ANALISIS IMPLEMENTASI HEARING CONSERVATION PROGRAM DI PT KALTIM PRIMA COAL

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perkembangan teknologi yang semakin meningkat mendorong Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pendengaran terganggu, aktivitas manusia akan terhambat pula. Accident

BAB I PENDAHULUAN. meningkat menjadi 464,2 TWh pada tahun 2024 dengan rata-rata pertumbuhan 8,7% per

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan dan keselamatan kerja. Industri besar umumnya menggunakan alat-alat. yang memiliki potensi menimbulkan kebisingan.

ANALISIS PENGENDALIAN KEBISINGAN DI AREA BODY MINIBUS PERUSAHAAN KAROSERI TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. (UU) No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3),

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan bisingan dalam proses produksi. Kebisingan dapat. memicu terjadinya Noise Induced Hearing Loss (NIHL).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. bisa ditanggulangi secara baik sehingga dapat menjadi ancaman serius bagi


BAB I PENDAHULUAN. dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi 6,4 sampai dengan 7,5 persen setiap

Program Konservasi Pendengaran (1) Hearing Conservation Program (1)

BAB I PENDAHULUAN. Risiko merupakan sesuatu yang sering melekat dalam aktivitas. Kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. canggih yang biasa digunakan selain pemakaian tenaga sumber daya manusia. Mesinmesin

BAB 1 PENDAHULUAN. Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dapat

PERSEPSI PEKERJA TENTANG GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT KEBISINGAN DI PMKS PT. GIN DESA TANJUNG SIMPANG KECAMATAN PELANGIRAN INHIL-RIAU 2014

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan dan keselamatan kerja (Novianto, 2010). kondusif bagi keselamatan dan kesehatan kerja (Kurniawidjaja, 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. akibat buatan manusia itu sendiri. Dalam abad modern ini, tanpa disadari manusia

BAB I PENDAHULUAN. rumah, di jalan maupun di tempat kerja, hampir semuanya terdapat potensi

SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA DI PT.INKA (PERSERO) MADIUN

KUISIONER PENELITIAN

Analisa Pengendalian Kebisingan Pada Penggerindaan Di Area Fabrikasi Perusahaan Pertambangan

ABSTRAK HUBUNGAN TOTAL LAMA KERJA DENGAN STATUS PENDENGARAN PADA PENERBANG TNI AU

Analisis Tingkat Kebisingan Di Kawasan Bandara Internasional Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya proses mekanisasi, elektrifikasi dan modernisasi serta transformasi

ANALISIS PENERAPAN PELAPORAN DAN PERBAIKAN KEKURANGAN TINGKAT LANJUTAN SMK3 BERDASARKAN PP NO. 50 TAHUN 2012 DI PT. X

Analisis Pajanan Bising dan Faktor Risiko dalam Kejadian Gangguan Pendengaran PT.X Tahun 2014

HUBUNGAN ANTARA KEBISINGAN DENGAN FUNGSI PENDENGARAN PADA PEKERJA PENGGILINGAN PADI DI COLOMADU KARANGANYAR

GAMBARAN KEBISINGAN DAN GANGGUAN FUNGSI PENDENGARAN TENAGA KERJA DI AREA PRESSING PT. SUZUKI INDOMOBIL MOTOR PLANT TAMBUN II BEKASI JAWA BARAT

STUDI APLIKASI ALAT PELINDUNG DIRI SEBAGAI FAKTOR RISIKO GANGGUAN PENDENGARAN KARYAWAN UNIT PRODUKSI PT. SEMEN TONASA

BAGI OPERATOR HEAVY DUTY TRUCK SAPTAINDRA SEJATI SITE ADARO MINING OPERATION TANJUNG TABALONG KALIMANTAN SELATAN

HUBUNGAN DURASI TERPAPAR BISING DENGAN KEJADIAN NOISE INDUCED HEARING LOSS PADA PEKERJA PABRIK SPEAKER X DI PASURUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Manajemen Risiko Kelelahan: Preskriptif versus Pendekatan Berbasis Risiko

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ditandai dengan semakin banyaknya industri yang

