BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (American Diabetes

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sakit kritis nondiabetes yang dirawat di PICU (Pediatric Intensive Care Unit)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi hiperglikemia pada saat masuk ke rumah. sakit sering dijumpai pada pasien dengan infark miokard

BAB 1 PENDAHULUAN. berlebihnya asupan nutrisi dibandingkan dengan kebutuhan tubuh sehingga

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan kerja insulin dan/atau sekresi insulin (Forbes & Cooper, 2013).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit kritis merupakan suatu keadaan sakit yang membutuhkan dukungan

ASKEP GAWAT DARURAT ENDOKRIN

BAB I PENDAHULUAN. kematian yang tertinggi seluruh dunia. Sepsis merupakan. penyebab kematian yang ke-10 terbesar di Amerika Serikat,

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rumah sakit di Indonesia dengan angka kematian 5,7%-50% dalam tahun

BAB I PENDAHULUAN. multiorgan, ini disebut septic shock. Sepsis merupakan SIRS (Systemic. tempat infeksi, maka ini disebut dengan sepsis berat.

BAB I PENDAHULUAN. menstimulasi pengeluaran CRH (Corticotropin Realising Hormone) yang

Rangkuman P-I. dr. Parwati Abadi Departemen biokimia dan biologi molekuler 2009

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

KETOASIDOSIS DIABETIK

KETOASIDOSIS DIABETIK

BAB I PENDAHULUAN. atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANAK. DIVISI ENDOKRINOLOGI ANAK FKUSU/RSHAM Dr. HAKIMI, SpAK Dr. MELDA DELIANA, SpAK Dr. SISKA MAYASARI LUBIS,SpA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

PENGATURAN GULA DARAH PADA ANAK DENGAN SEPSIS BERAT

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1,5 juta kasus kematian disebabkan langsung oleh diabetes pada tahun 2012.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jumlah penderita diabetes mellitus (DM) di Indonesia menurut World Health

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dengan adanya hiperglikemia kronik akibat defisiensi insulin baik relatif maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. glukosa darah tinggi (hiperglikemia) yang diakibatkan adanya gangguan pada sekresi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit degeneratif yang merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons,

BAB VI PEMBAHASAN Pengaruh pemberian ekstrak etanol daun salam terhadap kadar GDS. absolut (DM tipe 1) atau secara relatif (DM tipe 2).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya komplikasi yang lebih berbahaya. diakibatkan oleh sepsis > jiwa pertahun. Hal ini tentu menjadi

Obat Penyakit Diabetes Metformin Biguanide

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan

TESIS YULIA LUKITA DEWANTI

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan ada tiga bentuk diabetes mellitus, yaitu diabetes mellitus tipe 1 atau disebut IDDM (Insulin Dependent

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Journal of Diabetes & Metabolic Disorders Review Article

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah. Diabetes melitus tipe 2 adalah sindrom metabolik. yang memiliki ciri hiperglikemia, ditambah dengan 3

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. cukup besar di Indonesia. Hal ini ditandai dengan bergesernya pola penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang

ANALISA KASUS. Apabila keton ditemukan pada darah atau urin, pengobatan harus cepat dilakukan karena

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

B A B I PENDAHULUAN. meningkat. Di Amerika Serikat angka kejadian SM telah mencapai 39%. SM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit metabolik yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Proses penuaan merupakan rangkaian proses yang terjadi secara alami

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM).

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan. yang disebabkan oleh berbagai sebab dengan karakteristik adanya

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit dimana terjadi gangguan

Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 2

BAB 1 PENDAHULUAN. American Heart Association, 2014; Stroke forum, 2015). Secara global, 15 juta

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolisme dari karbohidrat,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Glukosa merupakan sumber energi utama bagi seluruh manusia. Glukosa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. penurunan sekresi insulin yang progresif dilatar belakangi oleh resistensi insulin.

