PENERAPAN METODA TIE-LINE LEVELLING PADA DATA MAGNET LAPANGAN SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI KOREKSI HARIAN

dokumen-dokumen yang mirip
DESAIN SURVEI METODA MAGNETIK MENGGUNAKAN MARINE MAGNETOMETER DALAM PENDETEKSIAN RANJAU

BAB IV AKUISISI DAN PENGOLAHAN DATA LAPANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Identifikasi Sesar di Perairan Misool, Papua Barat dengan Menggunakan Metode Magnetik Nur Novita Sari a, Okto Ivansyah b, Joko Sampurno a*

Physics Communication

PENGGUNAAN METODE ANALISIS SINYAL DALAM INTERPRETASI DATA MAGNET DI PERAIRAN SELAT SUNDA UNTUK MENENTUKAN ARAH DAN POSISI PIPA BAWAH LAUT

PENYELIDIKAN MAGNET DAERAH PANAS BUMI AKESAHU PULAU TIDORE, PROVINSI MALUKU UTARA. Oleh Liliek Rihardiana Rosli

PEMODELAN 3-D SUSEPTIBILITAS MAGNETIK BAWAH PERMUKAAN DASAR LAUT PERAIRAN LANGSA, SELAT MALAKA-SUMATERA UTARA

Seminar Nasional Fakultas Teknik Geologi, Bandung 24 Mei 2014

PENDUGAAN POSISI DAPUR MAGMA GUNUNGAPI INELIKA, FLORES, NUSA TENGGARA TIMUR BERDASARKAN SURVEI MAGNETIK

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk menghasilkan variasi medan magnet bumi yang berhubungan dengan

Secara umum teknik pengukuran magnetik ini pada setiap stasiun dapat dijelaskan sebagai berikut :

Pengolahan awal metode magnetik

SURVEY GEOMAGNET DI DAERAH PANAS BUMI SONGA-WAYAUA, KABUPATEN HALMAHERA SELATAN, MALUKU UTARA. Eddy Sumardi, Timor Situmorang

KELURUSAN ANOMALI MAGNET BENDA X DI DAERAH Y DARI HASIL REDUKSI KE KUTUB

POSITRON, Vol. IV, No. 1 (2014), Hal ISSN :

V. INTERPRETASI DAN ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan

Pengaruh Pola Kontur Hasil Kontinuasi Atas Pada Data Geomagnetik Intepretasi Reduksi Kutub

Teori Dasar GAYA MAGNETIK. Jika dua buah benda atau kutub magnetik terpisah pada jarak r dan muatannya masing-masing m 1. dan m 2

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

STUDI ANOMALI BAWAH PERMUKAAN DAERAH SEKITAR MANIFESTASI AIR PANAS, DESA WAGIR LOR, KEC. NGEBEL, KAB. PONOROGO DENGAN MENGGUNAKAN METODE MAGNETIK

PENGARUH WAKTU LOOPING TERHADAP NILAI KOREKSI HARIAN DAN ANOMALI MAGNETIK TOTAL PADA PENGOLAHAN DATA GEOMAGNET STUDI KASUS : DAERAH KARANG SAMBUNG

BAB III METODE PENELITIAN

STUDI ZONA MINERALISASI EMAS MENGGUNAKAN METODE GEOMAGNET DI DESA SILIWANGA KECAMATAN LORE PEORE KABUPATEN POSO

IDENTIFIKASI JALUR SESAR MINOR GRINDULU BERDASARKAN DATA ANOMALI MEDAN MAGNET

PENGARUH POLA KONTUR HASIL KONTINUASI ATAS PADA DATA GEOMAGNETIK INTEPRETASI REDUKSI KUTUB

PENYELIDIKAN GEOMAGNETIK DI DAERAH PANAS BUMI KANAN TEDONG DI DESA PINCARA KECAMATAN MASAMBA KABUPATEN LUWU UTARA PROPINSI SULAWESI SELATAN

BAB III METODE PENELITIAN

Survei Polarisasi Terimbas (IP) Dan Geomagnet Daerah Parit Tebu Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Bangka-Belitung

