BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar penyelenggaraan kepemerintahan di Indonesia mengamanatkan bahwa salah satu tujuan didirikan Negara Republik Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu penyelenggaraan Negara Republik Indonesia perlu diarahkan untuk memenuhi kesejahteraan rakyat secara optimal melalui peleyenggaraan pelayanan publik yang efektif dan efisien (Suryadi, 2010:7). Pelayanan publik merupakan konsep yang sering digunakan oleh berbagai pihak, untuk berlomba-lomba meningkatkan kualitas bangsa yang lebih baik dan menyiapkan dunia yang lebih baik bagi masa depan warganya dan juga bagi kepentingan bersama umat manusia. Penyelenggaraan pelayanan publik merupakan suatu kewajiban bagi para pelayan masyarakat baik dalam organisasi pemerintahan maupun non-pemerintah. Oleh karenanya dalam penyelenggaraan pelayanan publik, setiap organisasi harus memiliki tujuan yang sama, ialah mengharapkan hasil yang baik serta memuaskan publik sesuai apa yang mereka butuhkan. Dalam konteks persaingan global tugas sektor publik adalah membangun lingkungan yang memungkinkan setiap aktor baik bisnis atau nirlaba, untuk mampu mengembangkan diri menjadi pelakupelaku yang kompetitif bukan hanya secara domestik melainkan global (Nugroho, 2012:169). Dalam beberapa dekade terakhir kajian kebijakan menjadi tren ketika 1
pemerintah memerlukan banyak pertimbangan dan alternatif-alternatif untuk menyelesaikan masalah publik yang kian semakin kompleks. Masalah publik yang semakin kompleks lebih membutuhkan ekstra perhatian pemerintah dari pada masalah-masalah rutin dan klasik yang secara sederhana dapat dipahami dengan pengalaman pemerintah sebelumnya. Ketika muncul masalah kebijakan publik yang tidak lazim pemerintah membutuhkan alternatif-alternatif yang berbeda dari kebijakan yang berbeda. Analisis kebijakan secara sederhanapun dengan demikian langsung diindentikkan dengan metode untuk mengembangkan alternatif kebijakan (Indiahono 2009a:1). Kebijakan merupakan ranah yang sangat penting kekuatannya untuk saling mempengaruhi dan melakukan tekanan kepada berbagai pihak, kebijakan publik dalam kerangka substantif adalah segala aktifitas yang dilakukan pemerintah untuk memecahkan masalah publik yang dihadapi (Indiahono 2009b:1), sehingga dengan adanya permasalahan-permasalahan publik tersebut pemerintah berusaha membuat tugas pokok atau misi untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Ada tiga tugas pokok pemerintah yaitu tugas pelayanan (publik), tugas pembangunan, dan tugas pemberdayaan. Sehubungan dengan hal tersebut maka Kementerian Komunikasi dan Informatika Negara Republik Indonesia (KOMINFO) meluncurkan program Pusat Layanan Internet Kecamatan (PLIK) sebagai salah satu wujud pelayanan publik. Munculnya kebijakan program PLIK untuk setiap kecamatan seluruh Indonesia, lebih dilatarbelakangi oleh isu kesenjangan digital. Beberapa deklarasi internasional untuk memperkecil kesenjangan digital telah diselenggarakan, mulai 2
dari Okinawa Summit di Jepang pada bulan Juli 2000 dilanjutkan dengan deklarasi Tokyo bulan November 2000, World Summit on Information Society (WSIS) di Geneva bulan Desember 2003, hingga WSIS di Tunisia tahun 2005 (Satria, 2004). Sehubungan dengan hal tersebut, pemerintah telah memiliki program yang sejalan dan mendukung komitmen WSIS yaitu program Kewajiban Pelayanan Universal/Universal Service Obligation (KPU/USO), yang bertujuan menyediakan akses telekomunikasi bagi daerah perdesaan. KPU/USO pilot project telah dijalankan pemerintah sejak tahun 2003 dengan membangun satu telepon akses untuk satu desa, dan pada tahun 2003 dan 2004 telah dibangun akses di 5.354 desa. Sedangkan pada tahun 2008, telah diadakan tender KPU/USO kembali untuk kelanjutan program penyediaan telepon desa tersebut. Pelaksanaan KPU/USO pada tahun 2008-2025 melalui program penyediaan jasa akses telekomunikasi dan informatika perdesaan dibagi dalam tiga tahap, yaitu : 1. Jangka Pendek: Terwujudnya desa berdering pada tahun 2008 sebanyak 31.824 desa di seluruh Indonesia. 