BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kelahiran preterm, dan intrauterine growth restriction (IUGR) (Sibai, 2005;

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Millenium development goal (MDG) menargetkan penurunan AKI menjadi

BAB I PENDAHULUAN. gangguan pada berbagai organ. Sampai saat ini preeklamsia masih merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kematian maternal (maternal mortality). Menurut World Health

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi

BAB 1 PENDAHULUAN. kehamilan 20 minggu. American College Obstetry and Gynecology (ACOG)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka kematian ibu (AKI) adalah jumlah kematian selama kehamilan atau

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi dalam kehamilan masih merupakan masalah besar. dalam bidang obstetri, dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. angka morbilitas dan morbiditas yang masih tinggi. World Health Organization

BAB 1 : PENDAHULUAN. dengan penyebab yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi dalam kehamilan adalah hipertensi yang terjadi saat kehamilan

BAB I PENDAHULUAN. lahir adalah Angka Kematian Bayi (AKB). Angka tersebut merupakan indikator

BAB I PENDAHULUAN. Sasaran Pembangunan Millenium Development Goals (MDGS) adalah 102 per

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kurang dari 70/ kelahiran hidup. 1. Secara global, Maternal mortality Ratio (MMR) selama 25 tahun terakhir terjadi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Ketuban pecah dini (KPD) terjadi pada sekitar sepertiga dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Kematian Ibu (AKI), sehingga menempatkannya diantara delapan tujuan Millennium

BAB I PENDAHULUAN. dunia mengalami preeklampsia (Cunningham, 2010). Salah satu penyulit dalam

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kesehatan ibu adalah satu dari delapan program Millenium

BAB 1 PENDAHULUAN UKDW. masih tingginya angka kematian bayi. Hal ini sesuai dengan target Millenium

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 75 ibu hamil dengan usia kehamilan antara 21

BAB I PENDAHULUAN meninggal dunia dimana 99% terjadi di negara berkembang. 1 Angka

BAB I PENDAHULUAN. yang terkait dengan kehamilan dan persalinan, dengan kata lain 1400 perempuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Preeklamsi (PE) merupakan gangguan multiorgan pada kehamilan,

BAB I PENDAHULUAN. 2012, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia adalah 359 per

BAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Preeklamsia dan eklamsia merupakan masalah kesehatan yang. memerlukan perhatian khusus karena preeklamsia adalah penyebab kematian

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan 20 minggu hingga 37 minggu dihitung dari hari pertama haid

PENDAHULUAN. adanya hipertensi dan proteinuria setelah 20 minggu kehamilan. Hal ini. dapat dijumpai 5-8 % dari semua wanita hamil diseluruh dunia dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kematian ibu merupakan permasalahan global. Tingginya angka kematian ibu

Bab 1 PENDAHULUAN. Preeklampsia-eklampsia sampai saat ini masih merupakan the disease of

BAB 1 PENDAHULUAN. memperhitungkan lama kehamilan per kelahiran hidup (Kemenkes RI,

BAB I PENDAHULUAN. berperan sebagai salah satu penyulit kehamilan. 1. (AKI) di Indonesia masih merupakan salah satu yang tertinggi di Asia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tekanan darah dan proteinuria yang muncul ditrimester kedua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dunia ini setiap menit seorang perempuan meninggal karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV METODE PENELITIAN. obstetri dan ginekologi. analisis data dilakukan sejak bulan Maret Juni menggunakan pendekatan retrospektif.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy tahun 2001 yakni

Vitamin C dan E untuk Mencegah Komplikasi Kehamilan-Terkait Hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. seorang wanita, dimana kehamilan merupakan proses fertilisasi atau

BAB I PENDAHULUAN. indeks pembangunan manusia suatu Negara. World Health Organization ( WHO )

HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU BERSALIN DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. SOEDIRAN WONOGIRI SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seorang ibu dalam usia reproduktif. Perubahan-perubahan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas adalah salah satu faktor yang paling umum menyebabkan umur harapan hidup (UHH) lebih pendek dan beberapa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia pada tahun 2014 mencapai 214 per

