GENDER DALAM TERITORI

dokumen-dokumen yang mirip
PENANDAAN TERITORI DAN INVASINYA TERHADAP RUANG PUBLIK

BAB VI KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Karakteristik penghuni yang mempengaruhi penataan interior rumah susun

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB III TINJAUAN KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN. dengan strategi masing-masing dalam mendapatkan konsumen yang diharapkan akan

BAB I PENDAHULUAN. permintaan orang-orang akan hiburan semakin tinggi. Orang-orang

KAJIAN PERILAKU DAN TERITORI PADA SELASAR BIOSKOP EMPIRE XXI YOGYAKARTA

: Bilik Laktasi, ASI, Sarana Umum, Peraturan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan masyarakat berlomba-lomba mengikuti fashion tersebut. Karena jika tidak

Renny Melina. dan bersosialisasi antara keluarga dapat terganggu dengan adanya kehadiran pekerja dan kegiatan bekerja di dalamnya.

Teritori pada Rumah Tradisional Mandar, di Desa Napo, Kecamatan Limboro, Kabupaten Polewali Mandar

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penentuan Pokok Bahasan

PAPER PSIKOLOGI DAN PERILAKU ARSITEKTUR

LAMPIRAN. Ziesel (1981) didalam bukunya mengatakan bahwa : they do. How do activities relate to one another spatially. And how do spatial

BAB I PENDAHULUAN. yang paling disukai adalah kegiatan berbelanja produk fashion. Produk

BAB V PENUTUP. maupun kewajiban mereka didalam Pasar Beringharjo. Sikap ini meliputi sikap

BAB 6 KESIMPULAN. kebutuhan ruang, dan implementasi desain layout pada fungsi industri sepatu. dalam hunian terhadap transformasi dan kebutuhan ruang.

BAB I PENDAHULUAN. materialime yang menjurus pada pola hidup konsumtif. Perilaku konsumtif erat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan kebutuhan konsumen yang bervariasi memberikan peluang bagi para pelaku bisnis terutama di

KAJIAN AREA PARKIR SEPEDA MOTOR PLAZA SIMPANGLIMA SEMARANG DITINJUA DARI PERILAKU PENGUNJUNG

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Stephen Carr dibedakan menjadi¹: pagar, tanaman, dan berlokasi dijalan utama pusat kota.

BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Perancangan

Komparasi Dimensi dan Perabot Ruang Tidur Rumah Pribadi dan Rumah Kost di Banjarbaru

BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. dengan lingkungannya yang baru.

BAB VI HASIL PERANCANGAN. terdapat pada konsep perancangan Bab V yaitu, sesuai dengan tema Behaviour

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. teknologi menyebabkan meningkatnya jumlah barang atau produk yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB VI HASIL RANCANGAN. perancangan tapak dan bangunan. Dalam penerapannya, terjadi ketidaksesuaian

LAMPIRAN KUESIONER PENILAIAN PENGUNJUNG TERHADAP ATRIBUT PENGELOLAAN 4A PADA OBJEK WISATA CANDI KALASAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

TERITORI RUANG PADA RUMAH PRODUKTIF BATIK DI KAUMAN, PEKALONGAN JAWA TENGAH

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang

TEORI & STUDIO PERANCANGAN ARSITEKTUR 1

BAB I PENDAHULUAN. Ini bisa dilihat dengan begitu maraknya shopping mall atau pusat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kotler (2002:83) pelayanan adalah setiap tindakan atau kegiatan

BAB III TINJAUAN WISATAWAN ELITE

BAB I PENDAHULUAN. antara lain sepeda, sepeda motor, becak, mobil dan lain-lain. Dari banyak

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan uraian pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka penelitian ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. Valentina, 2013). Menurut Papalia dan Olds (dalam Liem, 2013) yang dimaksud

BAB I PENDAHULUAN. diri, orientasi masyarakat pada produk-produk fashion khususnya pakaian

TERITORI RUANG PUBLIK PERKOTAAN STUDI KASUS KOTA SEMARANG, SURAKARTA DAN YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. mengidentifikasikan mereka sebagai pria atau wanita. Seorang pakar psikologi

