2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan

dokumen-dokumen yang mirip
KINERJA OPERASIONAL PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA ARI WIDIASTUTI

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi dan Peran Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pengertian dan pengklasifikasian pelabuhan perikanan

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER. 16/MEN/2006 TENTANG PELABUHAN PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pelabuhan Perikanan. Sesuai dengan Pasal 1 Undang Undang No. 31 Tahun 2004 tentang

6. KINERJA OPERASIONAL PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pengertian, klasifikasi dan fungsi pelabuhan perikanan

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.06/MEN/2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PELABUHAN PERIKANAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20/PERMEN-KP/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.02/MEN/2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PELABUHAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Kepelabuhan. Perikanan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2012 TENTANG KEPELABUHANAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi Pelabuhan Perikanan

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara 2.2 Kegiatan Operasional di Pelabuhan Perikanan

B.IV TEKNIK PENGUKURAN KINERJA DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN AGAMA

Perum Prasarana Perikanan Samudera (PPPS) ildalah Badan Usaha. Milik Negara (BUMN), didirikan berdasarkan PP No.2 tahun 1990 dm

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan

BAB III DESKRIPSI AREA

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan Pengertian pelabuhan perikanan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

4. BAB IV KONDISI DAERAH STUDI

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan 2.2 Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan

melakukan kegiatan-kegiatan produksinya, mulai dari memenuhi kebutuhan perbekalan untuk menangkap ikan di

4 KONDISI UMUM PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Elemen 2.2 Perikanan Tangkap

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Kriteria Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) 2.2 Fungsi dan Peranan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI)

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PELABUHAN PERIKANAN PROVINSI JAWA TENGAH

STATISTIK PENGUNDUH DATA DAN INFORMASI HASIL LITBANG SUMBERDAYA LAUT DAN PESISIR Status Januari sampai Juni 2016

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Mei 2009 di PPN Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat.

Pelabuhan secara umum adalah daerah yang terlindung

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan prasarana perikanan yang berupa Pelabuhan Perikanan (PP)

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2005

STUDI TATA LETAK FASILITAS DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA BRONDONG KABUPATEN LAMONGAN PROPINSI JAWATIMUR. Jonny Zain

KINERJA OPERASIONAL PELABUHAN PERIKANAN PANTAI LABUHAN LOMBOK, KABUPATEN LOMBOK TIMUR, NUSA TENGGARA BARAT SORAYA GIGENTIKA

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No kepelabuhanan, perlu dilakukan penyempurnaan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan L

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L

6 KEBUTUHAN FASILITAS TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

c. memantau, mengevaluasi dan menilai hasil kerja bawahan dalam

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74/KEPMEN-KP/2016 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2011 TENTANG KUNJUNGAN KAPAL WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang. menyimpan kekayaan sumber daya alam laut yang besar dan. belum di manfaatkan secara optimal.

6. FUNGSI PPI MUARA BATU

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2011 TENTANG KUNJUNGAN KAPAL WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2015 TENTANG KUNJUNGAN KAPAL WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

KINERJA OPERASIONAL PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT RENY YULIASTUTI

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Fungsi pelabuhan perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Perikanan Tangkap

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan

GUBERNUR SUMATERA BARAT

Lampiran 1 Perhitungan bobot faktor internal pengembangan PPI Pangandaran di lokasi baru

EFISIENSI PEMANFAATAN FASILITAS DI TANGKAHAN PERIKANAN KOTA SIBOLGA ABSTRACT. Keywords: Efficiency, facilities, fishing port, utilization.

Data dan grafik produksi ikan yang didaratkan di PPI Muara Angke tahun

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN Pelabuhan Perikanan. Pengertian pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan

2016, No dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik I

PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP Menuju Industri Perikanan Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan

JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2000

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PROVINSI SUMATERA UTARA

RANCANGAN KRITERIA KLASIFIKASI PELAYANAN PELABUHAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2015 TENTANG KUNJUNGAN KAPAL WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

4 GAMBARAN UMUM PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 07 TAHUN 2009

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

PENGEMBANGAN TEMPAT PENDARATAN IKAN KURAU DI KECAMATAN BANTAN KABUPATEN BENGKALIS, RIAU Oleh: Jonny Zain dan Syaifuddin

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PELABUHAN PENGUMPAN LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Seri Data dan Informasi Sosek KP No. 12. Pemetaan Model Pengembangan Minapolitan Berbasis Perikanan Laut. Armen Zulham, dkk

