BAB I PENDAHULUAN. mempertajam keterampilan yang dimiliki serta menjalin pertemanan dengan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kata adversity berasal dari bahasa Inggris yang berarti kegagalan atau kemalangan

BAB 1 PENDAHULUAN. pasal 31 ayat 1 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara

BAB I PENDAHULUAN. Pondok Pesantren Daar el-qolam merupakan salah satu pondok pesantren

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. usia 18 hingga 25 tahun (Santrock, 2010). Pada tahap perkembangan ini, individu

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan sikap sikap dan keterampilan, serta peningkatan kualitas hidup menuju

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Pendidikan didefinisikan sebagai alat untuk memanusiakan manusia dan juga

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara yang sedang berkembang, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi muda yang berperan sebagai penerus cita-cita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan nasional dari negara Indonesia yang tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sumber daya manusia yang bermutu tinggi karena maju mundurnya sebuah negara

BAB I PENDAHULUAN. kondisi perekonomian yang cukup sulit bagi sebagian lapisan masyarakat mendorong mahasiswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era perdagangan bebas ASEAN 2016 sudah dimulai. Melahirkan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. positif dan dampak negatif dalam kehidupan kita. Berbagai macam orang dari

BAB I PENDAHULUAN hingga (Unicef Indonesia, 2012). Menurut Departemen Sosial

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat setiap orang berlomba-lomba

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan atau sekolah dapat tercapai dengan lebih efektif dan efisien (Zamroni,

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan seseorang dari masa kanak-kanak menuju

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Masa usia sekolah dasar merupakan masa akhir kanak-kanak yang. berkisar antara enam tahun sampai dua belas tahun, dimana anak mulai

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan keahlian atau kompetensi tertentu yang harus dimiliki individu agar dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. karena pada dasarnya belajar merupakan bagian dari pendidikan. Selain itu

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari hari, manusia selalu mengadakan bermacammacam

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia terus

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan sendiri tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan, Ujian Nasional (UN) bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi

BAB 1. Pendahuluan. Adolescent atau remaja, merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. diwarnai dengan berbagai macam emosi, baik itu emosi positif maupun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi era globalisasi, berbagai sektor kehidupan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. ada di atas rata-rata anak seusianya. Hal ini membuat anak berbakat membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupan, manusia memerlukan berbagai jenis dan macam

BAB I PENDAHULUAN. sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu. berkembang dan memaknai kehidupan. Manusia dapat memanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan semakin lama semakin berkembang sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan diselenggarakan. Kaum muda diharapkan memiliki bekal

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

I PENDAHULUAN. kehidupan. Pengertian pendidikan nasional yang tercantum dalam UU No.

BAB I PENDAHULUAN. Panti Sosial Bina Remaja sebagai salah satu Panti Sosial dari Unit Pelaksana

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan bahasa (Kushartanti, 2005). Bahasa sangat diperlukan sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. juga diharapkan dapat memiliki kecerdasan dan mengerti nilai-nilai baik dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sekolah, mengontrol diri dan bertanggungjawab serta berperilaku sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam proses belajar karena motivasi dapat mempengaruhi apa,

BAB I PENDAHULUAN. setiap aspek kehidupan seperti menjadi lebih terbuka menerima teknologi,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa Remaja merupakan suatu fase transisi dari anak-anak menjadi dewasa

BAB I PENDAHULUAN. hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari

BAB I PENDAHULUAN. diri (Sunarto, 2004). Hal ini disebabkan karena dunia kerja sekarang telah

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan perilaku maupun sikap yang diinginkan. Pendidikan dapat

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa merupakan subjek yang memiliki potensi untuk. mengembangkan pola kehidupannya, dan sekaligus menjadi objek dalam

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan medis (McGuire, Hasskarl, Bode, Klingmann, & Zahn, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menurut Kunandar (2009) merupakan investasi Sumber Daya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. yang memiliki kualitas sumber daya manusia yang rendah, terutama dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan faktor penting bagi kelangsungan kehidupan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Sejarah MA Darussalam Agung Kota Malang. mengembangkan pendidikan di Kedungkandang didirikanlah Madrasah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Program Studi Pendidikan Akuntansi.

