BAB I PENDAHULUAN. kebutuhannya. Diantara kebutuhan tersebut adalah kebutuhan sosial. juga orang mengakhirinya dengan perceraian.

dokumen-dokumen yang mirip
Komitmen Pada Perkawinan Ditinjau dari Kepuasan dalam Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aji Samba Pranata Citra, 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial, sebagai kehendak Sang pencipta yang telah

BAB I PENDAHULUAN. tugas dan sumber-sumber ekonomi (Olson and defrain, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa

1. Pendahuluan KOMITMEN PADA PERKAWINAN (STUDI KASUS PADA PERKAWINAN GURU DI PURWOKERTO)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Beberapa dekade lalu, orang tua sering menjodohkan anak mereka dengan

BAB II TINJAUAN TEORITIS

Hubungan Religiusitas dengan Kepuasan Pernikahan pada Individu yang Menikah Melalui Ta aruf

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk

PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. matang baik secara mental maupun secara finansial. mulai booming di kalangan anak muda perkotaan. Hal ini terjadi di

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Seiring dengan berkembangnya zaman manusia untuk mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pernikahan menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 adalah ikatan lahir

BAB I PENDAHULUAN. melainkan juga mengikat janji dihadapan Tuhan Yang Maha Esa untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. adalah intimancy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk sosial, oleh karena itu manusia

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Purwadarminta (dalam Walgito, 2004, h. 11) menjelaskan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

INTUISI Jurnal Ilmiah Psikologi

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. orang umumnya mulai berpikir untuk berumah tangga dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan

BAB I PENDAHULUAN. parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

KOMITMEN PERNIKAHAN PADA PASANGAN SUAMI ISTRI YANG SUAMINYA MENGALAMI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Kepuasan Pernikahan

GAMBARAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA ISTRI YANG TELAH MENIKAH TIGA TAHUN DAN BELUM MEMILIKI ANAK KEUMALA NURANTI ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

PERBEDAAN PENYESUAIAN SOSIAL PASCA PERCERAIAN ANTARA WANITA BEKERJA DAN WANITA TIDAK BEKERJA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kasus perceraian bisa terjadi pada siapa saja, menurut Kepala

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS CINTA DAN KETERBUKAAN DIRI DENGAN KOMITMEN PERKAWINAN PADA PASANGAN SUAMI ISTRI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dewasa dikatakan waktu yang paling tepat untuk melangsungkan pernikahan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini, generasi muda khususnya remaja, telah diberikan berbagai disiplin ilmu sebagai persiapan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah masa dewasa muda. Pada masa ini ditandai dengan telah tiba saat bagi

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Manusia merupakan makhluk individu dan sosial. Makhluk individu

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk kebahagiaan dirinya dan memikirkan wali untuk anaknya jika kelak

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

SUSI RACHMAWATI F

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki pasangan akan selalu saling melengkapi satu sama lain.

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perasaan positif yang dimiliki pasangan dalam perkawinan yang memiliki makna

BAB I PENDAHULUAN. Tiba diriku di penghujung mencari cinta Hati ini tak lagi sepi Kini aku tak sendiri

BAB 1 PENDAHULUAN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN. sebuah hubungan keluarga. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Desa setempat:

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maupun dengan lawan jenis merupakan salah satu tugas perkembangan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bahasan dalam psikologi positif adalah terkait dengan subjective well being individu.

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. dengan proses pacaran dan proses ta aruf. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

BAB I PENDAHULUAN. Menikah dan kuliah sama pentingnya, secara sederhana bisa digambarkan,

PENGANTAR. kebiasaan, visi hidup, maupun strata pendidikan. Perbedaan dan keunikan masingmasing

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan generasi masa depan bangsa yang harus dijaga

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Menjalin sebuah hubungan yang serius untuk membentuk suatu

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Semakin maju peradaban manusia, maka masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. penuh kedamaian, kesejukan, dan ketenangan lahir batin dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. kebahagiaan seperti firman Allah dalam Qur`an Surat Al- Baqarah ayat 36

HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN SKRIPSI

Ani Yunita, S.H.M.H. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

BABI PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman, fenomena pernikahan dini kian lama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan impian setiap manusia, sebab perkawinan dapat membuat hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian

HASIL. Tabel 20 Sebaran nilai minimum, maksimum, rata-rata dan standar deviasi karakteristik keluarga Rata-rata ± Standar Deviasi

BAB I PENDAHULUAN. tua dapat setelah adanya pernikahan.keinginan mempunyai anak bagi setiap

