BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gaya kepemimpinan suatu organisasi merupakan salah satu faktor lingkungan intern yang sangat jelas mempunyai pengaruh terhadap perumusan kebijaksanaan dan penentuan strategi organisasi yang bersangkutan. Hal ini penting mendapat perhatian karena seorang pemimpin dalam menjalankan tugasnya memperhatikan bentuk sikap yang berbeda. Gaya kepemimpinan dalam dunia bisnis berpengaruh kuat terhadap jalannya organisasi dan kelangsungan hidup organisasi. Peran kepemimpinan yang sangat strategis penting bagi pencapaian misi visi dan tujuan suatu organisasi, merupakan salah satu motif yang mendorong seseorang untuk selalu menyelidiki seluk-beluk yang terkait dengan kepemimpinan. Kualitas dari seorang pemimpin seringkali dianggap sebagai faktor terpenting keberhasilan atau kegagalan organisasi (Robbins, 2002). Gaya kepemimpinan sangat strategis dan penting dalam sebuah organisasi sebagai salah satu penentu keberhasilan dalam pencapaian misi, visi dan tujuan suatu organisasi. Tantangan dalam mengembangkan strategi organisasi yang jelas terutama terletak pada organisasi disatu sisi dan tergantung pada pemimpin. Pernyataan ini dipertegas oleh Hutson (2005) yang menyatakan bahwa keberhasilan seorang manajer pada masa yang akan datang ditentukan oleh kemampuan untuk mengenal perilaku bawahannya. Kesesuaian antara gaya kepemimpinan, norma-norma dan kultur organisasi dipandang sebagai suatu pra syarat kunci untuk kesuksesan prestasi tujuan organisasi
(Yukl, 2001). Pimpinan dalam memberikan perhatian untuk membina, menggerakkan dan mengarahkan potensi pegawai dilingkungannya memiliki pola yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Perbedaan itu disebabkan oleh gaya kepemimpinan yang tidak sama masing-masing dari setiap pemimpin. Kepemimpinan merupakan salah satu isu dalam manajemen yang masih cukup menarik untuk diperbincangkan hingga dewasa ini serta kepemimpinan masih menjadi topik yang menarik untuk dikaji dan diteliti, karena paling sering diamati namun merupakan fenomena yang sedikit dipahami. Fenomena gaya kepemimpinan menjadi sebuah masalah menarik dan berpengaruh besar dalam kehidupan berorganisasi. Keberhasilan atau kegagalan suatu organisasi baik yang berorientasi bisnis maupun publik, biasanya dipersepsikan sebagai keberhasilan atau kegagalan pemimpin. Begitu pentingnya peran pemimpin sehingga isu mengenai pemimpin menjadi fokus yang menarik perhatian para peneliti bidang perilaku keorganisasian. Pemimpin memegang peran kunci dalam memformulasikan, mengimplementasikan strategi organisasi (Nimran, 2000). Pemimpin organisasi dapat mempengaruhi perilaku dengan cara menciptakan sistem dan proses organisasi yang sesuai kebutuhan, baik kebutuhan individu, kebutuhan kelompok maupun kebutuhan organisasi dan membawa konsekuensi. Pimpinan berkewajiban memberikan perhatian sungguh-sungguh untuk membina, menggerakkan, mengarahkan potensi karyawan di lingkungannya agar terwujud volume dan beban kerja yang terarah pada suatu tujuan (Siagian, 2002). Pemimpin memiliki otoritas dalam hal merencanakan, mengarahkan, mengkoordinasikan, dan mengawasi perilaku karyawan (Davis, 2001). Pemimpin organisasi dapat mempengaruhi perilaku dengan cara menciptakan sistem dan proses
organisasi yang sesuai kebutuhan, baik kebutuhan individu, kebutuhan kelompok maupun kebutuhan organisasi. Kepemimpinan menggambarkan hubungan antara pemimpin (leader) dengan yang dipimpin (follower) dan bagaimana seorang pemimpin mengarahkan follower akan menentukan sejauh mana follower mencapai tujuan atau harapan pimpinan. Setiap individu dalam organisasi tidak lepas dari hakekat nilai-nilai budaya serta keadaan iklim organisasi yang akhirnya akan bersinergi dengan perangkat organisasi, teknologi, sistem, strategi dan gaya kepemimpinan. Litwin (1998) menyatakan bahwa iklim organisasi merupakan kualitas lingkungan internal yang secara relatif terus berlangsung dialami oleh anggota organisasi serta mempengaruhi perilaku setiap anggotanya. Pengaruh