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penderita DM di dunia diperkirakan berjumlah > 150 juta dan dalam 25

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut American Diabetes Association (ADA), diabetes melitus (DM)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan suatu penyakit metabolik kronik yang ditandai dengan kondisi

Diabetes Mellitus Type II

BAB I PENDAHULUAN. homeostasis glukosa bersifat khas untuk bayi baru lahir dan anak-anak. Yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sepsis adalah suatu kumpulan gejala inflamasi sistemik (Systemic Inflammatory

Obat Diabetes Farmakologi. Hipoglikemik Oral

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi. Insidensi stroke hampir mencapai 17 juta kasus per tahun di seluruh dunia. 1 Di

PREVALENSI DIABETES MELLITUS

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan oksigen miokard. Biasanya disebabkan ruptur plak dengan formasi. trombus pada pembuluh koroner (Zafari, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada era globalisasi saat ini, pembangunan yang

BAB VI PEMBAHASAN. cedera abrasi menyerupai dengan cedera peritoneum saat operasi abdomen..

BAB I PENDAHULUAN. Badan Federasi Diabetes Internasional (IDF) memperkirakan

Askep Gadar Hipoglikemia

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah penyandang diabetes cukup besar untuk tahun-tahun

Hubungan Kadar Gula Darah Terhadap Mortalitas dan Morbiditas pada Anak Sakit Kritis di Pediatric Intensive Care Unit

BAB I PENDAHULUAN. modernisasi terutama pada masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HIPOGLIKEMIA PADA PASIEN DIABETES MELLITUS

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada pasien gagal ginjal terminal (GGT). Keluhan pruritus yang

Syok Syok Hipovolemik A. Definisi B. Etiologi

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberhasilan suatu pengobatan tidak hanya dipengaruh i oleh. kesehatan, sikap dan pola hidup pasien dan keluarga pasien, tetapi

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan

Transkripsi:

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Definisi Hiperglikemia menurut definisi berdasarkan kriteria diabetes melitus yang dikeluarkan oleh International Society for Pediatrics and Adolescent Diabetes (ISPAD) adalah KGD sewaktu 11.1 mmol/l (200 mg/dl) ditambah dengan gejala diabetes atau KGD puasa (tidak mendapatkan masukan kalori setidaknya dalam 8 jam sebelumnya) 7.0 mmol/l (126 mg/dl). 14 Definisi lain hiperglikemia menurut World Health Organization (WHO) adalah KGD 126 mg/dl (7.0 mmol/l), dimana KGD antara 100 dan 126 mg/dl (6,1 sampai 7.0 mmol/l) dikatakan suatu keadaan toleransi abnormal glukosa. 3,15 Keadaan kritis didefinisikan sebagai semua kondisi yang memerlukan penanganan khusus untuk kegagalan sistim organ vital. 12,16,17 Stres hiperglikemia didefinisikan sebagai suatu keadaan hiperglikemia pada pasien dengan keadaan kritis. 4,15,18 2.2. Hiperglikemia pada keadaan kritis Hiperglikemia yang terjadi pada keadaan kritis adalah suatu stres hiperglikemia. Awalnya stres hiperglikemia didefinisikan sebagai kadar glukosa plasma lebih dari 200 mg/dl, namun setelah adanya Leuven

Intensive Insulin Therapy Trial, KGD lebih dari 110 mg/dl sudah dianggap sebagai stres hiperglikemia. 13,15,19 Hiperglikemia pada masa kritis dianggap menguntungkan karena menyediakan suplai glukosa untuk energi yang adekuat untuk organ-organ tubuh yang bergantung glukosa seperti otak, jantung dan sel-sel darah, selain itu hiperglikemia juga mengkompensasi kehilangan volume dengan meningkatkan pergerakan cairan intraseluler ke dalam kompartemen intravaskular dan membebaskan ikatan air dengan glikogen. 2 Hiperglikemia selain juga disebabkan oleh keadaan stres, pada pasien kritis, penggunaan obat-obatan, seperti kotekolamin, kortikosteroid, dekstrosa intravena, dan pemberian nutrisi diduga juga berpengaruh pada angka kejadian serta gejala klinis hiperglikemia. 3,12 Selain efek positifnya, hiperglikemia yang menetap atau berkepanjangan pada masa kritis dapat meningkatkan risiko kematian akibat gagal jantung, infark miokard, stroke iskemik, hemoragik dan lainnya yang berakhir dengan gagal fungsi organ multipel. 1,2,6 2.3. Patofisiologi hiperglikemia pada keadaan kritis Pada keadaan kritis, terdapat stres dimana terjadi aktivasi sistim aksis hipothalamus-pituatary-adrenal (HPA) dengan dilepaskannya kortisol dari kelenjar adrenal. Peningkatan kortisol mengakibatkan peningkatan dari pelepasan epinefrin, norepinefrin, glukagon dan growth hormone. Aktivasi