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Para individu lanjut usia atau lansia telah pensiun dari pekerjaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. terdapat dalam Undang-Undang No. 1 Tahun Dalam pasal 1 ayat 1

BAB V PENUTUP. terhadap permasalahan kekerasan pasangan suami isteri, yakni: 1. Peran Pendeta sebagai Motivator terhadap Permasalahan Ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri, saling membutuhkan dan saling tergantung terhadap manusia lainnya. Dengan sifat dan hakekat itu, manusia selalu selalu untuk memenuhi kebutuhannya. Diantara kebutuhan tersebut adalah kebutuhan sosial. Untuk memenuhi kebutuhan sosialnya, maka mereka biasanya akan melakukan pernikahan. Melalui pernikahan individu beharap dapat memenuhi berbagai kebutuhannya, baik fisik, psikologis, maupun spiritualnya. Pada kenyataannya kehidupan dalam rumah tangga tidak selalulu harmonis. Dalam faktanya, meskipun pernikahan membawa kebahagiaan tapi banyak juga orang mengakhirinya dengan perceraian.. Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang ) Kehidupan Keagamaan Kementerian Agama (Kemenag) menyebutkan, angka perceraian di Indonesia lima tahun terakhir terus meningkat. Pada 2010-2014, dari sekitar 2 juta pasangan menikah, 15 persen di antaranya bercerai. Angka perceraian yang diputus pengadilan tinggi agama seluruh Indonesia tahun 2014 mencapai 382.231, naik sekitar 100.000 kasus dibandingkan dengan pada 2010 sebanyak 251.208 kasus. Oleh karena itu, terjadi pemudaran pemaknaan pernikahan seperti dipaparkan laporan riset Tren Cerai Gugat di Kalangan Muslim Indonesia. 1

2 Muhamarram dalam (Kompasiana,30 Juni 2015) memaparkan data di peroleh dari sampel pasangan suami-istri berusia maksimal 25 tahun dan telah menikah minimal selama lima tahun penelitian menunjukkan pasangan muda tak mengerti bahwa menikah berarti tanggung jawab terhadap sesama dan juga keluarga suami atau istri, Dari tahun ke tahun angka perceraian di jawa timur semakin meningkat. Pada tahun 2010 silam jumlah perceraian di seluruh pengadilan agama(pa) se-jatim masih mencapai angka 69.956. lalu tahun 2011 kasus perceraian naik hingga 6% selama rentan 2 tahun, kenaikannya malah mencapai 14 % sebab tahun 2012 lalu kasus perceraian yang terjadi 81.672 kasus papar Drs Shofrowi, SH,MH (jatim.kemenag.go.id/file/file/mimbar319/cvdw1364437394.pdf) Data Perceraian Se-jawa Timur 84 82 80 78 76 74 72 70 68 66 64 2010 2011 2012 data Column2 Column1 Baru-baru ini salah satu berita media online, membahas bahwa Surabaya pecahkan rekor tertinggi dalam kasus perceraian di Jawa Timur. Padahal sebelumnya, pada tahun 2010 angka perceraian sempat dipegang

3 kota Kembang, Bandung dengan angka mencapai 84.084 perceraian. Ketika itu Surabaya menduduki posisi runner up dengan kasus perceraian mencapai 68.092. Demikianlah data yang diperoleh dari Badan Peradilan Agama (Badilag), Mahkamah Agung (MA). (news-meraputih-nasional. Rabu,21 Januari 2015) Perceraian masih menjadi agenda besar bagi pengadilan agama (PA) Surabaya. Kelas 1-A Surabaya pada 2015 permohonan cerai yang masuk pengadilan mencapai 5.9996. Mulai januari-akhir desember 2015, Rahmaniyah menyatakan banyak faktor yang mempengaruhi untuk mengajukan perceraian. Mulai dari hak mereka yang tidak terpenuhi, ekonomi hingga gangguan dari pihak ketiga. (jawa pos 1 januari 2016) Dari sejumlah pernikahan yang bertahan, kualitasnya pun di temukan tidak terlalu baik banyak orang yang sekedar bertahan karena merasa bertanggung jawab dalam kehidupn pasangan kelak jika di tinggalkan. Ada pula yang merasa harus setia dengan janji perkawinan yang telah di ucapkan. Alasan-alasan lain yang struktural sifatnya misalkan menjaga nama baik, ajaran agama yang melarang perceraian, dan memikirkan dampak negatif perceraian terhadap anak. Bagi istri yang tidak bekerja, kondisi finansial menjadi salah satu faktor penting yang membuatnya bertahan. Perempuan umumnya juga lebih bertahan karena tidak ingin menyandang predikat janda yang masih negatif di mata masyarakat. Disinilah penting untuk memahami arti sebuah komitmen perkawinan. (Taylor E. Shelley dkk. 2009:351). Pernikahan yang berhasil