ARIS RAHMAD F

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar

BAB I PENDAHULUAN. sekolah tertentu. Siswa SMP dalam tahap perkembangannya digolongkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu bidang kehidupan yang dirasakan penting

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, murid adalah orang atau anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling sempurna. dibandingkan dengan makhluk-makhluk Tuhan yang lain.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan

saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebutuhan dibentuk oleh lima kebutuhan konatif (conative needs), yang memiliki karakter

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tugas perkembangan yang sangat penting yaitu mencapai status

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan jaman yang semakin modern terutama pada era globalisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Era globalisasi dengan segala kemajuan teknologi yang mengikutinya,

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan respon-respon mental dan tingkah laku, di mana individu

2015 PERBEDAAN MINAT SISWA SMK NEGERI 13 DAN SMK FARMASI BUMI SILIWANGI KOTA BANDUNG DALAM AMATA PELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. produktif. Di sisi lain, pendidikan dipercayai sebagai wahana perluasan akses.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. unsur lapisan masyarakat merupakan potensi yang besar artinya bagi

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

I. PENDAHULUAN. penelitian, kegunaan penelitian dan diakhiri dengan ruang lingkup penelitian.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebuah survei menunjukkan bahwa salah satu sumber kegelisahan terbesar para siswa di Sekolah Menengah adalah soal

BAB 1 PENDAHULUAN. bagi negara berkembang seperti Indonesia. Masalah sumber daya tersebut tidak bisa

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang memiliki peran penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Sekolah merupakan lembaga formal yang memegang peranan yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Peranan tersebut berupa kesempatan yang diperoleh siswa untuk mempelajari informasi, mempertajam keterampilan yang dimiliki serta menjalin pertemanan dengan teman sebaya. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yaitu meningkatkan potensi diri peserta didik (Kemendiknas, 2010). Sekolah di Indonesia terdiri dari beberapa jenis berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 11 dan 16. Beragam jenis tersebut ialah sekolah formal standar yang masih memiliki beberapa kekurangan terkait standar nasional hingga sekolah bertaraf internasional (Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, 2005). Saat ini Indonesia akan segera memasuki era masyarakat ekonomi ASEAN yang menjadikan peningkatan kompetensi dan kualitas generasi muda sangat penting dilakukan agar para generasi muda ini siap menghadapi persaingan global. Usaha yang dapat dilakukan salah satunya di bidang pendidikan dimana anak dituntut memiliki prestasi akademik yang baik. Alasan tersebut menjadikan orang tua lebih selektif dalam hal memilih sekolah bagi anak mereka. Sekolah dengan akreditasi sangat baik dan reputasi cemerlang pada bidang akademis maupun fasilitas yang dimiliki menjadi pilihan utama bagi para orangtua. Bahkan 1

2 banyak orang tua yang mengabaikan aspek lain yang dapat mengganggu proses belajar anak mereka jika kelak menimba ilmu di sekolah tersebut. Padahal tujuan awal bersekolah adalah memperoleh ilmu pengetahuan setinggi-tingginya agar mencapai kompetensi diri yang maksimal sehingga berprestasi di sekolah dan memiliki jenjang karir yang memumpuni kedepannya. Hal ini didukung dari hasil komunikasipersonal sebagai berikut : Sekolah itu yang penting citranya, saya lebih milih sekolahin anak saya di sekolah yang sudah bertaraf internasional dan terkenal sering ikut olimpiade supaya anak saya bisa ngikut kayak gitu. (Komunikasi personal, 8 November 2014) Setiap sekolah menghasilkan pengalaman belajar yang berbeda dikarenakan standarisasi nilai yang berbeda, fasilitas penunjang belajar yang berbeda hingga kondisi lingkungan lainnya yang turut mempengaruhi proses belajar siswa. Belajar menurut Skinner merupakan proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlaku secara progresif (dalam Slamet, 1996). Sutikno (2007) mengatakan belajar merupakan proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Perubahan yang dimaksud disini adalah perubahan yang dilakukan secara sadar atau disengaja dan bertujuan untuk memperoleh suatu yang lebih baik dari sebelumnya. Proses belajar yang kita lakukan tentu memiliki tujuan, salah satunya memperoleh pengetahuan (Sudirman, 2007). Proses belajar dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Proses pembelajaran tentu tidak akan terlepas dari fasilitas belajar yang

