BAB 1 PENDAHULUAN. dijaga keamanan dan dimanfaatkan untuk kemakmuran Indonesia. Wilayah negara

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN (ILLEGAL FISHING) SEBAGAI TINDAK PIDANA INTERNASIONAL DI PERAIRAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA

BAB V PENUTUP. 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal. Fishing (IUUF) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia.

PENENGGELAMAN KAPAL SEBAGAI USAHA MEMBERANTAS PRAKTIK ILLEGAL FISHING

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA DI BIDANG PERIKANAN

BAB I PENDAHULUAN. fenomena penangkapan ikan tidak sesuai ketentuan (illegal fishing), yaitu

BAB V PENUTUP. Pencegahan Illegal Fishing di Provinsi Kepulauan Riau. fishing terdapat pada IPOA-IUU. Dimana dalam ketentuan IPOA-IUU

DAMPAK KEGIATAN IUU-FISHING DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keindahan panorama yang membuat seluruh dunia kagum akan negeri ini. Dengan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas terdiri dari

BAB III PENUTUP. bahwa upaya Indonesia dalam menangani masalah illegal fishing di zona

BAB I PENDAHULUAN. dulu. Namun hingga sekarang masalah illegal fishing masih belum dapat

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PELAKSANAAN TINDAKAN KHUSUS TERHADAP KAPAL PERIKANAN BERBENDERA ASING DALAM PASAL 69 AYAT (4) UU NO. 45 TAHUN 2009

luas. Secara geografis Indonesia memiliki km 2 daratan dan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IUU FISHING DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA. Oleh Prof. Dr. Hasjim Djalal. 1. Wilayah perbatasan dan/atau kawasan perbatasan atau daerah perbatasan

Code Of Conduct For Responsible Fisheries (CCRF) Tata Laksana Perikanan Yang Bertanggung Jawab

SKRIPSI ANALISIS YURIDIS PEMIDANAAN TERHADAP WARGA NEGARA ASING SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PERIKANAN

BAB I PENDAHULUAN. Garis pantainya mencapai kilometer persegi. 1 Dua pertiga wilayah

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang Masalah Illegal unreported and unregulated (IUU) fishing merupakan masalah global yang

BAGANISASI DI PERAIRAN PULAU SEBATIK DALAM MENGATASI ILLEGAL FISHING ( Baganisasi in the Sebatik Island Waters on Combating Illegal Fishing)

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk bahan baku industri, kebutuhan pangan dan kebutuhan lainnya. 1

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PEMBERANTASAN KEGIATAN PERIKANAN LIAR (IUU FISHING)

POTRET KEBIJAKAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Oleh: Rony Megawanto

ASPEK LEGAL INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL IMPLEMENTASI PENGAWASAN SUMBERDAYA PERIKANAN

PENANGANAN PERKARA PERIKANAN

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan investasi atau penanaman modal merupakan salah satu kegiatan

KAPAL PENGAWAS PERIKANAN TERTIBKAN RUMPON ILEGAL

Kata Kunci : Yurisdiksi Indonesia, Penenggelaman Kapal Asing, UNCLOS

BAB 1. A. Latar Belakang. Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ILLEGAL FISHING KORPORASI DALAM CITA-CITA INDONESIA POROS MARITIM DUNIA

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk masa depan bangsa, sebagai tulang punggung pembangunan

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Rancangbangun hukum pulau-pulau perbatasan merupakan bagian penting dari ketahanan negara.