4 tampaknya menekankan pada pertemanan, komitmen, kepercayaan, dukungan sosial, kesamaan dan kebutuhan tekad yang konsisten untuk menciptakan afek yang positif dalam Adam & johannee (1997) dalam Baron & byrne (2005) Menurut David & Rusbult (dalam Baron & byrn e, 2005) jika pasangan pernikahan lebih mengindikasikan kesamaan yang sesuai dengan kenyataan yang lebih sedikit kesamaan yang di asumsikan dari pada pasangan kencan, hal ini memberi kesan bahwa banyak pasangan membuat keputusan yang relative bijaksana dan realistis sebelum memutuskan untuk menikah, juga benar jika dua orang yang berkomitmen pada suatu hubungan cenderug menggeser sikap mereka menuju kesamaan yang semakin besar. Komitmen merupakan faktor penting dalam pernikahan yang sehat. Komitmen memberikahan perasaan bagi suami istri untuk dapat bertahan dari setiap masalah dalam pernikahan. Dari beberapa penelitian salah satunya Wulandari (2010) komitmen adalah faktor penting yang mendukung keberhasilan sebuah pernikahan. Komitmen merupakan konstruk yang berguna dan bermanfaat dalam menjelaskan perkembangana dan keberlangsungan hubungan, baik yang fungsional maupun disfungsional. Komitmen pernikahan adalah pengalaman dari pasangan suami istri yang bersama-sama untuk tetap mempertahankan pernikahannya sebagai fungsi, bagian, dan interaksinya (Thompson & Webb, 2004). Komitmen pada pasangan suami istri sejak dahulu diakui sebagai prediktor

5 terkuat dalam menjaga stabilitas pernikahan (Clements & Swenson, dalam Lambert & Dollahite, 2008), oleh karenanya komitmen dijadikan sebagai strategi dalam melanjutkan hubungan dengan penuh usaha dan biaya. Selain itu komitmen juga mengalami perubahan bahkan dari awal pernikahan sampai yang sudah menjalani hubungan dalam waktu yang lama (Burgoyne, Reibstein, Edmunds, & Routh, 2010) Menurut warga sekitar pada tanggal 4 agustus 2016 berdasarkan observasi yang peneliti lakukan, beberapa pasangan dapat bertahan lama sampai mereka tua, mereka selalu memiliki waktu bersama baik di dalam rumah maupun diluar rumah, adanya komitmen yang kuat sehingga mendasari suatu hubungan agar pasangan mereka tidak lagi tertarik dengan orang lain di luar hubungan. Mulai Desember akhir 2015 cerai gugat yang dilayangkan kubu istri mencapai 4.010 gugatan. Gugatan dari pihak perempuan jumlahnya lebih banyak dari pada pihak laki-laki. Banyak faktor yang mempengaruhi perempuan berani mengajukan perceraian salah satunya hak mereka yang tidak terpenuhi oleh suami. Mulai masalah ekonomi hingga pihak ketiga terus bertambah. Bahkan banyak gugatan cerai yang diajukan dengan alasan perselingkuhan. Bukan hanya laki-laki yang memiliki wanita idaman. Para istripun banyak yang diceraikan gara-gara pria idaman lain. (Jawa Pos, 1 januari 2016) Komitmen di pengaruhi oleh kekuatan daya tarik pada patner atau hubungan tertentu. Jika kita suka pada orang lain, menikmati