BAB VI HASIL RANCANGAN. Perancangan Kembali Citra Muslim Fashion Center di Kota Malang ini

Mengidentifikasi Segmen & Target Pasar

Kuesioner Karakteristik Pejalan Kaki Di Koridor Jalan Pasar Ruteng

PERATURAN DAN TATA TERTIB RUSUNAWA MAHASISWA UNIVERSITAS SRIWIJAYA

BAB I PENDAHULUAN. adanya kesempatan yang sama untuk dapat bekerja bagi setiap orang yang

Proses Terbentuknya Teritori PKL di Makassar

Konsep Desain Partisi Dengan Sistem Modular Untuk Hunian Dengan Lahan Terbatas Di Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. kesulitan dalam menggunakan panca indera, muncul berbagai penyakit yang

Fasilitas Komersial (Area Makan Lantai 1) (2)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seorang anak sejak lahir tentu sejatinya membutuhkan kasih sayang yang

BAB IV PENGAMATAN PERILAKU

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Lesbi merupakan suatu fenomena sosial yang tidak lagi mampu disangkal

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan dari budaya terhadap perilaku konsumen adalah, budaya digunakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Di jaman sekarang ini, kegiatan produksi di Indonesia berkembang dengan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah yang merupakan periode peralihan antara masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. semakin banyaknya pusat-pusat perbelanjaan seperti department store, factory

BAB I PENDAHULUAN. pada kehidupan masyarakat tersebut merupakan fenomena sosial yang

PENGARUH GENDER DAN PENDIDIKAN TERHADAP KEPUASAN KONSUMEN MENGENAI PELAYANAN HYPERMART SOLO GRAND MALL SKRIPSI. Disusun oleh: HAIKAL HABIB HUSAIN

BAB I PENDAHULUAN. Ini adalah tingkat pertumbuhan ritel tertinggi yang pernah dicapai Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dewasa ini telah membawa pengaruh yang sangat

JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDDIKAN INDONESIA DESKRIPSI MATERI

2016 ISU FEMINITAS DAN MASKULINITAS DALAM ORIENTASI PERAN GENDER SISWA MINORITAS

HIMPUNAN MAHASISWA TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA Jl. MT. Haryono 167 Malang 65145

BAB I PENDAHULUAN. hiburan, industri dan sebagainya. Karena itu sudah jarang terlihat ada lahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Gangguan identitas gender adalah suatu gangguan yang membuat

BAB I PENDAHULUAN. Tentunya hal ini juga tidak lepas dari kemajuan ekonomi di negara-negara

Bab 3. Model Perilaku Konsumen

Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN. semakin banyaknya bisnis ritel tradisional yang mulai membenahi diri menjadi bisnis ritel

BAB 1 PENDAHULUAN. kompleksitas dan berbagai tekanan yang dihadapi perusahaan meningkat. Globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. berusaha mencapai tujuan untuk menciptakan dan mempertahankan. kelangsungan hidup perusahaan sangat tergantung pada perilaku

BAB I PENDAHULUAN. yang menginginkan lokasi belanja yang lebih bersih tertata dan rapi. Utami

BAB IV PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGGUNA TERHADAP PENATAAN PASAR TRADISIONAL

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Di dalam suatu pernikahan, selain sebagai seorang istri, perempuan juga berfungsi

PENGARUH GENDER DAN TINGKAT PENDIDIKAN TERHADAP KEPUASAN KONSUMEN MENGENAI PELAYANAN HYPERMART SOLO GRAND MALL

BAB I PENDAHULUAN. : Merupakan kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Pusat pemerintahan. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta di selatan dan barat¹.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembangunan Masyarakat Partisipasi Petani Dalam Kegiatan Pemberdayaan

Kriteria Rancangan Fasilitas Umum berdasarkan Karakteristik Pengguna

Bab 2. Data dan Analisa. Data dan informasi yang digunakan untuk analisa dan konsep proyek ini didapat dari