MEMPERKUAT MEKANISME KOORDINASI DALAM PENANGANAN ABK DAN KAPAL IKAN ASING

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBAKARAN DAN/ATAU PENENGGELAMAN KAPAL PERIKANAN BERBENDERA ASING SEBAGAI UPAYA MENGURANGI TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN

BAB I PENDAHULUAN. Konsep Indonesia sebagai negara kepulauan (Archipelagic State) dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang sebagian besar

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II. Aspek-Aspek Hukum Tentang VMS (Vessel Monitoring System) dan Illegal Fishing

ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN

GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBERDAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

RETREAT ISU STRATEGIS DAN KEGIATAN PRIORITAS PENGAWASAN. Kepala Subbagian Perencanaan dan Penganggaran Ditjen PSDKP

BAB III PENCURIAN IKAN

pemerintah pusat yang diharapkan segera diwujudkan di kawasan kepulauan Natuna Barat. ILyas sabli

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia luasnya sekitar 7000 km 2 dan memiliki lebih dari 480 jenis

- l~ r C.r C. ~,J:: ')!; "f ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA DYAH HARINI

BAB 1 PENDAHULUAN. kewenangan dalam rangka menetapkan ketentuan yang berkaitan dengan

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1982, tepatnya tanggal 10 Desember 1982 bertempat di Jamaika

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II PERMASALAHAN IUU FISHING DI LAUT ARAFURA DAN UPAYA INDONESIA DALAM MENANGANINYA

DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN

PERAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL (PPNS) PERIKANAN DALAM PROSES PENEGAKAN HUKUM KASUS IUU FISHING DI INDONESIA

Illegal Fishing dan Kedaulatan Laut Indonesia. Disusun Oleh :

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pelaksanaan Strategi

2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,

BAB I PENDAHULUAN. berada diantara 2 (dua) samudera yaitu samudera pasifik dan samudera hindia dan

BAB I PENDAHULUAN. Samudera Hindia. Kepulauan Mentawai merupakan bagian dari serangkaian

BAB.III AKUNTABILITAS KINERJA

VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PERLINDUNGAN NELAYAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. tidak semua negara bisa memilikinya, melainkan hanya dimiliki oleh negaranegara

GUBERNUR SULAWESI TENGAH

1 PENDAHULUAN. Gambar 1 Perkembangan Global Perikanan Tangkap Sejak 1974

SE)ARAH HUKUM laut INTERNASIONAl 1. PENGATURAN KONVENSI HUKUM laut 1982 TENTANG PERAIRAN NASIONAl DAN IMPlEMENTASINYA DI INDONESIA 17

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1990 TENTANG USAHA PERIKANAN

PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN SUMBER-SUMBER IKAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF ANTAR NEGARA ASEAN

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 15 TAHUN 1990 TENTANG USAHA PERIKANAN.

PROSIDING SEMINAR NASIONAL MULTI DISIPLIN ILMU & CALL FOR PAPERS

STRATEGI PENANGGULANGAN IUU FISHING (ILLEGAL, UNREPORTED, UNREGULATED FISHING) MELALUI PENDEKATAN EKONOMI (STUDI KASUS DI PERAIRAN LAUT ARAFURA)

KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SISTEMATIKA PEMAPARAN

Penenggelaman Kapal Asing dalam Upaya Perlindungan Sumber Daya Laut di Indonesia: Perspektif Hukum Indonesia dan Hukum Internasional 1

BAB V KESIMPULAN. penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk kegiatan malpraktek

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA DI BIDANG PERIKANAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. dalam PDB (Produk Domestik Bruto) nasional Indonesia. Kontribusi sektor

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1990 TENTANG USAHA PERIKANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. luasnya perairan lautan, letak geografis, wilayah maupun panjang garis pantai. Sebagai negara

BAB I PENDAHULUAN. masalah-masalah hukum. Di Indonesia, salah satu masalah hukum

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar

BAB I PENDAHULUAN. Korporasi Dalam Tindak Pidana Perikanan, Skripsi, Universitas Hasanudin, Makassar, 2016, Hal.01 2

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LAPORAN AKHIR RIA Seri: PERMENKP NO. 57 Tahun 2014 BALITBANG-KP, KKP

KAJIAN HUKUM DALAM MEMERANGI KEGIATAN IUU FISHING DI INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2002 TENTANG USAHA PERIKANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang. menyimpan kekayaan sumber daya alam laut yang besar dan. belum di manfaatkan secara optimal.

