Pada dasarnya, Lembaga Non Struktural menjalankan fungsi yang spesifik. Oleh karenanya apabila kewenangan yang diberikan didasarkan pada

dokumen-dokumen yang mirip
INTEGRITAS PROFESIONAL INOVATIF PEDULI

Policy Brief Launching Arsitektur Kabinet : Meretas Jalan Pemerintahan Baru

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 59 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. sebuah negara Republik Indonesia yang membawa rakyatnya pada suasana

BAB 1 PENDAHULUAN. Paradigma manajemen keuangan pemerintahan di Indonesia saat ini

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang didasarkan pada prinsip-prinsip good governance (Bappenas,

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi, teknologi informasi komunikasi (TIK) semakin lama

STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM*

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 032 TAHUN 2014 TENTANG

Kriteria Lembaga Non Struktural Tinjauan Administrasi Negara

KPU Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Sumedang BAB I PENDAHULUAN

ANCAMAN RUU PEMDA KEPADA DEMOKRATISASI LOKAL DAN DESENTRALISASI

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 300,

Deputi Bidang Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi

BAB I PENDAHULUAN. (DPRD) mempunyai tiga fungsi yaitu : 1) Fungsi legislatif (fungsi membuat

Kebijakan Reformasi Birokrasi dan Evaluasi Jabatan

Kebijakan. Deputi Kelembagaan dan Tata Laksana. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Jakarta, 25 Juni 2015

TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri)

2012, No Mengingat Menetapkan d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Perat

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MODEL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TERHADAP PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE (STUDI DI KOTA SALATIGA) PERIODE

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKALIS NOMOR 04 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG ( RPJP ) KABUPATEN BENGKALIS TAHUN

Pusat Kajian Sistem dan Hukum Administrasi Negara mencanangkan visi :

BAB I PENDAHULUAN. Akuntabilitas kinerja pemerintah merupakan salah satu isu yang terdapat dalam

I. PENDAHULUAN. melalui implementasi desentralisasi dan otonomi daerah sebagai salah satu realita

BEBERAPA CATATAN TENTANG LEMBAGA-LEMBAGA KHUSUS DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN NEGARA 1. (Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH.

RANCANGAN UNDANG UNDANG APARATUR SIPIL NEGARA (RUU ASN)

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Relevansi dan Revitalisasi GBHN dalam Perencanaan Pembangunan di Indonesia 1. Tunjung Sulaksono 2

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 106 Tahun 2008 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBENTUKAN DAN PENYELENGGARAAN FORUM DELEGASI MUSRENBANG KABUPATEN SUMEDANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG GERAKAN NASIONAL PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 300,

I. PENDAHULUAN. dibagi-baginya penyelenggaraan kekuasaan tersebut, agar kekuasaan tidak

Good Governance. Etika Bisnis

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI TENTANG PEDOMAN KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIMAHI

AIDS dan Sistem Kesehatan: Sebuah Kajian Kebijakan PKMK FK UGM

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Tinjauan Konstitusional Penataan Lembaga Non-Struktural di Indonesia 1

NOMOR TENTANG. Pemerintah. Provinsi, P dan 3839); Negara. 4. Peraturan. Negara. Lembarann Negara Nomor. 6. Peraturan

Lampiran : Keputusan Walikota Bontang Nomor : 657 Tahun 2013 Tanggal : 5 Desember 2013 Tentang : PENETAPAN ROAD MAP REFORMASI BIROKRASI DI LINGKUNGAN

BAB I. tangganya sendiri (Kansil, C.S.T. & Christine S.T, 2008). perubahan dalam sistem pemerintahan dari tingkat pusat sampai ke desa.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Sebelum terjadinya reformasi keuangan di Indonesia, Laporan Keuangan

GAMBARAN UMUM. Bergesernya paradigma penyelenggaraan pemerintahan dari government ke

2013, No BAB I KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI Pasal 1 (1) Lembaga Administrasi Negara yang selanjutnya disebut LAN adalah lembaga pemerintah nonke

BAB 1 BISNIS PROSES DALAM REFORMASI BIROKRASI. A. Pendahuluan

BAHAN PANJA RUU Aparatur Sipil Negara, 29 FEBRUARI 2012 (Berdasarkan hasil rapat antar Instansi Tanggal 24 Februari 2012)

M E N C A R I B E N T U K STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN DAERAH 1 Oleh Drs. Syarifuddin, M.Soc.Sc., Ak.