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan. Umumnya prevalensi abortus sekitar % dari semua. prevalensi masih bervariasi dari yang terendah 2-3% sampai yang

ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PREEKLAMPSIA

GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN PREEKLAMPSI PADA IBU HAMIL DI WILAYAH PUSKESMAS BATURADEN I BANYUMAS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Organization (WHO), salah satunya diukur dari besarnya angka kematian

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. tergolong cukup tinggi. Angka kejadian preeklampsia sebanyak 861 dari

BAB I PENDAHULUAN. menilai derajat kesehatan. Kematian Ibu dapat digunakan dalam pemantauan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari ovulasi, migrasi sperma dan ovum, konsepsi dan pertumbuhan

Pertumbuhan Janin Terhambat. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

BAB 1 : PENDAHULUAN. janin guna memenuhi peningkatan kebutuhan gizi selama kehamilan. (1)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. wanita. Pada proses ini terjadi serangkaian perubahan besar yang terjadi

Hipertensi dalam kehamilan. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. berusia lebih atau sama dengan 35 tahun. Kelompok usia ini sudah tidak

BAB 1 : PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas bayi karena rentan terhadap kondisi-kondisi infeksi saluran

BAB I PENDAHULUAN. status kesehatan ibu pada suatu wilayah, salah satunya yaitu angka

BAB 1 PENDAHULUAN. atau dikenal dengan Millennium Development Goals (MDG s) hingga tahun 2015 adalah dengan menurunkan ¾ risiko jumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat adalah Angka Kematian Bayi (AKB). Menurut data World

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persalinan preterm menurut The American College of. Obstreticians and Gynecologists (ACOG), 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tingkat pengetahuan ibu hamil, kurangnya Antenatal Care (ANC), diabetes

BAB I PENDAHULUAN. Ketuban pecah dini (KPD) adalah keluarnya air ketuban (cairan amnion) sebelum

BAB I PENDAHULUAN. merupakan persalinan normal, hanya sebagian saja (12-15%) merupakan

TINJAUAN PUSTAKA Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Definisi Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

HUBUNGAN KEJADIAN PRE EKLAMSIA DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH DI RUMAH SAKIT ISLAM KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. bidang obstetri, karena merupakan penyulit 2% sampai 20% dari semua

BAB I PENDAHULUAN. awal minggu gestasi ke-20 sampai akhir minggu gestasi ke-37 (Varney,

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Berdasarkan data World Health Organization (WHO) 2015, terlihat

BAB I PENDAHULUAN. Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada umur. kehamilan 20 <37 minggu. Bayi yang dilahirkan pada usia kehamilan

FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kematian ibu akibat preeklampsia di Indonesia adalah 9,8-25% (Schobel et al.,

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tahun diperkirakan wanita di dunia meninggal sebagai akibat. per kelahiran hidup (Wiknjosastro, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia (SDKI), selama periode tahun angka kematian ibu

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara bermakna setelah 2 minggu (Harper, 2005). 75% di antaranya berada di Asia, Afrika (20%), dan Amerika Latin (5%).

BAB 1 PENDAHULUAN. normal. Pre-eklampsia dalam kehamilan adalah apabila dijumpai tekanan darah