3 termasuk dalam faktor eksternal. Fasilitas belajar sangat penting dalam proses pembelajaran untuk memudahkan dan memperlancar kegiatan pengajaran. Fasilitas belajar yang memadai dan digunakan secara optimal akan banyak memberikan peluang kepada siswa untuk mencapai prestasi yang baik. Hal ini menyimpulkan bahwa prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh lingkungan siswa baik di sekolah, di rumah, maupun di luar rumah. Lingkungan sendiri merupakan salah satu faktor yang banyak menentukan perbedaan pada setiap individu. Menurut Somanto (2006) faktor lingkungan adalah segala sesuatu yang berada di luar seorang individu, baik yang bersifat fisiologis, psikologis, maupun sosiokultural yang dapat mempengaruhi atau membentuk kepribadian seorang individu. Seperti yang diungkapkan sebelumnya, bahwa tujuan bersekolah adalah mencapai prestasi belajar maksimal. Pada kenyataannya, banyak tantangan yang dihadapi anak dalam mencapai prestasi belajar dan tidak semua anak dapat menghadapi tantangan tersebut dengan baik. Keberhasilan siswa dalam menyelesaikan program-program pembelajaran dan mengikuti proses pembelajaran dapat terlihat dari prestasi belajar yang dicapai. Jika prestasi belajar siswa tinggi, proses pembelajaran dapat dikatakan berhasil. Namun, jika prestasi belajar siswa berada di bawah norma yang telah ditentukan, siswa dikatakan kurang atau belum berhasil. Menurut Blassic & Jones (dalam Sugihartono dkk, 2007), kesulitan belajar yang dialami siswa menunjukkan adanya kesenjangan atau jarak antara prestasi akademik yang diharapkan dengan prestasi akademikyang dicapai oleh siswa pada kenyataannya.

4 Kesulitan belajar merupakan sebuah permasalahan yang menyebabkan seorang siswa tidak dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik seperti siswa lain pada umumnya. Hal ini disebabkan faktor-faktor tertentu seperti faktor fisiologis, yaitu keadaan fisik dari peserta didik seperti penurunan fungsi tubuh,kelainan organ hingga disable serta faktor psikologis yaitu kondisi psikologis siswa seperti mudah stres, sulit berkonsentrasi ditambah lagi dengan ekspektasi standar yang berlebihan hingga sarana dan prasarana dalam belajar dan pembelajaran serta faktor lingkungan belajarnya (Irham, 2013). Faktor-faktor tersebut yang menjadikan siswa terlambat atau bahkan tidak dapat mencapai tujuan belajar sesuai yang diharapkan. Kartadinata (2010) menambahkan siswa sering sekali dipaksa memenuhi harapan standar sekolah dan menjadikan pembelajaran menjadi sebuah proses satu arah yang mengakibatkan tekanan psikologis bagi peserta didik. Aypay (2011) juga mengatakan bahwa dalam proses pembelajaran, stres dapat muncul dari pelajaran di kelas, tugas mata pelajaran atau tekanan psikologis lainnya yang mengakibatkan kelelahan emosional dan rasa berprestasi rendah. Stres dapat mengakibatkan dampak psikologis lainnya yang lebih berbahaya bagi peserta didik. Stres terjadi dikarenakan ketidakmampuan individu memenuhi tuntutan lingkungan dikarenakan kurangnya kemampuan yang dimiliki diri. Stres yang bersifat destruktif atau merusak tidak akan terjadi pada siswa yang memiliki kemampuan mengatasi segala hambatan dengan baik dan mengubahnya menjadi peluang. Sebaliknya, stres akan menjadi stres yang baik atau