I. PENDAHULUAN. serasi dan manusiawi. Pelaksanaannya diterapkan melalui undang- undang No. 13

HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN

BAB I PENDAHULUAN. terpapar bising melebihi 90 db di tempat kerjanya. Diperkirakan lebih dari 20 juta

Skripsi ini Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh : Kholid Ubaidilah NIM : J

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peneletian

BAB I PENDAHULUAN. pemasakan. Kapasitas produksi mencapai 4000 ton per hari. Sound Level Meter dengan 9 titik pengukuran yang berdasarkan European

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penggunaan teknologi disamping dampak positif, tidak jarang

ABSTRAK. Kata Kunci: Gangguan Pendengaran, Audiometri

BAB I PENDAHULUAN. kondisi kesehatan, aktivitas karyawan perlu dipertimbangkan berbagai potensi

Lobes Herdiman 1, Ade Herman Setiawan 2 Laboratorium Perencanaan & Perancangan Produk (P3) Jurusan Teknik Industri-UNS 1

PT. SUCOFINDO CABANG MAKASSAR JLN. URIP SUMOHARJO NO 90A MAKASSAR

PENERAPAN HEARING CONSERVATION PROGRAM DI PLANT COAL BOILER PT. ASAHIMAS CHEMICAL CILEGON

BAB I PENDAHULUAN. rangka menekan serendah mungkin risiko penyakit yang timbul akibat

ANALISIS KEBISINGAN PADA KAWASAN COMPRESSOR HOUSE UREA-1 PT. PUPUK ISKANDAR MUDA, KRUENG GEUKUEH ACEH UTARA

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

UNIVERSITAS UDAYANA EPIDEMIOLOGI NOISE INDUCED HEARING LOSS PADA OPERATOR PLTD/G DI PT. INDONESIA POWER UNIT

Gardilla Eka Febriana, Sjahrul Meizar Nasri. Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia

IMPLEMENTASI K3 MESIN PRODUKSI PADA AREA STAMPING PT. FUJI TECHNICA INDONESIA

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

DAFTAR PUSTAKA. Arief, L., M. (2013). Hearing Loss Prevention Program (HLPP). Jakarta: Modul

Analisis Pengaruh Lingkungan Kerja dan Karakteristik Individu Terhadap Produktivitas Kerja Serta Perbaikan Hearing Conservation Program

Profil Gangguan Pendengaran Akibat Bising Pada Pemeriksaan Kesehatan Pekerja

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. proses industri dipercepat untuk mendapatkan produksi semaksimal mungkin.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Unnes Journal of Public Health

IMPLEMENTASI OHSAS : 2007 KLAUSUL EMERGENCY PREPAREDNESS AND RESPONSE PT. X PLANT 2

*Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sam Ratulangi Manado

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

LAPORAN TUGAS AKHIR. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Ahli Madya. Restu Fahmia R

PELAKSANAAN PROGRAM KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA TENAGA KERJA BAGIAN PENGOLAHAN KELAPA SAWIT PKS RAMBUTAN PTPN-3 TEBING TINGGI TAHUN 2013

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata Kunci: Intensitas Kebisingan, Kelelahan Kerja, Tenaga Kerja Ground Handling

BAB V PEMBAHASAN. keselamatan kerja yang diantaranya adalah program Lock Out Tag

ANALISIS PENDOKUMENTASIAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA BERDASARKAN PP NO. 50 TAHUN 2012 DI PT ANGKASA PURA II (PERSERO) BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era globalisasi dan pasar bebas (World Trade Organization/WTO) dan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kemajuan di bidang industri dari industri tradisioal menjadi industri

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi di bidang industri menyebabkan terjadinya

UNIVERSITAS AIRLANGGA DIREKTORAT PENDIDIKAN Tim Pengembangan Jurnal Universitas Airlangga Kampus C Mulyorejo Surabaya

MANAJEMEN ALAT PELINDUNG DIRI PADA AREA PART MANUFACTURING DI PT. FSCM MANUFACTURING INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi. memenuhi kebutuhan hidup layak sehari-hari sehingga tingkat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gangguan kesehatan berupa ganngguan pendengaran (auditory) dan extrauditory

Universitas Diponegoro 2 Chief Environmental Engineer, Safety-Health_Environmental & Loss Control