tersebut merupakan komponen yang esensial dalam adaptasi terhadap suatu penyakit dan stres untuk memelihara homeostasis sel dan organ. Milieu metabolik hiperglikemia yang disebabkan oleh stres terjadi pada pasien nondiabetik dengan keadaan kritis sangat kompleks. Kombinasi dari berbagai faktor, termasuk adanya pelepasan yang berlebihan dari hormon counter regulatory seperti glukagon, growth hormone, katekolamin, glukokortikoid, dan sitokin seperti interleukin (IL) -1, IL-6, dan tumor necrosis factor-α (TNF α) ditambah dengan pemberian katekolamin, dektrosa dan nutrisi sebagai terapi penunjang pada pasien dengan keadaan kritis, serta terjadinya defisiensi insulin relatif, dan lemahnya pengambilan glukosa perifer memegang peranan penting dari terjadinya hiperglikemia pada keadaan stres. 10,18,21 Glukagon adalah mediator hormonal primer dari glukoneogenesis. Pada pasien dengan keadaan kritis, kadar glukagon serum meningkat secara signifikan, hal ini disebabkan oleh stimulasi adrenergik oleh katekolamin dan oleh sitokin. Sitokin seperti TNF-α dan IL-1 dan katekolamin secara independen dan sinergis juga berperan dalam meningkatkan produksi glukosa hati. Kadar insulin biasanya normal ataupun menurun, walaupun didapatkan resistensi insulin perifer. Diduga pelepasan insulin terhambat akibat peningkatan aktivasi dari reseptor pankreatik alfa. Penyebab resistensi insulin adalah IL-1 dan TNF α yang menghambat pelepasan insulin. Katekolamin juga berperan dalam menginhibisi pengikatan insulin dengan

transporter insulin. Glukokortikoid mengganggu pengambilan glukosa pada otot-otot rangka dan growth hormone menghambat jalur insulin dengan mengurangi reseptor. 5,12,16,17 Pada anak dengan keadaan kritis, belum ada data yang jelas mengenai respon terhadap stres dan efek dari hiperglikemia pada jaringan, karenanya mekanisme hiperglikemia yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan pada dewasa, dianggap sama dengan yang terjadi pada anak. 3,18,21 Mekanisme yang menyebabkan kerusakan sel akibat hiperglikemia adalah akibat penumpukan intraseluler dari spesimen oksigen reaktif (Reactive Oxygen Specimen=ROS). KGD yang tinggi meningkatkan perbedaan potensial akibat tingginya proton pada rantai respiratori mitokondria, yang mengakibatkan perpanjangan hidup dari superoxidegenerating electron transport intermediates, sehingga terjadilah penumpukan ROS. Saat terjadi penumpukan ini, terjadi 4 mekanisme yang menyebabkan kerusakan sel, yaitu: 12,18 1. Peningkatan aliran jalur polyol: hiperglikemia menyebabkan peningkatan konversi glukosa menjadi sorbitol polialkohol, bersaman dengan penurunan nicotineamid adenosine dinucleotide phosphate (NADPH) dan glutation, meningkatkan sensitivitas sel terhadap stres oksidatif.