6 kehadirannya. Dan merasa orang itu ramah dan gaul, maka kita akan termotivasi untuk meneruskan hubungan kita dengan dia, dengan kata lain, komitmen akan lebih kuat jika kepuasannya tinggi.(rusbutl & Van Lange,1996) dalam Taylor E. Shelley dkk. (2009:350). Selama ini komitmen pernikahan dipahami sebatas tingkat keinginan seseorang untuk bertahan dalam pernikahannya. Padahal menurut Johnson (1991) dalam Wulandari (2014) penggagas teori komitmen pernikahan dari the Pennsylvania State University, komitmen perkawinan perlu dipahami dalam tiga bentuk. Pertama komitmen personal, kedua komitmen moral, ketiga Komitmen structural. Meskipun Johnson menganggap ketiga komitmen ini dapat berdiri sendiri, menarik untuk melihat kaitannya satu sama lain. Orang-orang yang sekedar bertahan karena alasan tersebut adalah orang yang memiliki komitmen moral dan komitmen structural yang tinggi, namun komitmen personalnya rendah. Komitmen moral dan komitmen structural memegang kunci ketika seseorang hendak memutuskan untuk bercerai. Kedua komitmen tersebut dapat membuat pasangan menghindari perceraian, namun memiliki keduannya tidak menjamin kebahagian pernikahan. Kedua komitmen tersebut hanya menurunkan probabilitas terpilihnya perceraian sebagai solusi. Orang yang memiliki keduanya tetapi tidak memiliki komitmen personal, akan mengeluhkan betapa kering pernikahan mereka. Masing-masing pihak merasa tidak puas dengan pasangan dan hubungan pernikahan tersebut dan pada akhirnya hubungan ini menjadi

7 rentan terhadap perselingkuhan. Hal ini karena seseorang yang puas dengan kehidupan pernikahannya, akan lebih mungkin berkomitmen dengan pernikahannya. Menjaga komitmen personal berarti menjaga kepuasan hubungan. Kepuasan bersifat subjektif dan tergantung pada masing-masing pasangan. Faktor yang mempengaruhi perkembangan komitmen pernikahan dalam hubungan pernikahan adalah kualitas alternative, besarnya investasi, dan tingkat kepuasan dalam pernikahan. (Rusbult, 1980, 1983) dalam Taylor E. Shelley dkk. ( 2009:351). Beberapa penelitian juga menunjukkan ada hubungan yang positif dan signifikan antara kepuasan dalam pernikahan dengan komitmen pada pernikahan (Wulandari, 2014). Kepuasan pernikahan adalah suatu perasaan yang subjectif akan kebahagiaan, kepuasan dan pengalaman menyenangkan yang dialami oleh masing-masing pasangan suami istri dengan mempertimbangkan keseluruhan aspek dalam pernikahan. Burgess dan Locke (1960) dalam Ardhianita dan Andayani 2004 kepuasan merupakan suatu hal yang dihasilkan dari penyesuaian antara yang terjadi dengan yang diharapkan, atau perbandingan dari hubungan yang actual dengan pilihan jika hubungan yang akan di jalani akan berakhir. Dalam suatu pernikahan seseorang akan menghadapi suatu permasalahan serta konflik yang harus dihadapi dan di selesaikan (wardhani, 2012).

8 Pernikahan dapat saja langgeng selamanya atau dapat juga bercerai di tengah perjalannya. Suatu pernikahan akan berhasil tentulah akan diharapkan setiap pasangan. Ada beberapa kriteria yang dicetuskan para ahli dalam mengukur keberhasilan pernikahan. Kriteria itu antara lain awetnta suatu hubungan pernikahan, kebahagiaan suami istri, kepuasan pernikahan, penyesuaian seksual, penyesuaian pernikahan, dan kesatuan pasangan (Ardhianita dan Andayani, 2004) Sebagian besar individu mencari dan menikahi seseorang yang berbagi lebih banyak kesamaan dari pada perbedaan personality, kepentingan dan kecenderungan perilaku. Kepuasan pernikahan ditingkatkan dengan pilihan seperti itu karena ketika pasangan memiliki banyak kesamaan, kemungkinan konflik dan berakhirnya pernikahan relative rendah, jika suatu pasangan mempunyai versi yang cukup tinggi dalam suatu hal dan rendah dalam versi yang lain, maka pasangan tersebut memiliki kecenderungan kepuasan yang cukup rendah dalam pernikahan.(buss,1999) dalam Burpee, L. C dan Ellen J. L (2005).. Kepuasan pernikahan merupakan hal yang penting karena ketika kepuasan pernikahan tidak tercapai salah satu dampaknya adalah perceraian. Dalam (Surya, 2013). Semua hubungan akan memiliki mengalami masalah dan kadang mengecewakan. Cara kita merespone kekecewaan akan menjadi sebab sekaligus akibat dari kepuasan dan komitmen kita. Ada bukti bahwa patner yang bahagia dan berkomitmen saling memperlakukan pasangan dengan cara yang berbeda dengan patner

