BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di seluruh dunia. Penyakit malaria masih endemis di daerah-daerah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu perhatian global karena kasus malaria yang tinggi dapat berdampak luas

BAB I PENDAHULUAN. miliar atau 42% penduduk bumi memiliki risiko terkena malaria. WHO mencatat setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. lebih dari 2 miliar atau 42% penduduk bumi memiliki resiko terkena malaria. WHO

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap ketahanan nasional, resiko Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) pada ibu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. (Harijanto, 2014). Menurut World Malaria Report 2015, terdapat 212 juta kasus

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2012

Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh TIWIK SUSILOWATI J

BAB 1 PENDAHULUAN. dari genus Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang (panas dingin

I. PENDAHULUAN. dan ibu melahirkan serta dapat menurunkan produktivitas tenaga kerja (Dinkes

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria merupakan salah satu penyakit tropik yang disebabkan oleh infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit malaria merupakan penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit

BAB I PENDAHULUAN. di seluruh dunia disetiap tahunnya. Penyebaran malaria berbeda-beda dari satu Negara

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan

BAB I PENDAHULUAN. serta semakin luas penyebarannya. Penyakit ini ditemukan hampir di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit malaria telah diketahui sejak zaman Yunani. Penyakit malaria

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Malaria merupakan salah satu penyakit menular tropik yang distribusinya

BAB I PENDAHULUAN. Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. Turki dan beberapa Negara Eropa) beresiko terkena penyakit malaria. 1 Malaria

BAB 1 PENDAHULUAN. derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Upaya perbaikan kesehatan masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kematian (Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2013). Lima ratus juta

BAB 1 PENDAHULUAN. kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. endemik malaria, 31 negara merupakan malaria-high burden countries,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Deklarasi Milenium yang merupakan kesepakatan para kepala negara dan

SKRIPSI. Oleh Thimotius Tarra Behy NIM

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai adalah Plasmodium Falciparum dan Plasmodium. Vivax. Di Indonesia Timur yang terbanyak adalah Plasmodium

BAB I PENDAHULUAN. Malaria ditemukan hampir di seluruh bagian dunia, terutama di negaranegara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terkena malaria. World Health Organization (WHO) mencatat setiap tahunnya

I. PENDAHULUAN. dunia. Di seluruh pulau Indonesia penyakit malaria ini ditemukan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai salah satu negara yang ikut menandatangani deklarasi Millenium

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang akan memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomis.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERINGATAN HARI MALARIA SEDUNIA

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kejadian kematian ke dua (16%) di kawasan Asia (WHO, 2015).

I. PENDAHULUAN. nyamuk Anopheles sp. betina yang sudah terinfeksi Plasmodium (Depkes RI, 2009)

PENGENDALIAN MALARIA DI INDONESIA. Prof dr Tjandra Yoga Aditama Dirjen PP &PL

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia di seluruh dunia setiap tahunnya. Penyebaran malaria berbeda-beda dari satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahunnya. Salah satunya Negara Indonesia yang jumlah kasus Demam

GAMBARAN CAKUPAN PROGRAM KELAMBUNISASI DALAM MENCEGAH KEJADIAN MALARIA DI DESA TUNGGULO KECAMATAN LIMBOTO BARAT KABUPATEN GORONTALO TAHUN 2012.

REHABILITASI MANGROVE SEBAGAI UPAYA PENGELOLAAN TEMPAT PERINDUKAN NYAMUK DI DAERAH ENDEMIS MALARIA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hal yang paling penting dalam setiap kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit campak merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di

I. PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan mempunyai visi mewujudkan masyarakat mandiri untuk

kematian, terutama pada kelompok yang berisiko tinggi seperti bayi, balita dan

BAB I PENDAHULUAN. 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai

BAB I PENDAHULUAN. utama, karena mempengaruhi angka kesakitan bayi, balita, dan ibu. melahirkan, serta menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB).