2. Peningkatan pembentukan advance glycation end product (AGE): pembentukan dari AGE bertentangan dengan intergritas target sel dalam modifikasi fungsi protein atau dengan menginduksi produksi receptormediated dari reactive oxygen species, yang dapat menyebabkan perubahan pada ekspresi gen. 3. Aktivasi dari isoform protein kinase C (PKC): hiperglikemia menyebabkan peningkatan konversi glukosa menjadi sorbitol, yang dimetabolisir menjadi fruktosa oleh sorbitol dehidrogenase, meningkatkan rasio NADH/NAD+. Hal ini menyebabkan triose fosfat yang teroksidasi dan sintesis de novo dari diacylglycerol (DAG). Peningkatan DAG mengaktifkan PKC. 4. Peningkatan aliran jalur hexosamine :pada hiperglikemia, glukosa semakin banyak memasuki hexosamine-pathway. Produk akhir dari jalur ini, UDP-N-acetylglucosamine, adalah substart yang diperlukan untuk faktor transkripsi intraseluler, yang mempengaruhi ekspresi dari banyak gen. Jalur ini berhubungan dengan disfungsi endotelial dan mikrovaskular. Mekanisme ini dapat dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1. Mekanisme hiperglikemia menyebabkan kerusakan sel 1 2.4. Kadar gula darah yang bermakna Pada anak belum didapatkan nilai pasti KGD yang dianggap membahayakan dan kadar yang diinginkan. Para dokter biasanya memberikan terapi terhadap hiperglikemia hanya setelah konsentrasi gula darah melebihi ambang batas ginjal untuk resorpsi glukosa (200 mg/dl sampai 250 mg/dl [11,1mmol/L sampai 13,8 mmol/l]). Hal ini berdasarkan pada keyakinan bahwa usaha untuk melawan peningkatan kadar glukosa yang dianggap normal dapat merugikan. Alasan lain adalah penghindaran terhadap hipoglikemia dan konsekuensinya lebih penting dibandingkan kontrol glukosa saat pasien berada di rumah sakit. 2,6

Suatu penelitian terhadap anak dengan syok septik mengemukakan adanya hubungan yang bermakna antara KGD tertinggi dengan mortalitas. 12 Penelitian lain mendapatkan KGD >150 mg/dl memiliki rasio odds terhadap kematian meningkat sebesar 2.6 kali pada kelompok pasien yang meninggal. 6 Dengan sulitnya menentukan nilai KGD yang dianggap berbahaya, terdapat beberapa bagian hiperglikemia yang dipertimbangkan sebagai keadaan yang bermakna, antara lain adalah waktu terjadinya hiperglikemia, durasi serta intensitas hiperglikemia. Waktu terjadinya hiperglikemia dianggap berpengaruh terhadap lama rawatan dan kematian pasien. 1 Suatu penelitian mendapatkan waktu hiperglikemia yang terjadi saat pertama kali masuk rawatan tidak berpengaruh terhadap lama rawatan dan mortalitas. 2 Namun, pada pasien anak kritis dengan trauma kepala ditemukan pasien dengan hiperglikemia tertinggi pada saat masuk rawatan lebih banyak didapatkan pada kelompok yang meninggal. 7,13 Terdapat kontroversi mengenai apakah lebih berbahaya hiperglikemia dengan kadar gula darah yang lebih tinggi, atau keadaan hiperglikemia yang menetap atau berkepanjangan. 12 Selain efek positifnya, hiperglikemia yang menetap atau berkepanjangan pada masa kritis dapat meningkatkan risiko kematian akibat gagal jantung, infark miokard, stroke iskemik, hemoragik dan lainnya yang berakhir dengan gagal fungsi organ multipel. 1,2,6 Penelitian yang

ada mengemukakan kadar hiperglikemia yang dianggap berarti adalah yang menetap setelah 24 jam pertama dan akan menimbulkan mortalitas yang tinggi bila menetap sampai 10 hari perawatan di UPI. 6 Penelitian pada pasien anak dengan ventilator dan infus vasoaktif mendapatkan durasi hiperglikemia lebih lama pada kelompok yang meninggal dan berpengaruh terhadap lama rawatan dan kematian 3 Intensitas hiperglikemia adalah kekerapan terjadinya hiperglikemia pada suatu rawatan UPI. 3,6 Penelitian pada pasien UPI Anak yang ada mendapatkan pada kelompok pasien yang meninggal, hiperglikemia secara signifikan lebih intens, median KGD>150 mg/dl pada 48 jam pertama rawatan UPI berhubungan dengan peningkatan 3 kali risiko kematian dibandingkan dengan median KGD <150 mg/dl. 3 2.5. Penatalaksanaan Pada pasien dengan keadaan kritis di UPI Anak, target gula darah yang diinginkan adalah sedekat mungkin dengan angka < 110 mg/dl. 21 Dengan dilakukannya beberapa studi baru, maka saat ini nilai yang lebih permisif pada anak adalah 90-140 mg/dl (5-7.7 mmol/l). 22 Beberapa sentra sedang melakukan uji coba klinis lebih lanjut mengenai kontrol glukosa kepada pasien anak. 12,19