KEBIJAKAN PEMANFAATAN PELABUHAN PERIKANAN

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan Pelabuhan perikanan digolongkan sebagai pelabuhan khusus, yang mengandung pengertian bahwa suatu wilayah perpaduan antara wilayah daratan dan lautan yang dipergunakan sebagai pangkalan kegiatan penangkapan ikan dilengkapi dengan fasilitas, sejak ia didaratkan sampai ikan didistribusikan (Lubis, 2006). Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tahun 2006, Pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh dan atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan perikanan. Pengertian pelabuhan perikanan dilihat dari aspek aktivitas perikanan tangkap disebutkan bahwa pelabuhan perikanan adalah suatu pengembangan ekonomi perikanan ditinjau dari aspek produksi, pengolahan, dan pemasaran baik lokal, nasional maupun internasional (Lubis, 2006). Menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1994) bahwa aspek-aspek tersebut secara terperinci yaitu produksi (bahwa pelabuhan perikanan sebagai tempat para nelayan untuk melakukan kegiatan-kegiatan produksinya, mulai dari memenuhi kebutuhan perbekalan untuk menangkap ikan di laut sampai membongkar hasil tangkapannya), Pengolahan (bahwa pelabuhan perikanan menyediakan saranasarana yang dibutuhkan untuk mengolah hasil tangkapannya), Pemasaran (bahwa pelabuhan perikanan merupakan pusat pengumpulan dan tempat awal pemasaran hasil tangkapan). Pelabuhan perikanan dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis usaha perikanannya (Lubis, 2006) yaitu : 1. Pelabuhan perikanan berskala besar atau perikanan laut dalam yaitu pelabuhan untuk perikanan industri atau untuk berlabuh atau bersandarnya kapal-kapal penangkapan berukuran besar dengan panjang antara 40 sampai 120 m dan berat lebih besar dari 50 GT. Mempunyai

5 kolam pelabuhan yang dalam, dermaga yang panjang. Di pelabuhan ini juga terdapat perusahaan-perusahaan pengolahan dan pedagangpedagang besar. Hasil tangkapan yang didaratkan dan didistribusikan untuk tujuan nasional maupun internasional. 2. Pelabuhan buhan berskala menengah yaitu pelabuhan perikanan untuk perikanan semi-industri atau tempat berlabuh dan bertambatnya kapalkapal penangkapan ikan berukuran antara 15 sampai 50 GT. Di pelabuhan ini terkadang terdapat juga perusahaan-perusahaan pengolahan ikan dan pada umumnya hasil tangkapannya untuk tujuan nasional dan sedikit untuk lokal. 3. Pelabuhan perikanan berskala kecil/perikanan pantai yaitu pelabuhan untuk perikanan kecil atau perikanan tradisional atau tempat berlabuh dan bertambatnya kapl-kapal penangkapan ukuran lebih kecil dari 15 GT. Mempunyai kolam pelabuhan yang tidak dalam. Hasil tangkapan yang didaratkan pada umumnya adalah dalam bentuk segar atau dipertahankan kesegarannya dengan menambahkan es. Hasil tangkapannya ditujukan terutama untuk pemasaran lokal. Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: Permen. 16/MEN/2006 tentang pelabuhan perikanan dinyatakan bahwa klasifikasi pelabuhan perikanan dibagi menjadi 4, yaitu Pelabuhan Perikanan Samudera, Pelabuhan Perikanan Nusantara, Pelabuhan Perikanan Pantai, dan Pangkalan Pendaratan Ikan. Pelabuhan perikanan diklasifikasikan menjadi 4 (empat) kategori utama yaitu : a. Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Pelabuhan perikanan samudera (PPS) dikenal sebagai pelabuhan perikanan tipe A yang juga disebut sebagai pelabuhan perikanan kelas I. Terdapat lima pelabuhan perikanan samudera (PPS) di Indonesia, yaitu PPS Nizam Zachman di Jakarta, PPS Cilacap di Jawa Tengah, PPS Belawan di Sumatera Utara, PPS Bungus di Sumatera Barat dan PPS Kendari di Sulawesi Tenggara. Pelabuhan perikanan samudera (PPS) mempunyai kemampuan beroperasi di samudera dan lepas pantai yang sifatnya nasional dan internasional. Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: Permen. 16/MEN/2006 tentang pelabuhan

6 perikanan, pelabuhan perikanan samudera (PPS) memiliki kriteria sebagai berikut: a. Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di laut Teritorial, Zona Ekonomi Eklusif Indonesia, dan Laut Lepas; b. Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 60 GT; c. Panjang dermaga sekurang-kurangnya 300 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya 3 m; d. Mampu menampung sekurang-kurangnya 100 kapal perikanan ataau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 6.000 GT kapal perikanan sekaligus; e. Ikan yang didaratkan sebagian untuk diekspor; f. Terdapat industri perikanan. b. Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pelabuhan perikanan nusantara (PPN) dikenal sebagai pelabuhan perikanan tipe B yang juga disebut sebagai pelabuhan perikanan kelas II. Berikut pelabuhan perikanan nusantara (PPN) di Indonesia, dimana lokasinya berada di Brondong (Jawa Timur), Sibolga (Sumatera Utara), Pelabuhan Ratu (Jawa Barat), Kejawanan dan Pekalongan (Jawa Tengah), Tanjung Pandan (Bangka Belitung), Pemangkat (Kalimantan Barat), Tual (Maluku), Prigi (JawaTimur), Ternate dan Ambon (Maluku). Pelabuhan perikanan nusantara (PPN) mempunyai kemampuan beroperasi di lepas pantai yang sifatnya regional dan nasional. Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: Permen. 16/MEN/2006 tentang pelabuhan perikanan, pelabuhan perikanan nusantara (PPN) memiliki kriteria sebagai berikut : a. Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di laut Teritorial dan Zona Ekonomi Eklusif Indonesia; b. Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 30 GT; c. Panjang dermaga sekurang-kurangnya 150 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya 3 m;