BAB I PENDAHULUAN. sehingga banyak perusahaan go publik yang ikut berperan dalam peningkatan

sosial kaitannya dengan individu lain dalam masyarakat. Manusia sebagai masyarakat tersebut. Layaknya peribahasa di mana bumi dipijak, di situ

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin banyak, hal ini disebabkan karena faktor urbanisasi yang

MASJID BERBASIS MASYARAKAT DAN SIGNIFIKANSINYA SEBAGAI RUANG PUBLIK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alfian Rizanurrasa Asikin, 2014 Bimbingan pribadi sosial untuk mengembangkan kesadaran gender siswa

BAB 2. LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. Di kota Bandung akhir-akhir ini banyak bermunculan pusat-pusat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam era yang serba modern seperti saat ini, tingkat persaingan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat sekarang ini sudah menjadikan belanja atau shopping bukan hanya

2015 PERANAN PEREMPUAN DALAM POLITIK NASIONAL JEPANG TAHUN

Transkripsi:

GENDER DALAM TERITORI Oleh Dina Fatimah Abstrak. Teritori merupakan suatu wujud pembagian wilayah kekuasaan. Teritori sangat berkaitan dengan pemahaman akan keruangan. Pada manusia, teritorialitas ini tidak hanya berfungsi sebagai perwujudan privasi saja, tetapi lebih jauh lagi teritorialitas juga mempunyai fungsi sosial dan komunikasi. Salah satu yang menjadi batasan teritori seseorang terhadap orang lain adalah gender. Pembatasan gender sendiri juga mengacu pada konteks sosial dan budaya. Dominasi gender perempuan dibandingkan kaum laki-laki dalam hal teritori disebabkan oleh feminitas (sifat keperempuan yang ada batasannya baik dari sisi psikologi, fisik, dan lain-lain). Pada penelitian ini dibahas tentang beberapa kasus gender dalam teritori yang berkaitan dengan produk dan desain. Kata kunci : teritori, sosial, komunikasi, gender, produk, desain. I. Pendahuluan Istilah teritori sebenarnya tidak ada dalam kamus besar bahasa Indonesia. Territory di- Indonesiakan menjadi teritori yang berarti wilayah, daerah kekuasaan. Menurut Robert Somer (1969), teritorialitas merupakan perwujudan ego seseorang karena tidak ingin diganggu, atau dapat dikatakan sebagai perwujudan dari privasi seseorang. Jika kita amati lingkungan di sekitar kita, dengan mudah akan kita temui indikator teritorialitas manusia seperti papan nama, pagar batas rumah, atau papan yang menunjukkan kepemilikan atas suatu lahan. Ada suatu proses negotiating the shared space. Julian Edney (1974) mendefenisikan teritorialitas sebagai sesuatu yang berkaitan dengan ruang fisik, tanda, kepemilikan, pertahanan, penggunaan yang eksklusif, personalisasi, dan identitas. Termasuk di dalamnya dominasi, kontrol, konflik, keamanan, gugatan, dan pertahanan. Menurut Altman (1975) seorang masalah pakar perilaku yang terkenal dengan teori Behavior Constraint menyebutkan bahwa stimulasi yang berlebih atau yang tidak 1

diinginkan mendorong terjadinya hambatan dalam kapasitas pemrosesan informasi yang mengakibatkan seseorang kehilangan kontrol terhadap situasi yang sedang terjadi. Premis awal dari teori tersebut menjadi awal terbentuknya teori dan konsep teritori pada desain lingkungan. II. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis. Teori yang dijadikan acuan adalah teori tentang teritori oleh Altman. III. Teritori dan Gender Altman (1975) membagi teritori menjadi tiga kategori dikaitkan dengan keterlibatan personal, involvement, kedekatan dengan kehidupan sehari hari individu atau kelompok dan frekuensi penggunaan. Tiga kategori tersebut adalah primary, secondary dan public territory. 1. Primary territory, adalah suatu area yang dimiliki, digunakan secara eksklusif, disadari oleh orang lain, dikendalikan secara permanen, serta menjadi bagian utama dalam kegiatan sehari-hari penghuninya. 2. Secondary territory, adalah suatu area yang tidak terlalu digunakan secara eksklusif oleh seseorang atau sekelompok orang mempunyai cakupan area yang relatif luas, dikendalikan secara berkala. 3. Public territory, adalah suatu area yang digunakan dan dapat dimasuki oleh siapapun akan tetapi ia harus mematuhi norma-norma serta aturan yang berlaku di area tersebut. Ketiga kategori tersebut sangat spesifik dikaitkan dengan kekhasan aspek kultur masyarakatnya. Konsep privasi dan teritorial terkait erat. Namun definisi privasi lebih ditekankan pada kemampuan individu atau kelompok untuk mengkontrol daya visual, auditory, dan olfactory dalam berinteraksi dengan sesamanya. Konsep pendekatan 2