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) merupakan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Preeklampsia adalah suatu sindroma penyakit yang dapat menimbulkan gangguan pada berbagai organ. Sampai saat ini preeklampsia masih merupakan penyulit utama dalam kehamilan dan menjadi penyebab utama kematian dan kesakitan maternal maupun perinatal (Manyonda, 2006; Cunningham, 2014), secara primer ditandai dengan adanya hipertensi dan protein dalam urin pada usia kehamilan setelah 20 minggu (Shennan, 2003). Preeklampsia adalah masalah global yang mempengaruhi 5-8% dari kehamilan, dan diperkirakan 8,3 juta wanita mengalami penyakit ini setiap tahun. Untuk negara-negara berkembang, prioritas adalah mencegah kematian ibu akibat komplikasi multi organ (Shennan, 2003). Angka kematian ibu akibat komplikasi preeklampsia rendah di negara maju dikarenakan penelitian diarahkan untuk meningkatkan prediksi, pencegahan preeklampsia dan meminimalkan morbiditas. Diagnosis yang akurat diperlukan untuk mencapai hal ini (Cote, 2008). Adapun yang menjadi penyebab utama kematian ibu di Indonesia di samping perdarahan dan infeksi adalah preeklampsia atau eklampsia (Prawirohardjo, 2011). Berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) kecendrungan angka kematian ibu meningkat dari 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007 menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2012. Target global MDGs (Millenium Development Goals) ke-5 adalah menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 (Kemenkes, 2014). Namun, hal ini masih jauh dari target MDG. Selanjutnya preeklampsia berat (PEB) merupakan penyebab utama morbiditas berat ibu (seperti stroke dan ruptur hati) dan keluaran bayi 1

yang jelek, seperti prematuritas dan IUGR (intra uterine growth restriction) (Steegers, 2010; Indumati, 2011). Pada penelitian analitik faktor resiko preeklampsia dengan desain case control oleh Saputra di RSUP Dr. M. Djamil pada tahun 2013, didapatkan hasil penelitian peningkatan jumlah pasien preeklampsia / eklampsia mencapai 51,8% dibandingkan tahun 2012, dengan risiko 5,1 kali lebih tinggi pasien preeklampsia nulipara terjadi perburukan menjadi eklampsia dibandingkan multipara (Saputra, 2014). Penelitian epidemiologi yang memperlihatkan adanya faktor risiko yang berpengaruh terhadap preeklampsia. American Family Association membagi sejumlah faktor resiko preeklampsia atas 3 (tiga) kelompok, yaitu faktor yang berhubungan dengan kehamilan, faktor maternal dan faktor paternal. Faktor maternal lebih bersifat pada biologik ibu, meliputi umur, paritas, ras, riwayat preeklampsia, riwayat hipertensi dan sebagainya (Wagner, 2004). Karena patogenesis yang multifaktor dari fenotip preeklampsia yang belum dapat dijelaskan, pencegahan dan prediksi masih belum diketahui, penanganan gejala klinis haruslah menjadi hal utama dalam mencegah morbiditas dan mortalitas ibu (Steegers, 2010). Penelitian kohort oleh SCOPE, menampilkan karakteristik wanita yang berkembang menjadi preeklampsia dan karakteristik wanita yang berkembang menjadi persalinan prematur dan cukup bulan dengan preeklampsia. Wanita dengan onset awal preeklampsia yang melahirkan sebelum 34 minggu lebih sering ditemui pada primigravida (50% berbanding 23%), wanita dengan obesitas (body mass index (BMI) 30 kg/m2, pada 21% berbanding 15%), dan dengan rerata tekanan darah yang lebih tinggi untuk sistolik (116 [SD, 13] berbanding 107 [SD, 10] mm Hg) dan rerata tekanan darah diastolik (73 [SD, 10] berbanding 65 [SD, 8] mm Hg) pada usia kehamilan 14 sampai 16 minggu dibandingkan dengan wanita tanpa onset awal preeklampsia (p<0.01) (Louise, 2014). 2