7 d. Mampu menampung sekurang-kurangnya 75 kapal perikanan ataau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 2.250 GT kapal perikanan sekaligus; e. Ikan yang didaratkan sebagian untuk diekspor; c. Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Pelabuhan perikanan pantai (PPP) dikenal sebagai pelabuhan perikanan tipe C. Berikut pelabuhan perikanan pantai (PPP) di Indonesia, dimana lokasinya berada di Asemdoyong, Bacan, Bajomulyo, Banjarmasin, Bawean, Blanakan, Bondet, Cilauteureun, Ciparage, Dagho, Eretan, Hantipan, Karangantu, Karimun Jawa, Kota Agung, Kupang, Kwandang, Labuhan Lombok, Labuhan Maringgai, Lampulo, Lekok, Lempasing, Mayangan, Morodemak, Muara Ciasem, Muncar, Paiton, Pondok Dadap, Sadeng, Sikakap, Sorong, Sungai Liat, Tarakan, Tarempa, Tasik Agung, Tawang, Tegalsari, Teladas, Teluk Batang, Tobelo, Tumumpa, Wonokerto. Pelabuhan perikanan pantai (PPP) mempunyai kemampuan beroperasi di pantai yang sifatnya regional. Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: Permen. 16/MEN/2006 tentang pelabuhan perikanan, pelabuhan perikanan pantai (PPP) memiliki kriteria sebagai berikut : a. Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di perairan pedalaman, perairan kepulauan, dan laut teritorial; b. Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 10 GT; c. Panjang dermaga sekurang-kurangnya 100 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya 2 m; d. Mampu menampung sekurang-kurangnya 30 kapal perikanan ataau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 300 GT kapal perikanan sekaligus; d. Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Pangkalan pendaratan ikan (PPI) dikenal sebagai pelabuhan perikanan tipe D. Pelabuhan ini dikelola oleh daerah untuk mendukung kegiatan penangkapan ikan di daerah pantai. Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: Permen. 16/MEN/2006 tentang pelabuhan perikanan, pangkalan pendaratan ikan (PPI) memiliki kriteria sebagai berikut :

8 a. Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di perairan pedalaman dan perairan kepulauan; b. Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 3 GT; c. Panjang dermaga sekurang-kurangnya 50 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya 2 m; d. Mampu menampung sekurang-kurangnya 20 kapal perikanan ataau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 60 GT kapal perikanan sekaligus; Menurut Lubis (2000) pelabuhan perikanan dapat diklasifikasikan menurut letak dan jenis usaha perikanannya. Pelabuhan perikanan bila dilihat dari banyaknya faktor yang ada, pengklasifikasikannya dapat dipengaruhi oleh berbagai parameter antara lain : 1). Luas lahan, letak dan konstruksi bangunannya; 2). Tipe dan ukuran kapal yang masuk pelabuhan; 3). Jenis perikanan skala usahanya; 4). Distribusi dan tujuan ikan hasil tangkapan. Pengklasifikasian pelabuhan perikanan seperti tersebut di atas pada dasarnya dibuat untuk mempermudah dalam pengelolaan khususnya dan pengembangan pelabuhan pada umumnya. 2.2 Fungsi dan Peranan Pelabuhan Perikanan Fungsi pelabuhan perikanan ditinjau dari segi aktivitasnya merupakan kegiatan ekonomi perikanan baik ditinjau dari aspek pendaratan dan pembongkaran ikan, pengolahan, pemasaran dan pembinaan terhadap masyarakat nelayan. Tingkat keberhasilan pengelolaan pelabuhan perikanan diindikasikan dengan terealisasi atau tidaknya fungsi pelabuhan perikanan secara optimal. Sesuai dengan Permen PER.16/ MEN/ 2006 maka fungsi pelabuhan perikanan adalah sebagai berikut : 1. Pelayanan sandar dan labuh kapal perikanan dan kapal pengawas perikanan; 2. Pelayanan bongkar muat;

