BAB I PENDAHULUAN. Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. suatu kata merupakan unsur langsung dan bukan kata atau pokok kata, yang

BAB I PENDAHULUAN. huruf, kata dan bahasa. Bunyi bahasa yang dihasilkan penderita khususnya

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi memunyai peranan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapatkan dari Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki), setiap tahunnya diperkirakan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dalam arti, bahasa mempunyai kedudukan yang penting bagi

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Bahasa adalah

BAB I PENDAHULUAN. untuk pemersatu antarsuku, bangsa dan budaya, sehingga

PEMAKAIAN PREFIKS DALAM CERITA PENDEK DI MAJALAH ANEKA SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. bahasa manusia. Sebagai alat komunikasi manusia, bahasa adalah suatu sistem

BAB I PENDAHULUAN. menengah. Di antara keempat kegiatan berbahasa tersebut, menulis

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan berkomunikasi merupakan hal yang sangat diperlukan saat

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pendapat Austin (1962) yang kemudian dikembangkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. tindakan. Komunikasi dalam bentuk ujaran mungkin wujudnya berupa kalimat

BAB I PENDAHULUAN. fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikal. Penggunaan kata-kata dalam

BAB II LANDASAN TEORI. tertulis (Marwoto, 1987: 151). Wacana merupakan wujud komunikasi verbal. Dari

ANALISIS FUNGSI DAN FAKTOR PENYEBAB PEMAKAIAN PREFIKS. MeN- YANG DOMINAN DALAM CERPEN MAJALAH STORY EDISI 14/ TH.II/ 25 AGUSTUS - 24 OKTOBER 2010

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Morfologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Imas Siti Nurlaela, 2015

BAB I PENDAHULUAN. misalnya di rumah, di jalan, di sekolah, maupundi tempat lainnya.

I I I I I I I I I I I I I. ' U{ ran IDR!s. UNIVERSITI PENDIDIKAN SULTAN loris SEMESTER 2 SESI2015/2016 PEPERIKSAAN AKHIR ARAHAN

BAB1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan berpengaruh terhadap sistem atau kaidah

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan

BAB I PENDAHULUAN. para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat. Bahasa sudah diajarkan sejak dulu baik di keluarga maupun di. peran yang sangat penting dalam proses pembelajaran.

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa dan berbahasa adalah dua hal yang berbeda. Bahasa adalah alat verbal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

PROSES MORFOLOGIS PEMBENTUKAN KATA RAGAM BAHASA WALIKA

PENDAHULUAN. kelaziman penggunaannya dalam komunikasi sering terdapat kesalahan-kesalahan dianggap

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh masyarakat

I. PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Kejuruan merupakan satuan pendidikan formal yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Seperti pendapat Kridalaksana (1982: 17) bahwa bahasa (language)

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK (2); MORFOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. gambar. Dengan kata lain, komik adalah sebuah cerita bergambar.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks

BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain ( KBBI,2007:588).

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan baik antarsesama. (Keraf, 1971:1), bahasa merupakan alat

BAB I PENDAHULUAN. menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia dan pada undang-undang

2015 KAJIAN FONETIK TERHADAP TUTURAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kata, yang memiliki kesanggupan melekat pada satuan-satuan lain untuk membentuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Gejala kelainan..., Dian Novrina, FIB UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. ada dua proses yang terjadi, yaitu proses kompetensi dan proses performansi.

BAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia

KATA JAHAT DENGAN SINONIMNYA DALAM BAHASA INDONESIA: ANALISIS STRUKTURAL

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pemerolehan bahasa adalah pemerolehan bahasa, seperti fonologi,

I. PENDAHULUAN. berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, bahasa Indonesia semakin berkembang. Dalam penelitiannya

BAB I PENDAHULUAN. komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sebagai sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Jika kita membaca berbagai macam karya sastra Jawa, maka di antaranya ada

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK

2. Punya pendirian, peduli sesama, berkomitmen dan bisa bertanggung jawab. Menurut aku, gentleman punya sifat yang seperti itu. Kalau punya pacar, dia

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa

BAB I PENDAHULUAN. merupakan ungkapan manusia yang dilafalkan dengan kata-kata dalam. dan tujuan dari sebuah ujaran termasuk juga teks.