K3 dan Lingkungan. Pertemuan ke-12

BAB II LANDASAN TEORI. Transmigrasi Republik Indonesia No. 13 tahun 2011 tentang Nilai. maupun suara secara fisik sama (Budiono, 2003).

landasan tempat kerja dan lingkungannya

PROGRAM PERLINDUNGAN PENDENGARAN PEKERJA TERHADAP KEBISINGAN

PERAN SMK NEGERI 2 SEWON SEBAGAI SMK PUSAT LAYANAN TIK SE KABUPATEN BANTUL JURNAL SKRIPSI. Oleh Oka Deva Yunianto NIM

Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja

BAB I PENDAHULUAN. dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan/atau alat-alat. (Permenakertrans RI Nomor PER.13/MEN/X/2011).

HUBUNGAN INTENSITAS KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN PETUGAS GROUND HANDLING PT. GAPURA ANGKASA BANDARA ADI SOEMARMO BOYOLALI SKRIPSI

UPT PUSKESMAS SAITNIHUTA

PENERAPAN JOB HAZARD ANALYSIS SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA DI AREA CENTRAL CONTROL ROOM (CCR) PT WIJAYA ENGINDO NUSA PROJECT PBIBDE

Studi Analisis Pengaruh Kebisingan dan Karakteristik Pekerja Terhadap Gangguan Pendengaran Pekerja di Bagian Produksi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

IMPLEMENTASI PENGENDALIAN BAHAYA UNTUK MENCAPAI ZERO ACCIDENT DI PT. FUJI TECHNICA INDONESIA KARAWANG JAWA BARAT

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

2. Rencana K3 yang disusun oleh perusahaan paling sedikit memuat : a. Tujuan dan Sasaran

STUDI TENTANG PELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN KASUS DM (DIABETES MELLITUS) DI UPTD PUSKESMAS BOYOLALI I KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. guna tenaga kerja dengan mengusahakan pekerjaan dan lingkungan kerja yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Dalam setiap proses pelayanan kesehatan di Rumah Sakit, pelayanan kesehatan yang berakhir dengan timbulnya kerugian (Puslitbag

Erman, D., Sukendi., Suyanto 2014:8 (2)

(SMKP) ELEMEN 6 DOKUMENTASI SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN PERTAMBANGAN (SMKP) MINERAL DAN BATUBARA

K3 KONSTRUKSI BANGUNAN. Latar Belakang Permasalahan

Transkripsi:

ANALISIS IMPLEMENTASI HEARING CONSERVATION PROGRAM DI PT KALTIM PRIMA COAL Ilham Maulana, Siswi Jayanti, Suroto Bagian Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro Email: ilhammaulana.hse@gmail.com Abstract : Hearing Conservation Program is an ongoing program which aims to prevent hearing loss due to noise in the workplace. Mining process uses multi open pit mining method which involves a lot of heavy equipment with a variety of function, sizes, and types. The purpose of this study was to analyze compliance and quality of implementation of Hearing Conservation Program in PT. Kaltim Prima Coal compared with the applicable regulations and standards. The type of this research was descriptive with the qualitative approach. There were nine workers who participated in this study. Triangulation in this study was the results of indepth interviews with triangulation informants, observation, and applicable standards. The results showed that PT. Kaltim Prima Coal complied 78,6 percent of the required criteria of OSHA and NIOSH elements such as policies, resources, surveys noise, technical and administrative noise control, education and motivation, ear protection, hearing acuity monitoring, recording, and reporting, evaluation, and audit program; while 21,4 percent had not complied. In conclusion, the implementation of hearing conservation program in PT. Kaltim Prima Coal had been good enough. PT. Kaltim Prima Coal should do the noise mapping based on noise exposure dose. Keywords : noise, hearing conservation program, OSHA, NIOSH. PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan dunia industri yang terus meningkat sudah pasti membutuhkan mesin-mesin yang canggih. Tersedianya mesin penunjang yang canggih dapat meningkatkan keuntungan bagi manusia, namun apabila tidak diawasi, maka dapat mengakibatkan kecelakaan di tempat kerja. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) kerja menjadi suatu bagian penting dalam pelaksanaan proses produksi barang dan jasa. (1) Industri dengan kapasitas produksi yang besar dan menyerap banyak tenaga kerja tentu memiliki potensi bahaya yang tinggi. Potensi 682 bahaya di tempat kerja mampu mempengaruhi pekerja baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh tersebut di antaranya adalah pengaruh potensi bahaya fisik. Potensi bahaya fisik adalah potensi bahaya yang dapat menyebabkan gangguan-gangguan kesehatan terhadap tenaga kerja yang terpapar, misalnya terpapar kebisingan dengan intensitas tinggi. Secara umum bising adalah bunyi yang tidak diinginkan. Menurut WHO, bising dikategorikan sebagai salah satu jenis polutan. Bising dapat menyebabkan berbagai gangguan seperti gangguan fisiologis, gangguan psikologis, gangguan komunikasi dan ketulian.