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan berkelanjutan 2030/Suistainable Development Goals (SDGs)

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang tersebar hampir di beberapa Negara tropis dan subtropis saat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang bertujuan untuk meningkatkan

LAMPIRAN I DOKUMENTASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Filariasis Limfatik atau penyakit Kaki Gajah merupakan salah

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai risiko tinggi tertular Demam Dengue (DD). Setiap tahunnya

Malaria disebabkan parasit jenis Plasmodium. Parasit ini ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari 17% penyakit infeksi ditularkan melalui gigitannya dan lebih dari 1 juta orang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PERANAN LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI KECAMATAN SILIAN RAYA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG ELIMINASI MALARIA

BAB 1 PENDAHULUAN. negara khususnya negara-negara berkembang. Berdasarkan laporan The World

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyakit yang harus terus menerus dilakukan pengamatan, monitoring

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan snyamuk dari genus Aedes,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Prioritas pembangunan kesehatan dalam rencana strategis kementerian

KERANGKA ACUAN PROGRAM P2 DBD

BAB I PENDAHULUAN. Data statistik WHO menyebutkan bahwa diperkirakan sekitar 3,2 milyar

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan ketertiban dunia yang

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami kemajuan yang cukup bermakna ditunjukan dengan adanya penurunan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah suatu penyakit menular yang banyak diderita oleh penduduk di daerah tropis dan subtropis,

BABI PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

1. PENDAHULUAN. Plasmodium, yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles sp. betina (Depkes R.I.,

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan

I. PENGANTAR. Separuh dari keseluruhan penduduk dunia, diperkirakan 3,3 miliar orang,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hasil pembangunan kesehatan saat ini adalah derajat kesehatan masyarakat semakin meningkat secara bermakna, namun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh

BABf PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit malaria merupakan salah satu masalah utama kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Penyakit malaria masih endemis di daerah-daerah tertentu terutama di negara-negara beriklim tropis seperti benua Asia dan Afrika. Penyakit ini juga menjadi salah satu pembunuh terbesar, 86% kematian terjadi pada kelompok dengan faktor risiko tinggi sepert bayi, anak balita dan ibu hamil. (Kemenkes RI, 2011). Anak-anak di bawah umur 5 tahun dan wanita hamil merupakan kelompok populasi yang paling menderita oleh penyakit ini. Malaria dapat menyebabkan gangguan berat dan anemia pada kehamilan yang dapat menyebabkan kematian ibu, bayi berat lahir rendah (BBLR) yan g merupakan faktor risiko dari kematian bayi. Selain kematian, malaria menyebabkan kesakitan seperti demam, kelemahan, malnutrisi, anemia, kelainan pada limpa, dan mudah terkena penyakit lain. Menurut Bremen dalam Pattanayak (2003), penderita malaria menga lami parasitemia yang asimptomatik, demam yang akut, debilitas yang kronis, dan komplikasi dalam kehamilan. Menurut laporan WHO setiap tahunnya ditemukan kasus baru malaria sekitar 250 juta dengan kematian hampir mencapai 880.000 kasus. Kejadian malaria diseluruh Indonesia cenderung menurun, yaitu 4,10 (tahun2005) menjadi 1,38 (tahun2013), namun belum mencapai target yang ditentukan sebesar 1,25. Selain kemajuan yang telah dicapai, masih banyak kendala yang harus dihadapi antara lain akses layanan di daerah terpencil, dianggap neglected

