-6 DAUR DAN ETAT PEMANENAN KAYU

dokumen-dokumen yang mirip
MG-8 PERMINTAAN DAN PENAWARAN HASIL HUTAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Sistem silvikultur. Sistem silvikultur & Model Struktur Hutan:

Ekonomi Kehutanan (ESL 325)

Sistem silvikultur & Model Struktur Hutan:

DEFINISI DAN JENIS HUTAN

SILABUS KRITERIA PENILAIAN U KE- YANG DIHARAPKAN. NILAI (%) Mampu menjelaskan jenis dan karakteristik hutan

BAB I PENDAHULUAN. Hutan alam yang ada di Indonesia banyak diandalkan sebagai hutan produksi

SUMBER DAYA HUTAN* Resume by Opissen Yudisyus , Ilmu Ekonomi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG RUMPANG (TR)

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG HABIS PENANAMAN BUATAN (THPB)

PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS AGROFORESTRI KAYU BAWANG DI PROVINSI BENGKULU

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ)

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan hutan lestari perlu dilaksanakan agar perubahan hutan yang terjadi

Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan. Multisistem.

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam Suginingsih (2008), hutan adalah asosiasi tumbuhan dimana pohonpohon

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM INDONESIA (TPTI)

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

METODOLOGI PENELITIAN

ABSTRAK. Suryanto 1, Dodik Ridho Nurrochmat 2, Herry Priyono 3, Ayi Suyana 4 dan Ahmad Budiaman 5. Daftar Isi: -1- Abstrak 1.

I. PENDAHULUAN. Industri dikenal sebagai hutan tanaman kayu yang dikelola dan diusahakan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Silvilkultur. Hasil Hutan Kayu. Pemanfaatan. Pengendalian. Areal.

Peran PUP dalam Perencanaan Pengaturan Hasil untuk Mendukung Kelestarian Hutan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH. Oleh : PT.

PENYEMPURNAAN SISTEM SILVIKULTUR MENJADIKAN HUTAN LEBIH BAIK

KRITERIA DAN STANDAR IJIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN PADA HUTAN PRODUKSI

2 dilakukan adalah redesign manajemen hutan. Redesign manajemen hutan mengarah pada pencapaian kelestarian hutan pada masing-masing fungsi hutan, teru

1. PENDAHULUAN A. Dasar Manajemen Hutan working plan perhitungan dan pengaturan hasil Manajemen Hutan

PENENTUAN DAUR OPTIMAL HUTAN NORMAL JATI (Kasus di Perum Perhutani Unit II Jawa Timur) GRACE TRI APRILINA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

1 BAB I. PENDAHULUAN. tingginya tingkat deforestasi dan sistem pengelolan hutan masih perlu untuk

PSAK NO. 32 AKUNTANSI KEHUTANAN

PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI DENGAN SWAKELOLA DI INDONESIA

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI SIDANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERENCANAAN PRODUKSI HUTAN ALAM YANG LESTARI MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis tinggi. Menurut Bermejo et al. (2004) kayu jati merupakan salah satu

METODOLOGI PENILAIAN TEGAKAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI

PENDAHULUAN. Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di

Baharinawati W.Hastanti 2

BAB I PENDAHULUAN. mandat oleh pemerintah untuk mengelola sumber daya hutan yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. klimaks pada daerah dengan curah hujan mm per tahun, rata-rata

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PERMUDAAN ALAM dan PERMUDAAN BUATAN

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

OLEH : SOENARNO PUSAT PENELITIAN KETEKNIKAN KEHUTANAN DAN PENGOLAHAN HASIL HUTAN

ABUBAKAR M. LAHJIE ISMAIL

Paket ANALISIS SOSIAL, EKONOMI DAN FINANSIAL PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN PENGHASIL KAYU

MODEL PENDUGAAN PRODUKSI TEGAKAN HUTAN TANAMAN SENGON UNTUK PENGELOLAAN HUTAN

Sistem Tebang Parsial & Tebang Habis

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

PUP (Petak Ukur Permanen) sebagai Perangkat Pengelolaan Hutan Produksi di Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STRATEGI PENGEMBANGAN HUTAN TANAMAN BADAN LITBANG KEHUTANAN

BAB 3 OBJEK PENELITIAN. IKH termuat di dalam Akte Pendirian Perseroan. Akte ini telah disahkan oleh

MODEL PERTUMBUHAN TEGAKAN HUTAN TANAMAN SENGON UNTUK PENGELOLAAN HUTAN. GROWTH MODEL OF SENGON PLANTATION STAND FOR FOREST MANAGEMENT

IV. HASIL EVALUASI SISTEM SILVIKULTUR DI HUTAN RAWA GAMBUT BERDASARKAN KAJIAN LAPANGAN DAN WAWANCARA

PERENCANAAN PEMANENAN KAYU

SINTESA HASIL PENELITIAN PENGELOLAAN HUTAN ALAM PRODUKSI LESTARI KOORDINATOR: DARWO


BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dengan perkembangan paradigma pengelolaan hutan. Davis,dkk. (2001)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu. Hutan sendiri

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Adanya ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan dengan kemampuan

PAPER BIOMETRIKA HUTAN PENDUGAAN POTENSI EKONOMI TEGAKAN TINGGAL PADA SUATU PERUSAHAAN PEMEGANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN (HPH) Oleh : Kelompok 4

PENDAHULUAN Latar Belakang

KERAGAMAN PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI MERAH (Shorea leprosula Miq.) PADA BERBAGAI TAPAK

MK. Biometrika Hutan Hari, tanggal : 16 Desember 2013 Kelas : Kamis ( ) Kelompok : 11

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang menjadi sentra penanaman jati adalah puau Jawa (Sumarna, 2007).

