Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
EVALUASI KEBIJAKAN PENETAPAN DAERAH RAWAN KEBAKARAN HUTAN DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT EVA FAMURIANTY

PENDAHULUAN Latar Belakang

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM DIREKTORAT PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

I. PENDAHULUAN. bagi kehidupan manusia. Disamping itu hutan juga memiliki fungsi hidrologi sebagai

PENCEGAHANKEBAKARAN LAHAN DAN KEBUN. Deputi Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Solo, 27 Maret 2013

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM DIREKTORAT PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

PRAKIRAAN KONDISI IKLIM DI INDONESIA (UPDATE NOVEMBER 2016)

1. Jumlah update laporan hotspot tanggal 01 Oktober 2016 adalah sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

PRAKIRAAN KONDISI IKLIM DI INDONESIA (UPDATE FEBRUARI 2017)

disampaikan oleh: Direktur Perencanaan Kawasan Kehutanan Kementerian Kehutanan Jakarta, 29 Juli 2011

PRAKIRAAN KONDISI IKLIM DI INDONESIA (UPDATE SEPTEMBER 2017)

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

Pengamatan kebakaran dan penyebaran asapnya dari angkasa: Sebuah catatan kejadian kebakaran hutan/lahan di Sumatera Selatan tahun 2014

Lampiran 3b. Rencana Strategis Program Peningkatan Pemanfaatan Hutan Produksi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PRAKIRAAN KONDISI IKLIM DI INDONESIA (UPDATE MARET 2017)

RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018

Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *)

1. Jumlah update laporan hotspot tanggal 26 September 2016 adalah sebagai berikut :

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM DIREKTORAT PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan

BAB I PENDAHULUAN. rongga telingga tengah, dan pleura (Kepmenkes, 2002). ISPA merupakan

PRAKIRAAN KONDISI IKLIM DI INDONESIA (UPDATE APRIL 2017)

Memahami Arti Penting Mempelajari Studi Implementasi Kebijakan Publik

LAPORAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA) KALIMANTAN

sebagai Kawasan Ekosistem Esensial)

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

Lampiran 3d. Rencana Strategis Program Peningkatan Fungsi dan Daya Dukung DAS Berbasis Pemberdayaan Masyarakat

Penggunaan Kawasan Hutan untuk Pembangunan Sektor Non Kehutanan Oleh : Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian LHK

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM DIREKTORAT PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM DIREKTORAT PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (UU RI No. 41

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM DIREKTORAT PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

LAPORAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA) KALIMANTAN

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara,

Pengaruh Kebijakan dalam Upaya Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan terhadap Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan merupakan sumber daya alam yang menyimpan berbagai

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM DIREKTORAT PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

PENGARUH ELNINO PADA KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Novita Fauzi, 2015

PENETAPAN KINERJA TAHUN 2011 DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

LAPORAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA) KALIMANTAN

Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan Di Dalam Dan Di Luar Kawasan Hutan Per Provinsi Tahun 2014 (ribu ha)

LAPORAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA) KALIMANTAN

dan Mekanisme Pendanaan REDD+ Komunikasi Publik dengan Tokoh Agama 15 Juni 2011

LAPORAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA) KALIMANTAN

PRAKIRAAN KONDISI IKLIM DI INDONESIA (UPDATE OKTOBER 2016)

LAPORAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA) KALIMANTAN TANGGAL 03 NOVEMBER 2016 PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN EKOREGION (P3E) KALIMANTAN, KLHK

KEVIENTERIAN KEI{UTANAN

BAB I PENDAHULUAN. dapat memberikan manfaat besar bagi kesejahteraan manusia, baik manfaat tangible yang

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM DIREKTORAT PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IMPLEMENTASI RAN-GRK DI SEKTOR KEHUTANAN

IDENTIFIKASI AREAL BEKAS KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA, KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN)

LAPORAN HARIAN PUSDALOPS BNPB Kamis, 28 Mei 2009

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM DIREKTORAT PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1. Jumlah update laporan hotspot tanggal 14 September 2016 adalah sebagai berikut :

Oleh : Ketua Tim GNPSDA. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Pontianak, 9 September 2015

LAPORAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA) KALIMANTAN

1. Jumlah update laporan hotspot tanggal 24 Agustus 2016 adalah sebagai berikut : TERR A- AQUA. 1 Kalimantan Timur Berau Kutai Timur

LAPORAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA) KALIMANTAN

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro)

UPT-BPSPL Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut DAN. UPT-BKKPN Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional

BIDANG ANALISIS VARIABILITAS IKLIM

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

LAPORAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA) KALIMANTAN TANGGAL 13 DESEMBER 2016 PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN EKOREGION (P3E) KALIMANTAN, KLHK

LAPORAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA) KALIMANTAN TANGGAL 20 OKTOBER 2016 PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN EKOREGION (P3E) KALIMANTAN, KLHK

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK)

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 12/Menhut-II/2009 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

1. Jumlah update laporan hotspot tanggal 26 Agustus 2016 adalah sebagai berikut :

1. Jumlah update laporan hotspot tanggal 29 Agustus 2016 adalah sebagai berikut :

Permenhut No P. 12/Menhut-II/2009 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan).