5 eutressapabila stres dapat menjadi sumber kekuatan baru bagi siswa, bahkan bisa jadi menyehatkan secara fisik maupun psikologis (Sarafino, 2010). Siswa yang duduk di bangku sekolah menengah atas berada pada masa remaja dan memiliki pola perkembangan psikososial yang berbeda dengan individu dari rentang usia lainnya. Siswa remaja menjadikan teman sebaya sebagai tolak ukur dalam penerimaan sosial mereka. Pengaruh kelompok teman sebaya terhadap performa akademis juga telah banyak diteliti di berbagai negara. Salah satu hasil penelitiannya menunjukkan bahwa siswa yang memiliki kelompok teman sebaya yang berprestasi tinggi juga turut menghasilkan bentuk prestasi yang sama dengan kelompok teman sebayanya serta sebaliknya (Ryan, 2001). Kapasitas untuk membangun kedekatan dengan kelompok teman sebaya berhubungan dengan penyesuaian diri psikologis dan kompetensi sosial. Remaja yang memiliki pertemenan yang dekat, stabil, dan mendukung umumnya memiliki pandangan yang baik tentang diri mereka sendiri, menjalani pendidikan di sekolah dengan baik, mampu bergaul, serta memiliki kemungkinan yang kecil untuk menjadi sosok yang kasar, cemas atau depresi (Berndt & Perry, 1990; Buhrmester, 1990;Hartup & Stevens,1999). Kelas adalah salah satu tempat murid bersosialisasi dengan teman sebaya. Dan faktanya banyak dari mereka berpikir bahwa memperoleh teman yang banyak dan mampu bersosialisasi dengan baik dan diterima secara baik pula lebih penting daripada belajar dan mencapai prestasi kelas yang baik (Brown, 1993). Menjalin pertemenan pada masa remaja bukan hal yang mudah apabila terdapat lebih banyak perbedaan dibanding persamaan baik dari latar belakang budaya hingga

6 agama. Hal itu tentu akan menyulitkan bagi siswa yang tidak mampu mengatasi permasalahan terkait menjalin persahabatan antar teman sekelas dan ini biasa terjadi pada siswa minoritas di sekolah pembauran yang memiliki siswa mayoritas etnis Tionghoa dan memiliki banyak perbedaan latar belakang dengan mereka. Adversity quotient (AQ) atau dalam bahasa Indonesia disebut daya lenting merupakan bentuk kecerdasan seseorang menghadapi hambatan. Adversity quotientmampu membantu siswa menghadapi masalah yang menimbulkan stres. Siswa yang memiliki AQ yang baik pada dimensi-dimensi yang diungkapkan oleh Stoltz (2004) seperti kontrol yaitu ketika siswa mampu mengontrol sumber masalah dan segera menyelesaikan masalah yang timbul sehingga tidak bertambah banyak dan mempengaruhi siswa dalam jangka panjang. Ketika siswa dapat membatasi sumber masalahnya, siswa juga dikatakan memiliki ketahanan dan jangkauan yang baik dan kedua hal tersebut termasuk aspek AQ yang terbangun di dalam diri siswa. Sekolah pembauran saat ini telah menjelma menjadi sekolah swasta yang terkenal dengan disiplin yang tinggi. Beberapa sekolah pembauran di kota Medan terkenal dengan disiplin yang tinggi sehingga menghasilkan siswa- siswi yang unggul dan mengikuti berbagai olimpiade. Sekolah pembauran memiliki nilai minimum kelulusan pada mata pelajaran yang tidak jauh berbeda dengan sekolah negeri namun tingkat disiplin belajar dan persaingan kelas menjadi karakter pembeda. Tak hanya itu, siswa keturunan Indonesia sebagai kelompok minoritas juga harus berosialisasi dengan teman sebaya yang memiliki latar belakang budaya berbeda dan penggunaan bahasa sehari-hari di lingkungan sekolah yang