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengambilan data dipusatkan di kawasan Gunung Peben Pulau Belitung. Untuk

Identifikasi Benda-Benda Megalit Dengan Menggunakan Metode Geomagnet di Situs Pokekea Kecamatan Lore Tengah Kabupaten Poso

D. Ilahude dan B. Nirwana. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Geologi Kelautan Jl. Dr. Junjunan No. 236, Bandung-40174

IDENTIFIKASI SEBARAN BIJI BESI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GEOMAGNET DI DAERAH GUNUNG MELATI KABUPATEN TANAH LAUT

BAB I PENDAHULUAN I.1.

Kelompok 3 : Ahmad Imam Darmanata Pamungkas Firmansyah Saleh Ryan Isra Yuriski Tomy Dwi Hartanto

Identifikasi Struktur Lapisan Bawah Permukaan Daerah Manifestasi Emas Dengan Menggunakan Metode Magnetik Di Papandayan Garut Jawa Barat

Program Studi Geofisika Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin SARI BACAAN

PENYELIDIKAN BIJIH BESI DENGAN METODE GEOMAGNET DAN GEOLISTRIK

Kata kunci : Metode geomagnet, Mineral Sulfida, Foward Modeling, Disseminated.

Pemodelan Sintetik Gaya Berat Mikro Selang Waktu Lubang Bor. Menggunakan BHGM AP2009 Sebagai Studi Kelayakan Untuk Keperluan

PEMODELAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAERAH SUMBER AIR PANAS SONGGORITI KOTA BATU BERDASARKAN DATA GEOMAGNETIK

2 1 2 D. Berdasarkan penelitian di daerah

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode penelitian

IDENTIFIKASI POLA SEBARAN INTRUSI BATUAN BAWAH PERMUKAAN MENGGUNAKAN METODE GEOMAGNET DI SUNGAI JENELATA KABUPATEN GOWA

SURVEI GEOFISIKA TERPADU AUDIO MAGNETOTELIK DAN GAYA BERAT DAERAH PANAS BUMI KALOY KABUPATEN ACEH TAMIANG, PROVINSI ACEH

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS DISTRIBUSI ANOMALI MEDAN MAGNET TOTAL DI AREA MANIFESTASI PANASBUMI TULEHU

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Interpretasi Kualitatif Anomali Magnetik di Daerah Semburan Gas

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

Pemodelan Gravity Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul Provinsi D.I. Yogyakarta. Dian Novita Sari, M.Sc. Abstrak

Interpretasi Struktur Bawah Tanah pada Sistem Sungai Bribin dengan Metode Geomagnet

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Triantara Nugraha, 2015

3. HASIL PENYELIDIKAN

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode penelitian

IV. METODOLOGI PENELITIAN

Pendugaan Zona Rembesan di Bendungan Bajulmati, Kabupaten Banyuwangi Berdasarkan Analisis Litologi dengan Menggunakan Data Magnetik

BAB I PENDAHULUAN. Sepertiga wilayah Indonesia berada di atas permukaan laut yakni belasan

MENGIDENTIFIKASI POTENSI HIDROKARBON DI KEPULAUAN ARU SELATAN, PAPUA BARAT MENGGUNAKAN METODE GEOMAGNET. Tri Nurhidayah, Muhammad Hamzah, Maria

PENELITIAN GEOMAGNETIK DI DAERAH PANAS BUMI LOMPIO KECAMATAN SIRENJA KABUPATEN DONGGALA PROPINSI SULAWESI TENGAH. Oleh : Imanuel Musa Foeh

Kata kunci: anomali magnet, filter, sesar, intrusi

POLA ANOMALI MAGNET DAN NILAI SUSCEPTIBILITAS DARI BATUAN DASAR PADA PEMETAAN GEOLOGI DAN GEOFISIKA DI PERAIRAN TELUK BONE SULAWESI SELATAN

BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB I PENDAHULUAN I.1

Youngster Physics Journal ISSN : Vol. 5, No. 4, Oktober 2016, Hal

MAKALAH GRAVITASI DAN GEOMAGNET INTERPRETASI ANOMALI MEDAN GRAVITASI OLEH PROGRAM STUDI FISIKA JURUSAN MIPA FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB 5 : KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran.. 66 DAFTAR PUSTAKA Lampiran-lampiran... 69

APLIKASI METODE GEOMAGNETIK UNTUK MEMETAKAN SITUS ARKEOLOGI CANDI BADUT MALANG JAWA TIMUR

PENENTUAN BATAS KONTAK BATUAN GUNUNG PENDUL DAN GUNUNG SEMANGU, BAYAT, KLATEN MENGGUNAKAN METODA MAGNETIK

Sari. Penyelidikan Geolistrik Tahanan Jenis di Daerah Panas Bumi Pincara, Kabupaten Masamba Sulawesi Selatan

Gambar 4.1. Peta penyebaran pengukuran gaya berat daerah panas bumi tambu

IDENTIFIKASI STRUKTUR PADA PROFIL MAGNET TOTAL DAN SEISMIK DANGKAL DI PERAIRAN TANJUNG SELOR KALIMANTAN TIMUR

ESTIMASI ZONA BIJIH BESI DI DAERAH LAMPUNG MENGGUNAKAN PEMODELAN MAGNETIK

3. HASIL PENYELIDIKAN

Identifikasi Zona Patahan di Sebelah Barat Gunung Api Seulawah Agam Berdasarkan Nilai Anomali Gravitasi

PENENTUAN POSISI SUMBER PROSPEK PANAS BUMI BERDASARKAN DATA ANOMALI MAGNETDI DAERAH AKESAHU, PULAU TIDORE, MALUKU UTARA

BAB I PENDAHULUAN. banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai

Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Vetran Republik Indonesia

Identifikasi Keberadaan Heat Source Menggunakan Metode Geomagnetik Pada Daerah Tlogowatu, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah

Kontinuasi ke Atas Anomali Bawah Permukaan Memanfaatkan Data Magnetik di DAS Bedadung Wilayah Kota Jember

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER

EKSPLORASI BIJIH BESI DENGAN METODE DIPOLE-DIPOLE DAN GEOMAGNET DI WILAYAH GANTUNG, KABUPATEN BLITUNG TIMUR, PROVINSI BLITUNG

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

STUDI ANOMALI MAGNETIK TOTAL UNTUK PENCARIAN DAERAH PROSPEK HIDROKARBON DAERAH PULAU BURU PROVINSI MALUKU

SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PARIANGAN, KABUPATEN TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT

Kata kunci: Metode geomagnetik, bendungan Karangkates (Lahor-Sutami), jenis batuan

Bab IV Analisis Data. IV.1 Data Gaya Berat

POLA ANOMALI MAGNET LOKAL DARI APLIKASI TREND SURFACE ANALYSIS (TSA) PADA PEMETAAN GEOLOGI KELAUTAN BERSISTEM DI PERAIRAN SELAT MALAKA SUMATERA UTARA

BAB V ANALISIS SEKATAN SESAR

INTERPRETASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN DATA GEOMAGNETIK PADA DAERAH MATA AIR PANAS JATIKURUNG KABUPATEN SEMARANG

SURVEI TERPADU GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIC (AMT) DAERAH PANAS BUMI DOLOK MARAWA, KABUPATEN SIMALUNGUN PROVINSI SUMATERA UTARA

III.3 Interpretasi Perkembangan Cekungan Berdasarkan Peta Isokron Seperti telah disebutkan pada sub bab sebelumnya bahwa peta isokron digunakan untuk

PENYELIDIKAN GEOFISIKA DI DAERAH GUNUNG RAWAN, KECAMATAN SEKAYAM, KABUPATEN SANGGAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT

IDENTIFIKASI SEBARAN BIJIH BESI DENGAN METODE GEOMAGNET DI DAERAH PEMALONGAN, BAJUIN TANAH LAUT

IDENTIFIKASI STRUKTUR GEOLOGI BAWAH PERMUKAAN DASAR LAUT BERDASARKAN INTERPRETASI DATA ANOMALI MAGNETIK DI PERAIRAN TELUK TOLO SULAWESI

