PPWWIPLBAB I PENDAHULUAN mengalami pertumbuhan sebesar 6,1% dibanding tahun seperti yang digambarkan pada Gambar 1.1 di bawah ini.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. perusahaan harus dapat mengendalikan biaya operasional dengan baik agar tetap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kelangsungan hidup perusahaan, melakukan pertumbuhan serta upaya untuk

PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO. PDRB Gorontalo Triwulan I Tahun 2012 Naik 3,84 Persen

DAFTAR ISI... KATA PENGANTAR...

BADAN PUSAT STATISTIK

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2008

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB III ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN. 3.1 Sejarah Singkat PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Bandung

BAB I PENDAHULUAN. obat murah bermerek. Upaya pemerintah untuk memenuhi keinginan. pengadaan obat dengan merek dagang namun harganya murah.

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2013

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan uang, untuk

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dunia usaha yang semakin pesat. Persaingan tersebut tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam era globalisasi saat ini perekonomian mempunyai peranan yang

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010

BAB I PENDAHULUAN. bersaing dengan perusahaan lainnya dan untuk menghasilkan value terbaik bagi

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III 2014

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam menurunkan angka pengangguran nasional. yang memiliki proporsi unit usaha terbesar adalah sektor (1) Pertanian,

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2011

BAB I PENDAHULUAN. mendistribusikan produk yang telah dihasilkannya tersebut.

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Costing dan Variable Costing dimana biaya perhitungannya berdasarkan biaya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Metode Penelitian. untuk disajikan dan selanjutnya dianalisa, sehingga pada akhirnya dapat diambil

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2008

BAB II KAJIAN PUSTAKA. selalu mengupayakan agar perusahaan tetap dapat menghasilkan pendapatan yang

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2009

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III TAHUN 2010

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. Kimia Farma merupakan pioner dalam industri farmasi Indonesia. Cikal

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III TAHUN 2009

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO. PDRB Gorontalo Triwulan III-2013 Naik 2,91 Persen

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I TAHUN 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20

BAB I PENDAHULUAN. Penetapan harga pokok produk sangatlah penting bagi manajemen untuk

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV PEMBAHASAN. manajemen di dalam mengambil keputusan. Manajemen memerlukan informasi yang

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-2011

BAB I PENDAHULUAN. baku menjadi produk jadi yang siap untuk dijual. Keseluruhan biaya yang dikeluarkan

Ahmad Ansyori. Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi UIN Maliki Malang. Abstrak

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I TAHUN 2010

BAB II KERANGKA TEORISTIS PEMIKIRAN. Harga pokok produksi sering juga disebut biaya produksi. Biaya produksi

BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35)

Pemerintah Kabupaten Bantul. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Akhir TA 2007 Kabupaten Bantul

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2013

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. diri sebagai katup pengaman, dinamisator, stabilisator perekonomian Indonesia

Bab IV PEMBAHASAN. perusahaan, sehingga perusahaan dapat menentukan harga jual yang kompetitif. Untuk

ABTSRAK. Universitas Kristen Maranatha

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. Pada dunia industri dewasa ini, perusahaan perusahaan dituntut untuk

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

PERPERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA 2001

NRP : Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Moses Laksono Singgih, M.Sc, M.Reg.Sc

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah)

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan. Kekayaan yang diperoleh dapat berupa kekayaan material (material

METODE PEMBEBANAN BOP

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

BAB 1 PENDAHULUAN. dikaitkan dengan proses industrialisasi. Industrialisasi di era globalisasi

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008

Penentuan Harga Pokok Produksi Fiberglass Berdasarkan Sistem Activity Based Costing Pada PT. Barata Pratama Unggul

BAB II LANDASAN TEORI

ABSTRACT. Keywords : Cost of Productions, Conventional Costing, Activity Based Costing. Universitas Kristen Maranatha

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latarbelakang. Perusahaan adalah suatu organisasi yang mempunyai sumber daya dasar seperti

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh informasi yang akurat untuk meningkatkan efektivitas dan

BAB I PENDAHULUAN. diyakini sebagai sektor yang dapat memimpin sektor-sektor lain dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. adalah mendapatkan laba atau keuntungan sebanyak-banyaknya (profit oriented).

PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI MENGGUNAKAN METODE ABC DI PT TMG. SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi

BAB I PENDAHULUAN. untuk menghasilkan produk. Sistem akuntansi biaya tradisional yang selama ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Surakarta, pada saat ini perkembangan perusahaan yang

LAMPIRAN 1 PT TUNGGUL NAGA ALOKASI BIAYA OVERHEAD PABRIK DALAM TIAP PRODUK DALAM SISTEM TRADISIONAL

BAB II LANDASAN TEORI

Transkripsi:

PPWWIPLBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Badan Pusat Statistika 7 Februari 2011 mencatat bahwa perekonomian Indonesia pada tahun 2010 mengalami pertumbuhan sebesar 6,1% dibanding tahun 2009 seperti yang digambarkan pada Gambar 1.1 di bawah ini. 16 14 12 10 8 6 4 2 0 13,5 8,7 7 4,5 5,3 5,7 6 2,9 3,5 0,4 0,3 1,2 0 0,4 1,5 Laju Pertumbuhan 1,2 0,5 0,6 Sumber pertumbuhan Sumber: Badan Pusat Statistika No. 12/02/Th. XIV, 7 Februari 2011 GAMBAR 1.1 LAJU DAN SUMBER PERTUMBUHAN PDB ATAS DASAR HARGA KONSTAN 2000 TAHUN 2010 Selama tahun 2010, semua sektor ekonomi mengalami pertumbuhan. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor pengangkutan dan komunikasi yang mencapai (13,5)%, diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran (8,7%), sektor konstruksi (7,0%), sektor jasa-jasa (6,0%), sektor keuangan, real estat dan jasa 1

2 perusahaan (5,7%), sektor listrik, gas dan air bersih (5,3%), sektor industri pengolahan (4,5%), sektor pertambangan dan penggalian (3,5%) dan sektor pertanian (2,9%). Pertumbuhan PDB tanpa migas pada tahun 2010 mencapai (6,6%) yang berarti lebih tinggi dari pertumbuhan PDB secara keseluruhan yang besarnya (6,1%). Secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 1.1 mengenai Laju dan Sumber Pertumbuhan PDB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2010. Industri farmasi berada pada sektor industri pengolahan yang mencapai pertumbuhan 4,5%. Pemulihan ekonomi global berdampak positif terhadap perkembangan sektor eksternal perekonomian Indonesia. Perkembangan ini mendukung pertumbuhan di sektor industri dan sektor perdagangan yang lebih tinggi dari perkiraan. Berdasarkan macam-macam klasifikasi industri terdapat industri kimia dasar yang salah satunya mengolah obat-obatan. Obat yang biasanya dikonsumsi oleh masyarakat, tentu tidak langsung dalam bentuk produk jadi, melainkan mengalami beberapa proses produksi yang biasanya diolah dalam sebuah perindustrian yang dikenal dengan industri farmasi. Terdapat berbagai macam industri farmasi di Indonesia. Namun ada beberapa industri farmasi terbesar milik Negara yaitu PT. Bio Farma, Tbk; PT. Kalbe Farma,Tbk dan PT. Kimia Farma, Tbk. Berikut ini Kinerja Keuangan dari aspek Laba Bersih serta Total Aset yang dimiliki oleh PT. Kimia Farma,Tbk pada tahun 2005-2009 pada Gambar 1.2.

3 80000 60000 40000 20000 0 1500 1000 500 Laba Bersih 0 Total Aset Tahun Sumber: Laporan Keuangan Tahun 2009 PT. Kimia Farma,Tbk. (Data diolah) GAMBAR 1.2 LABA BERSIH DAN TOTAL ASET PT. KIMIA FARMA,TBK. Gambar 1.2 menyatakan bahwa laba bersih yang dihasilkan pada tahun 2005 sebesar Rp.52.827 juta (4.49%), tahun 2007 sebesar Rp.52.189 juta (3.76%), tahun 2008 sebesar Rp.55.394 juta (3.83%), dan tahun 2009 sebesar Rp.62.507 juta (4.00%). Namun pada tahun 2006, PT. Kimia Farma,Tbk mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2006 PT. Kimia Farma,Tbk hanyaa menghasilkan laba bersih sebesar Rp.43..990 juta (3.49%). Pada tahun 2006, perekonomian di Indonesia cukup membaik, tetapi tidak diikuti dengan kondisi Industri Farmasi Indonesia di tahun 2006, yang mengalami pertumbuhan negatif. Penyebab pertumbuhan negatif tersebut karena adanya dampak penurunan harga Obat Generik yang diikuti dengan beberapa obat Branded Generik dan kemungkinan adanya daya beli masyarakat yang menurun. Tetapi, pada tahun 2007 PT. Kimia Farma berhasil memperbaiki kondisi yang menurun tersebut hingga kembali membaik. Selain itu Gambar 1.2 menyatakan bahwa pada tahun 2005 Total Aset PT. Kimia Farma Tbk. sebesar Rp.677.862 juta,