7 berbeda. Perbedaan tersebut sering sekali menimbulkan kendala. Padahal menurut Brown (1993) teman sebaya memegang peranan penting bagi kebanyakan remaja Hal ini didukung oleh komunikasi personal sebagai berikut : Disana semua orang individualis dan gak peduli orang lain. Gurunya juga gak peduli dengan murid yang gak bisa mata pelajaran tertentu karena mereka mengejar standar sekolah. Tugasnya banyak dan disiplin sekali, gak ada alasan kalo udah melanggar aturan gitu, semuanya serba cepat dan gak sempet nikmati hidup kalo aku bilang kak (Komunikasi personal, 30 November 2014) Siswa yang belajar di sekolah pembauran akan mudah stres dan berdampak negatif bagi kesehatan dan performa akademis mereka apabila tantangan tidak diatasi dengan baik. Hal ini sesuai dengan apa yang disebutkan dalam penelitian Pelly (2003) mengenai siswa pribumi dan nonpn-pribumi di Medan yaitu terdapat hambatan fisik dan psikologis, seperti keengganan belajar di satu kelas yang sama dengan murid keturunan Tionghoa, letak sekolah pembauran yang sebagian besar berada di komunitas WNI keturunan Tionghoa, disiplin sekolah yang ketat, dana untuk buku, pakaian, dan uang sekolah yang tinggi. Beberapa peserta didik yang tidak mampu lagi menghadapi hambatan fisik dan psikologis ini memilih pindah ke sekolah dengan standar akademis yang lebih rendah ataupun mencari sekolah yang memiliki iklim sekolah yang menyenangkan. Hal ini tidak dapat terelakkan dikarenakan siswa sudah tidak mampu menahan beban akibat berbagai hambatan yang berakibat stres. Stres yang dialami siswi dapat disebut sebagai stres akademik yang terjadi karena beberapa faktor seperti yang diungkapkan oleh Suldo (2009) yaitu kebutuhan akademik

8 yang tidak terpenuhi, kejadian yang menekan remaja dan hubungan sebaya. Hal ini senada dengan yang diungkapkan dari komunikasipersonal sebagai berikut : Saya lebih milih untuk pindah saja karena terus-terusan ditantang dapat standar nilai 10 besar kelas. Padahal coba mama tahu kalo dikelas itu belajar susahnya minta ampun. Apalagi temennya pada gak asik mau nonjol sendiri. ( Komunikasi personal, 30 November 2014) Komunikasi personal diatas juga menunjukkan bahwa siswa pribumi di sekolah pembauran tidak memiliki ketahanan yang baik akan masalahnya sehingga memilih untuk pindah sekolah. Ketahanan sendiri merupakan salah satu aspek dari adversity quotientdan apabila siswa tersebut memiliki ketahanan yang baik, dia tidak akan pindah sekolah dan memilih untuk mencari cara mengatasi sumber masalah yang menyebabkan dia tidak tahan bersekolah di sekolah yang bersangkutan. Siswa pribumi atau siswa keturunan asli Indonesia juga memiliki pengalaman yang berbeda apabila mereka bersekolah di sekolah negeri yang pada dasarnya memiliki keberagaman baik ras, sosial-ekonomi, agama, pendidikan dan sebagainya, sehingga tidak ada kelompok mayoritas dan minoritas. Hal ini juga seharusnya memudahkan siswa pribumi bersosialisasi dan beradaptasi dengan lingkungan dengan latarbelakang yang bermacam-macam. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa tidak semua siswa di sekolah negeri berhasil mengatasi hambatan mereka terkait proses belajar dan lingkungan yang mempengaruhinya. Hal ini didukung oleh hasil komunikasipersonal yaitu sebagai berikut :