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan perencanaan dan penganggaran Pemerintah Daerah diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA KABUPATEN LAMONGAN

REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. akuntabel serta penyelenggaraan negara yang bersih dari unsur-unsur KKN untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuai dengan UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi yang memberikan kebebasan dan

L A P O R A N K I N E R J A

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien, serta sesuai dengan rencana,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

-2- Pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah terdiri atas pembinaan dan pengawasan umum serta pembinaan dan pengawasan te

BAB I PENDAHULUAN. Birokrasi yang berbelit dan kurang akomodatif terhadap gerak ekonomi mulai

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah. Di samping sebagai strategi untuk menghadapi era globalisasi,

Kebutuhan Pelayanan Publik

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAN INOVASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Penerapan Manajemen Sumber Daya Manusia dalam Sektor Publik dan Pusat Kesehatan Masyarakat. Dwi Handono Sulistyo PKMK FKKMK UGM

PKSANHAN II PUSAT KAJIAN SISTEM DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

BAB. I PENDAHULUAN. perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG GERAKAN NASIONAL PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penyelenggaraan otonomi daerah seperti diatur dalam Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah memberikan

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG

Desain Tata Kelola Kelembagaan Hulu Migas Menuju Perubahan UU Migas Oleh: Wiwin Sri Rahyani * Naskah diterima: 13 April 2015; disetujui: 22 April 2015

BAB 5 KESIMPULAN. kebutuhan untuk menghasilkan rekomendasi yang lebih spesifik bagi para aktor

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Undang No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah

KEDUDUKAN UU ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DALAM MENDORONG PELAKSANAAN REFORMASI BIROKRASI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 54 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 97 TAHUN 2000 TENTANG FORMASI PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK INSAN OMBUDSMAN KETUA OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Anggaran 2017 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 240, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5948); MEMUT

BAB I PENDAHULUAN RENSTRA DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KAB. KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

INDEPENDENSI BANK INDONESIA SEBAGAI BANK SENTRAL NEGARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.744, 2014 KONSIL KEDOKTERAN. Rencana Strategis. Rancangan. Penyusunan.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perubahan politik di Indonesia saat ini mewujudkan administrasi negara yang

BAB II PERENCANAAN KINERJA

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (SAKIP) DAN LAPORAN AKUNTANTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP)

Jalan Perubahan Ketiga: Pemberantasan Kejahatan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup PEMBANGUNAN SEBAGAI HAK RAKYAT

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA)

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG GERAKAN NASIONAL PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA Nomor: PIKS@-DIAN PB 01.2015

1 POLICY BRIEF Pada dasarnya, Lembaga Non Struktural menjalankan fungsi yang spesifik. Oleh karenanya apabila kewenangan yang diberikan didasarkan pada tingkat undang-undang, maka sebaiknya LNS yang akan dibentuk juga didasarkan pada undang-undang. Tetapi apabila Lembaga Non Struktural hanya menjalankan fungsi eksekutif, maka cukup dibentuk dengan Peraturan Pemerintah atau Keputusan Presiden agar lebih fleksibel. (Hamdan Zoelfa, 2010) ISI SEKILAS.. o Abstraksi o Permasalahan utama dalam ABSTRAKSI Eksistensi Lembaga Non Struktural (LNS) sudah dicap dengan stempel tak sedap, mulai dari tumpang tindih fungsi dengan kementerian/lembaga, kinerja yang tidak memuaskan, maupun in-efisiensi dalam penggunaan anggaran. Penataan LNS dewasa ini juga berada pada arah yang tidak jelas. Hal lain yang juga tidak kalah penting yakni bermunculannya pandangan bahwa keberadaan LNS tidak jelas dalam konstelasi penyelenggaraan urusan pemerintah. Dengan kondisi demikian maka tidak mengherankan apabila kemudian terbit Peraturan Presiden Nomor 176 Tahun 2014 tentang Pembubaran 10 LNS. Dalam beberapa waktu ke depan dapat diprediksi bahwa pembubaran secara massif terhadap beragam LNS sangat mungkin dilakukan. Policy brief ini menawarkan inovasi konseptual atau cara pandang baru dalam merumuskan arsitektur LNS dalam rangka mengakselerasi kinerja pemerintahan. Melalui model inovasi konseptual ini, penataan LNS kedepan (baik pengembalian fungsi kepada kementerian/lembaga, penggabungan, dan /atau pembubarannya) dapat dilakukan secara masuk akal. penataan LNS dewasa ini o Merumuskan ulang definisi LNS o Rekomendasi..