4 tahun 2006 sebesar Rp.750.932 juta, tahun 2007 sebesar Rp.893.447 juta, tahun 2008 sebesar Rp.950.618 juta, dan tahun 2009 sebesar Rp.1.020.884 juta. Melalui dukungan kuat Riset dan Pengembangan, segmen usaha yang dikelola oleh perusahaan induk ini memproduksi obat jadi dan obat tradisional, yodium, minyak nabati, kina dan produk-produk turunannya. Lima fasilitas produksi Plant yang tersebar di kota-kota besar di Indonesia merupakan tulang punggung dari segmen industri, dimana kelimanya telah mendapat sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan sertifikat ISO 9001, ISO 9002 dan ISO 14001 dari institusi luar negeri. Plant tersebut yaitu Plant Jakarta, Plant Bandung, Plant Semarang, Plant Watudakon di Jawa Timur dan Plant Tanjung Morawa di Medan Sumatera Utara. Masing-masing Plant memproduksi produk obat yang berbeda-beda. Dari kelima Plant tersebut, Plant Bandung memproduksi bahan baku kina dan turunanturunannya, rifampicin, obat asli Indonesia dan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR). Unit produksi ini telah mendapat US-FDA Approval. Selain itu, Plant Bandung juga memproduksi tablet, sirup, serbuk, dan produk kontrasepsi Pil Keluarga Berencana. Unit produksi ini telah menerima sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan ISO-9002. Terdapat berbagai macam produk yang diproduksi oleh Plant Bandung yaitu produk ETHICAL, CHP, OGB, PKD, P2M, JOK-MM atau BUFFER, BKKBN, EKSPOR (KINA), BAHAN BAKU DAN EKSTRAK. Diantara 10 produk yang diproduksi oleh Plant Bandung ini, produk Kina yang mengalami permintaan paling

5 banyak. Hal ini dapat dilihat berdasarkan hasil Rekapitulasi Realisasi Penyerahan Produk Tahun 2010. TABEL 1.1 REKAPITULASI REALISASI PENYERAHAN PRODUK TAHUN 2010 (DALAM RIBUAN RUPIAH) Penyerahan Produk (HPP) Lini Produk Rencana Pesanan Realisasi ETHICAL Rp 4.662.536 Rp 3.816.851 Rp 3.594.692 CHP Rp 22.683.291 Rp 14.258.523 Rp 14.181.152 OGB Rp 49.345.157 Rp 46.528.695 Rp 45.222.886 PKD Rp 29.078.652 Rp 12.293.266 Rp 12.459.899 P2M Rp 8.928.769 Rp 14.516.265 Rp 14.228.204 JPK-MM/BUFFER Rp - Rp 13.129.594 Rp 13.177.810 BKKBN Rp 5.359.259 Rp 6.995.071 Rp 7.044.171 EKSPOR (KINA) Rp 47.148.783 Rp 35.248.931 Rp 34.818.620 BAHAN BAKU Rp 140.758 Rp - Rp - EKSTRAK Rp 218.305 Rp 74.395 Rp 74.621 TOTAL Rp 167.565.510 Rp 146.861.591 Rp 144.802.055 Sumber: RKAP 2010 PT. Kimia Farma,Tbk Plant Bandung Pada Tabel 1.1 PT. Kimia Farma Plant Bandung di produk Ekspor (Kina) merencanakan memproduksi sebesar Rp. 47.148,783, kemudian pesanan yang diminta sebesar Rp. 35.248,931. Sedangkan terealisasi dari produk Kina ini, yaitu sebesar Rp.34,818,650. Perbedaan antara jumlah pesanan dengan realisasi diakibatkan karena adanya perubahan kemasan. Sehingga, produk Ekspor paling

6 banyak diproduksi di PT. Kimia Farma, Tbk Plant Bandung dibandingkan dengan produk lainnya. Produk-produk kina yang diproduksi oleh PT. Kimia Farma, Tbk Plant Bandung terdapat 5 macam produk yaitu Chinconidine Base Special, Chinconidine Base, Quinine Base Murni, Quinine Hydrochloride, dan Quinine Sulphate. PT. Kimia Farma Plant Bandung memiliki RENSA (Rencana Strategi) pada tahun 2010, dari Aspek Keuangan strategi tersebut yaitu (1) mengendalikan harga pokok produksi, (2) mencari bahan awal (bahan baku/bahan pengemas) alternatif yang lebih murah dan sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan, (3) mengurangi terjadinya proses ulang dan produk rusak, (4) memutakhirkan data Man-hour per produk agar perhitungan Harga Pokok Produksi lebih mendekati kenyataan, (5) menetapkan sistem IT yang bermuara pada pengelolaan keuangan terintegrasi, (6) mengatur pembelian dan pemakain bahan, (7) meningkatkan perputaran persediaan. Di antara strategi Aspek Keuangan yang ada pada PT. Kimia Farma, Tbk Plant Bandung, strategi yang paling sulit direalisasikan menurut bagian Akuntansi dan Keuangan PT. Kimia Farma, Tbk Plant Bandung yaitu mengendalikan Harga Pokok Produksi. Hal ini terjadi karena metode pembiayaan pada PT. Kimia Farma,Tbk Plant Bandung masih menggunakan metode konvensional. Sehingga keakuratan untuk pemisahan biaya pada suatu produk masih kurang akurat karena tercampur dengan produk obat lainnya. Pada metode biaya konvensional, dalam mengalokasikan biaya pabrik tidak langsung ke unit produksi, tetapi ditempuh cara yaitu melakukan alokasi biaya