2 disease, disparitas epidemiologis, kelemahan manajemen terutama terbatasnya sumberdaya yang kompeten, pendanaan yang kurang memadai, lemahnya kerjasama lintas sektoral dan kemandirian masyarakat dalam pengendalian malaria. Riskesdas 2013 menunjukkan insiden malaria pada ibu hamil 1,9% (Kemenkes, 2014), kejadian malaria.banyak juga terjadi pada usia produktif. Hal ini berdampak pada perekonomian keluarga, hilangnya pendapatan sekitar 60 ribu dolar atau sekitar 90 juta rupiah dari orang Indonesia yang tinggal di daerah endemis malaria (Nizar et al, 2013). Sebagian besar wilayah endemis malaria merupakan wilayah dengan kondisi perekonomian menengah kebawah sehingga malaria lebih sering menyerang penduduk dengan status ekonomi bawah hingga terbawah. Hal serupa disampaikan oleh Breman, dkk bahwa populasi miskin memiliki risiko terbesar 58% dari kasus malaria di 20% populasi termiskin di dunia ditambah lagi mereka mendapatkan pelayanan terburuk dan semakin terpuruk perekonomiannya karena penyakit mereka (Breman et al., 2004). Di Indonesia terdapat 424 kabupaten endemis malaria dari 576 kabupaten yang ada, diperkirakan 45% penduduk Indonesia berisiko tertular malaria. Jumlah pada tahun 2009 sebanyak 1.143.024 orang malaria klinis, 200.000 diperiksa dengan konfirmasi. Jumlah ini mungkin lebih kecil dari keadaan yang sebenarnya karena lokasi yang endemis malaria adalah desa-desa yang terpencil dengan sarana transportasi yang sulit dan akses pelayanan kesehatan yang rendah. (Kemenkes RI, 2010). Masalah resistensi parasit terhadap obat antimalaria merupakan tantangan besar yang dihadapi dalam upaya pemberantasan malaria. Resistensi obat ini

3 berimplikasi pada penyebaran malaria ke daerah-daerah baru dan munculnya kembali pada daerah yang dulunya telah dieradikasi. Salah satu dampak dari program pengobatan untuk memberantas malaria adalah semakin meningkatnya angka resistensi terhadap obat ACT yakni Artemicin. (WHO, 2011). Hasil uji efikasi obat anti malaria di Propinsi Lampung tahun 2002, menunjukkan bahwa 80% penderita malaria P.Falsiparum dan P.Vivax mengalami kegagalan pengobatan dengan klorokuin dan 40% penderita malaria P,Falsiparum mengalami kegagalan pengobatan dengan sulfadoksin-pirimetamin (Sutanto, 2002). Peningkatan kejadian malaria juga terjadi di Propinsi Lampung. Sembilan dari lima belas kabupaten di Propinsi Lampung merupakan daerah endemis malaria. Tingkat AMI ( Annual Malaria Index) Propinsi Lampung 6.62 (2012) dan API (Annual Parasite Incidence) 2,11 (2013 ). Kabupaten Pesawaran merupakan yang paling endemis malaria di Provinsi Lampung dengan AMI tahun 2014 sebesar 13,78 dan API 4,76. Angka kasus malaria tertinggi ditemukan di wilayah Puskesmas Hanura dengan AMI sebesar 132,57 dan API 48,75 (Profil Dinkes Kab. Pesawaran, 2014). Bahkan terjadi KLB di wilayah Puskesmas Hanura pada bulan Juli 2013 dan bulan Mei 2014. Berbagai upaya sudah dilakukan pemerintah Indonesia untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit malaria. Komitmen global dari pertemuan World Malaria Assembly (WHA) tahun 2007 tentang Eliminasi Malaria bagi setiap negara dan merekomendasikan bagi setiap negara endemis malaria untuk memperingati HMS tiap tanggal 25 April. Kegiatan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja menuju Eliminasi Malaria serta