MENGELOLA HUTAN ALAM DENGAN LUAS 1000 HA, APAKAH MUNGKIN?

DAMPAK PENURUNAN DAUR TANAMAN HTI Acacia TERHADAP KELESTARIAN PRODUKSI, EKOLOGIS DAN SOSIAL

KERAGAMAN JENIS ANAKAN TINGKAT SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM

BAB I PENDAHULUAN. menutupi banyak lahan yang terletak pada 10 LU dan 10 LS dan memiliki curah

BAB I PENDAHULUAN. tinggi sehingga rentan terhadap terjadinya erosi tanah, terlebih pada areal-areal

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya

MEMBENDUNG meluasnya preseden buruk pengelolaan HPH di Indonesia

RPI 7 : PENGELOLAAN HUTAN TANAMAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Volume Pohon pada Jarak Tanam 3 m x 3 m. Bardasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, Pada sampel populasi untuk

BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HASIL HUTAN LATAR BELAKANG. Defisit kemampuan

E ROUP PUROBli\1 .IURUSAN TEKNOLOGI BASIL HUTAN E C\KULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR. Oleh :

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. XI No. 2 : (2005)

BAB I PENDAHULUAN. adalah sengon (Falcataria moluccana). Jenis ini dipilih karena memiliki beberapa

PUSAT PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN HUTAN

BAB I PENDAHULUAN. pertukangan dan termasuk kelas kuat dan awet II (Martawijaya et al., 1981). sebagai pilihan utama (Sukmadjaja dan Mariska, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. (renewable resources), namun apabila dimanfaatkan secara berlebihan dan terusmenerus

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR 625/KPTS-II/1998 TENTANG

Transkripsi:

MG-6 DAUR DAN ETAT PEMANENAN KAYU Meti Ekayani, S.Hut, M.Sc Dr. Ir. Dodik Ridho Nurrochmat, M.Sc Asti Istiqomah, SP EKONOMI KEHUTANAN ESL 325 (3-0)

PENGERTIAN DAUR DAUR: Jangka waktu yang diperlukan oleh suatu tegakan hutan dari satu waktu pemanenan ke waktu pemanenan berikutnya (ISTILAH UMUM)

ROTASI DAN SIKLUS TEBANG ROTASI: Jangka waktu yang diperlukan oleh suatu jenis pohon untuk mencapai umur masak tebang, dihitung sejak pohon tersebut ditanam (istilah daur untuk hutan tanaman/tegakan seumur) SIKLUS TEBANG (cutting cycle): Jangka waktu yang diperlukan oleh suatu tegakan hutan tidak seumur dari satu waktu pemanenan ke waktu pemanenan berikutnya (istilah daur untuk hutan alam/tegakan tidak seumur)

MACAM DAUR DAUR FISIK DAUR SILVIKULTUR DAUR TEKNIK DAUR HASIL KAYU MAKSIMUM DAUR PENDAPATAN MAKSIMUM DAUR KEUNTUNGAN MAKSIMUM

DAUR FISIK Daur yang berimpitan dengan kemampuan suatu jenis untuk dapat bertahan hidup secara alami. Terkadang juga diartikan sebagai waktu sampai dengan suatu jenis pohon masih mampu untuk menghasilkan biji yang dapat tumbuh menjadi anakan yang sehat. Daur fisik tidak berkaitan langsung dengan masalah ekonomi. Daur fisik dipengaruhi oleh: keadaan iklim, ketinggian tempat, dan kesuburan tanah. Penting diperhatikan untuk jenis pohon yang umurnya relatif pendek (misalnya: sengon, mangium). Daur pemanenan suatu jenis pohon lazimnya tidak melebihi daur fisiknya.

DAUR SILVIKULTUR Daur silvikultur adalah jangka waktu yang diperlukan oleh suatu jenis pohon untuk mulai dapat melakukan permudaan kembali dengan baik (misalnya mulai menghasilkan biji atau bagian lain (vegetatif) yang dapat dipergunakan untuk berbiak dengan baik). Bandingkan dengan Daur Fisik! Lazimnya Daur Pemanenan tidak lebih pendek daripada Daur Silvikultur. Bagaimana bila dibiakkan dengan kultur jaringan?

DAUR TEKNIK Daur teknik adalah daur yang didasarkan pada penggunaan kayu yang akan dipanen. Daur teknik adalah umur pada waktu suatu jenis pohon yang diusahakan sudah dapat menghasilkan kayu yang dapat dipakai untuk tujuan tertentu (misal: kayu serat, kayu pertukangan). Jadi, daur teknik berbeda tergantung pada tujuan dari penggunaan kayu yang akan dipanen.

