IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Sumber : 1) Hartadi et al. (2005)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum. Tabel 8. Rataan Konsumsi Ransum Per Ekor Puyuh Selama Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performa Itik Alabio Jantan Rataan performa itik Alabio jantan selama pemeliharaan (umur 1-10 minggu) disajikan pada Tabel 4.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam lokal persilangan merupakan ayam lokal yang telah mengalami

PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum Ayam Broiler

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan dan kecerdasan bangsa. Permintaan masyarakat akan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan kaidah-kaidah dalam standar peternakan organik. Pemeliharaan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Puyuh mengkonsumsi ransum guna memenuhi kebutuhan zat-zat untuk

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh

I. PENDAHULUAN. tinggi. Fakta ini menyebabkan kebutuhan yang tinggi akan protein hewani

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan jumlah konsumsi pakan pada setiap perlakuan selama penelitian dapat. Perlakuan R1 R2 R3 R4 R5

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

I. PENDAHULUAN. Secara umum, ternak dikenal sebagai penghasil bahan pangan sumber protein

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yaitu tipe pedaging, tipe petelur dan tipe dwiguna. Ayam lokal yang tidak

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Peningkatan jumlah penduduk diikuti dengan meningkatnya kebutuhan akan. bahan pangan yang tidak lepas dari konsumsi masyarakat sehari-hari.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam petelur merupakan ayam yang dipelihara khusus untuk diambil

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica L)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Isa Brown, Hysex Brown dan Hyline Lohmann (Rahayu dkk., 2011). Ayam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam ras petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan

I. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap

TINJAUAN PUSTAKA A. Puyuh

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk,

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7.

I. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem

I. PENDAHULUAN. Broiler merupakan salah satu sumber protein hewani yang dapat memenuhi

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat

Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower

I. PENDAHULUAN. dan ekonomis. Permintaan terhadap daging ayam semakin bertambah seiring

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang. Peningkatan cekaman panas yang biasanya diikuti dengan turunnya produksi

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Probiotik

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum. Rataan konsumsi ransum setiap ekor ayam kampung dari masing-masing

HASIL DAN PEMBAHASAN

UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI TELUR BURUNG PUYUH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki genetik yang dapat menghasilkan produksi baik. Menurut (Rasyaf,

Gambar 3. Kondisi Kandang yang Digunakan pada Pemeliharaan Puyuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aaaaapuyuh secara ilmiah dikelompokkan dalam kelas Aves, ordo Galliformes,

KOMBINASI AZOLLA MICROPHYLLA DENGAN DEDAK PADI SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER BAHAN PAKAN LOKAL AYAM PEDAGING

I. PENDAHULUAN. sangat cepat dibandingkan dengan pertumbuhan unggas lainnnya. Ayam broiler

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan protein hewani,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam ras adalah jenis ayam-ayam unggul impor yang telah dimuliabiakan

TINJAUAN PUSTAKA. telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendek, yaitu pada umur 4-5 minggu berat badannya dapat mencapai 1,2-1,9 kg

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah

Pengaruh Lanjutan Substitusi Ampas Tahu pada Pakan Basal (BR-2) Terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 4-6 Minggu (Fase Finisher)

Tij FK = = = = p.r 3 x 6 18 JK(G) = JK(T) JK(P) = ,50 = ,50

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. telurnya. Jenis puyuh yang biasa diternakkan di Indonesia yaitu jenis Coturnix

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Broiler adalah ayam yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga

MATERI DAN METODE. Materi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia berasal dari Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto Propinsi Jawa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler tidak dibedakan jenis kelamin jantan atau betina, umumnya dipanen

BAB III METODE PENELITIAN Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak

TINJAUAN PUSTAKA. rendah dan siap dipotong pada usia yang relatif muda. Pada

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas ayam buras salah satunya dapat dilakukan melalui perbaikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan jenis ayam kampung yang banyak dikembangkan di

PENDAHULUAN. yang berkembang pesat saat ini. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2014)