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia

VERBA YANG BERKAITAN DENGAN AKTIVITAS MULUT: KAJIAN MORFOSEMANTIK

BAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna.

PROSES MORFOLOGIS PADA TERJEMAHAN AYAT-AYAT AL QUR AN YANG MENGGAMBARKAN KEPRIBADIAN NABI MUHAMMAD SAW NASKAH PUBLIKASI

ANALISIS MAKNA AFIKS PADA TAJUK RENCANA KOMPAS DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA

BAB I PENDAHULUAN. atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dari

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Debby Yuwanita Anggraeni, 2013

oleh otak dalam proses berbahasa. Hingga bahasa memiliki ciri di antaranya yaitu terdapat bunyi dan makna. Bahasa memiliki makna apabila lambang-lamba

BAB I PENDAHULUAN. Pemakaian bahasa Indonesia mulai dari sekolah dasar (SD) sampai dengan

BAB I PENDAHULUAN. menanggapi sesuatu yang terjadi di sekitarnya juga berkembang. Dalam hal ini,

ARTIKEL JURNAL LINA NOVITA SARI NPM Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (Strata 1)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang ditulis secara naratif; biasanya

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahasa merupakan sebuah alat komunikasi antar anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PEMBENTUKAN KATA PADA LIRIK LAGU EBIET G. ADE

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Manusia adalah mahluk sosial. Mahluk yang membutuhkan interaksi antara sesamanya.

BAB 1 PENDAHULUAN. berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sebagai sebuah sistem, bahasa selain bersifat

HUBUNGAN BAHASA DENGAN OTAK

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa-bahasa daerah di Indonesia mempunyai pengaruh dalam. Bahasa Karo, merupakan salah satu bahasa daerah di Indonesia yang masih

Menurut Abdul Chaer setiap bahasa mempunyai sarana atau alat gramatikal tertentu untuk menyatakan makna-makna atau nuansa-nuansa makna gramatikal (Abd

BAB I PENDAHULUAN. Dewi (2010) menyatakan bahwa gangguan berbahasa. keterbatasannya untuk memahami pembicaraan orang lain. Selanjutnya, beberapa

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang kajian. Aji Kabupaten Jepara dapat disimpulkan sebagai berikut.

PEMEROLEHAN BAHASA INDONESIA ANAK TUNARUNGU USIA 7-10 TAHUN ( STUDI KASUS PADA TINA DAN VIKI )

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan baik. Bagi mereka yang mempunyai kelainan fungsi otak tentu mengalami gangguan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dalam beberapa aspek diantaranya keterlambatan atau gangguan dalam berinteraksi sosial, berbicara, dan bahasa. Anak autis berkomunikasi dengan bahasa

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar kata dibentuk dengan cara menggabungkan beberapa komponen yang berbeda. Proses pembentukan kata dari bentuk dasar melalui pembubuhan afiks merupakan bagian dari proses morfologi. Dalam penelitian ini, peneliti hanya akan berfokus membahas pembentukan afiks. Afiks adalah suatu satuan gramatikal yang terikat di dalam suatu kata merupakan unsur yang bukan kata dan bukan pokok kata, memiliki kesanggupan melekat pada satuan-satuan lain untuk membentuk kata atau pokok kata baru (Ramlan, 1983:48). Setiap afiks merupakan bentuk terikat yang tidak dapat berdiri sendiri dan harus melekat pada satuan lain seperti kata dasar. Pembubuhan afiks terhadap bentuk dasar dapat mengubah bentuk dasar menjadi kata baru, sehingga mengalami perubahan bentuk, perubahan kelas kata, dan perubahan makna. Berdasarkan posisi melekatnya, afiks dibedakan atas: (1) prefiks atau awalan, (2) infiks atau sisipan, (3) sufiks atau akhiran, dan (4) konfiks atau awalan dan akhiran. Pembentukan afiks dilakukan dengan cara menggabungkan afiks dengan bentuk dasar. Contohnya, pada bentuk dasar baca diimbuhkan afiks mesehingga membentuk kata membaca; pada bentuk dasar juang diimbuhkan afiks ber- sehingga membentuk kata berjuang. Jadi, pembentukan afiks atau proses 1

