BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan salah satu wujud nyata secara partisipasi dalam rangka ikut membiayai pembangunan nasional. Adapun definisi pajak menurut UU KUP No. 16 tahun 2009, Pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dan menurut Soemitro dalam buku Mardiasmo (2009) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran. 2.1.2 Definisi Pajak Pertambahan Nilai Menurut UU No. 42 Tahun 2009, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas penyerahan barang kena Pajak ataupun Jasa Kena Pajak didalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha pajak. 7
2.1.3 Legal Karakter Pajak Pertambahan Nilai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menggantikan peranan Pajak Penjualan (PPn) di Indonesia karena PPN mempunyai beberapa karakter positif yang tidak dimiliki oleh PPn. Legal karakter PPN Indonesia yang dapat dirinci dan diuraikan sebagai berikut : 1) Pajak Tidak Langsung 2) Pajak Objektif 3) Multi Stage Levy 4) Non Cumulative 5) Indirect Substraction/credit/invoice method 6) Tarif Tunggal 7) Pajak atas konsumsi dalam negeri 8) Consumption type VAT 2.1.4 Subjek Pajak Pertambahan Nilai Menurut Resmi (2011: 5) PPN merupakan pajak tidak langsung, artinya pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dialihkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Pihak-pihak yang mempunyai kewajiban memungut, menyetor, dan melaporkan PPN terdiri atas: 1) Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean dan melakukan ekspor BKP Berwujud/Barang Kena Pajak Tidak Berwujud/Jasa Kena Pajak. 2) Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. 8
3) Orang Pribadi atau Badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar daerah. 4) Orang Pribadi atau Badan yang melakukan impor Barang Kena Pajak. 5) Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penjualan barang yang menurut tujuan semula tidak untuk dijual. 2.1.5 Obyek Pajak Pertambahan Nilai Menurut Waluyo (2011: 16) Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas: 1) Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha; 2) Impor Barang Kena Pajak; 3) Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha; 4) Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. 5) Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; 6) Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; 7) Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan 8) Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak. 2.1.6 Pengertian Pajak Masukan Pajak masukan adalah pajak yang seharusnya sudah dibayar Pengusaha Kena Pajak (PKP) karena perolehan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) 9
di dalam daerah pabean dan atau pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean dan atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean. Pengusaha Kena Pajak, sering disebut PKP adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN) 1984 dan perubahannya, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Tata cara umum Pajak Pertambahan Nilai adalah pengusaha kena pajak mengurangkan atau mengkreditkan pajak masukan dalam suatu masa dengan pajak keluaran dalam masa pajak yang sama. Apabila dalam masa pajak tersebut lebih besar pajak keluaran, kelebihan pajak keluaran harus disetorkan ke kas negara. Sebaliknya, apabila dalam masa pajak tersebut pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran, kelebihan pajak masukan dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya atau dimintakan restitusi. Dalam tata cara umum tersebut, jumlah yang harus dibayarkan oleh pengusaha kena pajak berubah-ubah sesuai dengan pajak masukan yang dibayarkan dan pajak keluaran yang dipungut dalam suatu masa pajak. 2.1.7 Pengertian Pajak Keluaran Pajak keluaran ialah pajak yang dikenakan ketika subjek pajak melakukan penjualan terhadap Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang tergolong dalam barang mewah. Sebagai salah satu jenis pajak, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) seringkali disebut sebagai pajak objektif. Pada PPN, hal yang pertama kali ditekankan adalah objek pajak yang akan dikenakan. Kemudian, subjek pajak yang terkena. Misalnya, barang-barang mewah, kendaraan mewah, dan sebagainya. Yang pertama dikenakan adalah tarif pada tiap-tiap barang tersebut. Kemudian, 10