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu dari April 2014, di peternakan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Usaha peternakan ayam saat ini cukup berkembang pesat. Peredaran daging ayam cukup besar di pasaran sehingga menyebabkan

LAPORAN PRAKTIKUM NUTRISI TERNAK UNGGAS DAN NON RUMINANSIA. Penyusunan Ransum dan Pemberian Pakan Pada Broiler Fase Finisher

PENDAHULUAN. telurnya karena produksi telur burung puyuh dapat mencapai

[Evaluasi Hasil Produksi Ternak Unggas]

PENDAHULUAN. Tingkat keperluan terhadap hasil produksi dan permintaan masyarakat berupa daging

PENDAHULUAN. mempunyai potensi yang cukup besar sebagai penghasil telur karena

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Onggok Terfermentasi Bacillus mycoides terhadap

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH SUBTITUSI MINYAK SAWIT OLEH MINYAK IKAN LEMURU DAN SUPLEMENTASI VITAMIN E DALAM RANSUM AYAM BROILER TERHADAP PERFORMANS.

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Puyuh

BAB III METODE PENELITIAN. yang menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan

Transkripsi:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Konsumsi Ransum Tabel 7. Pengaruh suplementasi L-karnitin dan minyak ikan lemuru terhadap performa burung puyuh Level Minyak Ikan Variabel Lemuru P0 P1 P2 P3 P4 Pr > F *) Konsumsi gram/ekor/hari 13,41 12,82 12,46 12,02 11,72 0,0001 PBBH gram/ekor/hari 2,24 2,39 2,35 2,45 2,49 0,360 Konversi 5,77 5,36 5,31 4,96 4,73 0,040 Mortalitas % 4,17 4,17 4,17 10,41 6,25 0,416 *) Nilai P untuk pengaruh perlakuan Tabel 8. Set kontras level minyak ikan lemuru antar perlakuan Signifikan Contras Antar Komponen Perlakuan Konsumsi PBBH Konversi 1 P0 vs P1P2P3P4 ** Ns * 2 P1 vs P2P3P4 ** Ns Ns 3 P2 vs P3P4 ** Ns Ns 4 P3 vs P4 Ns Ns Ns Keterangan : perbedaan yang nyata * (P<0,05), sangat nyata ** (P<0,01) dan ns : non signifikan lemuru dan L-karnitin berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap konsumsi ransum (Tabel 7). Secara statistik semakin tinggi penggunaan minyak ikan lemuru semakin menurunkan konsumsi ransum. Konsumsi ransum tertinggi adalah P0 (ransum basal/kontrol) yaitu 13,4 g/ekor/hari sedangkan terendah pada P4 yaitu 11,72 g/hari, yang berarti ada korelasi negatif antara kandungan energi dengan jumlah ransum yang dikonsumsi, yaitu semakin tinggi kandungan energi semakin rendah pula ransum yang dikonsumsi. Hasil 23 16