iklim organisasi dapat bersifat positif dan bersifat negatif, misalnya ruang kerja yang tidak baik, hubungan atasan dan bawahan yang konflik, stres kerja yang tinggi dikarenakan terlalu banyak jam lembur. Sebaliknya jika karyawan bekerja diruangan yang nyaman dan bersih, hubungan atasan dan bawahan yang kondusif serta birokrasi yang longgar akan menimbulkan sikap positif, stres kerja yang rendah sehingga meningkatkan kinerja dan kepuasan kerja yang tinggi. Iklim organisasi dapat memberikan suatu dinamika kehidupan dalam organisasi dan berpengaruh terhadap sumber daya manusianya (Shadur, et.al., 1999). Elemen-elemen seperti sikap, nilai-nilai serta motif yang dimiliki setiap karyawan mempunyai peranan penting dalam proses konseptual iklim organisasi. Selain itu, iklim organisasi dirasakan sebagai suatu yang bermanfaat bagi kebutuhan individu, misalnya iklim yang memperhatikan kepentingan pegawai, antar pegawai adanya hubungan yang harmonis dan berorientasi pada prestasi, maka dengan demikian
dapat diharapkan bahwa tingkat prilaku pegawai atau pegawai yang mengarah pada tujuan kebutuhan dan motivasi pribadi itu tinggi. Kepuasan kerja atau job satisfication adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan para karyawan memandang pekerjaannya (Siagian, 2002). Kepuasan kerja karyawan tidak bisa dilepaskan dari kenyataan bahwa kepuasan kerja karyawan dapat dicapai apabila semua harapannya dapat dipenuhi dalam melaksanakan tugas pekerjaannya. Kepuasan kerja merupakan refleksi dari perasaan dan sikap individu terhadap pekerjaannya, yang merupakan interaksi antara yang bersangkutan dengan lingkungan kerjanya (Robbins, 2002). Individu dengan kepuasan kerja diharapkan akan mengeluarkan seluruh kemampuan dan energi yang dimiliki untuk menyelesaikan pekerjaan, sehingga dapat menghasilkan kinerja yang optimal bagi perusahaan. Ini menunjukkan bahwa kepuasan kerja selain sebagai variable bebas juga dapat sebagai variabel tidak bebas. Hutson (2005) menyatakan bahwa kepuasan kerja juga penting untuk aktualisasi diri, karyawan yang tidak mampu memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah mengalami kematangan psikologis. Robbins (2002) menyimpulkan bahwa seorang pegawai yang puas menyebabkan peningkatan produktifitas karena, berkurangnya kemangkiran, terus bekerjanya seorang pegawai yang baik, dan berkurangnya jumlah perilaku yang merugikan perusahaan. Pegawai yang puas memerlukan lebih sedikit biaya kesehatan dan asuransi jiwa, dan masyarakat umum juga diuntungkan karena kepuasan dalam bekerja akan mempengaruhi kepuasan diluar kerja. Kesempatan mendapatkan promosi dan kesempatan promosi jabatan memiliki efek terhadap kepuasan kerja (Yukl, 2001). Kemampuan supervisor dalam memberikan bantuan teknis dan dukungan perilaku pada pegawai dapat
menumbuhkan kepuasan kerja bagi karyawan, demikian pula iklim partisipatif yang diciptakan oleh atasan pada situasi kerja dapat memberikan pengaruh yang substansial terhadap keupasan kerja pegawai (Robbins, 2002). Peningkatan kinerja terjadi jika organisasi bergerak dari pendekatan berorientasi kontrol tradisional terhadap manajemen tenaga kerja yang terletak pada perintah, melaksanakan kontrol dan mencapai efisiensi dalam penerapan tenaga kerja (Siagian, 2002). Sedangkan kinerja menurut Prawirosentono (2000) adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenangnya dan tanggung jawabnya masing-masing untuk mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum, dan sesuai dengan moral maupun etika. Penilaian kinerja terhadap karyawan biasanya didasarkan pada job description yang telah disusun oleh organisasi. Dengan demikian, baik buruknya kinerja karyawan dilihat dari kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Sumber ketidakpuasan kerja yang lain adalah sistem imbalan yang dianggap tidak adil menurut persepsi pegawai. Gaji yang diterima oleh setiap karyawan mencerminkan perbedaan tanggung jawab, pengalaman, kecakapan maupun senioritas. Selain itu, sistem karir yang tidak jelas serta perlakuan yang tidak sama dalam reward maupun punishment juga merupakan sumber ketidakpuasan pegawai, tidak terdapatnya penghargaan atas pengalaman dan keahlian serta jenjang karir dan promosi yang tidak dirancang dengan benar dapat menimbulkan sikap apatis dalam bekerja karena tidak memberikan harapan lebih baik di masa depan. Karir dan promosi yang tidak dirancang dengan benar pada jasa perbankan tidak hanya menyajikan pelayanan yang bersifat kualitas tetapi kuantitas jumlah