PENDAHULUAN. wilayah Sumatera dan Kalimantan. Puncak jumlah hotspot dan kebakaran hutan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA

Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun. (Reksohadiprodjo dan Brodjonegoro 2000).

RINGKASAN. hot.spot dan pemantauan daerah yang terbakar dengan menggunakan data Landsat-TM 17 Jani~ari

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro)

HASIL Ujian Nasional SMP - Sederajat. Tahun Ajaran 2013/2014

LAPORAN HARIAN PUSDALOPS BNPB Minggu, 31 Mei 2009

PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN UPSUS PENINGKATAN PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2015

Dukungan Teknologi Penginderaan Jauh dalam Penilaian Sumberdaya Hutan Tingkat Nasional: Akses Citra Satelit, Penggunaan dan Kepentingannya

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN

Copiright BPIK Jambi

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA. No Nama UPT Lokasi Eselon Kedudukan Wilayah Kerja. Bandung II.b DITJEN BINA LATTAS

1. Jumlah update laporan hotspot tanggal 27 Agustus 2016 adalah sebagai berikut : Nama Kabupaten -AQUA. Lamandau 1 1. Pulang Pisau 1 1.

KEKERINGAN TAHUN 2014: NORMAL ATAUKAH EKSTRIM?

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hutan sebagai salah satu penentu penyangga kehidupan dan sumber

I. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

1. Jumlah update laporan hotspot tanggal 15 September 2016 adalah sebagai berikut : 1 Kalimantan Timur Katingan

1. Jumlah update laporan hotspot tanggal 31 Agustus 2016 adalah sebagai berikut :

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakang Hutan merupakan salah satu sumber daya alam yang vital, serba guna dan bermanfaat bagi manusia. Fungsi hutan ada dua yaitu fungsi langsung yang dapat dinilai dengan uang (tangible) dan fungsi tidak langsung yang terkait dengan penggunaan jasa lingkungan (intangible) berupa fungsi hutan sebagai pembentuk iklim mikro dan makro, pencegah bencanadan penyedia plasma nutfah keanekaragaman hayati. Beberapatahunterakhirini Indonesia ditenggaraisebagainegara yang mengalami laju kerusakan hutan tercepat di dunia. Kerusakan disebabkan oleh berbagai hal,antara lain kebakaran hutan dan lahan yang yang terjadi hampir setiap tahun. Kejadian Kebakaran Hutan besar yang pernah tercatat di Indonesia anatara lain pada tahun 1982-1983, 1987, 1991, 1994, 1997-1998. Kejadian ini menimbulkandampak yang sangat besar baik dari ekologi, sosialekonomi, kesehatandanpolitik internasional antara lain karena asap akibat kebakaran hutan melintas batas negara. Kerugian yang ditimbulkan sangat tinggi di segala aspek. Suratmo et al (2003) mengemukakan kebakaran hutan pada tahun 1997-1998 menimbulkan kerugian ekonomi U$ 8,7 juta U$ 9,6 juta. Sedangkan menurut Taconi (2003) kebakaran pada tahun 1997-1998 menimbulkan kerugian ekonomi sebesar U$ 674 juta U$ 799 juta dan kerusakan ekologis sebesar U$ 1,62 miliar U$ 2,7 miliar. Selain itu kasus penyakit pernafasan (ISPA) meningkat tajam. Besarnya kerugian tersebut masih bertambah lagi jika kebakaran terjadi di kawasan konservasi yang berfungsi sebagai sumber plasma nutfah keanekaragaman hayari dan sistem penyangga kehidupan. Oleh karena itubahaya kebakaran hutan perlu mendapat perhatian dan penanganan yang sangat serius. Titik panas (Hotspot) merupakan suatu indikator awal terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Kementerian Kehutanan c.q Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan memantau jumlah hotspot melalui stasiun penerima SatelitNational Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA). Jumlah hotspot yang terpantau tidak selalu menggambarkan jumlah kebakaran