Ada yang menggolongkan gangguan berupa gangguan auditory, misalnya gangguan terhadap pendengaran dan gangguan non-auditory, seperti gangguan komunikasi, ancaman bahaya keselamatan, menurunnya performa kerja, stres dan kelelahan. (2) Gangguan pendengaran akibat bising (noise induced hearing loss / NIHL) adalah tuli akibat terpapar oleh bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja. Tuli akibat bising merupakan jenis ketulian sensorineural yang paling sering dijumpai setelah presbiakusis. (3) WHO Multi Center Study yang disebutkan dalam Rencana Strategi Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian Untuk Mencapai Sound Hearing 2030 Menteri Kesehatan Republik Indonesia menyatakan bahwa pada tahun 1996, Indonesia termasuk 4 (empat) negara di Asia Tenggara dengan prevalensi ketulian yang cukup tinggi (4.6%), 3 (tiga) negara lainnya adalah Srilangka (8,8%), Myanmar (8,4%) dan India (6,3%). Hasil penelitian yang pernah dilakukan di Indonesia mengenai kebisingan menyatakan bahwa, sebuah pabrik peleburan besi baja di Indonesia memiliki prevalensi NIHL sebesar 31,55% pada tingkat pajanan kebisingan 85-105 db (5). Di perusahaan plywood di Tangerang, prevalensi NIHL 31,81% dengan pajanan kebisingan 86.1-108.2 db. (6) Pada awak pesawat helikopter TNI AU dan AD mendapatkan pajanan bising antara 86-117 db dengan prevalensi NIHL 27,16 %. (7) Hearing conservation program merupakan sebuah program yang berkesinambungan yang bertujuan untuk mencegah terjadinya 683 gangguan pendengaran akibat bising di tempat kerja. Program ini dilakukan di perusahaan dengan hazard kebisingan yang tinggi dalam mengendalikan bising dan untuk mencegah gangguan pendengaran yang dialami pekerja akibat bising di tempat kerja. Ada beberapa referensi atau rujukan yang dapat dijadikan pedoman bagi perusahaan dalam menerapkan Hearing conservation program. Salah satunya ialah panduan yang di keluarkan oleh National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH). Salah satu referensi dari NIOSH seputar kesehatan kerja adalah Hearing conservation program dalam A Practical Guide to Effective Hearing conservation programs in the Workplace sebagai sebuah panduan praktis pelaksanaan Hearing conservation program di Perusahaan. PT Kaltim Prima Coal (KPC) merupakan perusahaan pertambangan batubara yang berada di Sangatta, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur, Indonesia. KPC mengelola salah satu open-pit mining terbesar di Dunia dengan total jumlah Resources dan reserve batubara mencapai 9.275 milyar ton. Berdasarkan hasil survei awal yang telah dilakukan penulis pada tanggal 20 Januari 2016 dengan cara observasi lapangan dan wawancara kepada salah satu personil OHS, kebisingan merupakan hazard yang cukup signifikan di tempat kerja. Perusahaan dalam hal ini Occupational Health section telah melaksanakan hearing conservation program sebagai upaya perlindungan bahaya kebisingan bagi tenaga kerja. Program tersebut sudah dimulai sejak tahun 1996 hingga saat ini dan diatur dalam