IDENTIFIKASI POLA AKUIFER DI SEKITAR DANAU MATANO SOROAKO KAB. LUWU TIMUR Zulfikar, Drs. Hasanuddin M.Si, Syamsuddin, S.Si, MT

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian survei metode gayaberat secara garis besar penyelidikan

PENYELIDIKAN GAYA BERAT DAERAH PANAS BUMI LOMPIO, KABUPATEN DONGGALA, PROPINSI SULAWESI TENGAH

Transkripsi:

PENERAPAN METODA TIE-LINE LEVELLING PADA DATA MAGNET LAPANGAN SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI KOREKSI HARIAN TIE-LINE LEVELING METHOD APPLICATION ON FIELD MAGNETIC DATA AS AN ALTERNATIVE OF DIURNAL VARIATION SUBTITUTION Sahudin dan Subarsyah Puslitbang. Geologi Kelautan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jl. Dr. Junjunan No. 236, Bandung -40174 Diterima : 28-05-2012 Disetujui : 26-11-2012 ABSTRAK Metode Tie-line levelling adalah sebuah teknik yang digunakan untuk menghilangkan perbedaan data karena pengaruh perbedaan waktu pengukuran sehingga lintasan-lintasan survey dengan lintasan-lintasan pengikat (Tie lines) dititik yang sama akan memiliki nilai yang sama ketika berpotongan. Persyaratan utama metode ini yaitu keterdapatan data yang berpotongan yang berfungsi sebagai titik ikat, sehingga dalam setiap survey disarankan selalu melakukan pengambilan data dengan lintasan yang memotong lintasan-lintasan utama. Metode Tie-line leveling cukup efektif diterapkan sebagai alternatif pengganti koreksi variasi harian dalam pengolahan data magnit apabila pengukuran variasi harian tidak dapat dilakukan karena area survey yang terlalu jauh dari lokasi base station. Kata kunci : Anomali magnet total, metode tie-line leveling, koreksi. ABSTRACT Tie-line leveling method is a technique used to adjust the data along each survey line so that survey lines and tie lines will have the same values where they intersect. The main method is that have intersection data that used as tie line, so that in each survey data suggested always have taking crossline that cuts survey lines. Tie-line leveling method is effective applied as the alternatif for substitute correction of daily variations in magnetic processing data when daily variation measurements cannot be done because survey area is too large from the base station. Keywords : Total field anomaly, tie-line leveling, correction PENDAHULUAN Anomali magnet total dihitung dari intensitas magnet lapangan hasil pengukuran dikurangi intensitas medan magnet regional (blakely,1996) ΔT = T fld - T IGRF dimana : ΔT = Anomali magnetik total T fld = Intensitas medan magnet lapangan T IGRF = Intensitas medan magnet regional Menurut Timor Situmorang, 2007. Harga intensitas magnet lapangan diperoleh dari intensitas magnet hasil pengukuran dikoreksi terhadap variasi harian, kesalahan alat dan penyesuaian. dimana : T fld = Tobs VH KD - KP KP = Koreksi penyesuaian T obs = Intensitas medan magnet terukur KD = Koreksi drift VH = Koreksi variasi harian Akan tetapi pada kenyataannya kondisi ideal tersebut sulit diperoleh karena disebabkan oleh berbagai faktor. Misalnya akuisisi data yang tidak lengkap akibat area yang terlalu luas dengan 157