2 sebenarnya, namun merupakan indikasi awal (early warning). Jumlah hotspot yang dipantau dari beberapa stasiun bumi pun berbeda-beda bahkan bila menggunakan satelit yang sama. Sebagai contoh hasil pemantauan hotspot oleh Kementerian Kehutanan dan ASEAN Specialized Meteorological Center (ASMC) di Singapura berbeda karena perbedaan penetapan threshold.hotspot bisa saja mengalami kesalahan dan bisa saja jumlah kebakaran dengan jumlah hotspot yang terpantau berbeda. Berdasarkan jumlah hotspot yang terpantau di suatu Provinsi juga akhirnya ditetapkan daerah rawan kebakaran hutan di Indonesia. Data hotspot di provinsi paling rawan kebakaran di Indonesia mulai tahun 2000 sampai 2010 disajikan sebagai berikut : Tabel 1. Perbandingan Titik Panas (Hotspot) di Indonesia dan Provinsi Paling Rawan Kebakaran Hutan dan Lahan 2000-2010 Jumlah Titik Panas (Hotspot )* Tahun Daerah 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-rata Indonesia 11.586 21.137 69.765 44.262 69.693 40.197 146.264 37.909 30.616 39.463 9.880 51.089 Sumut 1.498 931 1.883 1.138 2.236 3.830 3.581 936 871 1.172 530 1.808 Riau 3.903 2.155 18.786 6.022 8.077 22.630 11.526 4.169 3943 7.756 1.707 8.897 Sumsel 835 659 9.539 4.257 9.632 1.182 21.734 5.182 3055 3.891 1.481 5.997 Jambi 220 385 1.560 2.323 2.277 1.208 6.748 3.120 1970 1.733 603 2.154 Kalbar 2.586 4.383 7.061 8.646 10.311 3.022 32.222 7.561 5.528 10.144 1.785 9.146 Kalteng 1.179 5.487 20.504 9.562 16.659 3.147 40.897 4.806 1240 4.640 831 10.812 Kaltim 232 1.865 3.620 1.156 4.111 714 6.603 2.082 2.231 2.307 974 2.492 Kalsel 116 1.353 3.276 1.891 2.574 758 6.469 928 199 1.270 111 1.883 Sulsel 48 413 950 531 521 133 1.201 551 525 519 175 539 * Data Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan Pada tahun 2002 Kalimantan Barat ditetapkan sebagai Daerah Rawan I Kebakaran Hutan bersama dengan empatprovinsi lainnyayaitu Sumatera Utara, Riau, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah melalui Keputusan Direktur Jenderal PHKA (Dirjen PHKA) No. 21/KPTS/DJ-IV/2002 tentang Pembentukan Brigade Pengendalian Kebakaran Hutan di Indonesia dan SK Dirjen PHKA No. 22/KPTS/DJ-IV/2004tentangPembentukan Brigdalkarhut di Sumatera Utara, Riau, Jambi, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.Sedangkan daerah lainnya ditetapkan kemudian melalui Keputusan Direktur Jenderal PHKA No. SK. 113/IV-PKH/2005 tanggal 11 November 2005 tentang pembentukanbrigdalkarhut

3 Manggala Agni di Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan yang selanjutnya disebut Daerah Operasi (DAOPS). Penetapan Daerah rawan ini didasarkan pada data hotspot yang terpantau pada tahun 1997 sampai dengan tahun 2001. Provinsi Kalimantan Barat setiap tahunnya selalu berada pada urutan tiga besar provinsi rawan kebakaran dengan jumlah hotspot tertinggi, bahkan pada tahun 2007 sampai dengan 2010 Kalimantan Barat menempati urutan teratas. Apabila dikaitkan dengan perkiraan el-nino yang berkepanjangan sampai tahun 2012 maka kecenderunganhotspotpada tahun-tahun yang akan datang di Kalimantan Barat akansemakin meningkat. Tren Hotspot di Kalimantan Barat dari tahun 2000 sampai 2010 disajikan sebagai berikut : 35,000 32,222 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 0 10,311 7,061 8,646 10,144 2,586 4,383 7,561 1,785 3,022 5,528 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Gambar 1. Tren Hotspot di Kalimantan Barat dari Tahun 2000-2010 Mengingat pentingnya hal tersebut maka di dalam Rencana Strategis Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan 2010-2014, penurunan hotspot hingga 20% pertahun dari rerata tahun 2004-2009 dan penurunan luasan kebakaran hutan sebanyak 50% dari rerata periode yang sama menjadi indikator kinerja keberhasilan pengendalian kebakaran hutan di Indonesia. Selanjutnya data luasan kebakaran hutan dan lahan di Indonesia disajikan pada Tabel 2 :