DAUR HASIL KAYU MAKSIMUM Daur hasil kayu maksimum adalah umur tegakan dimana hasil kayu tahunan mencapai volume yang tertinggi. Hasil tidak hanya dihitung dari hasil kayu tebangan akhir saja, tetapi juga termasuk seluruh kayu hasil tebangan penjarangan. Panjang daur hasil kayu maksimum berimpit dengan umur tegakan pada saat laju pertumbuhan rata-rata atau riap volume tahunan mencapai maksimum. Panjang daur ini ditunjukkan oleh perpotongan antara grafik riap tahunan berjalan (CAI) dengan grafik riap tahunan rata-rata (MAI).

DAUR HASIL KAYU MAKSIMUM m 3 TOTAL CAI MAI Tahun

DAUR PENDAPATAN MAKSIMUM Daur pendapatan maksimum adalah daur dimana pada umur tersebut suatu tegakan hutan (tanaman) akan menghasilkan pendapatan bersih maksimum. Daur pendapatan maksimum sering pula disebut dengan daur rente hutan maksimum. Pendapatan bersih perusahaan diperoleh dari penjualan kayu hasil tebangan dan penjarangan, dikurangi biaya penanaman dan pemeliharaan tegakan sampai akhir daur serta biaya administrasi.

Formula Daur Pendapatan Maksimum Dimana: Fr Yr Tr C r r. a Fr = rata-rata pendapatan bersih tahunan (Rp/Ha) Yr = hasil kayu pada umur daur (m3/ha) Tr = jumlah hasil penjarangan sampai akhir daur (m3/ha) C = Biaya pembuatan tanaman (Rp/Ha) a = rata-rata biaya administrasi tahunan (Rp) r = panjang rotasi (tahun)

DAUR KEUNTUNGAN MAKSIMUM Daur keuntungan maksimum juga disebut daur finansial, yaitu umur tebang tegakan (hutan tanaman) yang dapat menghasilkan keuntungan tertinggi. Daur finansial terkait dengan Nilai Harapan Lahan. Nilai Harapan Lahan adalah pendapatan bersih yang dapat diperoleh dari sebidang lahan, yang dihitung untuk tingkat bunga tertentu. Nilai Harapan Lahan dapat dihitung dengan menggunakan Formula Faustmann.

Formula Faustmann (Nilai Harapan Lahan) Dimana: Le = nilai harapan lahan (Rp/Ha) Yr = hasil kayu pada tebangan akhir daur (m3/ha) Ta = hasil penjarangan pada tahun ke-a (m3/ha) C = biaya penanaman (Rp/Ha) Sa = biaya pemeliharaan pada tahun ke-1 (Rp/Ha) e = biaya tahunan pajak, administrasi, perlindungan hutan, dsb (Rp/Ha) r = panjang daur (tahun) i = tingkat bungan (dalam desimal) a = tahun kegiatan

Catatan Terhadap Formula Faustmann Formula Faustmann sebenarnya tidak menjawab persoalan yang dihadapi, yaitu menghitung panjang daur. Dalam Formula Faustmann dapat dilihat bahwa nilai harapan lahan bergantung pada besarnya tingkat bunga dan panjang daur (yang justru ingin dicari). Biasanya tingkat bunga dipergunakan suku bunga yang berlaku, dan hasil perhitungan dibandingkan untuk beberapa macam daur (simulasi) untuk memperolah panjang daur yang paling menguntungkan secara finansial.

ETAT Etat adalah jumlah hasil yang dapat diperoleh setiap tahun atau selama jangka waktu tertentu. Secara garis besar, ada dua macam Etat yaitu: 1) Etat Luas, jika jumlah hasil dinyatakan dalam satuan luas (Ha). 2) Etat Volume, jika jumlah hasil dinyatakan dalam satuan volume (m3)

ETAT DALAM SISTEM TPTI Contoh perhitungan Etat pada sistem TPTI HPH: Luas konsesi HPH PT. Wana Lestari = 70.000 Ha Masa ijin konsesi HPH = 20 Tahun Daur (dalam sistem TPTI) = 35 Tahun Volume pohon dimater 50 cm up = 30 m3/ha BERAPA ETAT LUAS DAN ETAT VOLUME?

ETAT LUAS Etat Luas = Luas Total Areal Konsesi HPH (Ha)/Panjang Daur (Tahun) 70.000 Ha/35 Tahun 2.000 Ha/Tahun

ETAT VOLUME Etat Volume = Volume pohon yang diijinkan ditebang (m3/ha) x Luas Tebangan Tahunan (Ha/Tahun) 30 m3/ha x 2.000 Ha/Tahun 60.000 m3/tahun Contoh diatas adalah perhitungan Etat yang disederhanakan. Sesungguhnya dalam ilmu manajemen hutan ada bermacam cara perhitungan Etat Volume serta Kombinasi Etat Luas dan Volume, misalnya: Metode Cotta, Judeich, Von Mantel, Symtheis, Austria, dsb.

TERIMA KASIH