9 3. Pelaksanaan pembinaan mutu dan pengolahan hasil perikanan; 4. Pemasaran dan distribusi ikan; 5. Pengumpulan data tangkapan dan hasil perikanan; 6. Pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan; 7. Pelaksanaan kegiatan operasional kapal perikanan; 8. Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sumber daya ikan; 9. Pelaksanaan kesyahbandaran; 10. Pelaksanaan fungsi karantina ikan; 11. Publikasi hasil riset kelautan dan perikanan; 12. Pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari; 13. Pengendalian lingkungan (kebersihan, keamanan, dan ketertiban (K3), kebakaran, dan pencemaran). Selain itu, terdapat dua jenis pengelompokkan fungsi pelabuhan perikanan yaitu ditinjau dari pendekatan kepentingan dan aktivitasnya. Fungsi pelabuhan perikanan berdasarkan pendekatan kepentingan dan aktivitasnya. Fungsi pelabuhan perikanan berdasarkan pendekatan kepentingan salah satunya adalah fungsi jasa. Fungsi ini meliputi seluruh jasa-jasa pelabuhan mulai dari ikan didaratkan sampai ikan didistribusikan. Fungsi jasa dapat dikelompokkan menjadi (Lubis, 2006) : a. Jasa-jasa yang melayani pendaratan ikan; b. Jasa-jasa yang melayani kapal-kapal penangkap ikan antara lain dalam penyediaan bahan bakar, air bersih, dan es; c. Jasa-jasa yang menangani mutu ikan; d. Jasa-jasa yang melayani keamanan pelabuhan, antara lain adanya jasa pemanduan bagi kapal-kapal yang akan masuk dan keluar pelabuhan; syahbandar dan douane/beacukai yang masing-masing berfungsi memeriksa surat-surat kapal dan jumlah serta jenis-jenis barang yang dibawa; e. Jasa-jasa pemeliharaan kapal, antara lain adanya fasilitas docking, slipway dan bengkel untuk memelihara kondisi baik dan siap kembali

10 melaut. Slipways, untuk memelihara atau memperbaiki khususnya bagian lunas kapal; f. Jasa kebersihan. Pelabuhan Perikanan/ Pangkalan Pendaratan Ikan (PP/PPI) merupakan suatu pusat kegiatan dan berfungsi prasarana untuk meningkatkan fasilitas pelayanan kegiatan perikanan dalam berbagai aspek (Suboko, 2005), yaitu : 1). Pelayanan pada industri perikanan Tempat berlabuh kapal perikanan; Tempat pendaratan ikan hasil tangkapan; Tempat untuk memperlancar kegiatan-kegiatan kapal perikanan; Pusat pemasaran dan distribusi hasil; Pusat penanganan dan pengolahan mutu hasil perikanan; Kawasan industri yang disediakan di PP/PPI menjadi tempat untuk mendirikan pabrik-pabrik pengolahan, pabrik es, dan sarana komersial oleh swasta/ industri. 2). Sebagai instrumen pemerintah dalam pembinaan usaha perikanan Sebagai tempat pelayanan administrasi pemerintah seperti pembayaran pungutan, dsb; Pusat pelaksanaan penyuluhan dan pengumpulan data perikanan; Tempat pelaksanaan pengawasan sumberdaya ikan. Kegiatan pengawasan meliputi pemeriksaan spesifikasi teknis alat tangkap dan kapal perikanan, ABK, dokumen kapal dan hasil tangkapan; Pusat pengembangan masyarakat nelayan. PP/PPI sebagai pusat pengembangan masyarakat nelayan diarahkan untuk dapat menunjang kegiatan nelayan yang berbasis di pelabuhan perikanan tsb, nelayan pendatang maupun nelayan asing. 2.3 Fasilitas Pelabuhan Perikanan Pelabuhan perikanan merupakan tempat yang memiliki berbagai fasilitas yang berguna didalam pelaksanaan fungsi dan peranannya sebagai pelabuhan (Lubis, 2006). Fasilitas-fasilitas yang terdapat di pelabuhan perikanan atau

11 pangkalan pendaratan ikan terdiri dari fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan fasilitas tambahan. Fasilitas tersebut masing-masing sekurang-sekurangnya memiliki fasilitas (Lubis, 2006) antara lain : 1. Fasilitas pokok, sekurang-kurangnya memiliki pelindung seperti breakwater, revetment, groin, dermaga, kolam, alur pelayaran, jalan, drainase, dan lahan pelabuhan 2. Fasilitas fungsional, sekurang-kurangnya memiliki Tempat Pelelangan Ikan (TPI), navigasi pelayaran, air bersih, es, bahan bakar, listrik, bengkel, laboratorium pembinaan mutu, kantor administrasi pelabuhan, alat angkut ikan dan es, dan pengolahan limbah 3. Fasilitas penunjang atau tambahan, sekurang-kurangnya memiliki tempat pembinaan nelayan, pos jaga, pos pelayanan terpadu, peribadatan, MCK, kios Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). 2.4 Operasional Pelabuhan Perikanan Menurut Murdiyanto (2004) operasional pelabuhan perikanan merupakan tindakan atau gerakan sebagai pelaksanan rencana yang telah dikembangkan untuk memanfaatkan fasilitas pada pelabuhan perikanan agar berdaya guna secara optimal bagi fasilitas itu sendiri maupun fasilitas yang terkait. Menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1994) kegiatan operasional yang berlangsung di pelabuhan perikanan adalah : 1. Pendaratan Pendaratan ikan di pelabuhan perikanan sebagian besar dari kapal penangkap ikan yang mendaratkan hasil tangkapannya di pelabuhan, hanya sebagian kecil yang berasal dari pangkalan pendaratan ikan atau pelabuhan lainnya yang dibawa ke pelabuhan itu menggunakan sistem transportasi darat. 2. Penanganan, pengolahan dan pemasaran ikan Sesuai dengan salah satu fungsinya sebagai tempat pembinaan pengawasan mutu hasil perikanan, penanganan ikan segar di PP dilakukan dengan menggunakan es. Pengolahan ikan dimaksudkan