2. Jangka Menengah: Terwujudnya desa yang mempunyai akses internet (desa pinter) tahun 2015 dengan mengimplementasikan pelayanan akses informasi di seluruh kecamatan 3. Jangka Panjang : Terwujudnya masyarakat informasi (information society) pada tahun 2025 melalui penyelenggaraan pemusatan pelatihan, pemanfaatan akses informasi, penyelenggaraan TVbroadcast (agregated broadcast) berbasis kebutuhan masyarakat dan pelayanan informasi lainnya. 3
Program penyediaan jasa akses telekomunikasi dan informatika perdesaan KPU/USO tersebut sesuai dengan Rencana Strategis Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) yaitu tujuan yang akan di capai di bidang Infrastruktur Informasi dan Komunikasi adalah tersedianya sarana, prasarana, dan layanan komunikasi dan informatika di seluruh desa, daerah perbatasan negara, pulau terluar, daerah terpencil, dan wilayah non komersial lain untuk mengurangi daerah blank spot dengan salah satu indikator dampak yakni jangkauan layanan akses telekomunikasi universal dan internet mencapai 100 persen di Wilayah Pelayanan Umum Telekomunikasi (WPUT). Kehadiran infrastruktur KPU/USO berpotensi mempercepat terjadinya perubahan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat setempat. Akses telekomunikasi dan informatika yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, dimanfaatkan secara bersama untuk kepentingan bersama pula. Apabila akses hanya dimanfaatkan sekelompok kecil orang, misalnya elit desa, sulit diharapkan bisa mendorong terjadinya serangkaian perubahan di perdesaan. Sarana telekomunikasi melalui KPU/USO mempunyai posisi penting bagi pertumbuhan ekonomi suatu negara atau suatu bangsa. Menurut penelitian International Telecommunication Union (ITU), pertumbuhan atau penambahan 1% (satu persen) teledensitas akan memberikan dampak pertumbuhan ekonomi sebesar 3% (tiga persen). Satuan sambungan telepon (SST) di Indonesia sangat rendah karena hanya mencapai 6,7 juta SST dengan rasio jumlah penduduk sebanyak 220 juta penduduk. Hanya 3 SST untuk per 100 penduduk atau dapat dihitung teledensitasnya hanya 3% (tiga persen). Negara ASEAN seperti 4
Singapura yang tingkat pertumbuhannya relatif sangat tinggi, teledensitasnya mencapai 58%. Malaysia sudah mencapai 30%. Hal ini menunjukkan sebagian besar masyarakat Indonesia belum terjangkau fasilitas telekomunikasi, sehingga tak heran jika pertumbuhan ekonominya rendah. Dalam pengumuman pers tanggal 2 Maret 2009, International Telecommunication Union (ITU) mendudukkan Indonesia di peringkat 108 dari 154 negara, di bawah Gabon dan diatas Botswana, dalam hal indeks pertumbuhan ICT (Information and Communication Technologies). Indeks pertumbuhan ini menggambarkan posisi Indonesia dalam hal kesenjangan digital, yang oleh ITU Indonesia dimasukkan dalam kategori menengah (ada 4 kategori: tinggi, atas, menengah, dan bawah). Tersedianya infrastruktur jaringan telekomunikasi melalui KPU/USO akan menjadi daya tarik bagi investor untuk menanamkan modalnya di suatu daerah guna mengembangkan daerah tersebut, terutama untuk sektor pariwisata dan pertambangan. Tidak kalah penting juga adalah adanya intangible benefit dari penyebaran teknologi seluler dan internet ke pelosok-pelosok, yakni meningkatnya kualitas sumber daya manusia yang melek terhadap teknologi (ICT Literacy). Program KPU/USO pada dasarnya adalah akselerasi pembangunan infrastruktur telekomunikasi di perdesaan yang belum terjangkau akses telekomunikasi dan informatika. Sebagaimana program KPU/USO yang pernah dikembangkan sebelumnya, pada program KPU/USO Tahun 2009 orientasi utama program adalah penyediaan akses telekomunikasi untuk memenuhi kebutuhan komunikasi komunal atau 5
kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu accesability atau ketersediaan akses telekomunikasi menjadi sasaran utama pemerintah pada program ini. Dalam hal ini, pemerintah menetapkan pada masing-masing desa KPU/USO minimal memiliki satu akses telekomunikasi (satu desa satu akses). Selain akses telekomunikasi minimal satu akses untuk setiap desa, Pemerintah melanjutkan program penyediaan Pusat Layanan Internet Kecamatan (PLIK), sehingga pemenang tender diwajibkan menyediakan akses untuk layanan internet beserta fasilitas pendukungnya seperti komputer dan server pada setiap lokasi ibukota kecamatan. Program penyediaan Pusat Layanan Internet Kecamatan, untuk seterusnya dalam skripsi ini digunakan istilah PLIK, diharapkan mampu membawa angin segar bagi daerah untuk mengembangkan potensi yang dimiliki. Arus informasi ke dan dari perdesaan yang semakin lancar diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata bagi daerah perdesaan untuk lebih berkembang. Program PLIK menunjang pemerataan pembangunan diseluruh wilayah Indonesia. Pembangunan infrastruktur telekomunikasi di daerah terpencil dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan berkembangnya industri pariwisata, perikanan, pertanian, dan industri kecil-menengah. Pembangunan fasilitas telekomunikasi melalui program penyediaan PLIK adalah untuk mengatasi kesenjangan digital 1. Akan tetapi jika program tersebut tidak digunakan dan dimanfaatkan oleh masyarakat, maka dikhawatirkan program tersebut tidak akan mencapai tujuan atau target sasaran yang diharapkan. Oleh 1 Menurut WSIS (World Summit Information Society) kesenjangan digital didefinisikan adanya ketidaksetaraan akses teknologi informasi dan komunikasi 6
karenanya, penting dilakukan penelitian untuk melihat efektivitas dari program PLIK itu sendiri. Dalam pelaksanaan program penyediaan PLIK, setidaknya ada tiga stakeholders yang satu sama lain mempunyai kontribusi terhadap keberhasilan pencapaian tujuan program. Tiga stakeholders tersebut adalah pemerintah sebagai pembuat program, pelaksana dan masyarakat sebagai kelompok sasaran. Pemerintah sebagai pembuat program tentu sudah memperhitungkan sejauh mana program tersebut bisa di laksanakan, dengan tingkat keberhasilan optimal, yakni hasil sesuai dengan harapan. Pelaksana dalam melaksanakan kewajiban harus mempertimbangkan kemungkinan kendala yang muncul dan daya dukung yang ada, serta bagaimana masyarakat sebagai sasaran program PLIK, mau berpartisipasi aktif. Organisasi atau aktor pelaksana program harus mampu merumuskan apa yang menjadi ekspresi kebutuhan calon penerima atau kelompok sasaran dalam sebuah program. Setiap program memerlukan persyaratan teknis yang harus dipenuhi oleh pelaksana. Organisasi pelaksana harus memiliki kompetensi untuk menangani program itu supaya berhasil. Selanjutnya hasil dari program tersebut harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat penerima program atau target group agar program tersebut terasa manfaatnya. Evaluasi keberhasilan program penyediaan PLIK bukan ditentukan oleh ketersediaan atau terbangunnya infrastruktur atau fasilitas telekomunikasi semata. Namun ditentukan apakah fasilitas yang ada dimanfaatkan oleh masyarakat setempat atau tidak (Topohudoyo, 2012:3). Oleh karena itu diperlukan partisipasi 7