7 keseluruh unit organisasi yang ada, setelah itu biaya unit organisasi dialokasikan lagi kesetiap unit produksi. Komponen-komponen yang berada pada metode konvensional di PT. Kimia Farma, Tbk Plant Bandung untuk menghitung harga pokok produksi yaitu biaya pemakaian bahan, biaya upah langsung, biaya upah tidak langsung, biaya makloon, biaya penyusutan, biaya dalam pengelolahan, dan biaya barang sudah jadi. Biaya-biaya tersebut, tidak dikelompokkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan yang akan dibebankan kepada produk. Perhitungan harga pokok produksi selain digunakan sebagai dasar penentuan tingkat laba, penilaian efisiensi usaha, juga pengalokasian harga pokok produksi yang tepat akan membantu perusahaan dalam menetapkan harga pokok penjualan yang tepat pula. Perhitungan harga pokok penjualan yang tepat sangat penting bagi setiap perusahaan dalam melakukan perencanaan, pengendalian biaya dan pengambilan keputusan serta untuk menentukan perolehan yang wajar. (John W. Day:2008) Pada perusahaan yang memperhitungkan harga pokoknya terlalu tinggi maka akan mengakibatkan kerugian pada perusahaan karena tidak dapat bersaing dengan hasil produksi yang sejenis lainnya, sehingga produksi perusahaan tidak laku dijual. Namun, apabila perusahaan memperhitungkan harga pokok penjualannya terlalu rendah maka akan mengakibatkan kerugian pada perusahaan itu sendiri karena tidak mencapai laba yang diinginkan. (John W. Day:2008) Suatu perusahaan telah menentukan harga pokok penjualan, maka akan ditetapkan pula harga jual yang sesuai dengan semua biaya produksi termasuk biayabiaya pemasaran dan pencapaian laba yang diinginkan. Dampaknya, jika biaya-biaya

8 yang seharusnya menjadi perhitungan pada saat memproduksi produk tidak dipisahkan, akan ada biaya yang tidak masuk pada saat menentukan harga pokok produksi, sehingga akan mempengaruhi harga pokok penjualan pada produk tersebut. (John W. Day:2008) Selain metode pembiayaan konvensional ada pula sistem pembiayaan yang lebih akurat yaitu metode Activity Based Costing. Metode Activity Based Costing dalam CIMA Official Terminology, (2005:3) merupakan pendekatan terhadap biaya yang melibatkan kegiatan sumber biaya dan hingga akhir. Secara teori, menurut Charles T. Horngren, Srikant M. Datar dan George Faster (2006:167), Traditional/Konvensional Costing kurang keakuratannya untuk menentukan biayabiaya yang akan dikenakan pada suatu produk. Sehingga metode Activity Based Costin digunakan untuk memperbaiki sistem kalkulasi biaya dengan mengidentifikasi aktivitas individual sebagai objek biaya pokok. Keuntungan yang dimiliki oleh metode Acticity Based Costing yaitu biaya yang digunakan beberapa driver untuk melakukan suatu kegiatan, mengalokasikan biaya produk pada setiap penggunaan produk kegiatan, mengurangi distorsi biaya dan menyediakan informasi biaya yang lebih akurat. Berdasarkan uraian di atas, PT. Kimia Farma, Tbk meminta kepada penulis untuk melakukan penelitian mengenai biaya-biaya harga pokok produksi yang diperlukan untuk menentukan harga pokok produksi produk Kina dengan menggunakan metode Activity Based Costing dan metode konvensional maka perlu diadakan penelitian mengenai ANALISIS PERBANDINGAN METODE ACTIVITY BASED COSTING (ABC) DAN