12 untuk mempertahankan mutu sehingga waktu pemasaran menjadi lebih lama serta dapat meningkatkan nilai jual ikan. Kegiatan pemasaran yang dilakukan di PP bersifat lokal, nasional, dan ekspor. 3. Penyaluran perbekalan Penjualan atau pengisian perbekalan yang terkait dengan fasilitas pelabuhan perikanan saat ini adalah penjualan es, penjualan air bersih, penjualan BBM dan suku cadang. Pelayanan perbekalan ini umumnya dilakukan oleh pihak UPT pelabuhan, KUD, koperasi pegawai perikanan, BUMN, dan pihak swasta. Beberapa prinsip penting bilamana pengoperasian suatu pelabuhan pelabuhan perikanan dikatakan berhasil (Lubis, 2006) adalah : 1). Sangat baik dipandang dari sudut ekonomi, yang berarti hasil pengoperasian pelabuhan itu dapat menguntungkan baik bagi pengelola pelabuhan itu sendiri maupun bagi pemiliknya. Disamping itu hasil dari pengoperasian pelabuhan tersebut mempunyai pengaruh positif terhadap perkembangan kota khususnya dan nasional umumnya; 2). Sistem penanganan ikan yang efektif dan efesien. Dengan kata lain pembongkaran ikan dapat dilakukan secara cepat disertai penseleksian yang cermat, pengangkutan dan penanganan yang cepat; 3). Fleksibel dalam perkembangan teknologi. Dalam hal ini pengembangan suatu pelabuhan perikanan misalnya seringkali diperlukan mekanisasi dari fasilitas-fasilitas pelabuhan tersebut. Misalnya perlunya Vessel lift pada fasilitas dock, tangga berjalan (tapis roulant) untuk pembongkaran dan penseleksian ikan. Disamping itu diperlukan fasilitas pelabuhan karena semakin meningkatnya produksi perikanan pelabuhan, misalnya perluasan gedung pelelangan, perluasan dermaga, dsb; 4). Pelabuhan dapat berkembang tanpa merusak lingkungan sekitarnya (lingkungan alam dan lingkungan sosial);

13 5). Organisasi serta pelaku-pelaku di dalam pelabuhan bekerja secara aktif dan terorganisasi baik dalam kegiatannya. Keseluruhan aktivitas di PP yang ada, dikelompokkan menjadi 7 kelompok aktivitas (Pane, 2002 dalam Ratno 2004) seperti pada Tabel 1. Tabel 1 Aktivitas PP/PPI Menurut Kelompok Aktivitas Kelompok Aktivitas 1. Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan pendaratan dan pemasaran hasil tangkapan 2. Kelompok aktivitas yang berhubungan sama pengolahan ikan 3. Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan unit penangkapan 4. Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan penyediaan kebutuhan melaut 5. Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan kelembagaan pelaku aktif (nelayan, pengolah, pedagang, pembeli) 6. Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan kelembagaan penunjang pelabuhan perikanan 7. Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan pengelolaan pelabuhan perikanan Aktivitas 1. Pendaratan hasil tangkapan (pembongkaran dan pengangkutan hasil tangkapan ke tempat pelelangan ikan) 2. Pemasaran/ pelelangan hasil tangkapan 3. Pendistribusian hasil tangkapan 4. Penanganan ikan 1. Pembekuan ikan 2. Pengolahan ikan 3. Pemasaran/distribusi hasil olahan 1. Tambat labuh 2. Perbaikan kapal dan mesin 3. Pembuatan kapal 4. Pembuatan alat tangkap 5. Perbaikan alat tangkap 1. Penyediaan air 2. Penyediaan es 3. Penyediaan BBM 4. Penyediaan garam 5. Penyediaan kebutuhan konsumsi 6.Penyediaan sparepart mesin kapal 1. Koperasi pelaku aktif 2. Asosiasi/himpunan/paguyuban pelaku aktif 1. Aktivitas Syahbandar 2. Aktivitas Perbankan 3. Aktivitas Keamanan 1. Pengelolaan fasilitas komersial 2. Pengelolaan fasilitas nonkomersial 3. Pengelolaan TPI