2 PERMASALAHAN UTAMA DALAM PENATAAN LNS DEWASA INI Dapat dipastikan bahwa penataan LNS selama ini hanya berdasarkan common sense, tanpa dasar rujukan yang dapat diterima akal sehat. Beberapa institusi pemerintah -- yaitu Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian PAN-RB, dan Lembaga Administrasi Negara mengidentifikasi LNS dengan jumlah yang berbeda-beda sesuai perspektif masing-masing (lihat grafik 1 di bawah ini). Menyikapi hal tersebut, kemudian Kementerian Sekretaris Negara, Kementerian PAN-RB, LAN, dan Kementerian Keuangan mengadakan diskusi terbatas terkait penataan LNS. Dalam diskusi tersebut ditemukan persoalan mendasar yang sama, yaitu ketidakjelasan jelasnya pengertian dan kriteria pembentukan LNS. Mereka menyepakati bahwa hal tersebut menjadi pemicu utama terhadap carut marut dalam penataannya. Selama ini pembentukan LNS dilakukan secara sporadic, tidak mempertimbangkan relevansinya, dan bahkan tidak jelas arah yang dituju. Kondisi demikian harus menjadi perhatian serius dari pemerintah dan harus segera dihentikan. GRAFIK Pembentukan LNS selama ini, secara umum hanya merujuk pada peraturan perundang-undangan sektoral, sehingga dalam implementasinya lebih berorientasi pada kekuasaan atau wewenang ketimbang relevansi peran dan fungsi. Apabila kondisi demikian terus diabaikan, maka pertumbuhan kelembagaan pemerintah semakin subur dengan peran dan fungsi yang semakin terfragmentasi. Menyikapi tidak optimalnya peran LNS, kemudian pada awal

3 Pemerintahan Presiden Jokowi dibubarkan 10 LNS. Menindaklajuti hal dimaksud, kemudian KemenPAN-RB melakukan evaluasi terhadap keberadaan 22 LNS. Dalam pandangan LAN, evaluasi terhadap keseluruhan LNS dapat dilakukan dengan cara lebih cepat. Dan bahkan pembubarannya dapat dilakukan secara massif berdasarkan hasil kajian inovasi konseptual mengenai arsitektur LNS ke depan. MERUMUSKAN ULANG DEFINISI LEMBAGA NON STRUKTURAL Sementara ini Lembaga Administrasi Negara, Kementerian Setneg, Kementerian PAN-RB dan Kementerian Keuangan memiliki batasan masing-masing mengenai LNS (lihat tabel 1 di bawah ini). Oleh karenya dipandang perlu melakukan redefinisi mengenai LNS itu sendiri. Mereformulasi definisi LNS dapat dimulai dengan melakukan analisis terhadap pengertian LNS yang berbeda-beda dari berbagai institusi pemerintah yang melakukan kajian terhadap LNS. Institusi Pengkaji LAN Kementerian Sekretariat Negara Kementerian PAN & RB Kementerian Keuangan Batasan LNS Institusi yang dibentuk karena urgensi terhadap suatu tugas khusus tertentu yang tidak dapat diwadahi dalam bentuk kelembagaan pemerintahan / Negara konvensional, dengan keunikan kelembagaan tertentu, dan memiliki karakteristik tugas yang urgen, unik dan terintegrasi serta efektif dalam melaksanakan tugasnya. Sebagai lembaga yang dibentuk melalui peraturan perundang-undangan tertentu guna menunjang fungsi Negara dan pemerintah, yang dapat melibatkan unsur-unsur pemerintah, swasta, dan masyarakat sipil, serta dibiayai oleh Negara. LNS merupakan lembaga di luar struktur organisasi pemerintah, yang bersifat independen, serta memiliki otonomi dalam menjalankan mandatnya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Lembaga Non Struktural dimaksudkan sebagai badan lainnya. Adapun yang dimaksud sebagai badan lainnya adalah Lembaga pemerintah yang berada diluar 3 PPK (Pola Pengelolaan Keuangan), yaitu 1. Kementerian Negara/Lembaga, 2. Badan Usaha Milik Negara, 3. Badan Layanan Umum. Penataan LNS kedepan dapat dilakukan dengan memperhatikan 7 krteria mendasar berikut: 1. Tugas tertentu dan relevansi LNS Pertama, menangani urusan yang apabila hanya dilakukan oleh pemerintah akan memungkinkan terjadinya penyalahgunaan wewenang ataupun