Occupational Health Element 3.07 tentang Hearing Conservation sebagai panduan pelaksanaan di perusahaan. Pelaksanaan program ini melibatkan banyak pihak yang bergerak secara komprehensif dan dibuktikan dengan semakin menurunnya angka gangguan pendengaran (NIHL). Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti analisis implementasi pelaksanaan Hearing Conservation Program di PT Kaltim Prima Coal berdasarkan panduan NIOSH. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskriptifkualitatif. Penelitian ini melibatkan empat orang informan utama yang terdiri dari superintendent occupational health, senior specialist occupational health, specialist occupational health, dan petugas audiometri PT Kaltim Prima Coal dan melibatkan lima orang informan triangulasi yang terdiri dari Manajer Departemen OHS, Safety Coordinator MDD, Operator Drilling Operation, Supervisor Drilling Operation, dan Dokter Perusahaan bagian Medical Check Up PT Kaltim Prima Coal. Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan cara observasi kemudian wawancara mendalam (indepth interview) kepada informan. Pengumpulan fakta dari fenomena atau peristiwa peristiwa yang bersifat khusus kemudian masuk pada kesimpulan yang bersifat umum. Keabsahan data dilakukan dengan teknik triangulasi yaitu triangulasi sumber dan data. Triangulasi sumber diakukan dengan cara mengecek data yang diperoleh melalui beberapa sumber. Reliabilitas penelitian dapat dicapai 684 dengan melakukan verifikasi hasil wawancara dengan hasil observasi peneliti. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Elemen Hearing Conservation Program PT Kaltim Prima Coal sesuai dengan hasil wawancara mendalam kepada informan utama yang dilakukan penulis, didapatkan informasi bahwa perusahaan telah memiliki kebijakan mengenai hearing conservation yang dijadikan acuan dalam pelaksanaan program. Kebijakan tersebut diatur dalam Occupational Health Elemen 3.07 yang masuk dalam satu kesatuan kebijakan Keselamatan Pertambangan, Lingkungan Hidup, Keamanan, Dan Pembangunan Berkesinambungan (KPLK & PB) atau yang dikenal dengan nama Prima Nirbhaya. Kebijakan mengenai hearing conservation tersebut terintegrasi dengan kebijakan lain namun terpisah dalam beberapa jenis seperti MSE, FPE, OHE dan GSE bergantung jenis dari sasaran kebijakan. Selain itu, dalam pelaksanaannya kebijakan di Prima Nirbhaya dilengkapi juga dengan SOP atau panduan lain seperti pada OHE 3.07 yang dilengkapi dengan SOP pengukuran kebisingan personal serta kebisingan lingkungan kerja. Survei kebisingan sudah dilakukan sejak tahun 1996 oleh OHS di seluruh area kerja PT Kaltim Prima Coal yang kemudian dilakukan kembali pengukuran sebagai monitoring setiap dua tahun sekali secara terjadwal. Survei kebisingan dilakukan oleh personil OHS menggunakan sound level meter yang terkalibrasi setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan sebuah komitmen dan keseriusan