14 2.5 Pelayanan Pelabuhan Perikanan Secara umum pelayanan di pelabuhan perikanan dapat dibedakan menjadi menjadi dua katagori yaitu, pelayanan yang bersifat langsung kepada nelayan atau pengusaha perikanan, dan pelayanan kepada masyarakat umum dalam pelabuhan. Perbedaan keduanya diantaranya, pelayanan yang bersifat langsung diberikan secara langsung kepada nelayan atau pengusaha perikanan untuk menyediakan kebutuhan barang dan jasa yang mereka butuhkan. Pelabuhan perikanan memberikan pelayanan dalam kegiatan operasional bagi kapal-kapal penangkapan ikan, sebagai tempat berlabuh kapal, membongkar dan memasarkan hasil tangkapan sehingga menjadi titik sentral dalam melancarkan kegiatan produksi. Terciptanya suatu pelayanan yang baik di suatu pelabuhan perikanan merupakan suatu hal yang mutlak dan harus diusahakan karena pelayanan merupakan salah satu kegiatan yang menentukan keberhasilan pengembangan dan pembangunan pelabuhan perikanan. Pelayanan yang tepat, efektif dan efesien merupakan suatu tantangan bagi pihak pengelola pelabuhan perikanan. Pelayanan yang diberikan oleh pihak pelabuhan akan memberikan dampak terhadap kelangsungan sosial ekonomi masyarakat nelayan. Karena dengan semakin baiknya pelayanan yang diberikan maka peluang terjaminnya kehidupan nelayan akan semakin besar (Yulia, 2005). Pelayanan untuk memenuhi keperluan pengguna jasa pelabuhan bersifat langsung dan kasuistis dalam arti dilakukan secara kasus demi kasus. Pelayanan yang diperlukan meliputi berbagai kegiatan mulai dari sarana produksi, pemasaran hasil sampai dengan distribusinya misalnya mereka membutuhkan bahan bakar minyak (BBM) seperti bensin dan solar, perbekalan ke laut atau apabila membutuhkan perawatan serta perbaikan sarana produksi supaya tetap berfungsi secara optimal. Tenaga yang melakukan pelayanan hendaknya memiliki keahlian tertentu yang diperkuat melalui suatu bentuk surat keterangan/ sertifikat. Pelayanan umum yang diberikan langsung kepada para pengguna jasa dapat dilakukan oleh manajemen pelabuhan sendiri, atau oleh swasta apabila biaya pelayanan terpaksa masih mahal, tetapi kemungkinan juga oleh keduanya apabila masih ada keahlian atau ketrampilan-ketrampilan tertentu yang belum sepenuhnya dapat dicukupi oleh pihak swasta.

15 2.6 Konsep dasar Kinerja Berikut beberapa konsep yang berkaitan dengan penilaian terhadap kinerja suatu organisasi publik yang dalam hal ini adalah Pelabuhan Perikanan. 2.6.1 Pengertian kinerja Kinerja merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi (http://one.indoskripsi.com). Kinerja juga dapat diartikan sebagai kegiatan menunaikan tugas, selain itu juga dapat diartikan sebagai hasil karya (Ruky 2002 vide Hartono 2005). 2.6.2 Penilaian kinerja Penilaian kinerja adalah penentuan atas pengukuran secara periodik operasional suatu organisasi, atasan organisasi, dan karyawan. Selain itu Penilaian kinerja adalah proses sistematis dan berkesinambungan untuk menilai keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan program, kebijakan, sasaran, dan tujuan yang telah ditetapkan dalam mewujudkan visi dan misi satuan organisasi/kerja. Menurut Cascio (1992) vide Hartono (2005) penilaian kinerja adalah sebuah gambaran/ deskripsi sistematis tentang kekuatan dan kelemahan yang terkait dengan pekerjaan dari seseorang atau satu kelompok. Penilaian kinerja menjadi hal yang penting dalam manajemen program secara keseluruhan, karena kinerja yang dapat diukur akan mendorong pencapaian kinerja tersebut. Penilaian kinerja yang dilakukan secara berkelanjutan memberikan umpan balik, yang merupakan hal yang penting dalam upaya perbaikan secara terus menerus dan mencapai keberhasilan di masa mendatang (www.depag.go.id). Melalui penilaian kinerja diharapkan satuan organisasi/kerja dapat mengetahui kinerja dalam suatu periode tertentu. Dengan adanya suatu pengukuran kinerja maka kegiatan dan program satuan organisasi/kerja dapat diukur dan dievaluasi. Selanjutnya, dari pengukuran kinerja, setiap instansi dapat diperbandingkan dengan instansi yang sejenis, sehingga penghargaan dan

16 tindakan disiplin dapat dilakukan secara lebih objektif. Ini berarti bahwa pengukuran kinerja penting peranannya sebagai alat manajemen untuk : 1. Memastikan pemahaman para pelaksana akan ukuran yang digunakan untuk pencapaian kinerja; 2. Memastikan tercapainya rencana kinerja yang telah disepakati; 3. Memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan kinerja dan membandingkannya dengan rencana kerja serta melakukan tidakan untuk memperbaiki kinerja; 4. Memberikan penghargaan dan hukuman yang objektif atas prestasi pelaksana yang telah diukur sesuai dengan sistem pengukuran kinerja yang telah disepakati; 5. Menjadi alat komunikasi antar bawahan dan pimpinan dalam rangka upaya memperbaiki kinerja organisasi; 6. Mengidentifikasikan apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi; 7. Membantu memahami proses kegiatan instansi pemerintah; 8. Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara objektif; 9. Menunjukkan peningkatan yang perlu dilakukan; 10. Mengungkapkan permasalahan yang terjadi. Sistem penilaian kinerja dilakukan dalam sebuah proses manajemen dimana harus terjadi dan dimulai dengan menetapkan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai, kemudian tahap pembuatan rencana, pengoperasian, penggerakkan atau pengarahan dan akhirnya evaluasi atas hasilnya. Secara teknis sistem penilaian kinerja harus dimulai dengan menetapkan tujuan dan sasaran yaitu kinerja dalam bentuk apa dan bagaimana yang ingin dicapai dalam hal ini yang menjadi objek adalah kinerja operasional. Maka penilaian kinerja yang dilakukan terhadap kegiatan operasional. Penilaian sistem manajemen kinerja yang efektif harus memenuhi syarat seperti yang dijelaskan oleh Ruky (2002) vide Hartono (2005) yang meliputi : a. Relevan yaitu hal-hal atau faktor-faktor yang diukur adalah yang relevan (terkait) dengan pekerjaan baik itu output-nya, prosesnya, atau inputnya.