4 meningkatkan kepedulian dan peran aktif masyarakat dalam Eliminasi Malaria. Kesepakatan negara anggota WHO dalam meningkatkan upaya pengendalian malaria tahun 1998 disepakati gerakan pengendalian malaria yang intensif dengan kemitraan global yaitu Roll Back Malaria Initiative (RBMI) atau Gerakan Berantas Kembali Malaria (Gebrak Malaria) yang dicanangkan Menteri Kesehatan pada tanggal 8 April 2000 di Kupang (NTT), sebagai gerakan nasional memberantas malaria di Indonesia. Namun gerakan ini belum mampu menanggulangi penyakit malaria, karena sampai saat ini jumlah kasus malaria masih tinggi, terutama di daerah endemis malaria (Laihad, 2005). Hal ini disebabkan terdapat kelemahan substantif dalam melihat masalah malaria secara komprehensif. Penelitian mengenai malaria telah banyak dilakukan selama ini adalah penelitian mengenai faktor risiko terjadinya malaria yang pengukurannya bertujuan untuk mengetahui biobehavioral effect pada tingkat individu. Malaria dipengaruhi oleh suatu jaringan individu dan faktor ekologi, yaitu faktor yang berhubungan dengan individu dan berhubungan dengan lingkungan. Faktor ekologi berbasis populasi sangat ditentukan oleh karakteristik populasi di daerah tersebut sehingga bersifat spesifik lokal. Agar dapat menjadikan metode perilaku pencegahan malaria yang efektif harus berfokus pada kebutuhan spesifik sasaran. Hasil penelitian di Mandailing Natal Sumatera Utara, mendapatkan hubungan yang signifikan antara pendidikan dan pengetahuan dengan perilaku pencegahan terhadap penyakit malaria (Dalimunthe, 2008). Dasril (2005) menyatakan ada hubungan perilaku masyarakat terhadap angka kejadian malaria. Rumah dengan ventilasi yang tidak menggunakan kawat kasa memiliki risiko 5,2

5 kali lebih besar dibandingkan dengan rumah dengan ventilasi kawat kasa, orang yang tidak menggunakan obat nyamuk oles ( repellent) memiliki risiko terkena malaria 3,2 kali dibandingkan dengan orang yang menggunakan obat nyamuk oles bila keluar rumah pada malam hari. Program pengendalian malaria yang dijalankan selama ini lebih bersifat kuratif dan mahal. Upaya preventif merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kesehatan komunitas bukan hanya terbatas pada individual sehingga diharapkan target yang tercapai menjadi lebih luas. Sebagai salah satu solusi dari permasalahan tersebut adalah dengan promosi kesehatan yang lebih cost effective. Promosi kesehatan dalam rangka pemberdayaan masyarakat hendaknya memperhatikan sisi kearifan lokal dimana masyarakat punya tradisi dan adatistiadat sebagai potensi yang dapat dikembangkan sebagai modal sosial (social capital), karena dapat menumbuhkan rasa saling percaya dalam bekerjasama dan menumbuhkan rasa tanggungjawab. Ketika kondisi dalam aspek modal sosial kuat, masyarakat lebih mampu menyalurkan energinya untuk memecahkan masalah. Dalam perkembangannya masyarakat makin terorganisir, teruji kemampuannya untuk mengatur diri sendiri dan terampil memecahkan aneka persoalan mereka sendiri. Menurut Kearns (dalam Pariella, 2004), tipologi modal sosial ada tiga yakni sebagai Bonding social capital (perekat/pengikat dalam kelompok identitas yang sama), Bridging social capital (menjembatani atau penyambung relasi-relasi sosial antar kelompok identitas yang berbeda asal) dan Linking social capital (akses/jaringan terhadap relasi-relasi sosial antar individu-individu dan kelompokkelompok dalam strata sosial yang berbeda secara hirarkhis). Jika modal sosial

6 bisa ditingkatkan, berarti masyarakat bisa membuat suatu kemajuan. Kita bisa memanfaatkan jaringan yang kuat ini untuk hasil yang lebih baik. Masyarakat dapat meningkatkan modal sosial mereka dengan meningkatkan hubungan, kepercayaan, dan keterlibatan orang-orang dalam komunitas mereka sendiri dan rasa tanggungjawab yang tinggi. Perumusan program pengendalian vektor di daerah endemis harus mempertimbangkan prinsip keberlanjutan (Henk et al, 2012). Hancock (1993) dalam Mulyana (2008) menyebutkan bahwa sustainability merupakan suatu aktivitas yang tergantung dari sikap masyarakat terhadap kegiatan tersebut, dukungan lingkungan dan juga kemampuan ekonomi yang cukup. Selanjutnya diketahui bahwa kelestarian perilaku pencegahan malaria di desa-desa endemis malaria kabupaten Tasikmalaya dan kabupaten Sukabumi lebih ditentukan oleh faktor komposional (pendapatan responden, persepsi responden terhadap peranan tokoh masyarakat dalam pemberantasan malaria dan pengetahuan tentang malaria) dibandingkan faktor kontekstual (penyuluhan malaria, kegiatan pemberantasan malaria, tingkat pendidikan masyarakat dan tingkat pendapatan masyarakat) (Mulyana, 2008). Program pengendalian malaria di Kabupaten Pesawaran sudah dilakukan, namun hasilnya belum optimal. Saat ini di Kabupaten Pesawaran juga mendapat bantuan dana dari Global Fund untuk kegiatan pengendalian malaria, namun hingga saat ini belum menunjukkan adanya penurunan daerah endemis malaria. Beberapa kendala yang dihadapi dalam pengendalian malaria di Kabupaten Pesawaran diantaranya kegiatan penemuan penderita yang dilakukan secara pasif sehingga hanya penderita malaria yang berkunjung ke sarana pelayanan kesehatan