interval yang sangat jarang, lokasi base station yang terlalu jauh dari area survey atau malah tidak ada data base station dan alasan alasan teknis lainnya yang memungkinkan kondisi tidak ideal yang didapatkan. Kondisi tersebut sangat berpengaruh terhadap kualitas data dan tentunya hasil pengolahan data. Terutama disebabkan oleh tidak adanya faktor koreksi yang diterapkan sehingga tidak efektif mereduksi gangguan gangguan yang disebabkan oleh faktor teknis tersebut. Salah satu kondisi tidak ideal yang akan dibahas pada tulisan ini adalah yang disebabkan oleh tidak adanya data base station atau lokasi base station yang terlalu jauh dan penerapan metode Tie-line leveling sebagai salahsatu teknik reduksi terhadap perbedaan harga anomali magnit pada titik yang sama dari dua lintasan yang berpotongan. METODE Metode yang digunakan adalah Tie-line levelling. Tie-line levelling adalah sebuah teknik yang digunakan untuk menyesuaikan data setiap lintasan dimana lintasan-lintasan utama dengan lintasan pengikat (cross line) dititik yang sama akan memiliki nilai yang sama ketika berpotongan (Hardwick, C. D., 1997). Dalam pemaparan ini metode tersebut kita terapkan terhadap data magnet, akan tetapi prosedur yang sama dapat diterapkan terhadap data lain yang memiliki tipe data sama yaitu memiliki perbedaan karena pengaruh perbedaan waktu pengukuran. Jika pengamatan data magnet base station dilakukan saat survey magnet lapangan, data lapangan sudah seharusnya dikoresi terhadap perubahan waktu pengukuran (variasi harian). Idealnya, setelah koreksi base station dilakukan, data survey tidak membutuhkan koreksi leveling lainnya. Akan tetapi data magnetic tidak selalu seragam terutama untuk area yang luas, sehingga Tie-line leveling masih dibutuhkan. Tie-line leveling pada dasarnya memiliki dua tahapan. Pertama, lintasan-lintasan pengikat (tielines) di level berdasarkan asumsi bahwa rata-rata perbedaan antara tie line dengan seluruh lintasan utama yang berpotongan dengannya memberikan sebuah nilai koreksi level awal. Hal ini mengasumsikan bahwa ada nilai yang tepat dari crossing lines yang merepresentasikan perataan statistik terhadap variasi waktu sepanjang lintasan. Lebih jauh asumsi ini menunjukan bahwa tie line hanya memiliki sebuah base level. Kedua, seluruh lintasan survey dikoreksi sehingga diharapkan memiliki nilai anomali yang cocok saat disetiap perpotongan lintasan. Data yang digunakan adalah data magnit lapangan daerah lingga, terdiri dari 14 lintasan sejajar dan 2 lintasan yang memotong. Pengolahan data dilakukan menggunakan software oasis montaj. Pertama, pengolahan data lapangan dilakukan tanpa koreksi harian. Anomali magnet total diperoleh setelah dikoreksi terhadap IGRF (International Geomagnetic Referrence Field). Selanjutnya seperti yang pertama hanya pada data magnit lapangannya terlebih dahulu diterapkan koreksi dengan menggunakan metode Tie-line Levelling. HASIL Hasil pengolahan data pertama (gambar 1), pada data magnet lapangan tanpa koreksi Tie-line leveling ditunjukan kondisi sebaran magnitnya cenderung membentuk suatu kelurusan-kelurusan nilai tinggi, rendah dan tinggi yang berarah Timurlaut Baratdaya. Dalam skala warna ditunjukan oleh warna biru hingga hijau untuk nilai magnit relatif lebih rendah dan warna kuning hingga pink untuk nilai magnit relatif lebih tinggi. Pada lintasan-lintasan yang memotong tampak memiliki nilai sendiri yang berbeda dengan lintasan-lintasan yang sejajar sehingga membentuk suatu kelurusan tersendiri juga. Pada data magnit lapangan yang telah dikoreksi menggunakan metode Tie-line leveling (gambar 2) menunjukan perubahan nilai magnit lapangan yang cukup signifikan. Kelurusankelurusan yang muncul pada pengolahan data sebelumnya baik dalam arah lintasan sejajar maupun lintasan memotong tidak lagi terlihat. Dalam skala warna ditunjukan nilai magnit yang relatif lebih tinggi (kuning-pink) tampak mendominasi sebelah ujung Baratdaya lintasan sedangkan nilai magnit relatif lebih rendah lebih kearah ujung Timurlaut lintasan. Hasil anomaly magnet total tanpa koreksi Tieline leveling (gambar 3) menunjukan pola kontur yang relatif mirip dengan nilai magnit lapangannya. Begitu pula dengan anomali magnet total dengan koreksi Tie-line leveling (gambar 4) memiliki kemiripan pola dengan nilai magnit lapangannya. Harga anomali magnet total berkisar antara -333 nt sampai -260 nt ditandai skala warna biru sampai pink yang ditafsirkan sebagai batuan yang bersifat nonmagnetik dengan nilai kemagnitan rendah. 158