afiksasi adalah proses mengimbuhkan afiks ke dalam bentuk dasar sehingga hasilnya menjadi sebuah kata baru (Chaer, 2008: 27). Setiap manusia dilahirkan dengan memiliki kemampuan fungsi otak untuk berbahasa. Kemampuan otak dalam berbahasa yang dimiliki manusia digunakan manusia untuk membentuk kata-kata yang akan diucapkannya. Manusia yang normal, fungsi otak dan alat bicaranya dapat berbahasa dengan baik. Namun, manusia yang memiliki kelainan fungsi otak dan alat bicara akan memunyai kesulitan dalam berbahasa. Hal tersebut menyebabkan kemampuan bahasanya terganggu. Gangguan berbahasa biasa dikenal juga dengan sebutan afasia. (Kridalaksana, 2008: 2) Afasia adalah kehilangan sebagian atau seluruh kemampuan untuk memakai bahasa lisan karena penyakit, cacat, atau cedera pada otak. Otak manusia memproses bahasa dengan cara mendekode dan mengenkode bahasa. Proses berbahasa dilakukan oleh bagian otak sebelah kiri atau disebut hemisfer kiri. Hemisfer kiri mengandung dan mengatur sebagian besar fungsifungsi linguistik, seperti morfologi dan sintaksis, fonologi, semantik dan leksikon, pemahaman ujaran dan proses-proses analitis bahasa yang lain. Selain itu, hemisfer kiri cenderung berpikir dalam kata-kata dan mengatur pemikiran logis dan perhitungan. Hemisfer kiri terdiri atas medan-medan bahasa yang memunyai fungsi masing-masing yang saling berhubungan dalam memproses bahasa. Medan-medan bahasa tersebut antara lain yaitu, korteks pendengaran utama, Medan Wernicke, Medan Broca, fasikulus busur, dan korteks motor. 2

Jika hemisfer kiri otak mengalami gangguan, maka tentu terjadi gangguan dalam berbahasa. Gangguan berbahasa dapat dipengaruhi karena salah satu atau lebih bagian medan bahasa di korteks mengalami gangguan. Untuk menentukan di mana terjadinya gangguan pada bagian medan bahasa di korteks, dapat ditentukan dari gejala-gejala gangguan berbahasa apa saja yang muncul. Salah satu contoh gangguan berbahasa terjadi pada anak autisme. Bahasa yang diproduksi anak autisme sangat terbatas karena adanya kerusakan pada perkembangan saraf pusat yang memengaruhi saraf-saraf pengatur bahasanya. Hal tersebut juga memengaruhi terganggunya kemampuan bahasa ekspresif dan reseptif pada anak autisme. Gangguan ekspresif adalah gangguan berbahasa yang terjadi pada manusia yang mengalami kesulitan untuk menyampaikan pikiran, keinginan, maupun emosinya secara verbal. Adapun gangguan reseptif adalah gangguan di mana anak mengalami ketidakmampuan menerima dan memahami apa yang disampaikan orang lain padanya. Anak autisme hidup dalam dunianya sendiri dan tidak dapat melakukan kontak mata dengan orang lain. Hal ini mengindikasikan bahwa penyandang autisme memiliki keterbatasan alam pikir, artinya mereka tidak mampu memahami dunia dari sudut pandang orang lain. Oleh karena itu, pada anak autisme perlu diperhatikan bagaimana bahasa anak autisme membentuk kata-kata yang ingin diungkapkannya dan merespon kata-kata yang diucapkan oleh orang lain. Misalnya, membentuk kata yang melekat afiks (imbuhan) di dalamnya. Berdasarkan hal-hal yang disampaikan di atas, dapat dilihat keterbatasan yang dimiliki anak autisme. Dalam keterbatasan tersebut terlihat bahwa anak 3