7 saja yang mendapat pengobatan standar malaria. Sedangkan pengendalian terhadap Anopheles sp sebagai nyamuk penular malaria dan kegiatan promosi kesehatan tentang pencegahan malaria yang dilakukan, hasilnya dirasakan belum maksimal. Penelitian yang dilakukan oleh Duarsa (2007) di tiga kecamatan kabupaten Lampung Selatan (sekarang Pesawaran) menyimpulkan faktor konstektual dan lingkungan serta respons masyarakat desa terhadap program pengendalian malaria sangat berpengaruh terhadap kejadian infeksi malaria. Sedangkan Ernawati (2014) dalam penelitiannya tentang pengendalian malaria melalui pengelolaan habitat perindukan vektor berkelanjutan (kasus ekosistem pantai daerah endemis Punduh Pedada, Kabupaten Pesawaran), mendapatkan pengendalian malaria melalui pengelolaan habitat perindukan vektor berkelanjutan dapat menurunkan habitat perindukan vektor 8,28% dan kasus malaria 25,78%. Namun hasil penelitian ini sulit diimplementasikan karena para pengusaha tambak tidak berada di Kabupaten Pesawaran dan masyarakat merasa keberadaan tambak selama ini tidak memberi kontribusi terhadap kesejahteraan penduduk setempat. Kabupaten Pesawaran merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki daerah endemis malaria dengan transmisi beragam (hypo, meso, dan high endemic). Tempat Perindukan Vektor (TPV) akibat ulah manusia (misal tambak terlantar, genangan air, dll) dan karena proses alam (laguna yang terbentuk akibat ombak) banyak ditemukan sepanjang garis pantai. Demikian juga kerusakan hutan mangrove yang semakin parah akibat dijadikan tambak.

8 Kegiatan penanggulangan malaria bersifat top down, lebih diutamakan pada manajemen kasus dan Mass Blood Survey (MBS) yang bertujuan menurunkan sumber penularan dengan melakukan pengobatan radikal terhadap semua penderita positif malaria. Ditambah lagi perilaku masyarakat tentang pencegahan malaria yang belum mendukung. Model promosi kesehatan yang dilakukan dengan metode penyuluhan, dimana yang menjadi penanggungjawab kegiatan adalah bidan di desa. Hasil penelitian pendahuluan terhadap 200 orang berusia dewasa di desa Sidodadi Kecamatan Teluk Pandan pada bulan Oktober sampai Desember 2013 didapatkan 85% responden sudah pernah terkena penyakit malaria dan belum mengerti serta belum menjalankan perilaku pencegahan malaria. Promosi kesehatan menurut pendapat mereka adalah penyuluhan yang dilakukan oleh puskesmas di posyandu atau balai desa. Rata-rata mereka menganggap penyakit malaria adalah biasa, penyakit karena musim dan makanan, mereka mencari pengobatan sendiri dengan cara membeli obat di warung, kalau dirasa penyakit sudah parah baru berobat ke puskesmas atau praktik dokter. Sebagian besar responden (80%) mengatakan kerugian akibat menderita penyakit malaria adalah tidak bisa mencari nafkah selama 3 sampai 5 hari, kehilangan pendapatan Rp. 100.000,- sampai Rp.200.000,-. Hasil wawancara dan pengamatan peneliti, masyarakat tidak melakukan upaya pencegahan dalam bentuk perilaku yang mendukung upaya pencegahan malaria seperti gotong royong menghilangkan TPV, menghindari timbulnya genangan air disekitar rumah, gotong royong memberantas sarang nyamuk dan jentik, menggunakan alat pelindung diri jika keluar rumah pada malam hari