9 METODE KONVENSIONAL DALAM MENENTUKAN HARGA POKOK PRODUKSI (Studi Kasus Pada Produksi Produk Kina PT. Kimia Farma,Tbk Plant Bandung Tahun 2010). 1.2 Identifikasi Masalah Pertumbuhan industri farmasi di Indonesia semakin meningkat. Daya saing di setiap perusahaan farmasi memiliki strategi masing-masing. Diantara 100 industri farmasi yang tersebar di seluruh Indonesia, ada beberapa industri farmasi yang telah berkembang lebih cepat diantaranya PT. Kimia Farma, Tbk. Perusahaan ini memiliki 5 pabrik (Plant) di Indonesia, salah satunya Plant Bandung yang terletak di Jalan Pajajaran No. 29-31.Pada plant ini, PT. Kimia Farma, Tbk memproduksi produk Kina beserta turunannya. Setiap perusahaan akan memperhatikan semua komponen atau aktivitas yang dikenakan biaya. Biaya-biaya tersebut harus diolah secara tepat agar tidak terjadi distorsi biaya, yang berakibat akan merugikan perusahaan itu sendiri. Berbagai macam produk yang dihasilkan PT. Kimia Farma, Tbk Plant Bandung memiliki harga pokok produksi yang berbeda-beda. Tetapi, dalam menentukan harga pokok produksi di PT. Kimia Farma, Tbk Plant Bandung, masih kurang akurat, hal ini dikarenakan PT. Kimia Farma, Tbk Plant Bandung masih menggunakan sistem konvensional. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka yang menjadi tema sentral pada penelitian ini yaitu: PT. Kimia Farma,Tbk Plant Bandung, memiliki berbagai macam dalam memproduksi obat, diantaranya produk produk Kina yang hanya diproduksi pada PT.

10 Kimia Farma,Tbk Plant Bandung. Produk Kina ini, merupakan produk yang di ekspor ke Negara Belanda (pihak ketiga). Karena itulah pembebanan biaya pada produk Kina tidaklah sedikit. PT. Kimia Farma,Tbk Plant Bandung, menggunakan sistem konvensional dimana dalam sistem ini keakuratan perhitungan biaya masih kurang tepat karena terdapat biaya-biaya yang tidak tepat dibebankan pada produk tersebut. Harga pokok produksi tersebut, digunakan untuk pengambilan keputusan pada manajerial perusahaan produk Kina apakah produk tersebut akan dijual atau tidak. Akibatnya, biaya-biaya yang seharusnya dibebankan pada produk produk Kina, sering tercampur dengan produk lain. Sehingga, perlu diadakan sistem/metode perhitungan biaya untuk menentukan harga pokok produksi secara akurat dan sesuai dengan aktivitas-aktivitas dalam memproduksi produk Kina tersebut. Sistem/metode yang dimaksud yaitu Activity Based Costing (ABC). Hasil dari perhitungan harga pokok produksi tersebut. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah untuk diteliti sebagai berikut : 1. Bagaimana gambaran harga pokok produksi produk Kina PT. Kimia Farma, Tbk Plant Bandung dengan menggunakan metode konvensional pada tahun 2010. 2. Bagaimana gambaran harga pokok produksi produk Kina PT. Kimia Farma, Tbk Plant Bandung dengan menggunakan metode Activity Based Costing pada tahun 2010.

11 3. Bagaimana perbandingan harga pokok produksi produk Kina PT. Kimia Farma, Tbk Plant Bandung dengan metode Activity Based Costing dan metode konvensional pada tahun 2010. 1.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Memperoleh temuan gambaran harga pokok produksi produk Kina PT. Kimia Farma,Tbk Plant Bandung dengan menggunakan metode konvensional pada tahun 2010. 2. Memperoleh temuan gambaran harga pokok produksi produk Kina PT. Kimia Farma,Tbk Plant Bandung dengan menggunakan metode Activity Based Costing pada tahun 2010. 3. Memperoleh temuan perbandingan harga pokok produksi produk Kina PT. Kimia Farma,Tbk Plant Bandung dengan menggunakan metode Activity Based Costing dan metode konvensional pada tahun 2010. 1.5 Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1. Kegunaan Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas aspek teoritis (keilmuan) mengenai Manajemen Biaya, khususnya teori mengenai perhitungan harga pokok produksi dengan menggunakan Activity Based Costing. 2. Kegunaan Praktis

12 Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan bagi peneliti dan menjadi bahan pertimbangan dan sumbangan solusi khususnya kepada PT. Kimia Farma,Tbk Plant Bandung di masa yang akan datang mengenai Activity Based Costing dalam menentukan harga pokok produksi yang akurat, sehingga dapat memutuskan harga pokok penjualan suatu produk.