perilaku dalam desain ruang publik, teritorialitas merupakan hal yang sangat mempengaruhi perilaku pada ruang publik, karena pembentukan teritori yang lebih luas dari individu atau kelompok akan menyangkut pula pada hak teritorial individu atau kelompok lainnya. Hal tersebut sering kali membuat terjadinya masalah diruang publik, hingga dalam desain ruang publik harus betul-betul memperhatikan dan menekankan desain pada perilaku teritorialitas. Beberapa faktor yang mempengaruhi teritori adalah karakteristik personal seseorang, perbedaan situasional dan faktor budaya. Faktor Personal Faktor personal yang mempengaruhi karakteristik seseorang yaitu jenis kelamin, usia dan kepribadian yang diyakini mempunyai pengaruh terhadap sikap teritorialitas. Faktor Situasi Perbedaan situasi berpengaruh pada teritorialitas, ada dua aspek situasi yaitu tatanan fisik dan sosial budaya yang mempunyai peran dalam menentukan sikap teritorialitas. Faktor Budaya Faktor budaya mempengaruhi sikap teritorialitas. Secara budaya terdapat perbedaan sikap teritori hal ini dilatar belakangi oleh budaya seseorang yang sangat beragam. Apabila seseorang mengunjungi ruang publik yang jauh berada diluar kultur budayanya pasti akan sangat berbeda sikap teritorinya. Sebagai contoh seorang Eropa datang dan berkunjung ke Asia dan dia melakukan interaksi sosial di ruang publik negara yang dikunjungi, ini akan sangat berbeda sikap teritorinya. Masih menurut Altman (1975), sifat kewilayahan merupakan sifat bawaan dan membuktikan sifat bawaan agresif dari manusia. Seperti hewan, manusia juga menandai wilayah mereka. Manusia menggunakan tiga macam penandaan yaitu : sentral (central), batas (boundary), dan takik (earmarker). Tanda sentral adalah benda yang diletakkan di suatu wilayah yang dicadangkan. Contohnya meletakkan minuman di meja restoran, buku di bangku, atau sweater di sandaran kursi untuk mengisyaratkan bahwa wilayah itu 3

sudah kita tempati. Tanda batas menetapkan batas-batas yang memisahkan wilayah dari "wilayah mereka." Misalnya lengan kursi (armrest) yang memisahkan kursi kita dengan kursi orang di sebelah kita dalam pesawat terbang, dan kereta api. Tanda takik (earmarker), istilah yang diambii dari kebiasaan mencap hewan di bagian telinga mereka, adalah tanda pengidentifikasi yang memperlihatkan kepemilikan atas suatu wilayah atau obyek. Merek dagang, inisial, serta plat nama di kemeja atau tas merupakan contoh-contoh tanda takik. Beberapa contoh kasus teritori : Teritori pejalan kaki motor dilarang masuk Teritori berdasarkan status Teritori buat yang tidak merokok 4