Preeklampsia dikenal sebagai disease of theory. Sampai saat ini patogenesis preeklampsia belum jelas benar, berbagai teori diajukan untuk mengungkap etiologi dan patogenesis preeklampsia. Teori gizi, genetik, hormonal dan imunologi diteliti untuk menjawab etiologi preeklampsia (Cunningham, 2014). Demikian juga berbagai teori tentang patogenesa; peroksida lipid, teori oksigen radikal bebas, membran sinsitiotrofoblas mikro partikel dan teori sitokin untuk menjawab teka-teki preeklampsia (Robson, 1999). Satu hal yang paling penting adalah terdapat kerusakan endotel sebagai jalan akhir kejadian preeklampsia (Goswami et al, 2004; Manyonda, 2006; Cunningham, 2014). Teori yang meyakinkan untuk patogenesis sindroma preeklampsia menggambarkan suatu proses dimana faktor plasenta dilepaskan ke dalam sirkulasi maternal, yang menyebabkan kerusakan pada endotel, menyebabkan sindrom disfungsi endotel yang sistemik (Goswami et al, 2004). Faktor plasenta yang menyebabkan disfungsi endotel tidak diketahui, tetapi kandidatnya termasuk sflt-1, peroksida, eikosanoid, sitokin, dan syncytiotrophoblast microparticle (STBM). STBM meluruh ke dalam sirkulasi maternal dalam jumlah yang banyak pada preeklampsia dibandingkan dengan pada kehamilan normal dan menyebabkan terjadinya respon inflamasi sistemik dan kerusakan sel endotel yang merupakan ciri sindrom preeklampsia (Goswami et al, 2004; Chen, 2012). Disfungsi endotel yang disebabkan oleh STBM dapat menyebabkan pelepasan faktor pro-inflamasi. Faktor inflamasi ini dapat mengaktifkan limfosit in-vitro. Peningkatan STBM pada preeklampsia bisa berpartisipasi dalam patogenesis dengan meningkatkan stimulus inflamasi dengan atau tanpa pengenalan imun yang spesifik. STBM mungkin berinteraksi dengan sistem kekebalan tubuh bawaan ibu untuk merangsang respon inflamasi pada kehamilan. Monosit dan neutrofil mengikat STBM mengakibatkan meningkatnya produksi TNF alpha dan IL-12, dan radikal superoksida (Aly, 2004). 3

Sel vesikel yang meluruh mengandung informasi genetik yang dapat dipertukarkan antara sel-sel. STBM yang disiapkan secara in vitro, mengandung fetal DNA dan RNA. Temuan bahwa STBM mengandung fetal DNA dan RNA, yang dilindungi dari degradasi, mungkin menawarkan kemungkinan diagnostik baru. Telah ditunjukkan bahwa diagnosis prenatal dari Down syndrome dimungkinkan dengan mendeteksi kromosom 21 yang dikodekan oleh mrna asal plasenta di plasma ibu pada awal kehamilan. Kami berhipotesis bahwa analisis rinci dari fetal DNA yang dikandung STBM, dapat memberikan wawasan baru terhadap perkembangan plasenta, tidak hanya pada kehamilan normal, tetapi juga dalam kondisi patologis seperti preeklampsia (Reddy et al, 2009). Pada kehamilan, pergantian yang konstan dari vilus trofoblas menyebabkan pengeluaran material apoptosis ke dalam sirkulasi maternal. Material ini termasuk cell free fetal DNA yang lazim dirujuk sebagai janin, tapi sebenarnya berasal dari plasenta. Karena pelepasan cell free fetal DNA berkaitan erat dengan morfogenesis plasenta, kondisi yang berhubungan dengan plasentasi abnormal, seperti preeklampsia, berhubungan juga dengan tingginya kadar cell free fetal DNA dalam darah wanita hamil (Taglauer, 2014). Karena pelepasan cell free fetal DNA terkait erat dengan morfogenesis plasenta, kondisi-kondisi yang mempengaruhi plasenta bisa secara langsung berdampak pada kadar cell free fetal DNA di sirkulasi maternal. Preeklampsia merupakan salah satu contoh yang telah dipelajari dengan sangat baik (Hahn et al, 2005). Pada plasenta dengan preeklampsia, stres oksidatif menyebabkan peningkatan apoptosis trofoblas dan pelepasan sinsitiotrofoblas mikropartikel, yang kemudian menyebabkan peningkatan pelepasan cell free fetal DNA ke dalam sirkulasi maternal (Knight et al, 1998; Hahn et al, 2005). Tampaknya apoptosis merupakan mekanisme utama yang mengontrol pelepasan cell free fetal DNA dari plasenta. Cell free fetal DNA sangat mungkin dilepaskan dari lapisan sinsitiotrofoblas sebagai 4