Gambar 1. Peta magnit lapangan Lingga tanpa koreksi Tie-line levelling 159

Gambar 2. Peta magnit lapangan Lingga dengan koreksi Tie-line levelling 160

Gambar 3. Peta anomali magnet total Lingga tanpa koreksi Tie-line levelling 161

Gambar 4. Peta anomali magnet total Lingga tanpa koreksi Tie-line levelling 162

PEMBAHASAN Berdasarkan kedua data yang dihasilkan dengan dan tanpa melalui proses koreksi Tie-line leveling memberikan hasil anomali magnet total yang berbeda jauh. Hal ini dapat menyebabkan kesalahan yang fatal dalam mendapatkan hasil akhir baik itu dari segi interpretasi maupun pemodelannya. Pada data anomali magnet total tanpa koreksi Tie-line menunjukan adanya pengaruh lintasan terhadap data yang dihasilkan dimana anomali magnet total memiliki kelurusan yang sama dengan arah lintasannya. Hal ini dipertegas lagi oleh data anomali pada lintasan yang memotong dimana harga anomalinya memiliki kelurusan yang sama dengan lintasannya juga. Kondisi ini memberikan penafsiran bahwa pada daerah tersebut memiliki anomali yang membentuk kelurusan-kelurusan berarah baratdaya-timurlaut dengan perubahan dari anomali tinggi-rendahtinggi dalam arah baratlaut-tenggara. Kondisi ini tidak ideal karena seharusnya pada saat berpotongan untuk titik yang sama, seharusnya memiliki nilai magnit yang sama pula. Sedangkan pada data anomali magnet total dengan koreksi tie-line terlebih dahulu menunjukan anomali yang relatif lebih tinggi berkisar antara -310 sampai -260 dengan skala warna kuning sampai pink terlihat di ujung baratdaya daerah telitian dan anomali yang relatif lebih rendah berkisar antara -310 sampai -333 dengan skala warna kuning sampai hijau terlihat diujung timurlaut daerah telitian. Kondisi ini menunjukan bahwa data yang dihasilkan tidak lagi mengikuti pola lintasan. Hal ini bisa dipahami karena dengan menerapkan metode Tie-line leveling, nilai-nilai anomali magnet pada titik yang sama pada lintasan-lintasan yang berpotongan akan memiliki harga anomali magnet yang sama dan nilai-nilai anomali pada titik-titik lainnya dalam setiap lintasan diselaraskan menurut perataan variasi waktunya. Tabel 1 berikut menunjukan titik-titik perpotongan dari lintasan-lintasan yang berpotongan. Sebagai contoh, pada lintasan 1 terdapat 2 titik perpotongan yaitu dengan lintasan 14 pada titik 104.4947 DegT dan 0.28672 DegS dengan nilai gradient koreksi sebesar 0.058. Sedangkan dengan lintasan 16 terjadi perpotongan pada titik 104.4914 DegT dan 0.29513 DegS dengan nilai gradient koreksi 0. Penerapan data level ini terhadap lintasan ditunjukan pada gambar 5 dan gambar 6. Kombinasi dari kedua data level memberikan nilai koreksi yang sesuai dengan gradient koreksinya dimana kearah kiri perpotongan dengan lintasan 16 menunjukan hasil koreksi yang relatif mengecil dibandingkan dengan kearah kanan perpotongan dengan lintasan 14. Perbedaan nilai koreksi ini disesuaikan dengan perbedaan gradient koreksi yang diperoleh. Grafik warna merah menunjukan anomali magnet total tanpa leveling dan warna hijau menunjukan anomali magnet total setelah leveling. Begitu pula pada lintasan-lintasan lainnya diterapkan koreksi yang sesuai dengan gradient koreksinya. Hasil akhirnya merupakan data anomali magnet total yang terikat. Secara umum penerapan metode Tie-line leveling dapat dilakukan apabila memenuhi persyaratan pokok yaitu memiliki lintasan yang memotong lintasan-lintasan utama. Tanpa crossline metode ini tidak dapat digunakan karena tidak adanya lintasan yang berfungsi sebagai pengikat terhadap lintasan-lintasan lainya. Sehingga disarankan dalam melakukan survey geomagnet terutama di laut dan di area yang tidak dapat dilakukan pengukuran base station.selalu dilakukan pengukuran pada lintasan yang memotong lintasan-lintasan utama. KESIMPULAN Metode Tie-line leveling cukup efektif diterapkan sebagai alternatif pengganti koreksi variasi harian apabila pengukuran variasi harian tidak dapat dilakukan atau area survey yang terlalu jauh dari lokasi base station. Persyaratan utama metode ini yaitu keterdapatan data yang berpotongan yang berfungsi sebagai titik ikat, sehingga dalam setiap survey disarankan selalu melakukan pengambilan data dengan lintasan yang memotong lintasanlintasan utama. 163