9 yang tak bahagia. Cara patner merespon kekecewaan akan berdampat pada kebahagiaan mereka dimasa depan dan pada kelangsungan hubungan mereka.(taylor E. Shelley dkk. 2009). Ini teori berbagi asumsi komitmen yang merupakan isu utama dalam memahami mengapa beberapa hubungan bertahan dan lainnya tidak. Menurut warga sekitar pada tanggal 4 agustus 2016 berdasarkan observasi sebagian besar pasangan yang dapat bertahan dalam pernikahan adalah mereka para pasangan bisa menjaga komunikasi dengan baik, keterbukaan satu sama lain sehingga bisa memperkuat ikatan dalam suatu hubungan, ekonomi yang stabil serta hubungan seksual yang sehat. Meningkatkan kepuasan dalam suatu hubungan. Oleh sebab itu peneliti ingin membuktikan adanya hubungan kepuasan pernikahan dengan komitmen pernikahan pada pasangan dewasa awal secara ilmiah. Harapannya hasil penelitian ini dapat menjadikan masukan bagi mahasiswa psikologi dalam bersikap dan berperilaku di tengah kehidupan masyarakat. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan, maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah Apakah terdapat hubungan kepuasan pernikahan dengan komitmen pernikahan pada pasangan dewasa awal?

10 C. Tujuan Penelitian Dengan dilakukannya penelitian ini, terdapat tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti yakni untuk mengetahui hubungan kepuasan pernikahan dengan komitmen pernikahan pada pasangan dewasa awal D. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi: 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dalam pengembangan ilmu psikologi, khususnya bidang psikologi sosial mengenai permasalahan yang diteliti, baik bagi peneliti maupun pihak lain, sebagai bahan referensi dalam peneliti dan mengkaji tentang masalah yang terkait dengan penelitian ini. 2. Manfat Praktis a. Bagi Penulis Penelitian ini diharapkan memberikan wawasan, kontribusi dan pengetahuan yang lebih bagi penulis sehingga bisa menambah ilmu yang dimiliki, khusunya tentang penelitian-penelitian yang berhubungan dengan kepuasan pernikahan pada pasangan. b. Bagi akademis

11 Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi acuan atau referensi untuk peneliti-peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan penelitian ini. c. Bagi Institusi yang terkait Memberikan kontribusi bagi intitusi tentang hubungan kepuasan pernikahan dengan komitmen pernikahan pada pasangan dewasa awal E. Keaslian Penelitian Guna melengkapi, penulis menggunakan pijakan dan kajian dari penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan masalah yang sama dengan kajian penulis, yaitu tentang kepuasan pernikahan dan komitmen pernikahan pada dewasa awal. Penelitian yang dilakukan tersebut antara lain dilakukan oleh: Wardhani (2012), yang meneliti self disclosure dan kepuasan perkawinan pada istri diusia awal perkawinan. Penelitian ini menjelaskan tentang gambaran mengenai hubungan antara self disclosure dan kepuasan perkawinan pada istri diusia awal perkawinan. tujuan penelitian ini mengetahui pengaruh self disclosure suami, melalui persepsi istri terhadap self disclosure suami. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif uji kolerasi, Subjek yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 67 orang yaitu subjek yang memiliki usia 18-35 tahun dengan usia perkawinan 5 tahun pertama.

12 Sedangkan subjek yang di gunakan dalam melakukan surve awal berjumlah 50. Hasil penelitian ini bahwa self disclosure istri dan persepsi istri terhadap self disclosure suami tidak bias dipisahkan satu sama lain. Hal tersebut menunjukkan istri lebih merasakan kepuasan perkawinan ketika ia merasa suami memiliki keterbukaan terhadap dirinya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa self disclosure memiliki hubungan yang signifikan dengan kepuasasn perkawinan pada istri di usia awal perkawinan. Surya (2013) yang meneliti, kepuasan perkawinan istri ditinjau dari tempat tinggal. Penelitian ini menjelaskan tentang gambaran Perbedaan kepuasan perkawinan stri ditinjau dari tempat tinggal yaitu tempat tinggal dengan mertua dan tinggal sendiri. Subjek penelitian ini adalah istri-istri pada usia dewasa awal (23-40 tahun) dan bertempat tinggal dirumah mertua dan tinggal dirumah sendiri. Metode pengumpulan subjek snowball dan pengambilan data menggunakan angket yang diadaptasi dari ENRICH Marital Satisfaction yang digunakan oleh Tommey (2002). Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedan kepuasan dari subjek yang tinggal dengan mertua dan subjek tinggal sendiri. Kepuasan perkawinan pada kedua kelompok subjek tergolong tinggi, status tinggal dengan mertua ini membuat mertua terlibat dalam rumah tangga subjek dan memunculkan konflik dengan mertua namun sikap suami menjadi penengah dalam konflik tersebut juga membuat kepuasan perkawinan