autisme sulit untuk memproduksi ujaran dengan baik dan benar. Hal tersebut menarik perhatian peneliti untuk mengetahui tentang kemampuan anak autisme dalam memproduksi ujaran pembentukan kata, khususnya pembentukan afiks. Keingintahuan peneliti didasari dengan adanya pertanyaan yang muncul: apakah anak autisme dapat membentuk kata dengan afiks?; apakah kata berimbuhan yang dibentuknya telah sempurna atau mengalami gangguan?; dan bagaimana ilmu neurolinguistik menjelaskan gangguan pembentukan afiks yang dialami anak autisme tersebut? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul tersebut, peneliti merumuskan judul Gangguan Pembentukan Afiks dalam Tuturan Bahasa Indonesia pada Anak Autisme dengan tujuan menemukan dan menjelaskan gangguan berbahasa pada anak autisme yang memengaruhi terjadinya penghilangan afiks dalam pembentukan kata berimbuhan pada tuturan bahasa lisannya dengan menerapkan teori pada bidang ilmu morfologi dan neurolinguistik. Peneliti menemukan data berupa ujaran pembentukan afiks tuturan bahasa Indonesia anak autisme usia 8-13 tahun. Sebagai contoh dapat dilihat dalam konteks percakapan berikut: Peneliti Anak autisme Peneliti Anak autisme Peneliti Anak autisme : Kamu sedang apa? : Duduk. : Ibu sedang apa? (menunjuk terapis) : Diri. : Oh, Ibu sedang berdiri ya? : ya, diri. (sedikit keras karena sudah diulang) Secara universal anak usia 8-13 tahun harus sudah dapat mengatakan berdiri dengan sempurna. Jika pun ada anak normal mengatakan berdiri seperti contoh 4

data di atas, tetapi bukan anak berusia 8-13 tahun. Semua anak normal akan mengatakan berdiri dengan jelas dan benar. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang dijelaskan, maka masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah gangguan pembentukan afiks dalam tuturan bahasa Indonesia pada anak autisme? 2. Bagaimanakah hubungan gangguan pembentukan afiks dalam bahasa Indonesia dengan afasia yang diderita anak autisme? 1.3 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dibatasi dengan ruang lingkup sebagai berikut: 1. Penelitian dibatasi pada anak autisme yang berada di Sekolah Autisme Tali Kasih Medan karena sesuai dengan batasan usia 8-13 tahun. Sementara di sekolah autisme lain, seperti di Sekolah Alam hanya untuk penyandang autisme usia dewasa (17-25tahun). 2. Penelitian ini befokus pada gangguan pembentukan afiks dan afasia pada anak autisme. 3. Analisis data dalam penelitian ini hanya berfokus pada afiks, bukan reduplikasi dan pemajemukan. 4. Subjek penelitian ini anak autisme yang berusia 8-13 tahun. 5. Penelitian ini terbatas pada ujaran bahasa lisan. 5

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk memaparkan gangguan pembentukan afiks dalam tuturan bahasa Indonesia anak autisme. 2. Untuk mendeskripsikan hubungan gangguan pembentukan afiks dalam bahasa Indonesia dengan afasia yang diderita anak autisme. 1.4.2 Manfaat Penelitian 1.4.2.1 Manfaat Teoretis Manfaat secara teoretis dari hasil penelitian ini adalah: 1. Sebagai sumbangan informasi untuk mengembangkan wawasan dan pengetahuan dalam ilmu linguistik. 2. Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya tentang morfologi, neurolingustik, dan anak autisme. 1.4.2.2 Manfaat Praktis 1. Sebagai tambahan pengetahuan untuk dosen, mahasiswa, dan pelajar agar mengetahui komunikasi bahasa lisan anak autisme, khususnya tentang pembentukan afiks. 6

2. Sebagai referensi masukan, khususnya untuk Sekolah autisme Tali Kasih Medan. Melalui bimbingan para ahli (dokter psikiater dan spesialis neurolog) dan terapis sehingga para orang tua penyandang autisme tersebut dapat memahami bahasa anak autisme dalam berkomunikasi. 7