Tabel 1. Data titik-titik perpotongan antar lintasan Intersection table X Y Line Fid TZ TDZ Line Fid LZ LDZ 104.4947 0.28672 L 1.1 7261.944 42449.67 0.058 L 14.1 3552.646 42422.04 0.116 104.4914 0.29513 L 1.1 1889.504 42456.38 0 L 16.1 82.23508 42434.97 0.02 104.4956 0.29684 L 4.1 17020.29 42468.2 0.058 L 16.1 2151.065 42441.53 0.019 104.4984 0.2882 L 5.1 9233.978 42447.75 0.04 L 14.1 283.9058 42415.57 0.057 104.4952 0.29667 L 5.1 3862.483 42465.26 0.016 L 16.1 1969.655 42442.77 0.076 104.4981 0.28807 L 6.1 9911.734 42449 0.019 L 14.1 615.5768 42415.7 0.018 104.4948 0.29652 L 6.1 13334.48 * * L 16.1 1778.401 42442.97 0.076 104.4976 0.28793 L 7.1 8754.628 42452.07 0.059 L 14.1 1024.324 42417.55 0.115 104.4943 0.29634 L 7.1 3708.158 42468.31 0 L 16.1 1576.526 42443.96 0.058 104.4972 0.28769 L 8.1 9337.048 42453.01 0.136 L 14.1 1470.698 42423.76 0.154 104.4971 0.28781 L 8.1 9392.011 42453.04 0.002 L 15.1 229.6915 42431.4 0.019 104.4939 0.29609 L 8.1 13479.27 42460.74 0.155 L 16.1 1335.022 42442.42 0.019 104.4968 0.28758 L 9.1 11670.25 42449.54 0.037 L 14.1 1771.768 42424.33 0.078 104.4935 0.29596 L 9.1 3866.348 42459.87 0.04 L 16.1 1129.168 42440.47 0.038 104.4964 0.28739 L 10.1 10816.89 42436.19 0.077 L 14.1 2199.452 42421.84 0.076 104.4931 0.29583 L 10.1 15245.93 42444.76 0.038 L 16.1 941.1223 42436.99 0.153 104.496 0.28718 L 11.1 12713.6 42428.89 0.058 L 14.1 2535.6 42421.68 0.153 104.4927 0.29566 L 11.1 3223.302 42436.78 0.058 L 16.1 758.6614 42433.32 0.038 104.4956 0.2871 L 12.1 5986.696 42427.16 0.153 L 14.1 2832.217 42421.3 0.077 104.4922 0.29556 L 12.1 10281.52 42431.68 0.057 L 16.1 501.3072 42431.17 0.096 104.4951 0.28694 L 13.1 11328.32 42422.5 0.058 L 14.1 3218.071 42420.87 0.096 104.4918 0.29542 L 13.1 2534.481 42430.32 0.057 L 16.1 328.9423 42433.05 0.038 104.4947 0.28672 L 14.1 3552.646 42422.04 0.116 L 1.1 7261.944 42449.67 0.058 104.4984 0.2882 L 14.1 283.9058 42415.57 0.057 L 5.1 9233.978 42447.75 0.04 104.4981 0.28807 L 14.1 615.5768 42415.7 0.018 L 6.1 9911.734 42449 0.019 104.4976 0.28793 L 14.1 1024.324 42417.55 0.115 L 7.1 8754.628 42452.07 0.059 104.4972 0.28769 L 14.1 1470.698 42423.76 0.154 L 8.1 9337.048 42453.01 0.136 104.4968 0.28758 L 14.1 1771.768 42424.33 0.078 L 9.1 11670.25 42449.54 0.037 104.4964 0.28739 L 14.1 