produk perbankan yang diberikan kepada nasabah merupakan salah satu indikator untuk mengukur tingkat kinerja pegawai. Aktualisasi setiap karyawan terhadap pekerjaannya ditentukan oleh tingkat kualitas pekerjaan dan kuantitas nya (Dessler, 2000). Indikator permasalahan yang terjadi didalam lingkungan kerja Bank Mandiri tersebut terlihat pada: tingginya tingkat absensi sampai dengan 15 persen (15%), menurunnya tingkat keakraban terhadap nasabah perioritas, turunnya kinerja kerja karyawan ditunjukkan banyaknya laporan kerja bulanan yang tertunda dibulan berikutnya, ketidakharmonisan diantara karyawan dikarenakan tingkatan karyawan dasar dengan officer tidak sejalan dengan keinginan pimpinan serta menurunnya tingkat produktivitas kerja penjualan produk Bank Mandiri dikarenakan karyawan tidak kompeten dibidangnya. Disini pimpinan perlu mengetahui apa yang menjadi kebutuhan keryawannya terutama dalam hubungan antara karyawan tersebut dengan pekerjaanya sehingga peningkatan kinerja akan terjadi. Berkenaan dengan hal tersebut, penelitian ini ingin mengkaji lebih mendalam pada suatu kajian penelitian yang berjudul, Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Iklim Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan dengan Kepuasan Kerja Sebagai Variabel Intervening (Studi Pada Bank Mandiri Cabang Gresik). 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini disusun atas rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apakah gaya kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan Bank Mandiri Cabang Gresik? 2. Apakah gaya kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan Bank Mandiri Cabang Gresik?
3. Apakah iklim organisasi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan karyawan Bank Mandiri Cabang Gresik? 4. Apakah iklim organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan Bank Mandiri Cabang Gresik? 5. Apakah kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan Bank Mandiri Cabang Gresik? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Untuk menguji pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja karyawan Bank Mandiri Cabang Gresik. 2. Untuk menguji pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan Bank Mandiri Cabang Gresik. 3. Untuk menguji pengaruh iklim organisasi terhadap kepuasan karyawan Bank Mandiri Cabang Gresik. 4. Untuk menguji pengaruh iklim organisasi terhadap kinerja karyawan Bank Mandiri Cabang Gresik. 5. Untuk menguji pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan Bank Mandiri Cabang Gresik. 1.4 Kegunaan Penelitian 1. Pengembangan teori Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperdalam ruang lingkup pembahasan dan pengembangan ilmu perilaku organisasi, khususnya mengenai gaya kepemimpinan, iklim organisasi serta kinerja atau prestasi kerja karyawan. 2. Bidang terapan
1) Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi aktual yang dapat dimanfaatkan oleh organisasi atau perusahaan untuk mengembangkan strategi kebijaksanaan yang tepat dan terpadu dalam mendorong peningkatan kinerja karyawan, guna menunjang keberhasilan pencapaian tujuan organisasi. 2) Memberikan konstribusi akademis kepada berbagai pihak yang berminat dalam pengembangan SDM pada umumnya, khususnya tentang arti dan pentingnya pengaruh gaya kepemimpinan dan iklim organisasi dalam rangka meningkatkan kinerja karyawan. 3) Sebagai bahan informasi dan pertimbangan bagi penelitian berikutnya yang ingin mengkaji lebih mendalam mengenai kinerja karyawan serta faktorfaktor yang mempengaruhinya.