9 (menggunakan baju dan celana panjang, sarung atau menggunakan zat penolak nyamuk oles atau repellent), tidur menggunakan kelambu, memasang kassa nyamuk sebagai pencegahan masuknya nyamuk kedalam rumah. Salah satu penyebab tidak langgengnya model promosi kesehatan pencegahan malaria selama ini adalah karena kemiskinan yang ada di masyarakat. Masyarakat lebih memilih bekerja dan mencari nafkah dibandingkan ikut dalam kegiatan promosi kesehatan. Melihat kondisi seperti ini dibutuhkan suatu model yang dapat meningkatkan perilaku pencegahan terhadap malaria, yaitu dengan memadukan program kesehatan dan kegiatan ekonomi produktif. Berdasarkan pengamatan dari hasil studi awal, diketahui beberapa masalah yang ditemukan antara lain keadaan lingkungan yang sudah given untuk penularan malaria, ditambah perilaku masyarakat yang tidak mendukung, walaupun demikian hal ini bisa diatasi dengan pemberdayaan masyarakat. Kalau masyarakat mau berbuat untuk kepentingan mereka sendiri, dengan berpartisipasi dan meningkatkan modal sosial yang ada di masyarakat dalam upaya pengendalian malaria, permasalahan malaria dapat diatasi, sedangkan untuk mempertahankan dan meningkatkan keberlanjutan dari upaya ini dengan empowerment berupa kegiatan ekonomi produktif berdasarkan kemampuan sumber daya manusia dan sumber daya alam yang ada di desa. Penelitian ini adalah penelitian terapan, dengan rancangan Participatory Action Research (PAR), yang merupakan proses dimana peneliti dan partisipan bekerja bersama secara sistematis dalam menggali dan menyelesaikan permasalahan (Koch and Kralik, 2006). Penelitian ini merupakan penelitian yang melibatkan secara aktif semua pihak yang relevan dalam mengkaji tindakan yang

10 sedang berlangsung (dimana pengalaman mereka sendiri sebagai persoalan) dalam rangka melakukan perubahan dan perbaikan ke arah yang lebih baik (Wafi, 2014). Oleh karena itu dalam penelitian ini dikembangkan intervensi pemberdayaan masyarakat berupa model promosi kesehatan AILA (Antisipatif Anti Malaria). Model promosi kesehatan ini mudah dilaksanakan karena kegiatan ini dipadukan dengan kegiatan sosial dan ekonomi yang rutin dilaksanakan oleh desa. Model ini murah karena untuk menggerakkan masyarakat tidak membutuhkan biaya yang tinggi. Dalam prosesnya masyarakat diajak berembug sehingga kegiatan yang dilakukan merupakan kesepakatan dan sesuai dengan kesiapan serta kebutuhan masyarakat setempat, jadi bersifat bottom up. Agar model promosi kesehatan ini bisa berkelanjutan, kegiatan pengendalian tempat perindukan vektor yang dilakukan merupakan kegiatan ekonomi produktif yang bisa mendatangkan penghasilan bagi masyarakat. Hal ini sesuai dengan tujuan pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals/sdgs) tahun 2030, yang merupakan sebuah kesatuan sistem pembangunan, tidak mementingkan satu isu tertentu, jadi merupakan integrasi pembangunan nasional. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan masalah pada penelitian ini adalah : 1.2.1 Bagaimana model promosi kesehatan AILA (antisipatif anti malaria) untuk pengendalian malaria di Kabupaten Pesawaran? 1.2.2 Apakah ada pengaruh model promosi kesehatan AILA terhadap peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku tentang pencegahan malaria di daerah endemik Kabupaten Pesawaran?