9 Ibu itu kasih tugas tiap hari kak. Tapi bukan diperiksanya. Kumpulin aja, kalo gak ngumpul tugas jadi dua kali lipat. Nyusahin aja. Kalo saya mending gak masuk trus pura-pura gak tau kalo ada tugas (Komunikasi personal, 30 November 2014) Apabila tantangan yang dihadapi siswa pribumi atau WNI keturuan Indonesia asli tidak mampu diubah menjadi peluang dalam memaksimalkan potensi yang dimiliki maka perlu adanya bantuan terhadap siswa-siswa tersebut. Kemampuan siswa dalam mengahadapi segala kendala yang ada tentu perlu diasah sejak dini. Terlebih peran lingkungan yang dapat mempengaruhi kemampuan siswa untuk dapat mengatasi segala kendala yang ia temui di sekolah. Potensi siswa untuk mengubah segala bentuk kendala yang mereka hadapi di sekolah menjadi peluang disebut sebagai adversity quotient (AQ). Teori AQ yang dikembangkan Stoltz mengatakan bahwa ada beberapa tipe siswa yang muncul akibat hambatan yang dihadapinya, yaitu tipe siswa yang terus bertahan dan berusaha semaksimal mungkin dalam mencapai kesuksesan atau disebut climbersdan ada juga tipe siswa yang berhenti mencoba ketika dihadapkan pada situasi yang menghambat diri mereka atau disebut quitters. Fakta ini sangat umum ditemukan di sekolah-sekolah karena nyatanya dari cara siswa memandang hambatan bisa memprediksi seperti apa pencapaian akademis mereka. Stoltz (2004) memandang bahwa kesuksesan sangat dipengaruhi dan dapat diramalkan melalui cara seseorang berespon dan menjelaskan kesulitan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa AQ yang dimiliki seseorang lebih signifikan meramalkan kesuksesan global individu dibandingkan IQ, pendidikan ataupun keterampilan sosial.

10 Dari hal-hal diatas, penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian tentang AQ pada siswa pribumi yang bersekolah di sekolah pembauran dan siswa pribumi yang bersekolah di sekolah negeri. Siswa pribumi di sekolah pembauran dan negeri dipilih karena adanya perbedaan dalam lingkungan seperti disiplin dan teman sebaya. Menurut Stoltz (2004) adversity quotient juga dipengaruhi oleh lingkungan. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka penulis tertarik untuk mengetahui Apakah terdapat perbedaan adversity quotient pada siswa pribumi di sekolah pembauran dengan adversity quotient pada siswa pribumi di sekolah negeri? C. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data empiris sebagai dasar untuk menjawab permasalahan utama yang diangkat, yaitu melihat perbedaan antara adversity quotient pada siswa pribumi di sekolah pembauran dengan adversity quotient pada siswa pribumi di sekolah negeri.

11 D. MANFAAT PENELITIAN Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan di bidang psikologi, khususnya di bidang psikologi pendidikan terutama yang berkaitan dengan adversity quotient, adversity quotient pada sekolah pembauran dan sekolah negeri. Penelitian inijuga diharapkan sebagai referensi teoritis mengenai keadaan adversity quotient di kedua sekolah. Selain itu, penelitian ini juga dapat menjadi bahan referensi teoritis atau empiris untuk penelitian selanjutnya. 2. Manfaat Praktis Manfaat praktis yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai referensi bagi orang tua dan siswa untuk lebih memahami hambatan yang dapat diubah menjadi peluang dalam proses belajar dan mengajar. Sebagai referensi bagi pihak sekolah, siswa, guru dan orang tua agar dapat melakukan peningkatan dan perbaikan kualitas diri serta pemahaman mengenai adversity quotient. E. SISTEMATIKA PENULISAN Skripsi ini terdiri dari lima bab, dimulai dari bab I sampai bab V. Adapun sistematika penulisan proposal penelitian ini adalah : BAB I: Pendahuluan Merupakan bab pendahuluan, yang terdiri atas :

12 Latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian (manfaat teoritis dan manfaat praktis), dan sistematika penulisan. BAB II: Landasan Teori. Merupakan bab yang berisi landasan teori, yang terdiri atas: teori adversity quotient, sekolah pembauran dan sekolah negeri serta perbedaan adversity quotient antara siswa pribumi di sekolah pembauran dengan siswa pribumi di sekolah negeri. BAB III: Metode Penelitian Merupakan bab yang menguraikan jenis penelitian; identifikasi variabel penelitian; definisi operasional variabel penelitian; populasi, sampel, dan metode pengambilan sampel; metode pengumpulan data; alat ukur penelitian, validitasdan reliabilitas alat ukur;metode analisa data dan tahap pelaksanaan penelitian. BAB IV: Analisa Data dan Pembahasan Merupakan bab yang menguraikan hasil analisa data dan pembahasan dari hasil analisa datayang diperoleh. BAB V: Kesimpulan dan Saran Merupakan bab yang menguraikan kesimpulan dan saran dari hasil analisa data yang diperoleh dari bab sebelumnya.