4 Tabel 2. Luasan kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Paling Rawan Kebakaran Hutan dan Lahan 2000-2010 No Provinsi * Data Direktorat Pengedalian Kebakaran Hutan Dari tabel terlihat bahwa selama kurun waktu 2000-2010 Provinsi Sumatera Utara memiliki luasan rata-rata kebakaran hutan dan lahan paling tinggi diikuti Sumatera Selatan, Riau, Kalimantan Tengah dan Jambi. Sementara itu Kalimantan Barat hanya menempati urutan keenam. Apabila memperhatikan jumlah dan tren hotspot Provinsi Kalimantan Barat yang merupakan kelompok tiga besar daerah penghasil hotspot di Indonesia pada kurun waktu yang sama, bahkan pada tahun 2007-2010 menempati peringkat teratas. Hal ini cukup menarik perhatian dan menimbulkan pertanyaan apakah data ini cukup akurat dalam menggambarkan kondisi kebakaran hutan di Provinsi Kalimantan Barat. Selama kurun waktu 8 tahun mulai tahun 2002 sampai dengan tahun 2009 setelah berdirinya Daops di Provinsi Kalimantan Barat, jumlah hotspot yang terpantau di Provinsi Kalimantan Barat masih tetap relatif tinggi. Hal ini memunculkan pertanyaan apakah penetapan daerah rawan kebakaran di Provinsi Kalimantan Barat sudah tepat dan efektif, serta apakah kerawanan yang didasarkan pada Luas Kebakaran Hutan dan Lahan (Ha)* Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-rata 1. Sumut 32.000,00 179 0 1 975 5.500,16 734,5 153,75 483 3.755,80 80,00 3.987,47 2. Ri a u 2.630,10 937,87 2.681,85 15 6 6.673,00 7.310,70 2.048,75 4.696,75 58 26,00 2.462,18 3. Ja m b i 52,76 130 1.136,50 6.050,00 614,9 70 6.592,80 1.484,50 128,27 1.154,00 2,50 1.583,29 4. Sumsel 0 8.023,39 12.051,53 466 953 0 5.493,25 94,5 739,5 113 4 2.539,83 5. Kalbar 2.460,07 2.116,53 1.110,20 56 0 56,5 2.419,50 125,69 928,5 258,46 231,41 887,53 6. Kalteng 0 1.535,50 701 0 195,14 4 17.698,51 200 0 2.738,25 25,00 2.099,76 7. Kalsel 2 437 0 0 0 0 2.560,25 25 355,5 1.230,25 25,00 421,36 8. Kaltim 0 33 43,75 11 756,25 109 878,5 22,5 0,25 37,9 13 173,20 9. Sulsel 0 213,5 4.915,75 0 88,3 82 520,7 0 126,75 2,5 37,00 544,23 dasar penetapan daerah jumlah hotspotsudah tepat dan mewakili, ataukah ada faktor-faktor lain yang perlu lebih diperhatikan dalam penetapan kebijakan daerah rawan kebakaran hutan di Provinsi Kalimantan Barat sehingga tujuan yang pembentukan Daops mencapai target yang diharapkan. Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi terhadap kebijakan penetapan daerah rawan kebakaran hutan di Provinsi Kalimantan Barat dengan cara melakukan analisis spasial yang dikaitkan dengan evaluasi kebijakan

5 pengendalian kebakaran baik pada tingkat nasional maupun tingkat lokal. Untuk lebih jelasnya kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2. Dampak Kebakaran Hutan Kalbar Politik, Sosial, Ekonomi, Kesehatan, Ekologi, dan sebagainya Usaha untuk mengatasi : 1. Regulasi - Daerah Rawan - Aturan Teknis 2. Perangkat organisasi Kenapa? Perlu evaluasi? Jumlah hotspot di Kalimantan Barat masih tinggi, tren hotspot meningkat, data luasan kebakaran rendah Peta Penutupan Lahan Peta, Administrasi dan Penunjukan Kawasan Hutan Data Hotspot Peraturan perundangan Analisi Sebaran Hotspot dan Evaluasi Perubahan Penutupan Lahan Gap 1. Hal-hal yang berpengaruh terhadap kebakaran hutan dan lahan 2. Apakah Metode Penetapan daerah Rawan Kebakaran hutan sudah tepat? Gambar 2. Kerangka Pemikiran dalam Mengevaluasi Kebijakan Penetapan Daerah Rawan Kebakaran Hutan di Provinsi Kalimantan Barat

6 1.2. Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang dikemukakan, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menganalisis besarnya perubahan penutupan lahan di Provinsi Kalimantan Barat selama kurun waktu 2000-2009. 2. Menganalisis faktor yang berpengaruh terhadap kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Barat. 3. Mengevaluasi kebijakan penetapan daerah rawan kebakaran hutan dan lahan yang diterapkan di Provinsi Kalimantan Barat. Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi pemerintah cq. Kementerian Kehutanan dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat dalam kegiatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan serta perumusan kebijakan dalam penanganan kebakaran hutan secara umum.