perusahaan dalam melaksanakan HCP secara menyeluruh. Hasil survei kebisingan kemudian digunakan sebagai landasan atau dasar perusahaan menentukan prioritas penanganan serta metode pengendalian yang tepat. Selain itu juga untuk menentukan pekerja yang wajib menggunakan APT serta mengikuti tes audiometri secara berkala dilihat dari hasil survei kebisingan yang ada. Pengendalian kebisingan di PT Kaltim Prima Coal meliputi beberapa tahap sesuai dengan hierarki pengendalian bahaya yang dimulai dari eliminasi hingga APD dan diatur di dalam MSE 1.01 tentang Identifikasi Bahaya K3L, Penilaian Risiko dan Penetapan Kontrol. Menurut informasi yang didapatkan dari informan utama, perusahaan telah banyak melakukan pengendalian menggunakan rekayasa teknik. Apabila pada alat berat, perusahaan sudah melengkapi seluruh alat berat dengan kabin. Sehingga pekerja mampu terisolasi dari kebisingan yang ditimbulkan dari aktivitas mesin alat berat. Selain itu pembuatan barier di beberapa tempat kerja juga sudah dilakukan untuk memisahkan atau mereduksi bahaya kebisingan. Dari upaya pencegahan lainnya, perusahaan juga melakukan pemeliharaan, perawatan dan pemeriksaan mesin secara berkala. Perusahaan dalam penyediaan alat pelindung diri atau lebih dikenal dengan APD sudah lengkap dan spesifik pada masingmasing jenis pekerjaan serta risiko yang dihadapi pekerja. Untuk APD yang disediakan bagi pekerja yang menghadapi risiko kebisingan di tempat kerja yaitu berupa earplug dan earmuff. APD yang disediakan 685 oleh pihak perusahaan merupakan alat pelindung yang dipilih berdasarkan standar penggunaan dan kenyamanan pekerja. Perusahaan menyediakan beberapa jenis alat pelindung telinga atau yang direkomendasikan untuk digunakan. Pendidikan dan pelatihan merupakan bagian yang tidak terpisahkan pelaksanaan serta tujuannya. Hal ini yang juga terjadi di PT Kaltim Prima Coal dalam pelaksanaan pendidikan dan pelatihan mengenai HCP. Menurut informasi yang diterima dari informan utama, perusahaan telah melaksanakan training tentang HCP bagi pekerja yang akan bekerja di area kebisingan. Pemberian training dinilai penting oleh perusahaan karena dapat mengurangi kecelakaan atau PAK akibat tidak tahunya pekerja akan lingkungan dan aktivitas pekerjaan yang mereka kerjakan. Selain itu pendidikan juga diberikan melalui materi safety talk yang dilaksanakan di awal shift kerja bagi pekerja tambang dan satu seminggu sekali bagi pekerja nontambang. Media lain yang dipandang penulis cukup baik dilaksanakan adalah melalui poster, siaran radio dan juga majalah perushaan. Media tersebut dijadikan sarana pendidikan penunjang bagi pekerja dalam pemahaman mengenai HCP. Pemeriksaan audiometri terhadap para pekerja di PT Kaltim Prima Coal telah dilakukan pada saat medical check up setiap satu tahun sekali, yang dilakukan oleh isos selaku kontraktor medis perusahaan. Selain itu, pekerja juga melakukan tes audiometri preemploye, annual dan post selama bekerja di Perusahaan serta di

prioritaskan bagi pekerja yang bekerja di lingkungan dengan bahaya kebisingan. Pelaksanaan tes audiometri dilakukan bagi semua pekerja tanpa mempertimbangkan area kerja pada saat pre-employe untuk di jadikan baseline data Pekerja yang akan melaksanakan tes audiometri diberi anjuran untuk terbebas bising 18 s.d 24 jam sebelum tes dilakukan atau biasanya dilakukan di tengah masa off kerja. PT Kaltim Prima Coal, dalam pelaksanaan seluruh elemen HCP seperti hasil survei kebisingan, laporan tindakan pengendalian, hasil tes audiometri, jenis APT, materi training dan pendidikan dilaporkan dengan baik serta di simpan sesuai dengan tanggung jawabnya. Sebagai contoh laporan hasil tes audiometri di simpan di bagian klinik perusahaan karena data bersifat medis. Selain itu data disimpan dalam bentuk softfile dan dimasukkan ke dalam data based perusahaan. Sehingga semua data dapat diakses melalui jaringan internal perusahaan, ini dilakukan untuk memudahkan siapa saja yang berkepentingan dan membutuhkan data tersebut mampu mengakses dengan IDE personal pekerja masing-masing. Pengelolaan data dilakukan oleh Departemen HSES System dalam bentuk HSEInfo. Evaluasi dan audit merupakan sarana penilaian sekaligus pengukuran implementasi sebuah kebijakan maupun program. Begitu juga halnya dengan evaluasi dan audit pada pelaksanaan HCP. Berdasarkan informasi yang diperoleh penulis dari informan utama, PT Kaltim Prima Coal belum pernah melaksanakan evaluasi pelaksanaan HCP secara keseluruhan. Begitu juga dengan 686 audit, perusahaan tidak melaksanakan audit khusus mengenai HCP melainkan audit tentang kebisingan yang berdasar pada OHE 3.07 pada masingmasing area sebagai satu kesatuan safety audit. B. Analisis Faktor Pendukung dan Penghambat Penerapan HCP di perusahaan tentu memiliki banyak faktor-faktor diantaranya faktor pendukung dan penghambat. Adapun faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan HCP di PT Kaltim Prima Coal, berdasarkan informasi yang dihimpun penulis melalui wawancara, observasi dan analisis. Faktor Pendukung penerapan HCP di PT Kaltim Prima Coal diantaranya adalah (1) Dukungan manajemen. Dukungan manajemen dalam hal ini adalah komitmen perusahaan dalam menyelenggaraka K3. (2) Sumberdaya yang berkompeten. Pelaksanaan program tentu membutuhkan banyak sumberdaya, tidak cukup dengan jumlah namun juga kualitas yang seiring. (3) Sistem manajemen K3 yang terintegrasi. Manajemen yang baik merupakan cara yang efektif bagi perusahaan dalam memastikan keberlangsungan kegiatan bisnis dan operasional perusahaan. (4) Budaya K3 perusahaan. Budaya K3 merupakan hal yang paling diidamidamkan setiap tempat kerja begitu juga Indonesia, namun pada kenyataannya hal ini merupakan hal yang sulit untuk di wujudkan. (5) Kontraktor pelayanan medis. isos sebagai kontraktor bidang medis bagi perusahaan menjadi sebuah faktor pendukung karena sangat membantu keberjalanan HCP di perusahaan. Selain itu dapat membantu melaksanakan