17 b. Sensitivity yaitu sistem yang digunakan harus cukup peka untuk membedakan antara karyawan yang berprestasi dengan yang tidak berprestasi. c. Realiability yaitu sistem yang digunakan harus dapat diandalkan, dipercaya bahwa menggunakan tolak ukur yang objektif, sahih, akurat, konsisten dan stabil. d. Acceptability yaitu sistem yang digunakan harus dapat dimengerti dan diterima oleh penilai maupun yang dinilai dan memfasilitasi komunikasi aktif dan konstruktif antar keduanya. e. Practicality yaitu semua instrumen harus mudah digunakan oleh kedua belah pihak, tidak rumit dan berbelit-belit. 2.6.3. Pengertian dan fungsi indikator kinerja Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan/atau kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, indikator kinerja harus merupakan sesuatu yang akan dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja baik dalam tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, maupun tahap setelah kegiatan selesai dan berfungsi. Selain itu indikator kinerja digunakan untuk menyakinkan bahwa kinerja hari demi hari satuan organisasi/kerja yang bersangkutan menunjukkan kemajuan dalam rangka dan/atau menuju tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Dengan demikian, tanpa indikator kinerja sulit bagi kita untuk menilai kinerja (keberhasilan atauketidakberhasilan) kebijakan / program / kegiatan dan pada akhirnya kinerja satuan organisasi/kerja pelaksananya (www.depag.go.id). Secara umum, indikator kinerja memiliki beberapa fungsi sebagai berikut : 1. Memperjelas tentang apa, berapa dan kapan suatu kegiatan dilaksanakan; 2. Menciptakan konsensus yang dibangun oleh berbagai pihak terkait untuk menghindari kesalahan interpretasi selama pelaksanaan kebijakan/program/ kegiatan dan dalam menilai kinerjanya termasuk kinerja satuan organisasi/kerja yang melaksanakannya;

18 3. Membangun dasar bagi pengukuran, analisis, dan evaluasi kinerja satuan organisasi/kerja. 2.6.4 Strategi bagi keberhasilan penilaian kinerja Sektor publik merupakan sektor yang selalu mengalami tekanan untuk dapat meningkatkan kegiatannya dan memberikan produk dan pelayanan secara lebih efisien dan dapat mengurangi biaya yang timbul bagi pembayar pajak. Dalam hal ini, pengukuran kinerja merupakan alat yang bermanfaat dalam usaha pencapaian tujuan tersebut, oleh karena melalui penilaian kinerja dapat dilakukan proses penilaian terhadap pencapaian tujuan yang sudah ditetapkan dan pengukuran kinerja dapat memberikan penilaian yang objektif dalam pengambilan keputusan organisasi maupun manajemen. Jadi penilaian kinerja dapat membantu meningkatkan kualitas dan menurunkan biaya yang timbul dari kegiatan-kegiatan (www.depag.go.id). Berikut ini beberapa strategi untuk menerapkan sistem penilaian kinerja yang tepat dalam rangka mencapai tujuan yang ditetapkan dalam Rencana Stratejik : 1. Melibatkan Pimpinan Sebagian besar organisasi yang telah menerapkan penilaian kinerja menunjukkan bahwa inisiatif penilaian kinerja pertama kali diperkenalkan, kemudian dipimpin dan dipromosikan oleh pihak pimpinan. Komitmen pimpinan terhadap pengembangan dan penggunaan penilaian kinerja merupakan elemen terpenting bagi suksesnya sistem penilaian kinerja. 2. Kepekaan terhadap Pentingnya Penilaian Kinerja Dorongan untuk maju ke arah peningkatan penilaian kinerja dan sistem manajemen kinerja secara umum adalah sebagai akibat dari kejadian yang tidak menyenangkan yang terjadi berulang-ulang, yaitu suatu kondisi yang mengancam eksistensi satuan organisasi/kerja.