JURNAL UPAYA NEGARA INDONESIA DALAM MENANGANI MASALAH ILLEGAL FISHING DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA

PENCURIAN IKAN (ILLEGAL FISHING) OLEH NELAYAN ASING DI WILAYAH LAUT INDONESIA DI TINJAU DARI HUKUM LAUT INTERNASIONAL SKRIPSI

Transkripsi:

1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan yang merupakan satu kesatuan dan harus dijaga keamanan dan dimanfaatkan untuk kemakmuran Indonesia. Wilayah negara Indonesia yang terdiri dari wilayah laut yang berada di bawah kedaulatannya seluas 3,1 juta km 2, wilayah laut dimana negara memiliki hak-hak berdaulat seluas 2,7 juta km 2, wilayah darat seluas 1,9 juta km 2 terdiri dari 17.508 pulau besar dan kecil dengan panjang pantai 81.900 km. 1 Luasan laut yang begitu luas semakin disadaribahwa laut selain berfungsi sebagai penghubung wilayah satu dengan wilayah lainnya juga mengandung kekayaan alam. Hal tersebut menjadikanindonesia akan lebih ekstra dalam hal penjagaan kedaulatannya untuk mengurangi dimasuki wilayahnya oleh kapal asing mencuri informasi dan sumber daya alam lautnya. 2 Menjaga kekayaan alam di wilayah kedaulatan dalam laut teritrorial dan hak berdaulat merupakan kewenangan suatu negara terhadap wilayah tertentu dimana pelaksanaan harus tunduk pada hukum masyarakat internasional. 3 Sumber daya alam perikanan Indonesia sebagai sebagai penerimaan ekonomi bagi bangsa terusik dengan adanya illegal fishing. Tindakan illegal fishing merupakan tindakan pemalsuan dokumen, menangkap ikan dengan jaring terlarang, menggunakan bahan peledak, menggunakan ABK asing 1 Tommy Hendra Purwaka, Tinjauan Hukum Laut Terhadap Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, Mimbar Hukum, volume 26, Nomor 3, Oktober 2014. 2 Maria Maya Lestari, Negara Kepulauan dalam konteks zonasi hukum laut (Studi negara Indonesia), Jurnal hukum Yustisia, volume 19, Nomor 2, Juli-Desember 2012. 3 Ferry Junigwan Murdiansyah, Kelautan Indonesia: Kisah Klasik untuk masa depan, Opini Juris, volume 02, Desember 2009

2 tidak berizin. Permasalahan yang menjadikan illegal fishingsulit untuk dihentikan adalah ketidakpastian hukum, pemahaman hukum yang berbeda, inkonsistensi, diskriminasi terhadap pelaksanaan hukuman, persengkokolan antara pihak terkait. Pencurian ikan yang dilakukan oleh armada kapal ikan asing dari wilayah laut Indonesia diperkirakan merugikan sebesar 1 juta ton/tahun (Rp 30 Triliun/tahun). Kapal-kapal tersebut berasal dari Thailand, Vietnam, Malaysia, RRT, Flipina, Taiwan, Korea Selatan. 4 Dalam penentuan aturan sudah diperhitungkan kapasitas dan kualitas lingkungan laut, sehingga pelanggaran terhadap persyaratan akan merusak atau menghancurkan lingkungan laut. 5 Salah satu daerah yang menjadi tempat terjadinya illegal fishing adalah Provinsi Kepulauan Riau. Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2002 tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau, pada Pasal 3 Provinsi Kepulauan Riau berasal dari sebagian wilayah Provinsi Riau yang terdiri atas: 1. Kabupaten Kepulauan Riau; 2. Kabupaten Karimun; 3. Kabupaten Natuna; 4. Kota Batam; 5. Kota Tanjung Pinang, Provinsi Kepulauan Riau mempunyai batas wilayah sebelah utara dengan Laut Cina Selatan, sebelah timur dengan Negara Malaysia dan Provinsi Kalimantan Barat, sebelah selatan dengan Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Jambi dan sebelah barat dengan Negara Singapura, Malaysia, dan Provinsi Riau. Pada publikasi Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Riau tahun 2013 luas wilayah 251.810,71 Km 2, luas daratan 10.595 Km 2 (4%), luas lautan 241.215 Km 2 (96%), jumlah pulau 2.408 buah, panjang garis pantai 2.368 km dengan visi Dinas Kelautan 4 Usmawadi Amir, Penegakan Hukum IUU Fishing Menurut UNCLOS 1982 (Studi kasus: Volga Case), Opini Juris, volume 12, Januari-April 2013 5 Joko subagyo, 2013, Hukum Laut Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 8