17 penelitian sesuai dengan pendapat Wahju (1988) yang menyatakan bahwa konsumsi ransum ditentukan oleh kandungan energi dalam ransum, semakin tinggi energi ransum maka konsumsinya semakin menurun begitu juga sebaliknya. Demikian juga (Lohmann, 1999) menyatakan bahwa kandungan energi dalam ransum menentukan konsumsi ransum. Selain hal tersebut di atas konsumsi ransum juga dipengaruhi temperatur (suhu). Temperatur tinggi berpengaruh besar terhadap konsumsi ransum harian. Konsumsi rendah bila temperatur tinggi dan meningkat bila temperatur rendah. Suhu 16-24 0 C adalah suhu yang ideal bagi burung puyuh untuk berproduksi maksimal (Gellispie, 1987). Penelitian ini lakukan pada musim penghujan sehingga suhu lingkungan rendah yang dapat berpengaruh terhadap konsumsi ransum. Hasil analisis uji lanjut menggunakan contras ortogonal pada konsumsi ransum menunjukkan bahwa, komponen P0 dibandingkan P1, P2, P3, dan P4 berbeda sangat nyata (Tabel 8). Ini berarti bahwa ransum kontrol berbeda sangat nyata terhadap semua perlakuan. Komponen P1 dibandingkan P2, P3, dan P4 berbeda sangat nyata. Ini berarti ransum yang ditambah minyak ikan lemuru 1% berbeda sangat nyata pula terhadap ransum yang ditambah minyak ikan tuna 2%, 3%, dan 4%. Komponen P2 dibandingkan P3, P4 berbeda sangat nyata. Ini berarti ransum yang ditambah minyak ikan lemuru 2% berbeda sangat nyata terhadap ransum yang ditambah minyak ikan lemuru 3% dan 4%. Komponen P3 dibandingkan P4 berbeda tidak nyata. Ini berarti ransum yang ditambah minyak ikan lemuru 3% berbeda tidak nyata terhadap ransum yang ditambah minyak ikan lemuru 4%. Hal ini disebabkan penggunaan minyak ikan lemuru 2% sudah mencapai kondisi optimal dalam konsumsi ransum sehingga pada ransum yang ditambah minyak ikan lemuru 3% berbeda tidak nyata terhadap ransum yang ditambah minyak ikan lemuru 4%.

18 Penurunan konsumsi seiring dengan peningkatan level penggunaan minyak ikan ini diduga karena kandungan energi metabolis yang tinggi pada minyak ikan lemuru. Hal ini sesuai pendapat Wahyuni (2004) bahwa unggas cenderung berhenti makan apabila ransum mengandung energi metabolis tinggi, unggas sudah merasa kenyang karena energinya sudah terpenuhi hal ini sejalan dengan Lohmann (1999) kandungan energi dalam ransum menentukan konsumsi ransum. Lubis (1993) menyatakan bahwa minyak ikan lemuru memiliki lemak kasar 6%, dan energi metabolis 8280 (kkal/kg). Kandungan energi metabolis yang tinggi pada minyak ikan lemuru diduga menyebabkan konsumsi menurun, sedangkan penggunaan L-karnitin 20 ppm tidak mempengaruhi konsumsi karena tidak mempengaruhi palatabilitas. Konsumsi ransum yang semakin menurun juga diduga karena bau amis pada minyak ikan lemuru karena terdapat senyawa trimetil amino oksida yang menyebabkan bau amis sehingga menurunkan palatabilitas Ibrahim et al., (2005). B. Pertambahan Bobot Badan Harian lemuru dan L-karnitin berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap pertambahan bobot badan harian yang dihasilkan. Hal ini menunjukkan bahwa adanya sinergisme antara minyak ikan lemuru dan L-karnitin dalam meningkatkan metabolisme tubuh sehingga terjadi penghematan protein dalam ransum dengan cara meningkatkan sparing effect dari lemak, sehingga energi dari protein sebagian besar digunakan untuk pertumbuhan (Suwarsito, 2006), sehingga walaupun konsumsi ransum semakin menurun dengan semakin meningkatya penggunaan minyak ikan tetapi tidak berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan harian. Rasyaf (2006) menyatakan bahwa bobot badan dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas ransum yang dikonsumsi, dengan demikian perbedaan kandungan zat-zat makanan pada ransum dan banyaknya ransum yang dikonsumsi akan memberikan pengaruh terhadap

