Dampak terbesar dari jual beli undang-undang adalah tergadaikannya negeri ini dan kembali bercokolnya penjajah di bawah lindungan bangsa sendiri. Bagi para penjual pasal dan undang-undang, tindakan mereka sangat menguntungkan. Paling tidak bagi pribadi dan kelompok/partainya. Pundi-pundi uang akan berdatangan dan kursi/tampuk kekuasaan didapatkan dan yang sedang berkuasa bisa bertahan. Pihak lain yang memperoleh keuntungan adalah para pembelinya. Siapa mereka? Mereka adalah para pemilik modal dan negara asing. Memang mereka akan mengeluarkan sejumlah uang pada tahap awalnya. Tapi sebenarnya jumlah yang mereka bayarkan nilainya sangat kecil dibandingkan dengan apa yang mereka dapatkan kemudian. Mereka bisa mengeruk harta kekayaan rakyat secara leluasa di balik undang-undang atau peraturan lainnya. Nah yang paling dirugikan sudah pasti rakyat. Gara-gara tukar guling pasal dan uang itu, rakyat terpinggirkan. Mereka tak lagi dipandang sebagai subyek yang aspirasinya sangat menentukan dalam kacamata demokrasi. Mereka hanya menjadi mainan para politisi di Senayan. Ibarat pepatah: habis manis sepah dibuang. Setelah suaranya diraup, rakyat ditinggalkan. Kesejahteraan yang dijanjikan pun cukup diwakili oleh para politisi. Satu contoh ketika pasal 113 ayat (2) UU Kesehatan dihapuskan maka perlindungan terhadap masyarakat akan bahaya rokok hilang. Hilangnya pasal ini sangat menguntungkan para pengusaha rokok. Soalnya, mereka tak akan terkendala sama sekali dalam memproduksi rokoknya dan memasarkannya secara bebas di tengah masyarakat. Coba kalau pasal ini ada, perusahaan-perusahaan rokok pasti akan terganjal. Dalam kasus UU Ketenagalistrikan, rakyat harus bersiap-siap menerima tarif listrik mahal karena undang-undang itu membuka peluang bagi swasta untuk ikut bermain dalam sistem kelistrikan nasional. Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang dulunya disatukan (bundling) dari perusahaan-perusahaan kecil malah akan dipecah-pecah (unbundling) sehingga bisa diprivatisasi. Swastanisasi menyebabkan tarif listrik mahal. Lagi-lagi rakyat yang terbebani. 1 / 5
Sebagai kompensasi mengesahkan UU Ketenagalistrikan, DPR menitipkan beberapa perusahaan untuk mendapatkan proyek. Dalam sidang di pengadilan Tipikor Jakarta 24 November lalu, terungkap perusahaan dan keuntungannya. PT Ridho Tehnik dapat paket di Nanggore Aceh Darussalam dan memperoleh keuntungan Rp 3,8 milyar, PT Paesa Pasindo dengan Dirutnya dapat di Sumsel keuntungannya Rp 10,5 milyar dan Bengkulu keuntungannya Rp 7,5 milyar. Serta PT Berdikari Utama Jaya di paket Sumbar memperoleh keuntungan sebesar Rp 3,1 milyar. Yang ada di depan mata, adanya UU Migas tahun 2001 menyebabkan bermainnya perusahaan minyak asing di sektor hilir. Mereka membuka pom-pom bensin. Kondisi ini menyebabkan harga di tingkat eceran ditentukan oleh pasar. Buntutnya, subsidi yang selama ini dinikmati rakyat lambat laun akan dihapuskan. Semua harga ditentukan mekanisme pasar. Pemerintah dipaksa menuruti kemauan perusahaan asing yang kadung main di pasar retail. Itulah sebagian kecil dampak dari undang-undang yang sudah tergadaikan. Pasal-pasal yang benar telah digantikan dengan pasal-pasal yang salah. Atau pasal-pasal yang menjerat para pengusaha tiba-tiba menghilang. Dalam skala yang lebih luas, ketika tidak hanya pasal demi pasalnya yang diperjualbelikan tapi undang-undang itu sendiri, dampaknya jauh lebih besar. Negara bisa tergadaikan. Seperti dikatakan Ichsanuddin Noorsy, sejak Orde Baru tatanan perekonomian telah dijual kepada pihak asing melalui undang-undang. Ini sebagai kompensasi Soeharto bisa menduduki tampuk kekuasaan tertinggi di Indonesia. April 1966 pemerintah RI menerima usulan UU penanaman modal asing (PMA) dari Forbes Wilson, pengusaha Freeport, bernama Forbes Wilson. Juga UU No 8 Tahun 1967 tentang pertambangan. Setelah itu masuklah perusahaan-perusahaan asing ke Indonesia untuk mengeruk kekayaan Indonesia di bidang pertambangan. Keberadaan perusahaan asing ini sangat kuat karena mereka berpijak pada undang-undang yang seolah-olah buatan Indonesia. Secara sistematis perusahaan-perusahaan multinasional itu kemudian berada di balik lahrinya berbagai perundang-undangan berikutnya di masa Era Reformasi. Tujuannya satu yakni mengamankan keberadaannya di Indonesia. Hampir semua undang-undang yang lahir di era Megawati hingga Susilo Bambang Yudhoyono sangat pro Barat alias liberal. 2 / 5
Mereka rela mengeluarkan uang yang nilainya besar di mata orang-orang Indonesia tapi sebenarnya kecil dibandingkan untung yang didapatkannya. Mereka berani membayar siapa saja termasuk membayar tentara dan polisi untuk menjaga keamanan mereka. Walhasil, negara tergadaikan dan terjajah secara sistematis. Orang-orang asing dibantu kacung-kacungnya yang duduk di pemerintahan (legislatif dan eksekutif) merampok negeri ini dengan leluasa di bawah payung undang-undang. Sementara rakyat mulutnya menganga menyaksikan bagian mereka digondol penjajah dan dinikmati oleh para penguasa dan wakil mereka di Dewan. Penjajahan ternyata tak hilang.hanya berubah bentuk, agak lebih sopan dengan tanpa membawa senjata. Tapi esensinya sama.[] Mujiyanto Kerugian Akibat Jual Beli Pasal dan UU Perundang/undangan Dampak UU Bank Indonesia Negara rugi Rp 100 milyar. UU tak mewakili aspirasi rakyat tapi aspirasi pejabat BI UU Penanaman Modal Asing Asing bisa beroperasi dengan leluasa di Indonesia. Kekayaan alam Indonesia hilang. Indonesia dikavli 3 / 5
UU Penanaman Modal Asing mendapat konsesi usaha selama 95 tahun UU Migas Asing masuk di pasar retail. Harga migas sesuai mekanisme pasar. Subsidi dicabut UU Kesehatan Rakyat tidak terlindungi. Privatisasi sektor kesehatan UU Pemekaran Wilayah Muncul penguasa-penguasa baru di daerah tapi tidak memberi dampak sifnifikan kepada rakyat. Seban UU Ketenagalistrikan Unbundling PLN. Swasta diberi kesempatan bermain. Tarif listrik bisa meningkat tajam 4 / 5
UU Minerba Liberalisasi sektor pertambangan. Asing masuk. BUMN kalah bersaing. UU SJSN dan BPJS Rakyat dipalak oleh negara untuk membayar premi asuransi kesehatan yang seharusnya menjadi tan UU Pendidikan Nasional dan BHMN Liberalisasi pendidikan. Pendidikan mahal. Negara lepas tangan. 5 / 5