pendidikan dan motivasi bagi pekerja dalam upaya perlindungan tenaga kerja dari bahaya kebisingan. Sedangkan faktor penghambat dalam pelaksanaan HCP adalah (1) Target kerja OHS. Target kerja yang dimaksud adalah OHS selama ini berfokus pada semua upaya kesehatan kerja di perusahaan. Namun, setiap tahun memiliki fokus masing-masing yang didasarkan angka kejadian ataupun permasalahan yang timbul kepermukaan. (2) Alur komunikasi. Alur komunikasi yang dimaksud adalah alur komunikasi OHS dengan isos, semenjak berpindahnya isos dibawah komando Divisi HARI maka alur komunikasi lebih rumit dan tidak langsung dapat berjalan antara kedua belah pihak. C. Analisis Kualitas Penerapan Kriteria Penerapan Hearing Conservation Program Penerapan HCP di sebuah perusahaan tentu melalui proses panjang dan juga terus menerus. Karena bukanlah hal yang mudah bagi sebuah perusahaan dalam menerapkan HCP secara menyeluruh dan baik. Dalam hal ini PT Kaltim Prima Coal yang telah melaksanakan HCP sejak tahun 1996 yang berarti telah kurang lebih 20 tahun menerapkan akan di ukur kualitas penerapannya. Pengukuran ini akan merujuk pada standar OSHA dan juga NIOSH dalam hal pemenuhan kriteria HCP sebagai mana terlampir pada lampiran 2 checklist observasi. PT Kaltim Prima Coal dalam penerapan HCP jika dibandingankan dengan kriteria yang ada masih ditemukan 18 kriteria yang belum terpenuhi dari 84 kriteria yang diminta. Kualitas penerapan HCP di PT Kaltim Prima Coal sudah cukup baik karena mampu memenuhi 78,6 % kriteria yang dipersyaratkan, dalam hal ini elemen yang sudah memenuhi keseluruhan kriteria adalah kebijakan dan sumberdaya HCP. Namun, dalam pelaksanaan HCP yang perlu diperhatikan adalah konsistensi dan peran serta pekerja dalam pelaksanaan HCP menjadi kualitas yang sangat penting. Hal ini sangat berpengaruh dalam peningkatan kualitas pelaksanaan HCP. Selain itu, jumlah kasus NIHL baru yang muncul semakin menurun setiap tahunnya semenjak penerapan hearing conservation program, hal ini menjadi sebuah bukti penerapan HCP di PT Kaltim Prima Coal sudah baik dan sesuai secara kualitatifdan tetap perlu diperbaiki dari segi kualitas dan kuantitas. KESIMPULAN 1. Gambaran penerapan elemenelemen hearing conservation program di PT Kaltim Prima Coal adalah: a. PT Kaltim Prima Coal memiliki kebijakan mengenai hearing conservation program yaitu Occupational Health Elemen 3.07. b. Perusahaan sudah memiliki dan memenuhi sumberdaya yang diperlukan dalam pelaksanaan hearing conservation program mulai dari sumberdaya manusia, pendanaan dan sarana prasarana. 687