3 dan Perikanan Kepulauan Riau terwujudnya Provinsi Kepulauan Riau sebagai salah satu pengahasil produk kelautan dan perikanan unggulan di Indonesia dengan misi meningkatkan produksi untuk kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan. Dalam Kelautan dan Perikanan dalam angka tahun 2013 Provinsi Kepulaun Riau memiliki potensi perikanan sebesar 1.059.000 ton/tahun Potensi perikanan yang dimiliki Provinsi Kepulauan Riau menjadikan tempat yang menggiurkan bagi pelaku illegal fishing untuk melindungi dari tindakan pencurian ikan di Indonesia dibentuk Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 yang kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, undang-undang inisebagai payung hukum menjaga sumber daya perikanan dan ekploitasi perikanan. Pada tahun 2003 melalui Kep. Menkopolkam Nomor Kep.05/Menko/Polkam/2/2003 dibentuk Kelompok Kerja Perencanaan Pembangunan Keamanan dan Penegakan Hukum di Laut. Akhirnya pada tanggal 29 Desember 2005, ditetapkan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2005 tentang Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) yang menjadi dasar hukum organisasi tersebut.pembentukan aturan dan badan kordinasi diharapkan dapat menghentikan tindakan pencurian ikan di laut. Data penanganan kasus tindak pidana kelautan dan perikanan tahun 2014 di wilayah perikanan Provinsi Kepulauan Riau oleh kapal pengawas kementerian kelautan dan perikananyang ditangani oleh pengawas perikanan/ppns perikanan Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan(PSDKP) melalui data ekspose sampai dengan 31 desember 2014 pada tanggal 30 Oktober 2014 ditangkap kapal ikan asing dengan nama kapal KM. Laut Natuna 28 (+80 GT)

4 asal Thailand diduga menggunakan melakukan kegiatan penangkapan diwilayah perairan Laut Natuna tanpa dokumen dan menggunakan alat tangkap terlarang. Perkara tindak pidana perikanan yang disidik oleh PPNS perikanan data ekspose sampai dengan 28 november 2014 terdapat 7 kapal asing asal Vietnam di satuan kerja PSDKP Natuna yang diduga melakukan tindakan illegal fishing diwilayah perairan Laut Natuna.Para pelaku illegal fishing yang merupakan bukan warga negara Indonesia dengan menggunakan kapal berbendera asing.maraknya tindakan illlegal fishing yang menguras sumber perikanan di Provinsi Kepulauan Riau menjadikan masyarakat merugi karena tidak mendapatkan manfaat untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Dalam kegiatan penangkapan terdapat pula nelayan tradisional yang melakukan penangkapan ikan tanpa adanya izin untuk melakukan penangkapan. Nelayan tradisional secara turun temurun dan berlangsung lama pada suatu wilayah tertentu dengan menggunakan alat tradisional untuk jenis ikan tertentu. Para nelayan tradisional hidup sepanjang waktu berada di laut. Sebuah ironi bagi nelayan tradional yang menjadikan laut yang telah menjadi tempat mereka hidup, apakah harus meminta izin kepada pemerintah sebelum mereka menangkap ikan. Hal ini merupakan tanggung jawab dan perlindungan negara kepada mereka yang hidup dan menetap di laut. Dengan maraknya tindakan illegal fishing di wilayah Provinsi Kepulauan Riau yang dikenal kaya akan sumber daya perikanan yang tidak terselesaikan maka penulis tertarik menulis tesis dengan judul Relevansi Hukum Internasional Terhadap Tindakan Pencegahan Illegal Fishing Di Indonesia (studi kasus di provinsi Kepulauan Riau).