19 3. Keselarasan dengan Arah Strategi Sistem penilaian kinerja akan sukses apabila strateji satuan organisasi/kerja dan penilaian kinerja berkaitan, yaitu selaras dengan tujuan satuan organisasi/kerja secara keseluruhan. 4. Komunikasi Komunikasi merupakan hal penting dalam penciptaan dan pemeliharaan sistem penilaian kinerja. Komunikasi sebaiknya dari berbagai arah, berasal dari atas ke bawah, bawah ke atas dan secara horisontal berada didalam dan lintas organisasi. 5. Keterlibatan Pegawai Keterlibatan pegawai merupakan cara terbaik dalam menciptakan budaya yang positif untuk menciptakan penilaian kinerja. Apabila para pegawai memiliki masukan untuk kepentingan penciptaan sistem penilaian kinerja, maka satuan organisasi/kerja dapat memanfaatkannya tanpa perlu meminta bantuan tenaga dari luar. 6. Menciptakan Akuntabilitas Kinerja Satuan organisasi/kerja perlu menentukan siapa yang bertanggung jawab terhadap penilaian kinerja. Seseorang harus bertanggung jawab dalam mendapatkan informasi yang diperlukan dan melaporkannya secara tepat waktu. Yang lainnya perlu bertanggung jawab dalam memperoleh hasil dari penilaian - penilaian tersebut. Kedua bentuk tanggung jawab tersebut, baik secara organisatoris maupun individual, adalah merupakan hal yang perlu diidentifikasi di dalam penilaian kinerja. 2.6.5 Kinerja pelayanan operasional Kinerja pelayanan operasional adalah hasil kerja terukur yang dicapai pelabuhan dalam melaksanakan pelayanan kapal, barang dan utilisasi fasilitas dan alat, dalam periode waktu dan satuan tertentu. Indikator kinerja pelayanan operasional adalah variabel-variabel pelayanan, penggunaan fasilitas dan peralatan pelabuhan. Standar kinerja pelayanan operasional adalah standar hasil kerja dari tiap-tiap pelayanan yang harus dicapai oleh penyelenggara pelabuhan

20 dalam pelaksanaan pelayanan jasa kepelabuhan termasuk dalam penyediaan fasilitas dan peralatan pelabuhan (www.dephub.go.id). 2.6.6 Kinerja operasional Pelabuhan Perikanan Kinerja operasional pelabuhan perikanan dapat dilihat dari aktivitas yang berlangsung di pelabuhan perikanan. Aktivitas yang dapat dilihat yaitu: 1. Aktivitas tambat labuh/pendaratan ikn yang meliputi jumlah produksi ikan dan jumlah kunjungan kapal/tahun.: 2. Aktivitas pelelangan hasil tangkapan yang meliputi ada atau tidaknya aktivitas pelelangan dan mekanisme pelelangan. 3. Aktivitas pelayanan kebutuhan melaut antara lain pelayanan kebutuhan es, BBM, dan air bersih; 4. Aktivitas pemasaran/ pendistribusian hasil tangkapan antara lain distribusi pemasaran lokal, nasional dan ekspor (Rokhman, 2006). Berdasarkan penilaian terhadap kegiatan operasional pelabuhan tersebut dapat diketahui kinerja operasional suatu pelabuhan perikanan. 2.6.7 Penilaian Kinerja Operasional Pelabuhan Perikanan Dalam melakukan penilaian terhadap kinerja pelabuhan perikanan didasarkan pada metode evaluasi kinerja pelabuhan perikanan, tolak ukur kriteria, dan kinerja penilaian. Penilaian dilakukan dengan menggunakan metode pembobotan (scorring method) yang mengacu kepada indikator yang telah ditetapkan baik sebagai tolak ukur kriteria maupun standar volumenya. Indikator ini merupakan indikator pencapaian secara mikro yakni untuk menjabarkan evaluasi kinerja pelabuhan perikanan secara lebih rinci per kelas pelabuhan perikanan. Dari data yang ada (dilaporkan) berdasarkan realisasi pencapaian dibandingkan dengan standar indikator, akhirnya diketahui hasil penilaian akhir yaitu berupa nilai keberhasilan. Nilai ini yang dijadikan tolok ukur dalam mengevaluasi pelabuhan perikanan. Tolak ukur yang digunakan untuk mengukur keberhasilan penilaian kinerja operasional pelabuhan terdiri dari: jumlah produksi perikanan, frekuensi kunjungan kapal, penyerapan tenaga kerja, penyaluran air bersih, penyaluran es, penyaluran BBM. Dari hasil penilaian berdasarkan tolak

21 ukur maka dapat diketahui pelabuhan perikanan dapat memiliki kinerja sesuai dengan katagori yang telah ditetapkan. Untuk menetapkan katagori penilaian didasarkan pada skor nilai keberhasilan yang diperoleh dari hasil perhitungan yaitu : Nilai Keberhasilan yang diperoleh dari hasil perhitungan yaitu : Nilai Keberhasilan (NK) adalah realisasi dibagi dengan standar indikator dikalikan bobot penilaian (Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Nomor: 432/DPT3/Ot.220.D3/I/2008). Selain penentuan dasar parameter berupa jumlah produksi perikanan, frekuensi kunjungan kapal, penyerapan tenaga kerja, penyaluran air bersih, penyaluran es, penyaluran BBM, untuk penentuan parameter pemasaran didasarkan pada (Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan). Penentuan parameter kepuasan nelayan didasarkan pada penilaian kinerja pelabuhan perikanan yang juga dilihat dari penilaian kepuasan nelayan terhadap pelayanan yang diberikan oleh Pelabuhan.