11 1.2.3 Apakah ada perbedaan hasil Masss Blood Survey (MBS) setelah dilakukan intevensi rmodel promosi kesehatan AILA di daerah endemik Kabupaten Pesawaran? 1.2.4 Apakah ada perubahan tipe modal sosial dalam rangka pemberdayaan masyarakat serta peningkatan ekonomi produktif setelah diintervensi model promosi kesehatan AILA di daerah endemik Kabupaten Pesawaran? I.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum : Mengidentifikasi model promosi kesehatan AILA (antisipatif anti malaria) dan mengkaji/menganalisis pengaruhnya dalam program pengendalian malaria di daerah endemik Kabupaten Pesawaran. 1.3.2 Tujuan Khusus : 1.3.2.1. Mengidentifikasi model promosi kesehatan AILA (antisipatif anti malaria) untuk pengendalian malaria di Kabupaten Pesawaran. 1.3.2.2. Menganalisis pengaruh model promosi kesehatan AILA terhadap peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku tentang pencegahan malaria di daerah endemik Kabupaten Pesawaran. 1.3.2.3. Menganalisis perbedaan hasil Masss Blood Survey (MBS) setelah dilakukan intevensi model promosi kesehatan AILA di desa intervensi dan desa kontrol Kabupaten Pesawaran.

12 1.3.2.4 Menganalisis perubahan tipe modal sosial dalam angka pemberdayaan masyarakat serta peningkatan ekonomi produktif setelah diintervensi model promosi kesehatan AILA terhadap peningkatan peran modal sosial dalam rangka pemberdayaan masyarakat serta peningkatan ekonomi produktif di daerah endemik Kabupaten Pesawaran. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1.Bagi Pembuat Kebijakan 1.4.1.1 Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi Kementrian Kesehatan yaitu kebijakan untuk memanfaatkan sumber daya lokal (dalam hal ini kepala keluarga sebagai fasilitator), sebagai suatu upaya yang strategis dalam membantu meningkatkan pelaksanaan pencegahan malaria dengan tindakan promotif preventif dan sebagai investasi pelaksanaan program kesehatan. 1.4.1.2 Model pemberdayaan ini bisa dipakai dengan memodifikasi dan menyesuaikannya untuk program lain yang berkaitan dengan pencegahan penyakit menular berbasis vektor nyamuk (seperti DBD, Filariasis, dll), mengingat peranan kepala keluarga sebagai fasilitator sangat dekat dengan masyarakar. 1.4.2.Bagi Ilmu Pengetahuan Untuk pengembangan keilmuan Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku, antara lain salah satu sarana untuk mempelajari dan mengetahui terjadinya proses perubahan perilaku pada masyarakat,

13 khususnya kepala keluarga dalam hal meningkatkan pelaksanaan pencegahan malaria dengan penggalian kearifan lokal sebagai modal sosial yang bisa menjadi potensi untuk dikembangkan dalam pembahasan keilmuan Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku 1.4.3.Bagi Masyarakat 1.4.3.1. Memberikan posisi dan peranan yang jelas pada kepala keluara sebagai fasilitator untuk menyampaikan pesan-pesan dan memfasilitasi kesehatan dalam rangka pencegahan malaria dengan meningkatkan ekonomi produktif 1.4.3.2. Masyarakat menjadi lebih mudah dalam mengakses pesan kesehatan khususnya malaria dengan pendekatan ekonomi produktif. 1.5 Potensi Kebaharuan / Novelty 1.5.1 Model Promosi Kesehatan AILA untuk pencegahan malaria di daerah endemic 1.5.2 Modul pelatihan promosi kesehatan AILA menuju desa sehat dan produktif 1.6 Potensi Jurnal 1.6.1 Model Promosi Kesehatan AILA untuk pencegahan malaria di daerah endemic 1.6.2 Modul pelatihan promosi kesehatan AILA menuju desa sehat dan produktif