4 ketidakadilan dalam menyelesaikan urusan tersebut (penyelenggaraan urusan negara secara independen bebas campur tangan siapapun termasuk pemerintah; Kedua, menangani urusan multi sektor yang melibatkan unsur-unsur governance atau bukan hanya pemerintah; dan Ketiga, menangani sementara urusan yang belum dijalankan secara optimal oleh organ-organ pemerintah di luar services delivery. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa fungsi services delivery merupakan fungsi dasar dari pemerintah yang pada level tertentu dapat diserahkan kepada swasta (privat sector). Keempat, tugas tertentu yang dijalankan LNS juga harus berada dalam konteks relevan dengan misi strategis tertentu (memenuhi tuntutan lingkungan strategis), yang apabila relevansi strategisnya hilang/berubah, maka keberadaan LNS tersebut perlu dievaluasi kembali. 2. Dasar Pembentukan LNS Pada hakekatnya LNS merupakan representasi dari kehadiran negara dalam penanganan urusan tertentu. Oleh karena itu, LNS dikatakan sebagai organ negara. Sebagai organ negara, pembentukannya harus berdasarkan kepada peraturan perundang-undangan tertentu sesuai dengan lingkup kewenangannya. 3. Pembiayaan LNS Sebagai organ negara, maka pembiayaan LNS dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. 4. Keanggotaan LNS LNS lahir untuk mewadahi partisipasi publik dalam urusan pemerintahan sebagai wujud penerapan prinsip good governance. Dalam konteks ini, LNS merupakan governance bodies, dimana pemerintah tidak lagi dianggap sebagai aktor tunggal dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan. 5. Independensi LNS Independen dalam hal ini memiliki makna bahwa pemberhentian anggota hanya dapat dilakukan berdasarkan sebab-sebab yang diatur dalam undang-undang pembentukkannya, tidak

5 seperti lembaga biasa yang dapat diberhentikan sewaktu-waktu oleh Presiden. Selain makna di atas, Independen juga berarti: (1) Memiliki kepemimpinan yang kolektif, (2) Kepemimpinan tidak dikuasai mayoritas partai tertentu, (3) Masa jabatan komisi tidak habis bersamaan tetapi bergantian (staggered terms). Lebih dari itu, independensi LNS dapat dilihat dari seberapa besar tingkat imunitas LNS dari intervensi kekuasaan dalam menjalankan peran dan fungsinya. Berdasarkan kriteria-kriteria di atas, maka secara operasional LNS dapat definisikan sebagai: Institusi independen yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk melaksanakan tugas tertentu yang karena sifat tugasnya tidak dapat diwadahi dalam bentuk Kementerian/Lembaga yang sudah ada, dimana keanggotaan institusinya melibatkan unsur di luar pemerintah dan keberadaannya dibiayai oleh anggaran negara. REKOMENDASI Penataan LNS kedepan dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: 1. Mapping terhadap seluruh institusi yang teridentifikasi sebagai LNS (up-dating data); 2. Melakukan analisis berdasarkan kriteria mendasar dalam penataan LNS, dengan mengajukan beberapa pertanyaan utama, yaitu: o Tugas tertentu. Apakah tugas yang diemban LNS terkait dengan 3 (tiga) tugas tertentu di atas? o Relevansi. Apakah tugas yang dimandatkan masih relevan dengan konteks kekinian ataupun masa yang akan datang?

6 o Cost effectiveness. Sejauh mana efektifitas LNS dalam menjalankan tugas dan fungsinya dalam konteks efisiensi penggunaan anggaran, sumber daya manusia, dan besaran organisasinya? o Dasar hukum pembentukan. Apakah dasar hukum pembentukannya sesuai dengan ruang lingkup tugasnya? o Independensi. Sebagai governance bodies, seberapa kebal sebuah LNS terhadap intervensi kekuasaan? o Bentuk organisasi dan Sekretariat LNS. Apakah bentuk organisasi LNS dan sekretariatnya sesuai dengan prinsip rigtsizing? o Public trust. Apakah keberadaannya dapat mendorong peningkatan kepercayaan publik? 3. Berdasarkan hasil analisis, kemudian direkomendasikan 3 (tiga) pilihan dalam penataan LNS, yaitu: o Penggabungan. Pilihan ini diusulkan apabila fungsi yang dijalankan oleh dua atau lebih LNS memiliki kesamaan atau sejenis; o Pengembalian fungsi kepada Kementerian/Lembaga. Pilihan ini diusulkan apabila fungsi yang diselenggarakan LNS pada dasarnya dapat dilakukan oleh Kementerian/Lembaga; o Penghapusan/Pembubaran: Pilihan terakhir ini harus diusulkan apabila peran dan fungsi LNS tidak sesuai dengan kriteria tugas tertentu dan relevansinya, serta tidak berkontribusi pada peningkatan kinerja pemerintahan, dan/ atau bahkan tidak mampu meningkatkan kepercayaan publik terhadap pemerintah.