5 B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana ketentuan hukum internasional dan legislasi nasional dalam upaya pencegahan illegal fishing di Provinsi Kepulauan Riau? 2. Bagaimana implementasi ketentuan hukum internasional dan legislasi nasional dalam upaya pencegahan illegal fishing di Provinsi Kepulauan Riau? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan dan rumusan masalah tersebut maka penulisan bertujuan untuk: 1. Untuk mengetahui ketentuan hukum internasional dan legislasi nasional dalam upaya pencegahan illegal fishing di Provinsi Kepulauan Riau. ketentuan internasional yang dimaksud adalah yang telah diakui dan diatur dalam aturan internasional terkait pencegahan, penegakan dan pemberantasan praktek illegal fishing. Begitu pula dengan ketentuan hukum nasional dalam melakukan tindakan pencegahan, penegakan dan pemberantasan praktek illegal fishing di Provinsi Kepulauan Riau. 2. Untuk menjelaskan implementasi dari hukum internasional dan nasional dalam upaya pencegahan illegal fishing di Provinsi Kepulauan Riau.Dalam mengatur pencegahan, penegakan, pemberantasan praktek illegal fishing di Provinsi Kepulauan Riau. 3. Penelitian ini secara subyektif dilaksanakan dalam rangka penyusunan tesis sebagai syarat akademis untuk memperoleh gelar Master Hukum

6 (M.H) pada Program Magister Ilmu Hukum, Klaster Hukum Internasional, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. D. Manfaat Penelitian Ada beberapa manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini, antara lain sebagai berikut: 1. Dalam lingkup akademis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan dan kemajuan ilmu hukum khususnya dalam bidang hukum laut internasional dalam mengumpulkan informasi dan data yang selengkap-lengkapnya. Sehingga dari informasi tersebut dapat dirumuskan suatu kesimpulan yang tetap sesuai dengan ketentuan yang menjadi dasar dalam menjawab permasalahan diatas. 2. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pemerintah khususnya pemecahan masalah tentang praktek negara terhadap pencegahan, penegakan, pemberantasan praktek illegal fishing di Indonesia. E. Keaslian Penelitian Telah dilakukan penelusuran terhadap penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya yang berkaitan dengan salah satu variabel maupun substansi yang sedang diteliti dalam usulan ini. Adapun beberapa penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan tulisan tentang Relevansi hukum internasional terhadap tindakan pencegahan illegal fishing yang terjadi di Indonesia (studi kasus di Provinsi Kepulauan Riau) ini adalah sebagai berikut:

7 1. Muhammad Azhar, pada tahun 2011 menulis tesis tentang Prospek Pengakuan Hak Perikanan Tradisional Dalam Penetapan Batas Perairan Wilayah Laut Antara Indonesia Dan Flipina dengan mengemukakan permasalahan praktek negara terhadap pengakuan hak perikanan tradisional dalam batas wilayah laut dan implementasi pengakuan hak perikanan tradisional pada batas wilayah laut antara Indonesia dan Filipina. Penulisan tesis ini mengambil rumusan masalah bagaimanakah praktek negara terhadap pengakuan hak perikanan tradisional dalam penetapan batas wilayah laut dan bagaimanakah implementasi pengakuan hak perikanan tradisional dalam penetapan batas wilayah laut antara Indonesia dan Flipina. Dari rumusan masalah tersebut terlihat perbedaan dengan penelitian ini dimana hanya melihat hak perikanan tradisional dalam penetapan batas wilayah laut bukan melihat tentang penangkapan ikan secara ilegal 2. Novianti, pada tahun 2008 menulis tesis tentang Penetapan accsess right dan access fee bagi kapal perikanan asing di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia untuk menanggulangi illegal fishing. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti penetapan access right dan access fee bagi kapal perikanan asing di Zona Ekonomi Eksklusif untuk menanggulangi illegal fishing. Menjawab bagaimana penetapan access fee bagi peningkatan devisa dan penetapan access right nelayan asing di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Penulisan tesis ini mengambil rumusan masalah Bagaimana penetapan access right kapal perikanan asing di ZEE

8 Indonesia, Bagimana penetapan access right bagi peningkatan devisa negara dan bagaimana korelasi kedua kebijakan tersebut dalam penanggulangan illegal fishing di ZEE Indonesia. Pada penulisan ini dititik berat pada wilayah ZEE dan access fee bagi devisa negara tidak melihat wilayah kedaulatan diluar wilayah ZEE yang menjadi fokus penulisan tersebut. 3. Noula Pangemanan, pada tahun 2007, Implementasi Code of Conduct for Responsible Fisheries dalam menanggulangi Illegal, Unreported, Unregulated Fishing di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Penulisan tesis ini menekan kepada krisis perikanan global yang menimbulkan masalah salah satunya adalah kegagalan mengatasi over fishing dan degradasi habitat, padahal di sisi lain perikanan memiliki peran penting dalam kehidupan manusia sehingga membutuhkan pengelolaan yang berorientasi pada kepentingan jangka panjang. Dari kegagalan tersebut, FAO melakukan terobosan dengan menghasilkan instrumen Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF). Indonesia mengadopsi CCRF dengan harapan CCRF dapat dijadikan panduan dalam pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab.penulis mengambil rumusan masalah bagaimana pengawasan pelaksanaan code of conduct for responsible fisheries dalam menanggulangi illegal, unreported,unregulated fishing di zone ekonomi eksklusif Indonesia. Penulisan tersebut hanya berdasarkan pada code of conduct for responsible fisheries untuk menanggulangi illegal, unreported, unregulated fishing. Sedangkan penelitian ini melihat

9 aturan lain yang terkait dengan penangkapan ikan secara ilegal sehingga bisa memberikan masukan terhadap kebijakan hukum negara dalam penanggulangan illegal fishing. Dari penelusuran kepustakaan dapat dikemukakan bahwa penelitian yang menggambarkan atau menyinggung Relevansi hukum internasional terhadap tindakan pencegahan illegal fishing yang terjadi di indonesia (studi kasus di provinsi kepulauan riau) secara keseluruhan penulisan sebelumnya belum menyinggung halhal mengenai: pertama, belum ada penelitian yang menyinggung langsung tentang tindakan illegal fishing dalam peraturan hukum internasional dalam kerangka hukum laut internasional 1982. Kedua, penelitian-penelitian terdahulu terfokus pada wilayah laut yang bukan dalam kedaulatan suatu negara. Ketiga, penulisan ilmiah yang dilakukan belum menjelaskan bagaimana hukum laut internasional mengatur tindakan illegal fishing yang melanggar kedaulatan negara. Keempat, penelitian ini mencari peraturan dalam hukum laut internasional yang diperbolehan dan dibenarkan untuk suatu negara dalam melakukan penindakan kegiatanillegal fishing. Walaupun demikian studi-studi terdahulu jelas sangat bermanfaat bagi penelitian ini dan besar kemungkinan pada bagian tertentu penelitianin juga merupakan kelanjutan dari penelitian terdahulu.