19 bobot badan harian yang dihasilkan, karena kandungan zat-zat makanan yang seimbang dan cukup sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan untuk pertumbuhan optimal. Energi yang terkandung dalam ransum adalah salah satu faktor yang mempengaruhi pertambahan bobot badan harian puyuh. Terpenuhinya energi dalam tubuh ternak dapat menurunkan konsumsi ransum, sehingga pada fase starter dan grower dari puyuh akan terjadi kekurangan zat-zat yang lain yang dibutuhkan untuk pertumbuhan. Menurut Trisiwi (2006) keseimbangan energi dan protein sangat berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan dan konsumsi ransum. Peningkatan level energi cenderung meningkatkan pertambahan bobot badan, hal ini diduga karena terjadi penimbunan lemak tubuh. Sedangkan peningkatan level protein cenderung menurunkan pertambahan bobot badan. Menurut NRC (1994) menyebutkan bahwa anak ayam broiler memiliki penampilan lebih baik apabila kelebihan asam-asam amino ransum diperkecil. C. Konversi Ransum lemuru dan L-karnitin berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap konversi ransum (Tabel 7). Menurut Rasyaf (1994) konversi ransum dihitung dari perbandingan antara jumlah konsumsi ransum dengan PBBH yang dihasilkan. Hasil analisis uji lanjut menggunakan contras ortogonal pada konversi ransum menunjukkan bahwa, komponen P0 dibandingkan dengan P1, P2, P3 dan P4 menunjukkan pengaruh yang nyata. Ini berarti bahwa ransum kontrol berbeda sangat nyata terhadap semua perlakuan. Komponen P1 dibandingkan P2, P3, P4 berbeda tidak nyata. Komponen P2 dibandingkan dengan P3, P4 berbeda tidak nyata. Dan komponen P3 dibandingkan P4 juga berpengaruh tidak nyata. P0 (ransum kontrol) berbeda nyata dengan P1, P2, P3 dan P4 karena perbedaan penggunaan minyak ikan lemuru. Hasil penelitian ini menunjukkan nilai konversi tidak adanya pengaruh antara pemberian l-karnitin dan minyak ikan lemuru dikarenakan adanya pengaruh dari konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan harian.

20 Kuspartoyo (1990) besarnya nilai konversi ransum bergantung pada dua hal yaitu jumlah ransum yang dikonsumsi dan pertambahan bobot badan yang dihasilkan. Nilai konversi ransum yang buruk atau tinggi berarti puyuh membutuhkan ransum lebih banyak untuk pertambahan bobot badan. D. Mortalitas Mortalitas merupakan salah satu faktor yang dapat merugikan usaha peternakan. Penyebab mortalitas antara lain stres, penyakit, sanitasi kandang dan manajemen pemeliharaan yang kurang baik. Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa suplementasi minyak ikan lemuru dan L-karnitin berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap tingkat mortalitas (Tabel 7). Angka mortalitas pada penelitian ini berkisar antara 4,17-10,41. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian minyak ikan lemuru dan L-karnitin tidak mempengaruhi fisiologis tubuh ternak karena pemberian minyak hanya sampai taraf 4 %. Hal ini sesuai dengan pendapat Wijiastuti (2013) bahwa penggunaan minyak ikan lemuru sebagai sumber omega 3 sampai level 7,5% dalam ransum ayam kampung tidak mempengaruhi fungsi fisiologis dalam tubuh ditinjau dari kadar total protein plasma dan hemoglobin darah yang normal. Penelitian ini bertentangan dengan Rusmana (2008) Pemberian minyak ikan lemuru sampai taraf 6% dalam ransum ayam broiler dapat meningkatkan daya tahan terhadap penyakit. Faktor lain yang mempengaruhi mortalitas adalah sistem pemeliharaan. Sistem pemeliharan pada penelitian ini menggunakan kandang baterai. Menurut Chidananda et, al (1985) rataan mortalitas lebih tinggi terjadi pada sistem pemeliharaan dalam kandang baterai (38,70+2,84%) daripada sistem kandang litter (33,72+2,84). Pemeliharaan sistem kandang litter memiliki kelebihan yaitu dapat memberikan rasa hangat pada puyuh, sebagai sumber vitamin B2 dan B12 yang berasal dari sekam padi, air dan kotoran yang terbuang dapat terserap lebih cepat oleh sekam padi, kaki puyuh tidak mudah rusak karena lantai kandang tidak keras dan dapat mengurangi sifat kanibal puyuh.