2.5.1. Kontrol glukosa konvensional versus kontrol glukosa intensif Terdapat dua macam penatalaksanaan hiperglikemia yang sedang berkembang pada pasien dalam keadaan kritis, yaitu kontrol glukosa konvensional (conventional glycemic control), dimana insulin digunakan setelah KGD melewati ambang batas tertentu (kebanyakan menggunakan angka 200 mg/dl, pada anak diambil angka 150 mg/dl, pada neonati >250 mg/dl) 4,15,23,24 dan kontrol glukosa intensif (tight glycemic control), dimana dilakukan pemberian insulin saat KGD melebihi batas nilai normal ( 126 mg/dl). 4,15,18 Suatu studi yang dilakukan terhadap pasien UPI Dewasa mendapatkan infus insulin intensif secara signifikan menurunkan morbiditas namun tidak mortalitas pada pasien UPI. 4,15 Peneltian lain yang dikenal dengan NICE SUGAR study, menyatakan kontrol glukosa intensif dengan target gula darah 180 mg/dl menyebabkan mortalitas yang lebih rendah dibandingkan dengan target gula darah 81 sampai 180 mg/dl. 25 2.5.2. Penggunaan insulin Insulin meningkatkan sintesis protein, sintesis glikogen, pengambilan glukosa oleh sel, dan memfasilitasi proliferasi selular dengan efek apoptosis. Selain itu, insulin juga memperbaiki dislipidemia, mempengaruhi efek anabolik pada otot-otot rangka, memperbaiki serta memperlambat apoptosis, serta mempunyai efek antiinflamasi pada pasien dengan keadaan kritis. Insulin juga mempengaruhi vasodilatasi dan meningkatkan aliran darah ke jaringan,

memberikan proteksi terhadap gagal ginjal akut dan mencegah terjadinya polineuropati. 1,16,19 Insulin regular (short acting) intravena adalah regimen insulin yang digunakan untuk pemberian intravena.2, 26-30 Terapi insulin dapat dimulai dengan dosis 0.05-0.1 unit/kg/jam, diberikan secara drip tanpa diawali dengan bolus. 27,31 Pemberian secara bolus masih dilakukan pada neonati, dimulai dengan bolus 0.005-0.1 unit/kg dilanjutkan dengan drip 0.01-0.2 unit/kg/jam. 32,33 Satu studi menyimpulkan pemberian insulin yang meningkat berhubungan positif dengan kematian, dimana kematian tersebut berhubungan dengan hipoglikemia. 34 Penelitian lain menyatakan peningkatan risiko komplikasi yang berhubungan dengan hipoglikemia pada pasien kritis dengan sepsis yang diberikan terapi insulin intensif. Penelitian ini bahkan dihentikan untuk alasan keamanan. 35 2.5.3. Pemantauan Penggunaan insulin dalam tatalaksana pasien hiperglikemia memerlukan pemeriksaan gula darah yang sering, bahkan dapat berulang setiap jam sampai kadar gula stabil, setelahnya dapat setiap 4-6 jam. 14,20 Diperlukan perhatian khusus dalam terapi ini untuk mencegah dan mengkoreksi hipoglikemia serta penyesuaian dosis insulin. 18,36 Saat ini telah digunakan monitor glukosa secara kontinyu dengan menggunakan Continous Glucose Monitoring System (CGMS) yang dimasukkan subkutan. 37

2.6. Kerangka Konseptual Gambar 2. 2. Kerangka konseptual penelitian Keterangan: : yang dinilai dalam penelitian