2199.452 42421.84 0.076 L 10.1 10816.89 42436.19 0.077 104.496 0.28718 L 14.1 2535.6 42421.68 0.153 L 11.1 12713.6 42428.89 0.058 104.4956 0.2871 L 14.1 2832.217 42421.3 0.077 L 12.1 5986.696 42427.16 0.153 104.4951 0.28694 L 14.1 3218.071 42420.87 0.096 L 13.1 11328.32 42422.5 0.058 104.4971 0.28769 L 14.1 1476.824 42423.81 0.019 L 15.1 173.4859 42431.15 0.019 104.4971 0.28781 L 15.1 229.6915 42431.4 0.019 L 8.1 9392.011 42453.04 0.002 104.4971 0.28769 L 15.1 173.4859 42431.15 0.019 L 14.1 1476.824 42423.81 0.019 104.4914 0.29513 L 16.1 82.23508 42434.97 0.02 L 1.1 1889.504 42456.38 0 104.4956 0.29684 L 16.1 2151.065 42441.53 0.019 L 4.1 17020.29 42468.2 0.058 104.4952 0.29667 L 16.1 1969.655 42442.77 0.076 L 5.1 3862.483 42465.26 0.016 104.4948 0.29652 L 16.1 1778.401 42442.97 0.076 L 6.1 13334.48 * * 104.4943 0.29634 L 16.1 1576.526 42443.96 0.058 L 7.1 3708.158 42468.31 0 104.4939 0.29609 L 16.1 1335.022 42442.42 0.019 L 8.1 13479.27 42460.74 0.155 104.4935 0.29596 L 16.1 1129.168 42440.47 0.038 L 9.1 3866.348 42459.87 0.04 104.4931 0.29583 L 16.1 941.1223 42436.99 0.153 L 10.1 15245.93 42444.76 0.038 104.4927 0.29566 L 16.1 758.6614 42433.32 0.038 L 11.1 3223.302 42436.78 0.058 104.4922 0.29556 L 16.1 501.3072 42431.17 0.096 L 12.1 10281.52 42431.68 0.057 104.4918 0.29542 L 16.1 328.9423 42433.05 0.038 L 13.1 2534.481 42430.32 0.057 164

Gambar 5. Data titik perpotongan lintasan 1 dengan lintasan 14 (garis biru) dan grafik perbedaan harga anomali magnet total tanpa (merah) dan dengan dilakukan koreksi Tie-line leveling (hijau) Gambar 6. Data titik perpotongan lintasan 1 dengan lintasan 16(garis biru) dan grafik perbedaan harga anomali magnet total tanpa (merah) dan dengan dilakukan koreksi Tie-line leveling (hijau) 165

UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman semuanya yang telah membantu memberi semangat sehingga tulisan ini dapat diselesaikan. ACUAN Situmorang, T.,2007, Pengenalan metode magnetic, Pusat Pendidikan Dan Pelatihan Geologi Bandung. Hardwick, C. D., 1997, Total field levelling using measured horizontal gradients in place of tie lines:proceedings, The High-resolution Workshop, LASI,University of Arizona. Blakely, R.J.,1996, Potential theory in gravity and magnetic application, Cambridge University Press. 166