13 tinggi, selain itu keterlibatan mertua tidak selalu membawa dampak negative namun dengan adanya mertua pasangan terbantu secara finansial juga pengasuhan anak. Rahman (2015) yang meneliti Komitmen Pernikahan pada Anggota Majelis Ta lim (X) kabupaten Bandung, Studi deskriptif mengenai gambaran komitmen pernikahan pada majlis ta lim X kabupaten bandung. penelitian ini menjelaskan tentang Komitmen Pernikahan. diman peneliti menyebutkan pernikahan dengan sistem perjodohan memiliki tingkat keberhasilan lebih tinggi dari pada pasangan yang berpacaran sebelumnya.dikabupaten bandung terdapat sebuah komunitas keagamaan yang mengusung program ta aruf dan meskipun dalam pernikahannya banyak menemukan masalah namun semua anggotanya tidak bercerai yaitu majlis ta lim X. metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan jumlah 7 pasangan atau 14 sanpel anggota majlis ta lim x. Hasil penelitian menggambarkan bahwa dari empat belas subjek yang di teliti terdapat tiga belas subjek yang memiliki komitmen personal tinggi, komitmen moral tinggi dan komitmen structural tinggi, komitmen moral tinggi dan komitmen structural rendah Wulandari (2014) yang meneliti Komitmen pada Perkawinan ditinjau dari Kepuasan dalam Pernikahan. Penelitian ini menjelaskan tentang Hubungan antara Kepuasan dalam Perkawinan dengan komitmen pada Perkawinan metode yang digunakan dalam penelitian

14 ini adalah metode Kuantitatif. Penelitian ini melibatkan 77 orang responden. Data dikumpulka menggunakan skala kepuasan dalam perkawinan dan skala komitmen pada perkawinan. Data kemudian dianalisis menggunakan kolerasi product moment. Hasil dari penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan positif dan signifikan antara kepuasan dalam perkawinan dengan komitmen pada komitmen perkawinan. Variabel kepuasan dalam perkawinan mempunyai sumbanagan efektif sebesar 0.30 atau sebesar 30 % terhadap komitmen dalam perkawinan. Hasil review dari beberapa jurnal penelitian tentanng variabel kepuasan pernikahan dan komitmen pernikahan menunjukkan bahwa ke dua variabel tersebut sudah menjadi tema penelitian yang umum dan banyak dilakukan, namun penelitian ini memiliki perbedaanperbedaan dari penelitian sebelumnya yakni terletak pada setting, dasar teori, subjek penelitian, instrument penelitian, serta analisis data. Dalam penelitian sebelumnya sebagian berhubungan dengan variabelvariabel lain yang di teliti sedangkan dalam penilitian ini berfokus pada analisa dua variabel, yakni kepuasan pernikahan dengan komitmen pernikahan. dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua variabel yang dijadikan penelitian yaitu Kepuasan pernikahan sebagai variabeel (x) dan Komitmen Pernikahan sebagai variabel (y) dan subjeknya

15 mengarah pada pasangan dewasa awal. Penelitian sebulumya juga menggunakan subjek dewasa awal tapi tidak di jelaskan dewasa awal lebih detail. dalam Penelitian ini di jelaskan dewasa awal lebih detail seperti pengertian dewasa awal, tugas-tugas-tugas dewasa awal, dan ciri-ciri dewasa awal. Penelitian ini menggunakan metode Kuantitatif dengan teknik pengambilan sampel Purposif sampling dan menggunakan kolersi product moment. Penelitian ini dilakukan karena pentingnya kepuasan pernikahan dan komitmen pernikahan dalam sebuah hubungan pernikahan. Dalam setiap hubungan antara suami dan istri berharap dapat memenuhi kebutuhan baik fisik, psikis maupun spiritual, seperti harus merasa nyaman, merasa dilindungi, dicintai, dibutuhkan serta diperhatikan, sehingga setiap pasangan bias merasa terlepas dari keterasingan yang dirasakan sebelum menikah. Kenyaataan yang sering terjadi justru pasangan pernikahan lebih sering tidak mengembangkan pola komunikasi dengan baik, sehingga terjadi ketidak harmonisan dalam hubungan Banyaknya angka perceraian di berbagai wilayah Indonesia, salah satunya di surabaya yang baru-baru ini pecahkan rekor perceraian tertinggi di jawa timur.