barulah wajib pajak pengonsumsi barang tersebut yang dikenai beban pajaknya sehingga wajib pajak tersebut disebut sebagai subjek pajak. Dalam pengenaan pajak terhadap subjek pajak tersebut, terdapat dua kategori. Yaitu, pajak keluaran dan pajak masukan. Dalam hal ini, subjek pajak yang dimaksud adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan transaksi jual beli barang. Artinya, PKP mengambil atau memungut rupiah yang dihasilkan dari penjualan BKP miliknya yang dibeli konsumen. Kemudian, nantinya dapat berfungsi menjadi kredit atau pengurang pajak. Menjadi kredit atau pengurang pajak karena sebelumnya sang PKP telah dikenai tarif pajak yang sama atas pembelian barang tersebut yang di kemudian hari dijual olehnya. Jadi, PPN dalam hal ini hanya terjadi pelimpahan beban. Adapun batas waktu untuk melakukan pengkreditan pajak keluaran tersebut adalah tiga bulan setelah masa pajak berakhir sehingga PKP memiliki waktu yang cukup leluasa untuk melakukan pengkreditan pajaknya. 2.1.8 Mekanisme Pengkreditan Menurut Waluyo (2011 : 99) mekanisme Pengkreditan Pajak Masukan: 1) Pajak Masukan yang telah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak pada waktu perolehan atau impor Barang Kena Pajak atau penerimaan Jasa Kena Pajak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran yang dipungut Pengusaha Kena Pajak pada waktu menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak. 2) Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran tersebut harus dilakukan dalam Masa Pajak yang sama. 11
3) Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayar dan disetor oleh Pengusaha Kena Pajak ke Kas Negara, terlebih dahulu Wajib Pajak harus mengurangi Pajak Keluaran dengan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. 4) Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan, maka selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayar dan disetor oleh Pengusaha Kena Pajak ke Kas Negara. 5) Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, tetapi ternyata belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan. 2.1.9 Barang dan Jasa Kena Pajak Dalam UU No. 42 tahun 2009 pasal 1 ayat (3), Barang Kena Pajak (BKP) adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak dan barang tidak berwujud yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN dan PPnBM. 2.1.10 Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dalam UU No.42 tahun 2009 pasal tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) antara lain : 1) Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10%. 2) Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% diterapkan atas: a. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud 12
b. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud c. ekspor Jasa Kena Pajak 3) Tarif Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dirubah menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi 15% yang perubahan tarifnya diatur dengan Peraturan Pemerintah. 2.1.11 Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Menurut Waluyo (2011: 18) Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual atau Penggantian atau Nilai Impor atau Nilai Ekspor atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang. 2.1.12 Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Menurut Waluyo (2011: 21) cara menghitung Pajak Pertambahan Nilai yang terutang adalah dengan mengalikan Tarif Pajak Pertambahan Nilai (10% atau 0% untuk ekspor Barang Kena Pajak) dengan Dasar Pengenaan Pajak. 2.1.13 Surat Setoran Pajak (SSP) Menurut Resmi (2011: 31) Surat Setoran Pajak (SSP) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara melalui Kantor Penerima Pembayaran. 13
2.1.14 Surat Pemberitahuan (SPT) Menurut Waluyo (2011: 31) Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Sedangkan yang dimaksud dengan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak yang terutang dalam suatu Masa Pajak atau pada suatu saat. 2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Herrina (2008) dengan judul penelitian Analisis Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai dan Pelaporannya pada CV. Family yang dari hasil penelitiannya menemukan bahwa CV. Family sudah melaporkan secara akurat dalam SPT Masa PPN, baik pada Pajak Masukan maupun Pajak Keluaran. Pencatatan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran dilakukan setiap akhir bulan, yaitu setelah dibuatnya rekapitulasi pembelian dan rekapitulasi penjualan. Sekar Arum Sari (2009) dengan judul penelitian Evaluasi Penerapan dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai pada PT. BR tahun 2005, 2006, dan 2007 yang dari hasil penelitian memberikan kesimpulan bahwa evaluasi atas kewajiban perpajakan telah sesuai dengan aturan yang berlaku, namun terdapat beberapa kesalahan dan penyimpangan yang dilakukan oleh PT. BR seperti tidak adanya indikasi tidak melaporkan faktur pajak pada bulan januari 2005 atas faktur pajak dengan nomor urut 047 dan 048, banyak terjadi kesalahan dalam pengisian SPT Masa PPN 14
Yessi Adriani (2011) dengan judul penelitian Analisis Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai dan Pelaporannya pada PT. Sawah Besar Farma Cabang Palembang yang dari hasil penelitian menemukan bahwa PT. Sawah Besar Farma Cabang Palembang sudah melaporkan secara akurat dalam SPT Masa PPN, baik pada Pajak Masukan maupun Pajak Keluarannya. Pencatatan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran dilakukan setiap akhir bulan, yaitu setelah dibuatnya rekapitulasi pembelian dan rekapitulasi penjualan. 15