bagian dari pergantian sel plasenta fisiologis selama kehamilan (Bischoff et al, 2005; Tjoa, 2006). Stres sinsitiotrofoblas atau oksidasi plasenta juga dapat mempercepat pelepasan cell free fetal DNA melalui apoptosis (Tjoa, 2006). Penelitian-penelitian lainnya memberi kesimpulan bahwa pelepasan cell free fetal DNA terjadi melalui mekanisme kombinasi dari apoptosis dan nekrosis. Istilah aponekrosis dikenalkan oleh Hahn dan kawan-kawan, para penulis ini mengajukan permulaan jalur apoptosis berada dalam sinsitiotrofoblas yang kemudian diikuti dengan nekrosis. Proses ini melepaskan cell free fetal DNA ke dalam sirkulasi maternal. Jika digabungkan, kombinasi bukti in vitro dan in vivo dengan meyakinkan memberi kesimpulan bahwa cell free fetal DNA utamanya berasal dari plasenta. DNA janin yang bersirkulasi bisa menyediakan bukti yang berharga bagi kesehatan dan penyakit pada plasenta (Hahn et al, 2005). Penelitian ini secara independen mengkonfirmasi temuan bahwa tingkat free fetal DNA dari plasma ibu meningkat di awal kehamilan yang yang kemudian berkembang menjadi preeklampsia. Belum lama ini telah ditunjukkan bahwa tingkat free fetal DNA yang bersirkulasi dalam sirkulasi maternal meningkat pada preeklampsia dan kenaikan ini sudah terjadi sebelum onset penyakit timbul. Sebelumnya penelitian independen menemukan bahwa kadar free fetal DNA meningkat pada kehamilan dengan resiko preeklampsia (Zhong, Holzgreve, Hahn, 2002). Kadar free fetal DNA fetal dalam sirkulasi maternal adalah empat kali lipat lebih tinggi pada preeklampsia dibandingkan dengan kehamilan normal (Reddy et al, 2009). Kehadiran asam nukleat di vesikel membran atau sel bebas di dalam darah ibu menjadikan suatu fakta bahwa DNA dan RNA dilepaskan dari sel-sel mati dengan jalan yang berbeda (Hahn et al, 2005). Berdasarkan latar belakang tersebut, dalam proposal penelitian ini akan dibahas lebih lanjut mengenai Perbedaan Rerata Serum Cell 5

Free Fetal DNA antara Preeklampsia Awitan Dini dengan Kehamilan Normal. B. Rumusan Masalah Apakah terdapat perbedaan rerata serum Cell Free Fetal DNA antara preeklampsia awitan dini dengan kehamilan normal? C. Tujuan 1. Tujuan Umum Mengetahui perbedaan rerata serum Cell Free Fetal DNA antara preeklampsia awitan dini dengan kehamilan normal. 2. Tujuan Khusus a) Mengetahui rerata kadar serum Cell Free Fetal DNA antara preeklampsia awitan dini dengan kehamilan normal. b) Mengetahui perbedaan rerata serum Cell Free Fetal DNA antara preeklampsia awaitan dini dengan kehamilan normal. D. Manfaat 1. Keilmuan Diharapkan hasil penelitian ini menambah nuansa ilmu pengetahuan tentang perbedaan rerata serum Cell Free Fetal DNA antara preeklampsia awitan dini dengan kehamilan normal di lingkup Program Pendidikan Dokter Spesialis Obstetri Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 2. Pelayanan Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan dalam konteks promosi kesehatan sebagai upaya deteksi dini dan identifikasi pada kelompok beresiko terhadap preeklampsia. 6