Karakter dasar dari suatu teritori yaitu tentang : 1. Kepemilikan dan tatanan tempat. 2. Personalisasi atau penandaan wilayah. 3. Tatanan untuk mempertahankan terhadap gangguan 4. Kemampuan yang meliputi jangkauan kebutuhan fisik dasar sampai kepuasan kognitif dan kebutuhan estetik. Berpijak dari teori tentang teritori tersebut, dalam penelitian ini muncullah suatu relasi antara paham kewilayahan dengan permasalahan gender. Menurut Suryadi dan Idris (2004), gender adalah jenis kelamin sosial atau konotasi masyarakat untuk menentukan peran sosial berdasarkan jenis kelamin. Relasi antara teritori dan gender yang diangkat adalah adanya pembatasan wilayah yang mengatasnamakan perbedaan gender. Pembatasan wilayah ini ditunjukkan lewat aktivitas yang terjadi yang melibatkan perbedaan gender. Beberapa kaus yang diangkat dalam penelitian ini adalah aktivitas yang terjadi pada ruang publik. IV. Hasil Analisis Dalam tulisan ini mengangkat suatu fenomena tentang gender dalam teritori. Berikut beberapa contoh gambar kaitan antara gender dengan teritori : Penjelasan : Toilet dalam sistem perencanaan interior termasuk dalam bagian servis. Tetapi dalam konteks usernya, toilet (yang berada dalam kawasan publik) sangat 5

memiliki nilai privatisasi dalam ruang publik. Sudah merupakan budaya jika ada pemisahan antara toilet pria dengan toilet wanita di area publik. Disini terlihat adanya teritori antara gender. Penjelasan : Kamar tidur merupakan area privat bagi siapapun. Tetapi yang menarik disini adalah adanya teritori yang spesial untuk kamar tidur perempuan. Biasanya, lakilaki (tidak ada hubungan keluarga) dilarang masuk ke kamar perempuan. Tetapi sebaliknya, tidak ada batasan khusus terhadap kamar laki-laki. Penjelasan : Dalam agama (Islam), sudah sangat jelas teritori antara perempuan dan lakilaki. Adanya pengaturan hijab, pembatas antara laki-laki dan perempuan. 6

Penjelasan : Dapur biasanya diidentikkan dengan teritori perempuan. Tabu bagi laki-laki untuk masuk ke dapur (memasak). Penjelasan : Belanja biasanya diidentikkan dengan perilaku perempuan. Shopping mall, factory outlet, sesuatu yang berbau sale, merupakan wilayah kekuasaan perempuan. Toko baju, sepatu, dan peralatan rumah tangga merupakan teritori perempuan. Akan berbeda dengan toko elektronik. Toko eletronik biasanya dikunjungi oleh kaum lakilaki. Rata-rata laki-laki akan segan jika diajak ke toko baju, pasar tradisional, dan sebagainya yang berbau wanita. 7

V.Kesimpulan Teritori berarti wilayah atau daerah, dan teritorialitas adalah wilayah yang dianggap sudah menjadi hak seseorang. Dari uraian-uraian diatas, teritorialitas dapat diartikan sebagai suatu pola tingkah laku yang ada hubungannya dengan kepemilikan atau hak seseorang atau sekelompok orang atas suatu tempat. Teritorialitas pada manusia mempunyai fungsi yang lebih tinggi daripada sekadar fungsi mempertahankan hidup. Pada manusia, teritorialitas ini tidak hanya berfungsi sebagai perwujudan privasi saja, tetapi lebih jauh lagi teritorialitas juga mempunyai fungsi sosial dan komunikasi. Salah satu yang menjadi batasan teritori seseorang terhadap orang lain adalah gender. Pembatasan gender sendiri juga mengacu pada konteks sosial dan budaya. Dominasi gender perempuan dibandingkan kaum laki-laki dalam hal teritori disebabkan oleh feminitas (sifat keperempuan yang ada batasannya baik dari sisi psikologi, fisik, dan lain-lain). Referensi [1] Altman, I. 1975. Culture and Environment. Monterey.Ca.Brooks / Cole [2] Wahjudi, D. 2010. Catatan Kuliah Desain dan Lingkungan Binaan ITB 2010. Bandung. [3] Bell. Paula A (et al).1978. Environmental Psychology, W.B.Saunders Company. Philadelphia. London.Toronto. [4] Muhadjir, N.2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Rake Sarasin. Jakarta 8