c. Monitoring pajanan bising dilakukan setiap tahun oleh OHS yang sudah dijadwalkan sebelumnya, namun dua tahun sekali pada satu objek atau area yang sama. d. Pengendalian secara teknik sudah banyak dilakukan perusahaan yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan kerja dan besar pajanan bising yang diterima. Pengendalian berupa perawatan mesin, pemberian kabin pada alat berat, pembuatan barier, dll. e. Pengendalian secara administratif dilaksanakan perusahaan dengan berbagai bentuk diantaranya pelatihan, shift kerja, safety sign, waktu istirahat, SOP pekerjaan dan HCP. f. Tes audiometri dilaksanakan bagi seluruh pekerja tambang (pit worker) yang bekerjasama dengan pihak ketiga yaitu internasional SOS (isos) dengan tenaga medis dan alat yang tersertifikasi. g. APT yang disediakan perusahaan terdiri dari earplug dan earmuff. Peruntukan APT disesuaikan dengan kebutuhan dan tingkat kebisingan, apabila melebihi 85 dba maka menggunakan earplug dengan NRR 32 dba dan apabila melebihi 100 dba ditambah dengan earmuff dengan NRR 28 dba. h. Pendidikan, motivasi dan pelatihan bagi pekerja dilaksanakan sejak awal pekerja masuk di 688 perusahaan dan berkala di masing-masing area melalui safety talk. i. Dokumentasi dan pencatatan tentang HCP tersimpan rapi di database perusahaan yang dapat diakses melalui jaringan internal perusahaan, sedangan untuk hasil audiometri disimpah pihak isos di klinik. j. Perusahaan belum melaksanakan evaluasi dan audit untuk HCP secara utuh hanya perelemen ataupun sebatas pada area kerja tertentu. 2. Faktor pendukung pelaksanaan HCP di PT Kaltim Prima Coal adalah dukungan manajemen, sumberdaya yang berkompeten, sistem manajemen k3 yang terintegrasi, budaya K3 perusahaan dan kontraktor pelayanan medis. Sedangkan faktor penghambat adalah target kerja OHS dan alur komunikasi. 3. PT Kaltim Prima Coal telah memiliki kualitas baik pada penerapan HCP karena memenuhi 78,6 % kriteria yang dipersyaratkan OSHA dan NIOSH tentang HCP dengan elemen kebiajakn dan sumberdaya telah memenuhi keseluruhan kriteria yang diminta DAFTAR PUSTAKA 1. Suardi R. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Penerbit PPM; 2005.

2. Mangkunegara AP. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya; 2009. 3. Irwandi R. Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Terkait Kerja. USU Repository [Internet]. 2008; Available from: http://library.usu.ac.id/dow nload/ft/07002746.pdf 4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Kebisingan. Jakarta: Ditjen PPM & PLP; 1995. 5. Sundari. Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Surakarta: PT. Tri Tunggal Tata Fajar; 1997. 6. Lusianawaty T. Gangguan Pendengaran Akibat Bising pada Tenaga Kerja di Perusahaan Plywood PT.X. 1998. 7. Miristha M. Gambaran Dosis Pajanan Bising Disertai Keluhan Pendengaran pada Operator Alat Berat di PT Bukit Makmur Mandiri Utama, Job Site Gunung Bayan Pratama Coal (GBPC), Muara Tae, Kalimantan Timur tahun 2009 [Internet]. Universitas Indonesia; 2009. Available from: http://lontar.ui.ac.id/digital _126579-S-5790- Gambaran dosis-ha.pdf 8. Anies. Penyakit Akibat Kerja. Cetakan Pe. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo; 2005. 91 p. 9. Bashiruddin J. Pengaruh Bising dan Getaran pada Fungsi Keseimbangan dan Pendengaran. Universitas Indonesia; 2002. 10. Arif M. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculpius; 2003. 689