E. Kerangka Pemikiran Gambaran klinis dari sindrom preeklampsia dapat dijelaskan dengan disfungsi sel endotel maternal, yang merupakan bagian dari respon inflamasi sistemik maternal yang lebih global. Ada bukti yang berkembang bahwa efek ini berkaitan dengan peluruhan debris-debris selular, termasuk syncytiotrophoblast microparticle (STBM), sel-bebas DNA dan mrna, dari permukaan plasenta (sinsitiotrofoblas) ke dalam sirkulasi maternal. Peningkatan peluruhan dari debris yang terlihat pada pre-eklampsia ini diyakini disebabkan oleh iskemia plasenta, reperfusi dan stres oksidatif (Reddy et al, 2009). Sebagian besar kasus preeklampsia terjadi pada wanita nulipara yang sehat, beberapa faktor resiko dikenali dan dianggap memiliki hubungan dalam meningkatnya resiko terjadi preeklampsia. Faktor resiko yang terkait dengan kondisi kehamilan antara lain kehamilan multifetus, riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya. Sedangkan yang terkait dengan faktor resiko ibu antara lain usia muda / remaja, penyakit kencing manis, penyakit tekanan darah tinggi kronis dan kegemukan (Saftlas, 1990; Eskenazi, 1991; Duckitt, 2005). Beragam penelitian dilakukan untuk memprediksi preeklampsia atau memilahnya dari komplikasi kehamilan yang jinak. Termasuk diantaranya adalah pemeriksaan penanda pada urin dan pemeriksaan USG. Oleh karena itu, pemeriksaan biomarker yang dapat diterapkan secara luas dan terjangkau diperlukan untuk membuat diagnosis dini sebelum munculnya gejala-gejala klinis. Asam nukleat bebas-sel yang bersirkulasi (cell free fetal DNA) dalam plasma dan serum adalah biomarker baru dengan penerapan klinis yang menjanjikan dalam bidang medis yang berbeda, termasuk diagnosis prenatal (Hahn, 2011). Diagnosis preeklampsia berdasarkan adanya penanda yang tidak spesifik yaitu hipertensi dan proteinuria, namun komplikasi perburukannya sulit diprediksi. Penanda spesifik dari penyakit ini secara akurat dapat memprediksi komplikasi yang dapat terjadi pada maternal atau neonatal yang dicurigai preeklampsia sehingga dapat menunjang 7

penegakkan diagnosis dari klinisi mengenai pemantauan dan perawatan (Moore, 2012). Dalam hal preeklampsia awitan dini, peningkatan kadar cell free fetal DNA sudah dapat terlihat di trimester pertama. Peningkatan kadar cell free fetal DNA sebelum munculnya gejala mungkin berhubungan dengan hipoksia/reoksigenasi dalam ruang intervillus yang menyebabkan stres oksidatif jaringan dan peningkatan proses apoptosis dan nekrosis plasenta. Oleh karena itu, peningkatan kadar cell free fetal DNA dapat digunakan sebagai marker dini dari kerusakan plasenta, di saat fisiologi maternal belum menunjukkan adanya penyakit (Hahn et al, 2011). Preeklampsia dapat diklasifikasikan menjadi early onset (dini) dan late-onset (lambat) berdasarkan waktu terjadinya. Didiagnosis sebagai preeklampsia dini (early-onset) jika preeklampsia terjadi sebelum usia kehamilan 34 minggu. Meskipun preeklampsia dini semakin menjadi sorotan dewasa ini, tidak ada kriteria atau metode yang dapat diandalkan untuk prediksi dini dari preeklampsia (Sibai, 2007). Sekali ia dideteksi, ibu dan bayi telah terpapar dengan derajat kerusakan yang bervariasi. Oleh karena itu, diperlukan suatu tes yang dapat diterapkan secara luas dan terjangkau yang dapat mengidentifikasi wanita yang berisiko secara dini dalam kehamilannya dan selanjutnya memonitor nya selama kehamilan dan hal tersebut memberikan perawatan prenatal yang terbaik bagi pasien dan anaknya (Hong et al, 2013). F. Hipotesis Penelitian Terdapat perbedaan rerata kadar serum cell free fetal DNA antara preeklampsia awitan dini dan kehamilan normal. 8