masyarakat agar dapat meningkatkan daya guna dari PLIK tersebut. Dengan demikian, perlu dikembangkan suatu strategi agar infrastruktur telekomunikasi dan informatika yang ada di perdesaan yang rata-rata mempunyai mata pencaharian sebagai petani bisa dimanfaatkan secara optimal. PLIK Nanggulan 2 merupakan salah satu PLIK yang masih berjalan bahkan pernah menerima USO AWARD tahun 2011 yang diselenggarakan oleh Kementrian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO). PLIK Nanggulan 2 berbeda dengan PLIK yang lain, karena pelayanan yang disediakan tidak hanya penyediaan akses internet saja. Pelayanan yang disediakan oleh PLIK Nanggulan 2 mencakup sektor pendidikan, perekonomian dan pertanian. Pelayanan di sektor pendidikan yang disediakan oleh PLIK Nanggulan 2 antara lain penyediaan perpustakaan dan pelatihan teknologi informasi untuk anak-anak. Kemudian pelayanan di sektor perekonomian antara lain adalah pembinaan dan pelatihan UMKM dalam pemasaran hasil produksi. Sedangkan disektor pertanian, pelayanan yang diberikan PLIK Nanggulan 2 adalah pembinaan dan pelatihan untuk petani dalam meningkatkan produksi pertaniannya. Kegiatan pelatihan bagi petani dilakukan atas inisiatif pengelola PLIK Sutrisno Hadi dengan bekerja sama dengan FEATI (Farmer Empowerment through Agriculture Technology and Information Project). Kegiatan tersebut ditujukan kepada Kelompok Tani Subur Desa Banyoroto karena menurut pertimbangan pengelola PLIK, kelompok tersebut merupakan kelompok tani yang paling aktif dan banyak anggota yang dikenal sehingga memudahkan dalam berkomunikasi. 8
Berdasarkan profil Desa Banyuroto, sebagian besar masyarakat desa mempunyai mata pencaharian sebagai petani, hal ini menjadi menarik karena pada umumnya masyarakat petani buta terhadap teknologi informasi dan menolak hadirnya teknologi baru, tetapi dengan hadirnya internet melalui PLIK diharapkan masyarakat menjadi melek terhadap teknologi. Akan tetapi kenyataan yang ada berdasarkan observasi peneliti selama satu minggu pada saat pagi hingga sore hari jumlah pengunjung di PLIK Nanggulan rata-rata 20 orang. Dari 20 orang tersebut semuanya adalah anak-anak, sedangkan untuk dewasa jarang ditemukan. Padahal penduduk Desa Banyuroto kurang lebih sebanyak 4359 jiwa yang rata-rata mempunyai mata pencaharian sebagai petani jarang ditemui di PLIK. Hal ini dapat dikatakan bahwa pengguna PLIK hanya sebesar 0,34 % dari jumlah penduduk. Dari hal tersebut ada suatu faktor yang menyebabkan masyarakat enggan untuk datang ke PLIK Nanggulan 2. Oleh karena itu peneliti melihat bahwa sangat penting mengkaji lebih jauh tentang efektivitas PLIK Nanggulan 2. Kemudian penelitian ini juga akan menganalisis secara mendalam tentang faktor-faktor yang berpengaruh dalam efektivitas program PLIK di Desa Banyuroto. Dengan demikian, Program PLIK ini bisa lebih efektif dan dilaksanakan dengan optimal agar memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan kehidupan dan kesejahteraan masyarakat pedesaan. 9
1.2. Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan, yaitu : Bagaimana Efektivitas PLIK Nanggulan 2 di Desa Banyuroto Kecamatan Nanggulan Kabupaten Kulon Progo? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas dari PLIK Nanggulan 2 di Desa Banyuroto, Kecamatan Nanggulan, Kabupaten Kulon Progo. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberi kontribusi manfaat bagi tiga pihak, yakni: 1. Peneliti a. Mendapatkan gambaran yang jelas mengenai efektivitas PLIK Nanggulan 2 di Desa Banyuroto, Kecamatan Nanggulan, Kabupaten Kulon Progo. b. Mendapatkan pemahaman yang jelas mengenai operasionalisasi konsepkonsep dan teori di lapangan atau pada tataran empiris. 2. Pemerintah Kabupaten Kulon Progo Sebagai bahan pertimbangan bagi para stakeholder dalam mengembangkan Pusat Layanan Internet Kecamatan (PLIK) di Kabupaten Kulon Progo. 3. Masyarakat atau Pembaca Dapat menambah wawasan dan menjadi masukan untuk mengerti pentingnya internet. 10